TUGAS
MATA KULIAH FILSAFAT
“FILSAFAT KESEHATAN - KEDOKTERAN”
2) Epistemologi
Epistemologi atau sejarah perkembangan keilmuan dalam menelaah asal mula dan
ruang lingkup suatu ranah pengetahuan yang berupaya menjawab pertanyaan
‘bagaimana ilmu pengetahuan didapatkan dan dibangun? Dengan kata lain epistemologi
adalah sarana, sumber, metoda menggunakan langkah maju menuju ilmu
pengetahuan.Epistemologi kesehatan reproduksi bermula dari kepedulian Maria Stopes
dan Margaret Sange pada kematian ibu yang tinggi di dalam masyarakat yang ternyata
berhubungan dengan kelahiran yang tinggi. Guna menjawab bagaimana proses umum
menimba ilmu pengetahuan khususnya ilmu kedokteran reproduksi, maka selayaknya
didahului dengan pemikiran sederhana yang bersumber dari pengalaman empiris
manusia. Berbagai fenomena yang terjadi, faktual di seputar organ reproduksi dan
seksual, seperti gangguan fungsi seksual, sikap pro-kontra terhadap kontrasepsi,
epidemi IMS dan lainnya. Kemudian akan dirangkum, dibuatkan suatu karya penelitian
dengan metode tertentu yang rasional untuk mencari dan menjawab teori secara ilmiah,
apakah ilmu tersebut dapat diterima atau tidak.
3) Aksiologi
Aksiologi adalah nilai-nilai (values) yang merupakan tolok ukur kebenaran ilmiah yang
menjadikan etik dan moral sebagai dasar normatif dalam penelitian, penggalian dan
aplikasi ilmu.Aksiologi adalah nilai tujuan pemanfaatan dan penggunaan pengetahuan
untuk meningkatkan kesejahteraan dan kebutuhan hidup manusia. Sejalan dengan
perkembangan zaman, ketika nilai dan norma yang berlaku di masyarakat dipengaruhi
oleh situasi dan kondisi negara pada suatu ketika, maka perilaku manusia atau
masyarakat akan mengadopsi keserbabolehan yang ada. Perilaku yang berhubungan
dengan kesehatan, seperti tidak membuang sampah sembarangan atau mencuci tangan
merupakan hal umum yang mudah diadopsi oleh masyarakat.
Berkaitan dengan ilmu kedokteran reproduksi sebagai sebuah ilmu, maka tentu perlu dikaji
mengenai aspek aksiologisnya. Sebagai cabang ilmu kedokteran yang baru, maka ilmu
kedokteran reproduksi memiliki banyak manfaat yang positif bagi kehidupan manusia baik
nilai etika maupun estetika (Subratha, 2007). Adapun beberapa manfaat yang sekiranya bisa
didapat dari mengamalkan ilmu kedokteran reproduksi, yaitu :
1. Memiliki kemampuan guna mengidentifikasi dan menganalisis berbagai masalah di
lingkup kesehatan reproduksi dan seksual yang menghambat terwujudnya keluarga atau
individu manusia yang bahagia dan sejahtera.
2. Memiliki kemampuan untuk memecahkan dan menangani berbagai masalah kesehatan
reproduksi dan seksual sehingga dapat membantu masyarakat dalam mewujudkan
keluarga yang bahagia dan sejahtera.
3. Memiliki kemampuan untuk memberikan pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual
kepada masyarakat sehingga terhindar dari perilaku yang merugikan, dan selanjutnya
mampu membentuk keluarga atau individu manusia yang bahagia dan sejahtera.
4. Mendapatkan keterampilan untuk melakukan penelitian demi memperoleh dan atau
memperbaiki teori, cara, teknik atau bahan yang bermanfaat untuk mengatasi masalah
kesehatan reproduksi dan seksual.
Terkait dengan kaidah dan pilihan moral dalam ilmu kedokteran reproduksi, maka ilmu
tersebut juga mengandung esensi etika yang harus diiringi dengan tanggung jawab sosial
sebagai seorang dokter, paramedis maupun konselor. Wajib pula dibaluti prosedur atau
metode ilmiah dengan pola pikir yang rasional dan pendekatan secara deduktif atau induktif.
Berbagai keterampilan dengan status gelar yang didapat setelah menyelesaikan pendidikan
ilmu kedokteran reproduksi akan menjadi bekal untuk mendapatkan penghasilan.
perempuan usia subur yang telah menjadi akseptor KB mencapai 61,9%. Angka akseptor
laki-laki di Indonesia ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara tetangga seperti
Filipina (24%), Malaysia (16,8%), dan Thailand (9%).
Infertilitas meliputi 10 – 12 % dari penduduk Indonesia dan di Bali didapatkan sebesar
4,16 %. Angka kejadian ini cenderung meningkat setiap tahunnya, seperti di negara barat
meningkat menjadi sekitar 15 – 20 %. Infertilitas merupakan masalah yang sangat komplek
yang menyangkut banyak bidang ilmu, ditambah lagi di dalam satu pasangan sering kali
didapatkan lebih dari satu faktor penyebab. Penyebab infertilitas itu ada yang dengan mudah
dapat dijelaskan, yang umumnya dapat dicari cara pengobatannya yang terarah, tetapi ada
pula yang belum/tak dapat dijelaskan (unexplained/idiopatik), meskipun telah tersedia cara-
cara diagnostik yang canggih dan teknik-teknik pengobatan yang maju. Kemajuan terkini
dalam berbagai cabang Ilmu kedokteran, khususnya dalam bidang reproduksi, bioteknologi
maupun teknologi instrumentasi, telah sangat mempermudah para ahli untuk memberikan
bantuan itu.
Kloning yang dilakukan pada manusia dapat menolong pasangan infertil. Namun,
pasangan infertil yang dimaksud bukanlah pasangan yang tidak dapat memproduksi sel telur
ataupun menghasilkan sperma. Melainkan, salah satu pasangan harus ada yang mampu
menghasilkan sel reproduksi. Sehingga proses kloning ini dapat dilakukan dengan sejumlah
sel somatik dari manapun diambil, yang akhirnya dapat menghasilkan keturunan yang
mengandung gen dari suami atau istri pasangan bersangkutan. Tim ilmuwan dari AS
mengklaim telah berhasil memanfaatkan Teknik kloning untuk membuat lima embrio
manusia. Dari kelima embrio, tiga di antaranya dipastikan kloning dari dua orang pria.
Terobosan ini berhasil dilakukan Stemagen Corp di La Jolla, California menggunakan teknik
yang disebut SCNT (Somatik Cell Nuclear Transfer). Sel somatik adalah Sel tubuh suatu
organism yang dibedakan dengan sel kelamin.). Tanggal 3 Maret 2009, seorang dokter di
Italia menyatakan dirinya sukses mengkloning tiga bayi yang kini hidup di Eropa. Ia
bernama Severino Antinori, seorang dokter ginekolog. Kloning itu ia lakukan pada dua bayi
laki-laki dan seorang wanita yang kini berusia sembilan tahun. Mereka lahir dengan sehat
dan dalam kondisi kesehatan yang prima saat ini. Proses kloning dilakukan dengan cara sel
telur dari ibu ketiga bayi dibuahi di laboratorium dengan metode yang diklaimnya sebagai
transfer nuklir. Menurutnya, metode yang dilakukannya adalah pengembangan dari Teknik
yang pernah dilakukan terhadap pengkloningan domba Dolly.
mengajak peserta seminar meninjau kembali aspek positif dan negatif dari kloning
(Lani dalam Widayanti dan Krishnayanti, 2003).
The Council on Bioethics(2002) di Washington D.C. dalam ringkasan eksekutifnya
bersepakat penuh menyatakan bahwa kloning reproduktif bukan hanya tidak aman, tapi juga
tidak dapat diterima secara moral, dan seharusnya tidak dilakukan. Ada lima hal yang
diidentifikasi terkait dengan kloning reproduktif, yaitu masalah identitas dan individualitas
manusia hasil kloning, kekhawatiran akan komersialisasi dan industrialisasi terhadap
manusia hasil kloning, prospek terhadap eugenikabaru, masalah dalam hubungan
keluarga, dan pengaruh terhadap masyarakat. Menurut Martin dalam Kusmaryanto
(2008), eugenikaadalah suatu teori yang berhubungan dengan peningkatan kualitas
keturunan melalui pinsip-prinsip genetika. Selain itu, Kusmaryanto (2008) juga
menyatakan bahwa dalam proses kloning manusia terdapat tindakan pembunuhan
terencana yang disengaja. Sebagaimana dalam proses produksi suatu barang, ada
kriteria kontrol kualitas yang harus dipenuhi untuk menjaga kualitas produk.
Demikian juga halnya dalam proses kloning, hasil klon yang tidak sesuai dengan kriteria
yang diharapkan akan disingkirkan (dibunuh). Day (2018) mengajukan sebuah pertanyaan
tentang “apakah manusia harus dikloning atau tidak?”Pertanyaan ini tidak mudah untuk
dijawab karena terdapat pihak-pihak yang pro dan kontra.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina Farida. . 2008. Tinjauan Filsafat Kesehatan Reproduksi. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional, 3 (3) : 126 – 132.
Kajian Filsafat Kedoktreran dan Kesehatan Dalam Disiplin Ilmu Bidang Reproduksi.
http://edyramdan.blogspot.com/2016/07/10.html (Diakses pada 29 Mei 2021).
Langlois Adele. 2017. The Global Governance Of Human Cloning : The Case Of UNESCO.
Palgrave Communications.
Suryanti Evi. 2019. Tinjauan Etika Terhadap Kloning Manusia. Jurnal Ilmiah Multi Sciences, 11
(1) : 10 – 19.
Sunaryanto Heri. 2015. Dampak Fertilitas Terhadap Kebutuhan Dasar Keluarga. Jurnal Sosiologi
Nusantara, 1 (1) : 48 – 67.