PENDAHULUAN
secara
politis
kebijakan
berbasis
bukti
diubah
menjadi
bukti
Rentang
kekuatan
bukti ilmiah
tersebut berkisar dari pendapat ahli (expert judgment) sebagai bukti yang
dianggap paling lemah, sampai hasil uji klinik dengan randomisasi (randomized
controlled trial) sebagai bukti paling kuat, khususnya setelah dilakukan kajian
sistematik atas beberapa uji klinik yang dilakukan. Pelbagai instrumen telah
digunakan untuk menilai kajian efektivitas intervensi terapi atau pencegahan,
hubungan sebab-akibat, perumusan pedoman klinik, dan program promosi
kesehatan. Dengan
demikian
bukti-bukti
klinis
populasi pasien atau fenomena penyakit secara agregat. Bukti semacam ini tidak
asing bagi praktisi kesehatan masyarakat yang melakukan intervensi kesehatan
di masyarakat atas dasar bukti pada tingkat populasi, yang dikenal sebagai
metode dan substansi epidemiologi (Kusnanto, 2008).
Sejarah menceritakan bagaimana James Lind menggunakan perasan jeruk
nipis untuk mencegah penyakit scurvy atas dasar penelitian pada populasi pelaut
yang berminggu-minggu berlayar di tengah laut. Ignaz Semmelweis mencegah
infeksi pada ibu-ibu setelah melahirkan (puerperal fever) dengan mengharuskan
mahasiswa kedokteran untuk mencuci tangan sebelum menolong persalinan.
Singkat
kata,
bukti
ilmiah
tidak
cukup
keputusan
berdasarkan
tekanan
politik
atau
naluri
belaka.
1.3. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui tentang kebijakan berbasis bukti
dan manajemen.
1.4. Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberi informasi, aasan dan menambah
referensi bagi pemakalah dan pembaca.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Kebijakan
Didalam bahasa inggris sering kita dengar dengan istilah policy. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebijakan diartikan sebagai rangkaian konsep dan
asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu
pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang pemerintahan, organisasi,
dsb); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip dan garis pedoman untuk manajemen
dalam usaha mencapai sasaran (Mujiati, 2014).
disiapkan
oleh
pemerintah
di
mana
keputusannya
mempertimbangkan juga aspek politik (Buse, May & Walt, 2005). Jelasnya
kebijakan kesehatan adalah kebijakan publik yang merupakan tanggung jawab
pemerintah dan swasta. Sedangkan tugas untuk menformulasi dan implementasi
kebijakan kesehatan dalam satu negara merupakan tanggung jawab Departemen
Kesehatan (WHO, 2000). Pengembangan kebijakan biasanya top-down di mana
Departemen Kesehatan memiliki kewenangan dalam penyiapan kebijakan.
Implementasi
dan
strateginya
adalah
bottom-up.
Kebijakan
seharusnya
dikembangkan dengan partisipasi oleh mereka yang terlibat dalam kebijakan itu.
Hal ini untuk memastikan bahwa kebijakan tersebut realistik dan dapat mencapai
sasaran. Untuk itu perlu komitmen dari para pemegang dan pelaksana kebijakan
(Massie, 2009).
Kebijakan kesehatan harus berdasarkan pembuktian yang menggunakan
pendekatan problem solving secara linear. Penelitian kesehatan adalah suatu
kegiatan untuk mendapatkan bukti yang akurat. Setelah dilakukan penelitian
kesakitan dan penyakit dari masyarakat, termasuk kebutuhan akan kesehatan,
sistem kesehatan, tantangannya selanjutnya adalah mengetahui persis penyebab
dari kesakitan dan penyakit itu. Walaupun disadari betapa kompleksnya yang
berbasis bukti untuk dijadikan dasar dari kebijakan (Fafard, 2008).
2.2. Komponen Kebijakan
adalah
efektif
apabila
pada
tingkatan
maksimal
dapat
berbeda-beda
dan
bagaimana
praktis
Pelbagai
kebijakan
bukti
bahwa
kebijakan
kesehatan
mengandalkan
penelitian
yang
teori
bersifat eksperimen
biomedik
dan
murni
semata-mata
10
kebijakan
Pertanyaan spesifik
Apakah intervensi dapat berhasil dalam kondisi ideal?
Apakah dilandasi teori yang telah ada?
Apakah intervensi dapat berhasil di lingkungan nyata dalam
masyarakat? Adakah intervensi lain yang lebih sesuai
dengan kondisi yang dihadapi?
Apakah konsekuensi intervensi? Lebih banyak manfaatnya?
Apakah biaya terjangkau?
Apakah intervensi lebih bernilai dibandingkan alternatif-
11
Faktor
Efikasi Efektivitas
Proses implementasi
Manfaat dan kerugian
Biaya
Nilai dibanding biaya
Manfaat inkremental
Kelaikan
Kesesuaian
Keadilan
Keberlanjutan
12
dapat
menurunkan prevalensi merokok di antara perokok ringan dan sedang, tetapi tidak
berhasil mengubah prevalensi merokok di antara perokok berat. Kebijakan
kesehatan dalam memerangi kebiasaan merokok jauh lebih luas dari sekedar
modifikasi perilaku individual atau pendekatan farmakologis (intervensi medis).
Pengenaan pajak rokok yang tinggi, pembatasan tempat untuk merokok, peraturan
pemberian label di bungkus rokok dan pariwara sosial melalui media massa
merupakan instrumen yang mungkin lebih efisien dalam memerangi rokok.
Bagaimana bukti yang kompleks dan kait-mengait dapat digunakan untuk
mendukung kebijakan anti- rokok secara terpadu, efektif, efisien, dan merata
(Kusnanto, 2008).
2.6 Pengembangan metodologi kebijakan berbasis bukti: kasus memerangi
rokok
Kajian sistematik atas bukti-bukti yang mendukung suatu intervensi
kesehatan masyarakat masih membutuhkan pengembangan metodologis dengan
aplikasi-aplikasi kebijakan publik yang luas. Sebagai contoh, upaya untuk
menghentikan kebiasaan merokok telah diteliti melalui pelbagai uji klinik dengan
randomisasi, antara lain untuk menilai efek konseling, pemberian obat
(bupropion) dan sulih nikotin (nicotine patch) terhadap keberhasilan individu
berhenti merokok. Intervensi berhenti merokok yang dilakukan di masyarakat
(dengan rancangan ramdomized community intervention trial) dapat menurunkan
prevalensi merokok di antara perokok ringan dan sedang, tetapi tidak berhasil
13
14
15
Overuse
Underuse
darurat
Konsentrasi beban kerja untuk prosedur partikular dan
Misuse
klinis
Adopsi dan pelaksanaan manajemen kualitas total atau
kualitas inisiatif perbaikan
16
BAB III
KESIMPULAN
secara
politis
kebijakan
berbasis
bukti
diubah
menjadi
bukti
17
DAFTAR PUSTAKA
Anderson L.M., Brownson R.C., Fullilove M.T., Teutsch S.M., Novick L.F.,
Fielding J.E., Land C.H.. Evidence-based public health policy and
practice: promises and limits, American Journal of Preventive
Medicine.2005;28:226-9.
Buse, K., Mays, N., Walt, G. 2005. Making Health Policy. New York
Chalmers I. Trying to do more good than harm in policy and practice: the role
of
rigorous, transparent, up-to-date evaluations, Annals of the
American Academy of Political and Social Science.2003;589:22-40.
Dobrow M.J., Goel V., Upshur R.E.G. Evidence-based health policy: context
and utilisation, Social Science and Medicine. 2004;58:207-217.
Fafard P, 2008. Evidence and Healthy Public Policy: Insights from Health and
Political Sciences. National Collaborating Centre for Healthy Public
Policy US.
Frenk J, 1993. The health transition and the dimensions of health system reform.
Paper presented at the Conference on Health Sector Reform in
Developing pp. 1013. Harvard School of Public Health, New
Hampshire. In Macrae, Zwi and Gilson, 1996 Ibid.
Kusnanto, H. 2008. Kebijakan Kesehatan Masyarakat Berbasis Bukti Evidencebased public health policy. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan.
Volume 11 No 01. Program Studi Pascasarjana Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran UGM.Yogyakarta; 2-4
18
19