Anda di halaman 1dari 10

FILSAFAT

TUGAS
MATA KULIAH FILSAFAT
“FILSAFAT KESEHATAN - KEDOKTERAN”

NAMA : OVLIAN AFRI MANAFE


NIM : 2011080015
SEMESTER : II
PRODI : IKM

PROGRAM PASCA SARJANA


ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
TAHUN 2021

OVLIAN AFRI MANAFE 1


FILSAFAT

A. HAKIKAT MANUSIA DARI BERBAGAI SUDUT PANDANG


1. HAKIKAT MANUSIA MENURUT PANDANGAN FILSAFAT BARAT
Melengkapi pembahasan tentang hakikat manusia yang melandasi lahirnya filsafat manusia
dan filsafat kedokteran, maka kita akan mengemukakan pandangan Barat Pramodern dan
Modern tentang hakikat manusia. Diawali dari era Pramodern, pemikiran tentang hakikat
manusia sangat diwarnai oleh para pemikir Yunani kuno seperti Socrates, Plato, Aristoteles.
Secara umum ketiga filosof besar Yunani meyakini bahwa manusia terdiri dari tiga entitas
yaitu :
1) corpus (jisim, tubuh) adalah material yang terdiri atas matter (materi mati) serta
memiliki dimensi fisik.
2) animus (nafs, jiwa) dari bahasa Yunani anemos artinya sesuatu yang meniup atau
sesuatu yang bernafas Plato berpendapat bahwa animus (nafs, jiwa) adalah penjelmaan
wujud spiritual yang bisa mengada secara yang terdefinisikan, dan ia adalah inti
kedirian manusia, atau kesadaran yang nyata. independen dari materi dan segala sesuatu
3) dan spiritus (roh). spiritus - yang juga berarti „angin‟, memiliki kesamaan arti dengan
kata roh yang seakar kata dengan rih (Bahasa Arab) yang artinya juga angin - menunjuk
kepada sesuatu yang merupakan nafas kehidupan, kausa hidup yang dipahami sebagai
uap halus atau udara yang menghidupkan organisme. Dalam manusia spiritus atau roh
adalah entitas/Zat yang ada dalam jisim dan nafas.

2. HAKIKAT MANUSIA MENURUT PANDANGAN SPIRITUAL


Sesungguhnya manusia diciptakan oleh Personalitas Tuhan adalah paling sempurna
dibandingkan dengan mahluk yang lainya, termasuk diantaranya para dewa, malaikat, Jin,
Iblis, binatang dan mahluk hidup lainnya. Tetapi kita sendiri sebagai manusia tidak tahu atau
tidak kenal akan “ diri “ kita sendiri. Sebenarnya manusia itu terdiri atas 3 unsur yaitu :
1) Jasmani.Terdiri dari Air, Kapur, Angin, Api dan Tanah.
2) Roh. Terbuat dari cahaya (nur). Fungsinya hanya untuk menghidupkan jasmani saja.
3) Jiwa. (An Nafsun/rasa dan perasaan).

OVLIAN AFRI MANAFE 2


FILSAFAT

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbauran kebudayaan tentu


mempengaruhi pola pandang/sudut pikir umat manusia sangat pesat, tiga unsur ini yang
sangat erat hubungannya dalam peradaban manusia yang tinggal di planet bumi. Kemajuan
tersebut telah mengantarkan umat manusia semakin mudah untuk berhubungan satu dengan
lainnya. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbauran kebudayaan harus
dibarengi terbukanya wawasan dan pola pikir sehingga memiliki dampak mendalam
terhadap kehidupan umat manusia.

B. FILOSOFI (ONTOLOGY, EPISTEMOLOGI DAN AKSIOLOGI) KESEHATAN


REPRODUKSI
Dalam filsafat ilmu, suatu disiplin ilmu dapat dinyatakan sebagai pengetahuan, jika
memenuhi Kriteria ontology yang mencakup apa/hakikat ilmu/kebenaran/ilmiah,
epistemology mencakup metode dan paradigm serta aksiology mencakup tujuan/nilai-
nilai imperative/sikap (attitude).
1) Ontologi
Ontologi suatu bidang ilmu adalah hakekat pengetahuan yang menjadikan asumsi dasar
suatu kebenaran bidang ilmu tertentu.Ontologi didefinisikan sebagai studi tentang
konsep realitas yang dijelaskan oleh suatu disiplin ilmu. Ontologi kesehatan reproduksi
adalah bidang area yang bergerak untuk memahami, mendalami dan mengembangkan
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, termasuk penanganan berbagai masalah
reproduksi manusia. Bukan hanya pada tingkat individu tetapi juga tingkat masyarakat,
dapat dinyatakan bahwa reproduksi individu atau masyarakat tersebut sehat. Individu
atau masyarakat mempunyai sistem reproduksi yang sehat, fungsi reproduksi yang sehat
dan proses reproduksi yang sehat. Dalam ontologi yang menjadi obyek yang ditelaah
ilmu kedokteran reproduksi adalah berbagai kondisi pada organ reproduksi dan seksual
manusia terutama permasalahan-permasalahan yang dapat diamati dan dirasakan indera,
dan penyakit ataupun gangguan yang mempengaruhi status kesehatan umum. Abstraksi
wujud dari obyek tersebut haruslah dapat dinilai, apakah dalam keadaan normal atau
sakit, dan bagaimana pengaruhnya pada produktifitas individu manusia secara
keseluruhan. Gangguan apa yang terjadi pada sistem reproduksi maupun seksual. Solusi

OVLIAN AFRI MANAFE 3


FILSAFAT

kongkrit apa saja, guna menanggulangi kemungkinan turunnya produktifitas manusia


yang bersangkutan.

2) Epistemologi
Epistemologi atau sejarah perkembangan keilmuan dalam menelaah asal mula dan
ruang lingkup suatu ranah pengetahuan yang berupaya menjawab pertanyaan
‘bagaimana ilmu pengetahuan didapatkan dan dibangun? Dengan kata lain epistemologi
adalah sarana, sumber, metoda menggunakan langkah maju menuju ilmu
pengetahuan.Epistemologi kesehatan reproduksi bermula dari kepedulian Maria Stopes
dan Margaret Sange pada kematian ibu yang tinggi di dalam masyarakat yang ternyata
berhubungan dengan kelahiran yang tinggi. Guna menjawab bagaimana proses umum
menimba ilmu pengetahuan khususnya ilmu kedokteran reproduksi, maka selayaknya
didahului dengan pemikiran sederhana yang bersumber dari pengalaman empiris
manusia. Berbagai fenomena yang terjadi, faktual di seputar organ reproduksi dan
seksual, seperti gangguan fungsi seksual, sikap pro-kontra terhadap kontrasepsi,
epidemi IMS dan lainnya. Kemudian akan dirangkum, dibuatkan suatu karya penelitian
dengan metode tertentu yang rasional untuk mencari dan menjawab teori secara ilmiah,
apakah ilmu tersebut dapat diterima atau tidak.
3) Aksiologi
Aksiologi adalah nilai-nilai (values) yang merupakan tolok ukur kebenaran ilmiah yang
menjadikan etik dan moral sebagai dasar normatif dalam penelitian, penggalian dan
aplikasi ilmu.Aksiologi adalah nilai tujuan pemanfaatan dan penggunaan pengetahuan
untuk meningkatkan kesejahteraan dan kebutuhan hidup manusia. Sejalan dengan
perkembangan zaman, ketika nilai dan norma yang berlaku di masyarakat dipengaruhi
oleh situasi dan kondisi negara pada suatu ketika, maka perilaku manusia atau
masyarakat akan mengadopsi keserbabolehan yang ada. Perilaku yang berhubungan
dengan kesehatan, seperti tidak membuang sampah sembarangan atau mencuci tangan
merupakan hal umum yang mudah diadopsi oleh masyarakat.
Berkaitan dengan ilmu kedokteran reproduksi sebagai sebuah ilmu, maka tentu perlu dikaji
mengenai aspek aksiologisnya. Sebagai cabang ilmu kedokteran yang baru, maka ilmu
kedokteran reproduksi memiliki banyak manfaat yang positif bagi kehidupan manusia baik

OVLIAN AFRI MANAFE 4


FILSAFAT

nilai etika maupun estetika (Subratha, 2007). Adapun beberapa manfaat yang sekiranya bisa
didapat dari mengamalkan ilmu kedokteran reproduksi, yaitu :
1. Memiliki kemampuan guna mengidentifikasi dan menganalisis berbagai masalah di
lingkup kesehatan reproduksi dan seksual yang menghambat terwujudnya keluarga atau
individu manusia yang bahagia dan sejahtera.
2. Memiliki kemampuan untuk memecahkan dan menangani berbagai masalah kesehatan
reproduksi dan seksual sehingga dapat membantu masyarakat dalam mewujudkan
keluarga yang bahagia dan sejahtera.
3. Memiliki kemampuan untuk memberikan pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual
kepada masyarakat sehingga terhindar dari perilaku yang merugikan, dan selanjutnya
mampu membentuk keluarga atau individu manusia yang bahagia dan sejahtera.
4. Mendapatkan keterampilan untuk melakukan penelitian demi memperoleh dan atau
memperbaiki teori, cara, teknik atau bahan yang bermanfaat untuk mengatasi masalah
kesehatan reproduksi dan seksual.
Terkait dengan kaidah dan pilihan moral dalam ilmu kedokteran reproduksi, maka ilmu
tersebut juga mengandung esensi etika yang harus diiringi dengan tanggung jawab sosial
sebagai seorang dokter, paramedis maupun konselor. Wajib pula dibaluti prosedur atau
metode ilmiah dengan pola pikir yang rasional dan pendekatan secara deduktif atau induktif.
Berbagai keterampilan dengan status gelar yang didapat setelah menyelesaikan pendidikan
ilmu kedokteran reproduksi akan menjadi bekal untuk mendapatkan penghasilan.

C. PERKEMBANGAN RANAH KESEHATAN REPRODUKSI


Kebijakan Nasional Kesehatan Reproduksi di Indonesia menetapkan bahwa Kesehatan
Reproduksi mencakup 5 (lima) komponen/program terkait, yaitu Program Kesehatan Ibu
dan Anak, Program Keluarga Berencana, Program Kesehatan Reproduksi Remaja, Program
Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular Seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS,
dan Program Kesehatan Reproduksi pada Usia Lanjut. Pelaksanaan Kesehatan Reproduksi
dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan siklus hidup (life-cycle approach) agar
diperoleh sasaran yang pasti dan pelayanan yang jelas berdasarkan kepentingan
sasaran/klien dengan memperhatikan hak reproduksi mereka. Kesehatan Reproduksi dalam

OVLIAN AFRI MANAFE 5


FILSAFAT

program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) adalah


kegiatan peningkatan kualitas kesehatan reproduksi termasuk di dalamnya peningkatan
kualitas hidup ibu, bayi, dan anak; pencegahan penyakit menular seksual dan HIV AIDS;
pencegahan kanker alat reproduksi dan penanggulangan infertilitas
Indonesia merupakan salah satu dari negara - negara yang berkomitmen untuk mencapai
Sustainable Development Goals (SDGs) 2016 – 2030. SDGs memiliki agenda universal;
khususnya tujuan ke- 3 (tiga) yaitu kehidupan sehat dan sejahtera serta tujuan ke- 5 (lima)
mengenai kesetaraan gender yang memiliki kaitan erat dengan kesehatan reproduksi.
Diharapkan pada tahun 2030 Angka Kematian Ibu (AKI) di seluruh negara < 70/100.000
kelahiran hidup, angka kematian neonatal < 12/1000 kelahiran hidup dan kematian anak di
bawah 5 tahun < 25/1000 kelahiran hidup. Jika kualitas penduduk baik maka Indonesia
dapat memanfaatkan bonus demografi secara optimal
Berdasarkan data prevalensi pemakaian kontrasepsi hingga saat ini sudah mencapai
angka 60,9% dari seluruh total PUS dengan metode suntik mencapai 31,2%, pil mencapai
13,4%. Salah satu isu yang timbul dimasyarakat terkait penggunaan alat kontrasepsi adalah
kembalinya kesuburan pasca penghentian pemakaian. Selain itu, perkembangan kasus HIV
AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS) di Indonesia menunjukan kecenderungan yang
meningkat. Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan RI Maret 2019 secara kumulatif
dari Tahun 1987 s/d Maret 2019 terdapat 115.601 kasus AIDS dan 338.363 kasus HIV
Positif. Sedangkan jumlah kumulatif kasus IMS dari Tahun 2016 s/d Maret 2019 sebanyak
30.895 orang. Setiap tahun 4,8 juta anak lahir di Indonesia. Tingginya angka kelahiran ini
menempatkan Indonesia pada urutan keempat—setelah Cina, India, dan Amerika Serikat—
dengan populasi mencapai hampir 270 juta jiwa. Akibat dari terganggunya layanan
penyediaan kontrasepsi dan konsultasi Keluarga Berencana selama wabah COVID-19,
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memperkirakan akan
ada tambahan hingga 500.000 kelahiran baru pada awal 2021.
Sejak pelaksanaan program KB mulai 1970, Indonesia telah berhasil menurunkan angka
kelahiran total dari 5,7 (1960) menjadi 2,45 anak per keluarga pada awal 2020. Namun,
capaian ini belum maksimal karena masih di atas target pemerintah yaitu 2,1 anak per
keluarga. Salah satu penyebab tingginya kelahiran di Indonesia adalah rendahnya jumlah
akseptor keluarga berencana di kalangan laki-laki, hanya 4,4%. Bandingkan dengan cakupan

OVLIAN AFRI MANAFE 6


FILSAFAT

perempuan usia subur yang telah menjadi akseptor KB mencapai 61,9%. Angka akseptor
laki-laki di Indonesia ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara tetangga seperti
Filipina (24%), Malaysia (16,8%), dan Thailand (9%).
Infertilitas meliputi 10 – 12 % dari penduduk Indonesia dan di Bali didapatkan sebesar
4,16 %. Angka kejadian ini cenderung meningkat setiap tahunnya, seperti di negara barat
meningkat menjadi sekitar 15 – 20 %. Infertilitas merupakan masalah yang sangat komplek
yang menyangkut banyak bidang ilmu, ditambah lagi di dalam satu pasangan sering kali
didapatkan lebih dari satu faktor penyebab. Penyebab infertilitas itu ada yang dengan mudah
dapat dijelaskan, yang umumnya dapat dicari cara pengobatannya yang terarah, tetapi ada
pula yang belum/tak dapat dijelaskan (unexplained/idiopatik), meskipun telah tersedia cara-
cara diagnostik yang canggih dan teknik-teknik pengobatan yang maju. Kemajuan terkini
dalam berbagai cabang Ilmu kedokteran, khususnya dalam bidang reproduksi, bioteknologi
maupun teknologi instrumentasi, telah sangat mempermudah para ahli untuk memberikan
bantuan itu.
Kloning yang dilakukan pada manusia dapat menolong pasangan infertil. Namun,
pasangan infertil yang dimaksud bukanlah pasangan yang tidak dapat memproduksi sel telur
ataupun menghasilkan sperma. Melainkan, salah satu pasangan harus ada yang mampu
menghasilkan sel reproduksi. Sehingga proses kloning ini dapat dilakukan dengan sejumlah
sel somatik dari manapun diambil, yang akhirnya dapat menghasilkan keturunan yang
mengandung gen dari suami atau istri pasangan bersangkutan. Tim ilmuwan dari AS
mengklaim telah berhasil memanfaatkan Teknik kloning untuk membuat lima embrio
manusia. Dari kelima embrio, tiga di antaranya dipastikan kloning dari dua orang pria.
Terobosan ini berhasil dilakukan Stemagen Corp di La Jolla, California menggunakan teknik
yang disebut SCNT (Somatik Cell Nuclear Transfer). Sel somatik adalah Sel tubuh suatu
organism yang dibedakan dengan sel kelamin.). Tanggal 3 Maret 2009, seorang dokter di
Italia menyatakan dirinya sukses mengkloning tiga bayi yang kini hidup di Eropa. Ia
bernama Severino Antinori, seorang dokter ginekolog. Kloning itu ia lakukan pada dua bayi
laki-laki dan seorang wanita yang kini berusia sembilan tahun. Mereka lahir dengan sehat
dan dalam kondisi kesehatan yang prima saat ini. Proses kloning dilakukan dengan cara sel
telur dari ibu ketiga bayi dibuahi di laboratorium dengan metode yang diklaimnya sebagai

OVLIAN AFRI MANAFE 7


FILSAFAT

transfer nuklir. Menurutnya, metode yang dilakukannya adalah pengembangan dari Teknik
yang pernah dilakukan terhadap pengkloningan domba Dolly.

D. BIOETIKA KESEHATAN REPRODUKSI


Merujuk pada artikel yang ditulis oleh Adele Langlois (2017), sisi legal human cloning
masih berada pada sisi perdebatan. Banyak negara telah melarang kloning therapeutic serta
reproduktif. Pada sebagian besar kasus, kebijakan hukumnya lebih merujuk pada somatic
cell nuclear transfer dibandingkan kloning, sehingga hukum yang berlaku tidak meng-cover
teknologi terbaru (Lo et al., 2010). Negara-negara telah mulai menyusun formula regulasi
maupun kebijakan nasional terkait kloning manusia, namun hingga sekarang masih belum
ada panduan yang jelas pada tingkat internasional. Faktanya adalah kloning manusia secara
utuh terlarang berdasarkan EU Charter of Fundamental Rights IP/03/22.
Pada saat maraknya isu kloning manusia sekitar tahun 1997, berbagai reaksi
masyarakat Indonesia terungkap dalamsebuah seminar yang diselenggarakan oleh
KONPHALINDO di Jakarta pada Juni 1997. Dr. dr. Theodorus Immanuel Setiawan
dalam makalahnya tentang“Perkembangan Teknologi Kloning dan Kaitannya dengan
Etika Kedokteran”mengemukakan bahwa tujuan kloning manusia terutama
untukmengabadikan atau melahirkan manusia unggul baik secara fisik dan mental. Namun,
Setiawan memperingatkan sisi negatif teknologi kloning pada manusia bisa
menjadi berbahaya, jika jatuh ke tangan pihak-pihakyang tidak bertanggungjawab
terhadapaspek kemanusiaan dan lingkungan (Lani dalam Widayanti dan Krishnayanti,
2003).
Etika kedokteran tidak menghalangi seseorang yang ingin mengkloning dirinya.
Akan tetapi seorang dokter harus menyediakan informasi yang adekuat dan
pertimbangan yang tidak mengikat kepada pasiennya agardapat mengambil keputusan
yang bijaksana bagi dirinya. Bagaimana dengan perlindungan terhadap manusia hasil
cloning yang kelak akan lahir? Etika biomedik dengan tegas menyatakan bahwa manusia
hasil cloning adalah sama kedudukan dan martabatnya dengan manusia hasil reproduksi
seksual. Karena itu, tindakan mengeksploitasi manusia hasil cloning untuk kepentingan
manusia lain harus dikecam. Apakah kloning pada manusia perlu dilakukan? Setiawan

OVLIAN AFRI MANAFE 8


FILSAFAT

mengajak peserta seminar meninjau kembali aspek positif dan negatif dari kloning
(Lani dalam Widayanti dan Krishnayanti, 2003).
The Council on Bioethics(2002) di Washington D.C. dalam ringkasan eksekutifnya
bersepakat penuh menyatakan bahwa kloning reproduktif bukan hanya tidak aman, tapi juga
tidak dapat diterima secara moral, dan seharusnya tidak dilakukan. Ada lima hal yang
diidentifikasi terkait dengan kloning reproduktif, yaitu masalah identitas dan individualitas
manusia hasil kloning, kekhawatiran akan komersialisasi dan industrialisasi terhadap
manusia hasil kloning, prospek terhadap eugenikabaru, masalah dalam hubungan
keluarga, dan pengaruh terhadap masyarakat. Menurut Martin dalam Kusmaryanto
(2008), eugenikaadalah suatu teori yang berhubungan dengan peningkatan kualitas
keturunan melalui pinsip-prinsip genetika. Selain itu, Kusmaryanto (2008) juga
menyatakan bahwa dalam proses kloning manusia terdapat tindakan pembunuhan
terencana yang disengaja. Sebagaimana dalam proses produksi suatu barang, ada
kriteria kontrol kualitas yang harus dipenuhi untuk menjaga kualitas produk.
Demikian juga halnya dalam proses kloning, hasil klon yang tidak sesuai dengan kriteria
yang diharapkan akan disingkirkan (dibunuh). Day (2018) mengajukan sebuah pertanyaan
tentang “apakah manusia harus dikloning atau tidak?”Pertanyaan ini tidak mudah untuk
dijawab karena terdapat pihak-pihak yang pro dan kontra.

OVLIAN AFRI MANAFE 9


FILSAFAT

DAFTAR PUSTAKA

Agustina Farida. . 2008. Tinjauan Filsafat Kesehatan Reproduksi. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional, 3 (3) : 126 – 132.

Kajian Filsafat Kedoktreran dan Kesehatan Dalam Disiplin Ilmu Bidang Reproduksi.
http://edyramdan.blogspot.com/2016/07/10.html (Diakses pada 29 Mei 2021).

Langlois Adele. 2017. The Global Governance Of Human Cloning : The Case Of UNESCO.
Palgrave Communications.
Suryanti Evi. 2019. Tinjauan Etika Terhadap Kloning Manusia. Jurnal Ilmiah Multi Sciences, 11
(1) : 10 – 19.

Sunaryanto Heri. 2015. Dampak Fertilitas Terhadap Kebutuhan Dasar Keluarga. Jurnal Sosiologi
Nusantara, 1 (1) : 48 – 67.

OVLIAN AFRI MANAFE 10

Anda mungkin juga menyukai