Sebut dan jelaskan 3 cakupan teori pembangunan yang
banyak dipakai untuk melihat fenomena pembangunan! Diskusi menuntut Anda untuk mengemukakan pendapat secara original, sehigga jawaban anda tidak benar-benar menyerupai pendapat teman Anda, selain itu anda tidak perlu menyalin pendapat dari internet tanpa mencantumkan sumber. (tidak diperbolehkan sama atau tidak copy paste) jawaban teman Anda! Selamat berdiskusi!
JAWAB
A. Teori Pembagian Kerja Asumsi
Dasar dari teori ini adalah, setiap negara harus melakukan spesialisasi produksi sesuai dengan keuntungan komparatif yang dimilikinya (Budiman, 1995: 16). Spesialisasi terjadi karena faktor alam yang sangat determinan. Negara-negara di khatulistiwa yang tanahnya subur, maka kemudian negara-negara tersebut melakukan spesialisasi di bidang pertanian. Sedangkan, negara-negara di bagian bumi sebelah utara karena tidak cocok iklimnya untuk bertani, maka sebaiknya berkutat di sektor industri, dengan mengembangkan teknologi untuk menciptakan keunggulan komparatif. Apabila pakem spesialisasi tersebut dilanggar, maka ongkos produksi akan lebih mahal, karena butuh investasi di bidang industri bagi negaranegara khatulistiwa, dan investasi untuk menyuburkan tanah dan melawan musim dingin bagi negara-negara utara. Adanya spesialisasi ini kemudian yang menyebabkan terjadinya perdagangan internasional dan saling menguntungkan kedua belah pihak, karena negaranegara khatulistiwa dapat membeli barang-barang industri secara lebih murah (daripada memproduksikannya sendiri), dan begitu pula sebaliknya berlaku bagi negara-negara utara. B. Teori Modernisasi dan Pertumbuhan Teori Harrod-Domar Teori ini digagas oleh dua ahli ekonomi, Evsey Domar dan Roy Harrod. Model pembangunan ini didasari pada tingkat pertumbuhan ekonomi yang dipengaruhi oleh ketersediaan modal. Asumsi dasar dari rumus pembangunan Harrod- Domar ialah masalah pembangunan pada dasarnya merupakan masalah menambahkan investasi modal. Sehingga pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh tingginya tabungan dan investasi (Budiman, 1995: 19). Apabila tabungan dan investasi rendah, pertumbuhan ekonomi masyarakat atau negara tersebut juga akan rendah, sehingga keterbelakangan dalam pembangunan dilihat sebagai akibat dari kekurangan modal. Kalau ada modal, dan modal itu diinvestasikan, hasilnya adalah pembangunan ekonomi. ii) Teori Rostow: Lima Tahap Pembangunan Model teori pembangunan ini diperkenalkan oleh seorang ahli sejarah-ekonomi, Walt.W. Rostow. Model yang dikenal dengan nama linear stages of growth models. ini ia gagas dalam bukunya yang terbit pada tahun 1960, “The Stages of Economic Growth: A Non-Communist Manifesto”. Model ini menggambarkan pembangunan sebagai sebuah urutan tahapan yang harus dilalui oleh semua masyarakat. Konsep sifat alami dan proses pembangunan yang diperkenalkan oleh Rostow ini yang kemudian menjadi blue-print dari teori modernisasi (Halperin, 2013). Model jenis ini terfokus pada kegunaan dari injeksi kapital secara masif untuk mempercepat laju pertumbuhan GDP. Injeksi kapital kemudian mendorong peningkatan laju investasi meru yang dapat menyebabkan tumbuhnya per-capita (Dang dan Sui Peng, 2015). Tahapan pembangunan yang diperkenalkan oleh Rostow ini terdiri dari lima tahap (Budiman, 1995: 25-28). Tahap pertama ialah tahap masyarakat tradisional, yang ditandai dengan belum banyaknya penguasaan akan ilmu pengetahuan dan determinasi alam terhadap manusia. Oleh sebabnya kemajuan berjalan lambat dan produksi yang dilakukan sekedar dipakai untuk konsumsi. Tahap kedua ialah tahap prakondisi untuk lepas landas, yang disebabkan adanya campur tangan dari luar, yakni masyarakat yang sudah lebih maju. Pada tahapan ini terdapat usaha untuk meningkatkan tabungan masyarakat yang dipakai untuk investasi pada sektor-sektor produktif, misalnya pendidikan. Tahapan ketiga, yakni lepas landas, merupakan tahapan terpenting, dimana tahapan ini harus dilalui oleh negara-negara berkembang, dan merupakan tahapan transisi dari negara terbelakang menuju negara maju (Dang dan Sui Peng, 2015). Tahapan ini juga ditandai dengan tersingkirnya hambatan-hambatan dalam proses pertumbuhan ekonomi. Selain itu, berkembangnya industri-industri baru dan muncul teknik-teknik baru dalam pertanian, dan pertanian tidak sekedar ditujukan untuk konsumsi. Tahapan keempat ialah bergerak ke kedewasaan, dimana kemajuan terus bergerak kedepan meskipun kadang pasang-surut. Industri berkembang pesat dimana terdapat kemampuan produksi domestik barang-barang yang sebelumnya diimpor. Tahapan terakhir ialah konsumsi massal, dimana konsumsi tidak lagi terbatas pada kebutuhan pokok untuk hidup, tetapi meningkat ke kebutuhan yang lebih tinggi. Surplus ekonomi kemudian dialokasikan untuk kesejahteraan sosial dan penambahan dana sosial. C. Teori Ketergantungan Internasional Teori ini sangat populer pada tahun 1970-an dan awal 1980-an, dan merupakan salah satu bentuk pengembangan teori Marxis (Hein, 1992 dalam Dang dan Sui Peng, 2015). Para teoritisi ketergantungan berpendapat bahwa kondisi underdevelopment terjadi karena adanya dominasi dari negara-negara maju dan perusahaan multinasional atas negara-negara berkembang (Dang dan Sui Peng, 2015). Pertumbuhan kapitalisme internasional dan perusahaan multinasional menyebabkan negara-negara miskin semakin tereksploitasi dan lebih tergantung pada negara-negara maju. Sehingga, negara-negara miskin pun tidak bisa berharap banyak akan adanya keberlanjutan pertumbuhan dari ketergantungan. Untuk memutus ketergantungan tersebut, digagaslah metode breaking-out, yang ditandai dengan diterapkannya ISI (Import Substituting Industrialization) berupa hambatan tarif dan non-tarif yang dikenakan terhadap barang-barang impor yang masuk. Akibatnya barang impor pun melonjak harganya menjadi dua hingga tiga kali lipat lebih mahal dibanding produk domestik, yang menyebabkan masyarakat pada akhirnya cenderung membeli produk domestik yang relatif lebih murah. Pemerintah juga mensubsidi dan memberi insentif melalui kredit murah kepada industri-industri dalam negeri untuk memacu pembangunan ekonomi setelah diberlakukannya ISI. Sehingga industri dalam negeri pun diharapkan dapat memenuhi kebutuhan domestik (Frieden, 2006). D. Neo-Classical Counter-Revolution Teori ini berlawanan dari teori ketergantungan internasional. Dalam mematahkan argumen teoritisi ketergantungan, teori ini menggunakan tiga pendekatan, yakni pendekatan pasar bebas, pendekatan ekonomi politik baru, dan pendekatan market- friendly. Berbeda dengan teori ketergantungan internasional, ketiga pendekatan tersebut berpendapat bahwa kondisi underdevelopment bukanlah hasil dari aktivitas yang bersifat predatory yang dilakukan oleh negara-negara maju dan agensi internasional, tetapi justru diakibatkan oleh isu-isu domestik yang diakibatkan intervensi berlebihan dari negara, seperti alokasi sumber daya yang sedikit, distorsi harga oleh pemerintah, dan korupsi (Meier, 2000 dalam Dang dan Sui Peng, 2015). Untuk merespon ketidakefisienan sektor publik, difokuskaan solusi pada promosi pasar bebas, eliminasi proteksionisme, subsidi, dan kepemilikan publik (Dang dan Sui Peng, 2015). E. Teori Pembangunan Alternatif: Perspektif Kritis Teori Pasca Pembangunan Wolfgang Sachs (1992) berargumen bahwa ide-ide pembangunan hanyalah sebuah ‘struktur mental’, yang memunculkan dikotomi yang bersifat hierarkis, yakni antara negara maju dan negara berkembang, dimana negara berkembang berkeinginan untuk menjadi seperti negara maju. Selain itu teori-teori pembangunan terlalu didominasi oleh Barat dan sangat etnosentris. Padahal terdapat perbedaan budaya, sehingga indikator kemiskinan sebenarnya tidaklah universal. Belum tentu kemiskinan pada suatu masyarakat akan dinilai sebagai sebuah bentuk kemiskinan oleh masyarakat di tempat lain. Bahkan menurut Majid Rahnema (dalam Sachs, 1992), kemiskinan juga sebuah misteri, sebuah konstruksi, dan penemuan suatu peradaban tertentu. Sehingga kemudian Arturo Escobar (dalam Sachs, 1992) mengusulkan intensifikasi kultur dan pengetahuan lokal sebagai upaya mereduksi nilai-nilai dan pengetahuan luar yang dianggap mendominasi. ii) Teori Pembangunan Manusia Salah satu penggagas nilai-nilai dasar dari teori ini ialah seorang pemenang nobel ekonomi, yakni Amartya Sen (1999) dalam bukunya yang berjudul “Development as Freedom”. Ia berpendapat bahwa manusia sedang hidup dalam dunia yang ditandai dengan perampasan, kemiskinan, dan tekanan. Hal—hal tersebut tidak hanya terjadi di negara miskin saja, tetapi juga dapat dijumpai di negara-negara maju. Manusia pun harus melakukan bentuk-bentuk perlawanan terhadap hal-hal yang bersifat opresif tersebut. Tugas utama dari pembangunan ialah untuk mengatasi hal- hal tersebut. Oleh karenanya, Sen (1999) menekankan peran utama kebebasan dalam pembangunan untuk mengatasi hal-hal tersebut. Sehingga, premis dasar dari teori ini ialah, adanya komitmen terhadap kebebasan manusia sebagai sebuah komitmen sosial dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi.
Saat ini kita berada di
ambang revolusi teknologi yang secara fundamental akan mengubah cara kita hidup, bekerja, dan berhubungan satu sama lain. Dalam skala, ruang lingkup, dan kompleksitasnya, transformasi yang sedang terjadi berbeda dengan apa yang telah dialami manusia sebelumnya.