TUGAS UTS
MATA KULIAH KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN KESEHATAN
“ANALISA KEBIJAKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 21
TAHUN 2020 TENTANG PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR
DALAM RANGKA PERCEPATAN PENANGANAN CORONA VIRUS
DISEASE 2019 (COVID-19)”
NIM : 2011080015
PRODI : IKM
1. KEBIJAKAN KESEHATAN
Kebijakan sering diartikan sebagai sejumlah keputusan yang dibuat oleh mereka yang
bertanggung jawab dalam bidang kebijakan tertentu – bidang kesehatan, lingkungan,
pendidikan atau perdagangan. Orang-orang yang menyusun kebijakan disebut dengan pembuat
kebijakan. Kebijakan dapat disusun di semua tingkatan – pemerintah pusat atau daerah,
perusahan multinasional atau daerah, sekolah atau rumah sakit. Orang-orang ini kadang disebut
pula sebagai elit kebijakan – satu kelompok khusus dari para pmbuat kebijakan yang
berkedudukan tinggi dalam suatu organisasi dan sering memiliki hubungan istimewa dengan
para petinggi dari organisasi yang sama atau berbeda.
Kebijakan publik mengacu kepada kebijakan pemerintah. Sebagai contoh: Thomas Dye
(2001) menyatakan bahwa kebijakan umum adalah segala sesuatu yang dipilih oleh pemerintah
untuk dilaksanakan atau tidak. Ia berpendapat bahwa kegagalan untuk membuat keputusan
atau bertindak atas suatu permasalahan juga merupakan suatu kebijakan. Misal: pemerintah
Amerika terus menerus memutuskan untuk tidak menetapkan layanan kesehatan universal,
tetapi mengandalkan program market-plus untuk warga sangat miskin dan lansia 65 th keatas,
guna memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakatnya.
Kebijakan publik bersifat multidisipliner termasuk dalam bidang kesehatan sehingga
kebijakan kesehatan merupakan bagian dari kebijakan publik. Dari penjelasan tersebut maka
diuraikanlah tentang pengertian kebijakan kesehatan yaitu konsep dan garis besar rencana
suatu pemerintah untuk mengatur atau mengawasi pelaksanaan pembangunan kesehatan dalam
rangka mencapai derajat kesehatan yang optimal pada seluruh rakyatnya (AKK USU, 2010).
Kebijakan kesehatan merupakan pedoman yang menjadi acuan bagi semua pelaku
pembangunan kesehatan, baik pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam penyelenggaraan
pembangunan kesehatan dengan memperhatikan kerangka desentralisasi dan otonomi daerah
(Depkes RI, 2009).
Kebijakan kesehatan merupakan aplikasi dari kebijakan publik ketika pedoman yang
ditetapkan bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Kebijakan kesehatan
nasional ditujukan untuk meningkatkan status kesehatan dan kesejahteraan penduduk suatu
Konten
Konten kebijakan berhubungan dengan teknis dan institusi. Contoh aspek teknis adalah
penyakit diare, malaria, typus, promosi kesehatan. Aspek insitusi adalah organisasi publik dan
swasta. Konten kebijakan memiliki empat tingkat dalam pengoperasiannya yaitu :
a. Sistemik atau menyeluruh di mana dasar dari tujuan dan prinsip-prinsip diputuskan.
b. Programatik adalah prioritas-prioritas yang berupa perangkat untuk mengintervensi dan
dapat dijabarkan ke dalam petunjuk pelaksanaan untuk pelayanan kesehatan.
c. Organisasi di mana difokuskan kepada struktur dari institusi yang bertanggung jawab
terhadap implementasi kebijakan.
d. Instrumen yang menfokuskan untuk mendapatkan informasi demi meningkatkan fungsi
dari sistem kesehatan.
Proses
Proses kebijakan adalah suatu agenda yang teratur melalui suatu proses rancang dan
implementasi. Ada perbedaaan model yang digunakan oleh analis kebijakan antara lain :
a. Model perspektif (rational model) yaitu semua asumsi yang mengformulasikan kebijakan
yang masuk akal berdasarkan informasi yang benar.
b. Model incrementalist (prioritas pilihan) yaitu membuat kebijakan secara pelan dan
bernegosiasi dengan kelompok-kelompok yang berminat untuk menyeleksi kebijakan yang
diprioritaskan.
c. Model rational (mixed scanning model) di mana penentu kebijakan mengambil langkah
mereview secara menyeluruh dan membuat suatu negosiasi dengan kelompok-kelompok
yang memprioritaskan model kebijakan.
d. Model puncuated equilibria yaitu kebijakan difokuskan kepada isu yang menjadi pokok
perhatian utama dari penentu kebijakan.
Masing-masing model di atas memilah proses kebijakan ke dalam komponen untuk
mengfasilitasi analisis. Meskipun pada kenyataannya, proses kebijakan itu memiliki
karakteristik tersendiri yang merujuk kepada model-model tersebut.
Konteks
Konteks kebijakan adalah lingkungan atau setting di mana kebijakan itu dibuat dan
diimplementasikan (Kitson, Ahmed, Harvey, Seers, Thompson, 1996). Faktor-faktor yang
berada di dalamnya antara lain politik, ekonomi, sosial dan kultur di mana hal-hal tersebut
sangat berpengaruh terhadap formulasi dari proses kebijakan (Walt, 1994).
Ada banyak lagi bentuk yang dikategorikan ke dalam konteks kebijakan yaitu peran tingkat
pusat yang dominan, dukungan birokrasi dan pengaruh aktor-aktor international juga turut
berperan.
Aktor
Aktor adalah mereka yang berada pada pusat kerangka kebijakan kesehatan. Aktor-aktor
ini biasanya memengaruhi proses pada tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Mereka
merupakan bagian dari jaringan, kadang-kadang disebut juga mitra untuk mengkonsultasi dan
memutuskan kebijakan pada setiap tingkat tersebut (Walt, 1994).
Hubungan dari aktor dan peranannya (kekuasaannya) sebagai pengambil keputusan adalah
sangat tergantung kepada kompromi politik, daripada dengan hal-hal dalam debat-debat
kebijakan yang masuk diakal (Buse, Walt and Gilson, 1994).
Kebijakan itu adalah tentang proses dan power (Walt, 1994). Kebijakan kesehatan adalah
efektif apabila pada tingkatan maksimal dapat mencapai tujuan yang optimal, dan eifisien
apabila diimplementasikan dengan biaya yang rendah (Sutton & Gormley, 1999). Efisiensi
dalam hal ini karena pemerintah memiliki keterbatasan dalam investasi untuk memantapkan
status kesehatan. Jadi adalah sangat penting untuk untuk mengalokasikan sumber daya itu
kepada masyarakat yang membutuhkan dan tentu saja berdasarkan bukti-bukti (Peabody,
1999)
3. PANDEMI COVID-19
Saat ini di seluruh dunia sedang terjadi sebuah pandemi yang mempunyai dampak cukup
besar di semua sektor kehidupan manusia. World Health Organization (WHO) telah
menetapkan Coronavirus Disease 2019 atau COVID-19 sebagai sebuah ancaman pandemi.
Pengertian pandemi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan wabah yang
berjangkit serempak di mana-mana atau meliputi geografi yang luas. Kasus ini muncul bermula
terjadi di Wuhan, Tiongkok dan mulai menyebar ke hampir seluruh dunia. Penyebaran
COVID-19 ini sangat cepat dan tidak ada yang mempu memprediksi kapan berakhirnya
pandemi COVID-19 ini.
Kasus COVID-19 yang merupakan pandemi global jelas menimbulkan kekhawatiran dari
beragam kalangan, khususnya masyarakat. Kekhawatiran masyarakat semakin sangat terasa
dengan melihat lonjakan kasus yang cukup cepat, dan melihat kurangnya kesiapan beberapa
elemen yang cukup vital guna “memerangi” virus corona. Melihat tingginya tingkat
persebarannya yang begitu cukup mengharuskan pemerintah untuk segera mengambil langkah
strategis. Dengan menetapkan kebijakan-kebijakan antisipatif untuk mengatasi dampak dari
COVID-19.
Pada tanggal 31 Maret 2020, Presiden Jokowi mengadakan Konferensi Pers, dengan tujuan
untuk mengumumkan kepada publik mengenai kebijakan yang dipilihnya guna menyikapi
COVID-19 sebagai pandemi global yang sedang dihadapi oleh masyarakat Indonesia saat ini.
Pada konferensi pers tersebut, Presiden Jokowi mengeluarkan pernyataan bahwa kebijakan
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) merupakan kebijakan yang dipilih dalam merespon
adanya Kedaruratan Kesehatan. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan
Kesehatan menjadi dasar hukum dari adanya kebijakan antisipatif tersebut. Pengertian
Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu
wilayah yang diduga terinfeksi Corona Virus Disease 2019 (COVID19) sedemikian rupa untuk
mencegah kemungkinan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-I9).
Kebijakan PSBB secara legal formal dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor
21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan
Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Satuan Tugas Penanganan Covid-19
menegaskan bahwa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) bukanlah karantina wilayah
atau lockdown. PSBB memungkinkan masyarakat masih bisa beraktivitas karena ada pekerja
harian yang mengandalkan penghasilan sehari-hari.
a) CONTENT/ISI
Corona Virus Disease 2019 (COVID-L9/ telah dinyatakan oleh World Health
Organization (WHO) scbagai pandemic dan Indonesia telah menyatakan Corona Virus
Disease 2019 (COVID-19) sebagai bencana nonalam berupa wabah penyakit yang wajib
dilakukan upaya penanggulangan sehingga tidak terjadi peningkatan kasus. Dalam rangka
upaya penanggulangan dilakukan penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sebagaimana
telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan
Kesehatan.
Penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan merupakan tanggung jawab bersama
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagai bentuk perlindungan terhadap kesehatan
masyarakat dari penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi
menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat. Kekarantinaan Kesehatan dilakukan
melalui kegiatan pengamatan penyakit dan faktor risiko kesehatan masyarakat terhadap
alat angkut, orang, barang, dan/atau lingkungan, serta respons terhadap kedaruratan
kesehatan masyarakat dalam bentuk tindakan Kekarantinaan Kesehatan. Salah satu
tindakan kekarantinaan kesehatan berupa Pembatasan Sosial Berskala Besar.
Penyebaran Corona Vints Disease 2019 (COVID-L9) di Indonesia saat ini sudah
semakin meningkat dan meluas lintas wilayah dan lintas negara yang diiringi dengan
jumlah kasus dan/atau jumlah kematian. Peningkatan tersebut berdampak pada aspek
politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, serta kesejahteraan masyarakat
di Indonesia, sehingga diperlukan percepatan penanganan Corona Virus Disease 2019
(COVID-I9) dalam bentuk tindakan Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka
menekan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) semakin meluas. Tindakan
tersebut meliputi pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga
terinfeksi Corona Virus Disease 2019 (COVID-L9) termasuk pembatasan terhadap
pergerakan orang dan/atau barang untuk satu provinsi atau kabupaten/kota tertentu untuk
mencegah penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-L9). Pembatasan tersebut
paling sedikit dilakukan melalui peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan
keagamaan, dan/atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala
Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)
mengatur pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar yang ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan dan dapat dilakukan oleh Pemerintah Dacrah berdasarkan persetujuan Menteri
Kesehatan.
Dari sisi mekanisme syarat penerapan PSBB, tercantum dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 21 Tahun 2020 pada Pasal 2 yaitu :
1) Dengan persetujuan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan, Pemerintah Daerah dapat melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar
atau pembatasan terhadap pergerakan orang dan barang untuk satu provinsi atau
kabupaten/ kota tertentu
2) Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
didasarkan pada pertimbangan epidemiologis, besarnya ancaman, efektifitas,
dukungan sumber daya, teknis operasional, pertimbangan politik, ekonomi, sosial,
budaya, pertahanan dan keamanan.
b) KONTEKS
1. Faktor Situasional
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular yang disebabkan
oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARSCoV-2). SARS-CoV-
2 merupakan coronavirus jenis baru yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada
manusia. Ada setidaknya dua jenis coronavirus yang diketahui menyebabkan penyakit
yang dapat menimbulkan gejala berat seperti Middle East Respiratory Syndrome
(MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Tanda dan gejala umum
infeksi COVID-19 antara lain gejala gangguan pernapasan akut seperti demam, batuk
dan sesak napas. Masa inkubasi rata-rata 5-6 hari dengan masa inkubasi terpanjang 14
hari. Pada kasus COVID-19 yang berat dapat menyebabkan pneumonia, sindrom
pernapasan akut, gagal ginjal, dan bahkan kematian.
Peningkatan jumlah kasus berlangsung cukup cepat, dan menyebar ke berbagai
negara dalam waktu singkat. Sampai dengan tanggal 9 Juli 2020, WHO melaporkan
11.84.226 kasus konfirmasi dengan 545.481 kematian di seluruh dunia (Case Fatality
Rate/CFR 4,6%). Indonesia melaporkan kasus pertama pada tanggal 2 Maret 2020.
Kasus meningkat dan menyebar dengan cepat di seluruh wilayah Indonesia. Sampai
dengan tanggal 9 Juli 2020 Kementerian Kesehatan melaporkan 70.736 kasus
konfirmasi COVID-19 dengan 3.417 kasus meninggal (CFR 4,8%).
Dilihat dari situasi penyebaran COVID-19 yang sudah hampir menjangkau seluruh
wilayah provinsi di Indonesia dengan jumlah kasus dan/atau jumlah kematian semakin
meningkat dan berdampak pada aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan
keamanan, serta kesejahteraan masyarakat di Indonesia, Pemerintah Indonesia telah
menetapkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Keputusan Presiden tersebut menetapkan COVID-19 sebagai jenis penyakit yang
menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat (KKM) dan menetapkan KKM
COVID-19 di Indonesia yang wajib dilakukan upaya penanggulangan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan. Selain itu, atas pertimbangan penyebaran COVID19
berdampak pada meningkatnya jumlah korban dan kerugian harta benda, meluasnya
cakupan wilayah terdampak, serta menimbulkan implikasi pada aspek sosial ekonomi
yang luas di Indonesia, telah dikeluarkan juga Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun
2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019
(COVID-19) Sebagai Bencana Nasional
2. Faktor Struktural
Indonesia adalah negara dengan populasi terbesar keempat di dunia, respons yang
lamban terhadap penanganan COVID-19 berpotensi menjadikan Indoensia episentrum
dunia setelah Wuhan (Sari, 2020). Manakala Pemerintah Indonesia mengonfirmasi
kasus pertama COVID-19 pada 2 Maret 2020, barulah beberapa strategi dan kebijakan
diambil. Beberapa kebijakan tersebut meliputi melarang semua penerbangan dari dan
ke China; menghentikan pemberian visa bagi warga negara China untuk melakukan
perjalanan ke Indonesia; membatasi perjalanan dari dan ke beberapa negara seperti
Korea Selatan, Italia, dan Iran; meliburkan sekolah, kampus, termasuk beberapa kantor
pemerintahan dan perusahaan swasta; hingga menutup pusat-pusat hiburan.
Kasus Covid-19 yang merupakan pandemi global jelas menimbulkan kekhawatiran
dari beragam kalangan, khususnya masyarakat. Kekhawatiran masyarakat semakin
sangat terasa dengan melihat lonjakan kasus yang cukup cepat, dan melihat kurangnya
kesiapan beberapa elemen yang cukup vital guna “memerangi” virus corona. Melihat
tingginya tingkat persebarannya yang begitu cukup mengharuskan pemerintah untuk
segera mengambil langkah strategis. Dengan menetapkan kebijakan-kebijakan
antisipatif untuk mengatasi dampak dari COVID-19
Mereplikasi kebijakan dari negara-negara yang berhasil “meratakan kurva”
dilakukan oleh Pemerintah Indonesia guna mengendalikan luasan penyebaran COVID-
19. Upaya replikasi kebijakan ini diambil oleh Pemerintah Indonesia sebagai bentuk
sensitifitas pemerintah pada kebijakan-kebijakan yang sudah diformulasi dan
diimplementasikan dan dianggap berhasil oleh negara-negara lain. Sementara itu, di
sisi kesehatan, Pemerintah Indonesia menyediakan alat pelindung diri (APD), masker,
obat-obatan, mengalihfungsikan beberapa hotel dan gedung pertemuan menjadi rumah
sakit khusus penanganan COVID-19. Pemerintah Indonesia juga mengoptimalkan tes
COVID-19, baik melalui rapid test maupun melalui PCR. Tujuannya agar sebaran virus
korona dapat dilokalisasi agar pemerintah memiliki peta sebaran COVID19 melalui
hasil tes tersebut.
Sekalipun telah ada upaya dari Pemerintah untuk mengendalikan luasan
penyebaran COVID-19, namun berbagai narasi negative terus dibangun oleh pihak
tertentu seolah pemerintah gagal dan kurang tanggap atas masifnya penyebaran
COVID-19. Secara Politik, ada upaya menggiring opini public bahwa pemerintah gagal
dan mendesak pemerintah untuk segera menetapkan kondisi darurat dan menerapkan
lockdown total.
juga hotel menjadi rumah sakit sementara, melalukan rapid-test ataupun polymerase
chain reaction (PCR) pada banyak warga, hingga mengimplementasikan metode
mengisolasi kota (lockdown) (Aida, 2020a: 1- 2). Di Daegu, Korea Selatan,
pendeteksian dini melalui rapid test dilakukan secara massal dengan tujuan
melokalisasi individu yang terpapar Covid-19 sebagai upaya preventif untuk
meminimalkan penyebaran virus korona, meliburkan sekolah dan kampus, dan juga
melaksanakan lockdown (Park, 2020).
Pada tanggal 31 Desember 2019, WHO China Country Office melaporkan kasus
pneumonia yang tidak diketahui etiologinya di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina.
Pada tanggal 7 Januari 2020, China mengidentifikasi kasus tersebut sebagai jenis baru
coronavirus. Pada tanggal 30 Januari 2020 WHO menetapkan kejadian tersebut sebagai
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMMD)/Public Health
Emergency of International Concern (PHEIC) dan pada tanggal 11 Maret 2020, WHO
sudah menetapkan COVID-19 sebagai pandemic.
c) PROSES
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Corona Virus Disease 2019 menjadi
Pandemi Internasional. Coronavirus Pandemic telah diumumkan oleh WHO, Organisasi
Kesehatan Dunia pada 11 Maret 2020. Artinya negara-negara di seluruh dunia harus
merespon, mencegah serta menangani Pandemi Virus Corona. Pemerintah menjawab salah
satunya dengan PP 21 tahun 2020 tentang PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar)
dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease (COVID-19). Berbagai
negara melakukan Lockdown sebagai salah satu strategi masuk dan keluarnya penduduk
untuk membatasi atau memperlambat gerak pandemi virus corona yang dibawa oleh
manusia, namun banyak juga yang tidak melakukan lockdown, masing-masing negara
memiliki strateginya masing-masing. Namun isolasi mandiri dan physical
distancing (pembatasan jarak fisik) dilakukan sebagaimana protokol kesehatan covid-19
yang diterbitkan oleh WHO dan menjadi standar protokol internasional untuk menanganani
persebaran virus corona yang menggila karena kebrutalan tingkah laku manusia.
PP 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka Percepatan
Penanganan Corona Virus Disease (COVID-19) tentunya diputuskan dengan
pihak swasta harus tunduk pada PSBB yang ditetapkan Menteri. Setiap orang yang tidak
mematuhi penyelenggaraan PSBB dapat dijerat dengan sanksi pidana
d) AKTOR
Aktor atau pemeran serta dalam proses pembentukan kebijakan dapat dibagi ke dalam
dua kelompok, yaitu para pemeran serta resmi dan para pemeran serta tidak resmi. Yang
termasuk ke dalam pemeran serta resmi adalah agen-agen pemerintah (birokrat), presiden
(eksekutif), legislatif, dan yudikatif. Mereka dikatakan aktor resmi karena mempunyai
kekuasaan yang secara sah diakui oleh konstitusi dan mengikat. Sedangkan, yang termasuk
dalam kelompok pemeran serta tidak resmi, yaitu pihak yang tidak memiliki wewenang
yang sah, meliputi kelompok-kelompok kepentingan, partai politik dan warga negara
individu (Winarno, 2012)
1. Presiden
Presiden sebagai kepala eksekutif yang memegang kekuasaan pemerintahan dalam
UUD Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 5 mempunyai hak mengajukan
Rancangan Undang-Undang (RUU) kepada DPR dan menetapkan peraturan
pemerintah untuk menjalankan undang-undang.
Dengan mempertimbangkan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19),
dengan jumlah kasus dan/atau jumlah kematian telah meningkat dan meluas lintas
wilayah dan lintas negara dan berdampak pada aspek politik, ekonomi, sosial, budaya,
pertahanan dan keamanan, serta kesejahteraan masyarakat di Indonesia. Selain itu,
dampak penyebaran Covid-19 telah mengakibatkan terjadi keadaan tertentu sehingga
perlu dilakukan upaya penanggulangan, salah satunya dengan tindakan pembatasan
sosial berskala besar (PSBB). Berdasarkan pertimbangan tersebut, Presiden Joko
Widodo (Jokowi) menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020
tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan
Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang ditandatangani pada 31 Maret 2020.
2. Kementrian Teknis
PP 21 tahun 2020 tentang PSBB dalam rangka Percepatan Penanganan Corona
Virus Disease (COVID-19) diundangkan pada tanggal 31 Maret 2020 di Jakarta oleh
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly.
didasarkan pada sebaran 118 ribu kasus yang menjangkiti di 114 negara. Sebelumnya
COVID-19 pertama kali terdeteksi di kota Wuhan, RRT pada akhir desember 2019,
dan kemudian menjadi wabah di januari 2020. Gejala dari COVID-19 ini, sangat mirip
dengan gejala flu disertai dengan pneumonia (radang paru), yang mengakibatkan
pasien menjadi sesak (sulit bernafas). Hal inilah yang menyebabkan meningkatnya
angka kematian akibat virus ini.
Pada tanggal 10 Maret 2020, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus menulis surat kepada Presiden Jokowi. Salah
satu isi surat ini adalah agar pemerintah Indonesia meningkatkan mekanisme tanggap
darurat menghadapi Covid-19 melalui deklarasi darurat nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Ariana, P. 2019. Analisis Segitiga Kebijakan Kesehatan Perda Kawasan Tanpa Rokok Nomor 10
Tahun 2011 Provinsi Bali.
http://ejournal.stikesbuleleng.ac.id/index.php/Midwinerslion/article/download/127/46
(diakses tanggal 9 November 2020).
Ristyawati, A. 2020. Efektifitas Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Masa
Pandemi Corona Virus 2019 Oleh Pemerintah Sesuai Amanat UUD NRI Tahun 1945.
https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/alj/article/view/7989 (diakses tanggal 9
November 2020)
Kementrian Hukum Dan Ham. 2020. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun
2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan
Corona Wrus Disease 2019 (COVID-I9).