Anda di halaman 1dari 5

DISKUSI 5.

Sebut dan jelaskan 3 cakupan teori pembangunan yang


banyak dipakai untuk melihat fenomena pembangunan!
Diskusi menuntut Anda untuk mengemukakan pendapat secara original, sehigga
jawaban anda tidak benar-benar menyerupai pendapat teman Anda, selain itu anda
tidak perlu menyalin pendapat dari internet tanpa mencantumkan sumber. (tidak
diperbolehkan sama atau tidak copy paste) jawaban teman Anda! Selamat
berdiskusi!

JAWAB

A. Teori Pembagian Kerja Asumsi


Dasar dari teori ini adalah, setiap negara harus melakukan spesialisasi produksi sesuai
dengan keuntungan komparatif yang dimilikinya (Budiman, 1995: 16). Spesialisasi
terjadi karena faktor alam yang sangat determinan. Negara-negara di khatulistiwa
yang tanahnya subur, maka kemudian negara-negara tersebut melakukan spesialisasi
di bidang pertanian. Sedangkan, negara-negara di bagian bumi sebelah utara karena
tidak cocok iklimnya untuk bertani, maka sebaiknya berkutat di sektor industri,
dengan mengembangkan teknologi untuk menciptakan keunggulan komparatif.
Apabila pakem spesialisasi tersebut dilanggar, maka ongkos produksi akan lebih
mahal, karena butuh investasi di bidang industri bagi negaranegara khatulistiwa, dan
investasi untuk menyuburkan tanah dan melawan musim dingin bagi negara-negara
utara. Adanya spesialisasi ini kemudian yang menyebabkan terjadinya perdagangan
internasional dan saling menguntungkan kedua belah pihak, karena negaranegara
khatulistiwa dapat membeli barang-barang industri secara lebih murah (daripada
memproduksikannya sendiri), dan begitu pula sebaliknya berlaku bagi negara-negara
utara.
B. Teori Modernisasi dan Pertumbuhan
Teori Harrod-Domar Teori ini digagas oleh dua ahli ekonomi, Evsey Domar dan Roy
Harrod. Model pembangunan ini didasari pada tingkat pertumbuhan ekonomi yang
dipengaruhi oleh ketersediaan modal. Asumsi dasar dari rumus pembangunan Harrod-
Domar ialah masalah pembangunan pada dasarnya merupakan masalah menambahkan
investasi modal. Sehingga pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh tingginya tabungan
dan investasi (Budiman, 1995: 19). Apabila tabungan dan investasi rendah,
pertumbuhan ekonomi masyarakat atau negara tersebut juga akan rendah, sehingga
keterbelakangan dalam pembangunan dilihat sebagai akibat dari kekurangan modal.
Kalau ada modal, dan modal itu diinvestasikan, hasilnya adalah pembangunan
ekonomi. ii) Teori Rostow: Lima Tahap Pembangunan Model teori pembangunan ini
diperkenalkan oleh seorang ahli sejarah-ekonomi, Walt.W. Rostow. Model yang
dikenal dengan nama linear stages of growth models. ini ia gagas dalam bukunya
yang terbit pada tahun 1960, “The Stages of Economic Growth: A Non-Communist
Manifesto”. Model ini menggambarkan pembangunan sebagai sebuah urutan tahapan
yang harus dilalui oleh semua masyarakat. Konsep sifat alami dan proses
pembangunan yang diperkenalkan oleh Rostow ini yang kemudian menjadi blue-print
dari teori modernisasi (Halperin, 2013). Model jenis ini terfokus pada kegunaan dari
injeksi kapital secara masif untuk mempercepat laju pertumbuhan GDP. Injeksi
kapital kemudian mendorong peningkatan laju investasi meru yang dapat
menyebabkan tumbuhnya per-capita (Dang dan Sui Peng, 2015). Tahapan
pembangunan yang diperkenalkan oleh Rostow ini terdiri dari lima tahap (Budiman,
1995: 25-28). Tahap pertama ialah tahap masyarakat tradisional, yang ditandai dengan
belum banyaknya penguasaan akan ilmu pengetahuan dan determinasi alam terhadap
manusia. Oleh sebabnya kemajuan berjalan lambat dan produksi yang dilakukan
sekedar dipakai untuk konsumsi. Tahap kedua ialah tahap prakondisi untuk lepas
landas, yang disebabkan adanya campur tangan dari luar, yakni masyarakat yang
sudah lebih maju. Pada tahapan ini terdapat usaha untuk meningkatkan tabungan
masyarakat yang dipakai untuk investasi pada sektor-sektor produktif, misalnya
pendidikan. Tahapan ketiga, yakni lepas landas, merupakan tahapan terpenting,
dimana tahapan ini harus dilalui oleh negara-negara berkembang, dan merupakan
tahapan transisi dari negara terbelakang menuju negara maju (Dang dan Sui Peng,
2015). Tahapan ini juga ditandai dengan tersingkirnya hambatan-hambatan dalam
proses pertumbuhan ekonomi. Selain itu, berkembangnya industri-industri baru dan
muncul teknik-teknik baru dalam pertanian, dan pertanian tidak sekedar ditujukan
untuk konsumsi. Tahapan keempat ialah bergerak ke kedewasaan, dimana kemajuan
terus bergerak kedepan meskipun kadang pasang-surut. Industri berkembang pesat
dimana terdapat kemampuan produksi domestik barang-barang yang sebelumnya
diimpor. Tahapan terakhir ialah konsumsi massal, dimana konsumsi tidak lagi terbatas
pada kebutuhan pokok untuk hidup, tetapi meningkat ke kebutuhan yang lebih tinggi.
Surplus ekonomi kemudian dialokasikan untuk kesejahteraan sosial dan penambahan
dana sosial.
C. Teori Ketergantungan Internasional Teori ini sangat populer pada tahun 1970-an dan
awal 1980-an, dan merupakan salah satu bentuk pengembangan teori Marxis (Hein,
1992 dalam Dang dan Sui Peng, 2015). Para teoritisi ketergantungan berpendapat
bahwa kondisi underdevelopment terjadi karena adanya dominasi dari negara-negara
maju dan perusahaan multinasional atas negara-negara berkembang (Dang dan Sui
Peng, 2015). Pertumbuhan kapitalisme internasional dan perusahaan multinasional
menyebabkan negara-negara miskin semakin tereksploitasi dan lebih tergantung pada
negara-negara maju. Sehingga, negara-negara miskin pun tidak bisa berharap banyak
akan adanya keberlanjutan pertumbuhan dari ketergantungan. Untuk memutus
ketergantungan tersebut, digagaslah metode breaking-out, yang ditandai dengan
diterapkannya ISI (Import Substituting Industrialization) berupa hambatan tarif dan
non-tarif yang dikenakan terhadap barang-barang impor yang masuk. Akibatnya
barang impor pun melonjak harganya menjadi dua hingga tiga kali lipat lebih mahal
dibanding produk domestik, yang menyebabkan masyarakat pada akhirnya cenderung
membeli produk domestik yang relatif lebih murah. Pemerintah juga mensubsidi dan
memberi insentif melalui kredit murah kepada industri-industri dalam negeri untuk
memacu pembangunan ekonomi setelah diberlakukannya ISI. Sehingga industri
dalam negeri pun diharapkan dapat memenuhi kebutuhan domestik (Frieden, 2006).
D. Neo-Classical Counter-Revolution
Teori ini berlawanan dari teori ketergantungan internasional. Dalam mematahkan
argumen teoritisi ketergantungan, teori ini menggunakan tiga pendekatan, yakni
pendekatan pasar bebas, pendekatan ekonomi politik baru, dan pendekatan market-
friendly. Berbeda dengan teori ketergantungan internasional, ketiga pendekatan
tersebut berpendapat bahwa kondisi underdevelopment bukanlah hasil dari aktivitas
yang bersifat predatory yang dilakukan oleh negara-negara maju dan agensi
internasional, tetapi justru diakibatkan oleh isu-isu domestik yang diakibatkan
intervensi berlebihan dari negara, seperti alokasi sumber daya yang sedikit, distorsi
harga oleh pemerintah, dan korupsi (Meier, 2000 dalam Dang dan Sui Peng, 2015).
Untuk merespon ketidakefisienan sektor publik, difokuskaan solusi pada promosi
pasar bebas, eliminasi proteksionisme, subsidi, dan kepemilikan publik (Dang dan Sui
Peng, 2015).
E. Teori Pembangunan Alternatif: Perspektif Kritis
Teori Pasca Pembangunan Wolfgang Sachs (1992) berargumen bahwa ide-ide
pembangunan hanyalah sebuah ‘struktur mental’, yang memunculkan dikotomi yang
bersifat hierarkis, yakni antara negara maju dan negara berkembang, dimana negara
berkembang berkeinginan untuk menjadi seperti negara maju. Selain itu teori-teori
pembangunan terlalu didominasi oleh Barat dan sangat etnosentris. Padahal terdapat
perbedaan budaya, sehingga indikator kemiskinan sebenarnya tidaklah universal.
Belum tentu kemiskinan pada suatu masyarakat akan dinilai sebagai sebuah bentuk
kemiskinan oleh masyarakat di tempat lain. Bahkan menurut Majid Rahnema (dalam
Sachs, 1992), kemiskinan juga sebuah misteri, sebuah konstruksi, dan penemuan
suatu peradaban tertentu. Sehingga kemudian Arturo Escobar (dalam Sachs, 1992)
mengusulkan intensifikasi kultur dan pengetahuan lokal sebagai upaya mereduksi
nilai-nilai dan pengetahuan luar yang dianggap mendominasi. ii) Teori Pembangunan
Manusia Salah satu penggagas nilai-nilai dasar dari teori ini ialah seorang pemenang
nobel ekonomi, yakni Amartya Sen (1999) dalam bukunya yang berjudul
“Development as Freedom”. Ia berpendapat bahwa manusia sedang hidup dalam
dunia yang ditandai dengan perampasan, kemiskinan, dan tekanan. Hal—hal tersebut
tidak hanya terjadi di negara miskin saja, tetapi juga dapat dijumpai di negara-negara
maju. Manusia pun harus melakukan bentuk-bentuk perlawanan terhadap hal-hal yang
bersifat opresif tersebut. Tugas utama dari pembangunan ialah untuk mengatasi hal-
hal tersebut. Oleh karenanya, Sen (1999) menekankan peran utama kebebasan dalam
pembangunan untuk mengatasi hal-hal tersebut. Sehingga, premis dasar dari teori ini
ialah, adanya komitmen terhadap kebebasan manusia sebagai sebuah komitmen sosial
dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi.

Saat ini kita berada di


ambang revolusi teknologi
yang secara fundamental
akan
mengubah cara kita
hidup, bekerja, dan
berhubungan satu sama
lain. Dalam skala, ruang
lingkup, dan
kompleksitasnya,
transformasi yang sedang
terjadi berbeda dengan apa
yang
telah dialami manusia
sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai