Anda di halaman 1dari 19

Makalah ilmu falsafat

S1 KEPERAWATAN

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seluruh ilmu hakikatnya berasal dari filsafat. Darinyalah seluruh ilmu berasal, darinya pula
seluruh ilmu dan pengetahuan manusia dilahirkan. Sikap dasar selalu bertanya menjadi ciri
filsafat, menurun pada berbagai cabang ilmu yang semula berinduk padanya. Karenanya, dalam
semua ilmu terdapat kecenderungan dasar itu. Manakala ilmu mengalami masalah yang sulit
dipecahkan, ia akan kembali pada filsafat dan memulainya dengan sikap dasar untuk bertanya.
Dalam filsafat, manusia mempertanyakan apa saja dari berbagai sudut, secara totalitas
menyeluruh, menyangkut hakikat inti, sebab dari segala sebab, mancari jauh ke akar, hingga ke
dasar.
Dalam memahami ilmu fisafat maka sebaiknya memahami cabang-cabang dari ilmu filsafat itu
sendiri yakni ontology, epistimologi dan akseologi. Ketiga cabang tersebut sangatlah perlu untuk
difahami sebagai tolak ukur / landasan dalam berfikir.

Rumusan masalah
1. Mengetahui pengertian falsafat
2. Mengetahui hubungan falsafat dengan pancasila
3. Mengetahui hubungan falsafat dengan keperawatan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat Ilmu
Para Cendikiawan berbeda - beda dalam memberikan pengertian seputar filsafat ilmu. berikut ini
disajikan beberapa defnisi filsafat ilmu agar bisa dipahami secara utuh dan menyeluruh,
pengertian tersebut antara lain :
1. Lewis White Beck mencoba mendefinisikan filsafat ilmu sebagai ilmu yang membahas dan
mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya
upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan
2. A. Cornelius Benjamin berpendapat bahwa filsafat ilmu adalah Cabang pengetahuan
filsafat yang merupakan telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya,
konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-
cabang pengetahuan intelektual.
3. Michael V. Berry “berpendapat bahwa filsafat ilmu adalah Penelaahan tentang logika
interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang
metode ilmiah.
4. May Brodbeck mengatakan bahwa yang dimaksud dengan filsafat ilmu adalah Analisis
yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu.
Jadi antara filsafat dan filsafat ilmu ada keterkaitan yang tidak bisa dilepas. untuk memahami
filsafat ilmu harus terlebih dahulu paham filsafat. peter caws berpendapat bahwa Filsafat
melakukan dua macam hal : di satu pihak, ini membangun teori-teori tentang manusia dan alam
semesta, dan menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di lain
pihak, filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan
bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan
ketakajegan dan kesalahan.

ontologi keperawatan
A. Apa ilmu Keperawatan ( Ontologi Ilmu Keperawatan )

1. Pengertian perawat
a. Pada lokakarya nasional 1983

Telah disepakati pengertian keperawatan sebagai berikut, keperawatan adalah pelayanan


professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiat
keperawatan, berbentuk pelayanan bio psiko sosio spiritual yang komprehensif yang ditujukan
kepada individu, kelompok dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh
proses kehidupan manusia.

b. Florence Nightingale (1895)

Mendefinisikan keperawatan sebagai berikut, keperawatan adalah menempatkan pasien alam


kondisi paling baik bagi alam dan isinya untuk bertindak.

c. Calilista Roy (1976)

Mendefinisikan keperawatan merupakan definisi ilmiah yang berorientasi kepada praktik


keperawatan yang memiliki sekumpulan pengetahuan untuk memberikan pelayanan kepada
klien.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa keperawatan adalah upaya pemberian
pelayanan/asuhan yang bersifat humanistic dan professional, holistic berdasarkan ilmu dan kiat,
standart pelayanan dengan berpegang teguh kepada kode etik yang melandasi perawat
professional secara mandiri atau memalui upaya kolaborasi.

d. Definisi perawat menurut UU RI. No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan

Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan
keperawatan berdasarkan ilmu yang dimiliki diperoleh melalui pendidikan keperawatan.
e. Tyalor C Lillis C Lemone (1989)

Mendefinisikan perawat adalah seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara,
membantu dengan melindungi seseorang karena sakit, luka dan proses penuaan.

f. Definisi perawat menurut ICN (international council of nursing) tahun 1965

Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan keperawatan yang memenuhi
syarat serta berwenang di negeri bersangkutan untuk memberikan pelayanan keperawatan yan
bertanggung jawab untuk meningkatkan kesehatan, pencegahan penyakit dan pelayanan
penderita sakit.
Pohon ilmu dari keperawatan adalah ilmu keperawatan itu sendiri. Pendidikan keperawatan
sebagai pendidikan profesi harus dikembangkan sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu dan profesi
keperawatan, yang harus memiliki landasan akademik dan landasan professional yang kokoh dan
mantap.
Pengembangan pendidikan keperawatan bertolak dari pengertian dasar tentang ilmu keperawatan
seperti yang dirumuskan oleh Konsorsium Ilmu kesehatan (1991) yaitu : “ Ilmu keperawatan
mencakup ilmu-ilmu dasar seperti ilmu alam, ilmu social, ilmu perilaku, ilmu biomedik, ilmu
kesehatan masyarakat, ilmu dasar keperawatan, ilmu keperawatan komunitas dan ilmu
keperawatan klinik, yang apluikasinya menggunakan pendekatan dan metode penyelesaian
masalah secara ilmiah, ditujukan untuk mempertahankan, menopang, memelihara dan
meningkatkan integritas seluruh kebutuhan dasar manusia “.
Wawasan ilmu keperawatan mencakup ilmu-ilmu yang mempelajari bentuk dan sebab tidak
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia, melalui pengkajian mendasar tentang hal-hal yang
melatar belakangi, serta mempelajari berbagai bentuk upaya untuk mencapai kebutuhan dasar
tersebut melalui pemanfaatan semua sumber yang ada dan potensial.
Bidang garapan dan fenomena yang menjadi objek studi keperawatan adalah penyimpangan dan
tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia (bio-psiko-sosio-spiritual), mulai dari tingkat
individu tang utuh (mencakup seluruh siklus kehidupan), sampai pada tingkat masyarakat, yang
juga tercermin pada tidak terpenuhinya kebutuhan dasar pada tingkat system organ fungsional
sampai sub seluler atau molekuler.
Dari uraian diatas dapat dijelaskan bahwa hakikat dari ilmu keperawatan adalah mempelajari
tentang respon manusia terhadap sehat dan sakit yang difokuskan pada kepedulian perawat
terhadap tidak terpenuhinya kebutuhan dasar pasien atau disebut dengan care. Hal ini berbeda
dengan hakikat kedokteran adalah pengobatan atau disebut cure.

B. Bagaimana lahirnya ilmu keperawatan (Epistemologi ilmu keperawatan)

Keperawatan lahir sejak naluriah keperawatan lahir bersamaan dengan penciptaan manusia.
Orang-orang pada zaman dahulu hidup dalam keadaan primitive. Namun demikian mereka sudah
mampu sedikit pengetahuan dan kecakapan dalam merawat atau mengobati. Pekerjaan
"merawat" dikerjakan berdasarkan naluri (instink) à naluri binatang à "mother instinct" (naluri
keibuan) yang merupakan suatu naluri dalam yang bersendi pada pemeliharaan jenis (melindungi
anak, merawat orang lemah).
Perkembangan keperawatan dipengaruhi dengan semakin maju peradaban manusia maka
semakin berkembang keperawatan. Diawali ole seorang Florence Nigtingale
yang mengamati fenomena bahwa pasien yang dirawat dengan keadaan lingkungan yang bersih
ternyata lebih cepat sembuh dibanding pasien yang dirawat dalam kondisi lingkungan yang
kotor. Hal ini membuahkan kesimpulan bahwa perawatan lingkungan berperan dalam
keberhasilan perawatan pasien yang kemudian mejadi paradigma keperawatan berdasar
lingkungan.
Semenjak itu banyak pemikiran baru yang didasari berbagai tehnik untuk mendapatan kebenaran
baik dengan cara Revelasi (pengalaman pribadi), otoritas dari seorang yang ahli, intusisi ( diluar
kesadaran), common sense (pengalaman tidak sengaja), dan penggunaan metode ilmiah dengan
penelitian-peneltian dalam bidang keperawatan. Sehingga muncullah paradigma lain
diantaranya:

1. Peplau (1952) : Teori interpersonalsebagai dasar perawatan


2. Orlando (1961) : Teori komunikasi sebagai dasar perawatan

3. Johnson (1961) : Stabilitas sebagai tujuan perawatan

4. Roy (1970) : Teori adaptasi sebagai dasar perawatan

5. Rogers (1970) : konsep manusia yang unik

6. King (1971) : Proses transaksi perawat-klien

7. Orem (1971) : Kemandirian pasien untuk merawat dirinya sebagai tujuan perawatan
1. Ontologi
Kata ontologi berasal dari perkataan Yunani, yaitu : Ontos : being, dan Logos Logic Jadi
ontology adalah the theory of being qua being ( teori tentang keberadaan sebagai
keberadaan ). Atau bisa juga ilmu tentang yang ada. Secara istilah ontologi adalah ilmu yang
membahas tentang hakikat yang ada yang merupakan realiti baik berbentuk jasmani atau
kongkrit maupun rohani atau abstrak.
Istilah ontologi pertama kali diperkenalkan oleh rudolf Goclenius pada tahun 1936 M, untuk
menamai hakekat yang ada bersifat metafisis. Dalam perkembangannya Christian Wolf (1679-
1754) membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan khusus.
Metafisika umum adalah istilah lain dari ontologi. Dengan demikian, metafiska atau otologi
adalah cabang filsafat yang membahas tentang prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari
segala sesuatu yang ada. Sedangkan metafisika khusus masih terbagi menjadi Kosmologi,
Psikologi dan Teologi.
Didalam pemahaman Ontologi terdapat beberapa pandangan-pandangan pokok pemikiran,
diantaranya :
1. Monoisme, : Paham ini menganggap bahwa hakikat yang berasal dari kenyataan adalah
satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik berupa
materi maupun rohani. Paham ini terbagi menjadi dua aliran :
a) Materialisme, Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan
rohani. Aliran ini sering disebut naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan
dan satu-satunya fakta yang hanyalah materi, sedangkan jiwa atau ruh tidaklah merupakan suatu
kenyataan yang berdiri sendiri
b) Idealisme, Sebagai lawan dari materialisme yang dinamakan spriritualismee. Dealisme
berasal dari kata ”Ideal” yaitu suatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa
hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atu sejenis
dengannya, yaitu sesuatu yang tidak terbentuk dan menempati ruang. Materi atau zat ini
hanyalah suatu jenis dari penjelamaan ruhani
2. Dualisme, Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal
sumbernya, yaitu hakikat materi dan ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit. Materi bukan
muncul dari benda, sama-sama hakikat, kedua macam hakikat tersebut masing-masing bebas dan
berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi, hubungan keduanya menciptakan kehidupan di alam
ini. Tokoh paham ini adalah Descater (1596-1650 SM) yang dianggap sebagai bapak Filosofi
modern)
3. Pluralisme, paham ini beranggapan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan.
Pluralisme tertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya
nyata, tokoh aliran ini pada masa Yunani kuno adalah Anaxagoras dan Empedcoles, yang
menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari empat unsur, yaitu tanah, air,
api dan udara
4. Nihilisme, berasal dari bahasa Yunani yang berati nothing atau tidak ada. Istilah Nihilisme
dikenal oleh Ivan Turgeniev dalam novelnya Fadhers an Children yang ditulisnya pada tahun
1862 di Rusia. Doktrin tentang Nihilisme sebenarnya sudah ada sejak zaman Yunani kuno, yaitu
pada pandangan Grogias (483-360 SM) yang memberikan tiga proporsi tentang
realitas Pertama, tidak ada sesuatupun yang eksis. Realitas itu sebenarnya tidak ada
Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui, ini disebabkan oleh penginderaan itu tidak
dapat dipercaya, penginderaan itu sumber ilusi
Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada
orang lain
5. Agnotitisme, Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat
benda, baik hakikat materi maupun hakikat ruhani, kata agnosticisme barasal dari bahasa Grick.
Ignotos yang berarti Unknow artinya not, Gno artinya Know. Timbulnya aliran ini dikarenakan
belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara kongkret akan adanya
kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat dikenal.
Akal merupakan salah satu anugrah dari Allah SWT yang paling istimewa bagi manusia. Sifat
akal adalah selalu ingin tahu terhadap segala sesuatu, termasuk dirinya sendiri. Pengetahuan
yang dimiliki manusia bukan di bawa sejak lahir, tapi lewat sebuah proses berpikir dan
mendapatkan pengalaman.
1. Epistimologi
Secara historis, istilah epistemologi digunakan pertama kali oleh J.F. Ferrier, untuk membedakan
dua cabang filsafat, epistemologi dan ontologi. Sebagai sub sistem filsafat, epistemologi ternyata
menyimpan “misteri” pemaknaan atau pengertian yang tidak mudah dipahami. Pengertian
epistemologi ini cukup menjadi perhatian para ahli, tetapi mereka memiliki sudut pandang yang
berbeda ketika mengungkapkannya, sehingga didapatkan pengertian yang berbeda-beda, buka
saja pada redaksinya, melainkan juga pada substansi persoalannya.
Substansi persoalan menjadi titik sentral dalam upaya memahami pengertian suatu konsep,
meskipun ciri-ciri yang melekat padanya juga tidak bisa diabaikan. Lazimnya, pembahasan
konsep apa pun, selalu diawali dengan memperkenalkan pengertian (definisi) secara teknis, guna
mengungkap substansi persoalan yang terkandung dalam konsep tersebut. Hal iini berfungsi
mempermudah dan memperjelas pembahasan konsep selanjutnya. Misalnya, seseorang tidak
akan mampu menjelaskan persoalan-persoalan belajar secara mendetail jika dia belum bisa
memahami substansi belajar itu sendiri. Setelah memahami substansi belajar tersebut, dia baru
bisa menjelaskan proses belajar, gaya belajar, teori belajar, prinsip-prinsip belajar, hambatan-
hambatan belajar, cara mengetasi hambatan belajar dan sebagainya. Jadi, pemahaman terhadap
substansi suatu konsep merupakan “jalan pembuka” bagi pembahasan-pembahsan selanjutnya
yang sedang dibahas dan substansi konsep itu biasanya terkandung dalam definisi (pengertian).
Demikian pula, pengertian epistemologi diharapkan memberikan kepastian pemahaman terhadap
substansinya, sehingga memperlancar pembahasan seluk-beluk yang terkait dengan epistemologi
itu. Ada beberapa pengertian epistemologi yang diungkapkan para ahli yang dapat dijadikan
pijakan untuk memahami apa sebenarnya epistemologi itu.
epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). Secara etimologi, istilah
epistemologi berasal dari kata Yunani episteme berarti pengetahuan, dan logos berarti teori.
Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau
sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan. Dalam Epistemologi,
pertanyaan pokoknya adalah “apa yang dapat saya ketahui”? Persoalan-persoalan dalam
epistemologi adalah: 1.Bagaimanakah manusia dapat mengetahui sesuatu?; 2). Dari mana
pengetahuan itu dapat diperoleh?; 3). Bagaimanakah validitas pengetahuan a priori (pengetahuan
pra pengalaman) dengan pengetahuan a posteriori (pengetahuan purna pengalaman) (Tim Dosen
Filsafat Ilmu UGM, 2003, hal.32).
Pengertian lain, menyatakan bahwa epistemologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana
kita mendapatkan pengetahuan: apakah sumber-sumber pengetahuan ? apakah hakikat,
jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan? Sampai tahap mana pengetahuan yang mungkin
untuk ditangkap manuasia (William S.Sahakian dan Mabel Lewis Sahakian, 1965, dalam Jujun
S.Suriasumantri, 2005).
Menurut Musa Asy’arie, epistemologi adalah cabang filsafat yang membicarakan mengenai
hakikat ilmu, dan ilmu sebagai proses adalah usaha yang sistematik dan metodik untuk
menemukan prinsip kebenaran yang terdapat pada suatu obyek kajian ilmu. Sedangkan,
P.Hardono Hadi menyatakan, bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari dan
mencoba menentukan kodrat dan skope pengetahuan, pengandaian-pengendaian dan dasarnya,
serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Sedangkan
D.W Hamlyn mendefinisikan epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan
hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengendaian-pengendaiannya serta secara umum hal
itu dapat diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan.
Inti pemahaman dari kedua pengertian tersebut hampir sama. Sedangkan hal yang cukup
membedakan adalah bahwa pengertian yang pertama menyinggung persoalan kodrat
pengetahuan, sedangkan pengertian kedua tentang hakikat pengetahuan. Kodrat pengetahuan
berbeda dengan hakikat pengetahuan. Kodrat berkaitan dengan sifat yang asli dari pengetahuan,
sedang hakikat pengetahuan berkaitan dengan ciri-ciri pengetahuan, sehingga menghasilkan
pengertian yang sebenarnya. Pembahasan hakikat pengetahuan ini akhirnya melahirkan dua
aliran yang saling berlawanan, yaitu realisme dan idealisme.
Selanjutnya, pengertian epistemologi yang lebih jelas daripada kedua pengertian tersebut,
diungkapkan oleh Dagobert D.Runes. Dia menyatakan, bahwa epistemologi adalah cabang
filsafat yang membahas sumber, struktur, metode-metode dan validitas pengetahuan. Sementara
itu, Azyumardi Azra menambahkan, bahwa epistemologi sebagai “ilmu yang membahas tentang
keasliam, pengertian, struktur, metode dan validitas ilmu pengetahuan”. Kendati ada sedikit
perbedaan dari kedua pengertian tersebut, tetapi kedua pengertian ini sedikit perbedaan dari
kedua pengertian tersebut, tetapi keduapengertian ini telah menyajikan pemaparan yang relatif
lebih mudah dipahami.
Ruang Lingkup Epsitimologi
Bertolak dari pengertian-pengertian epistemologi tersebut, kiranya kita perlu memerinci aspek-
aspek yang menjadi cakupannya atau ruang lingkupnya. Sebenarnya masing-masing definisi
diatas telah memberi pemahaman tentang ruang lingkup epistemologi sekaligus, karena definisi-
definisi itu tampaknya didasarkan pada rincian aspek-aspek yang tercakup dalam
lingkup epistemologi daripada aspek-aspek lainnya, seperti proses maupun tujuan. Akan tetapi,
ada baiknya dikemukakan pernyataan-pernyataan lain yang mencoba menguraikan ruang
lingkup epistemologi, sebab pernyataan-pernyataan ini akan membantu pemahaman secara
makin komprehensif dan utuh (holistik) mengenai ruang lingkup pemabahasan epistemologi.
M.Arifin merinci ruang lingkup epistemologi, meliputi hakekat, sumber dan validitas
pengetahuan. Mudlor Achmad merinci menjadi enam aspek, yaitu hakikat, unsur, macam,
tumpuan, batas, dan sasaran pengetahuan. Bahkan, A.M Saefuddin menyebutkan,
bahwa epistemologi mencakup pertanyaan yang harus dijawab, apakah ilmu itu, dari mana
asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa
kebenaran itu, mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan
sampai dimanakah batasannya. Semua pertanyaan itu dapat diringkat menjadi dua masalah
pokok; masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu.
Jadi meskipun epistemologi itu merupakan sub sistem filsafat, tetapi cakupannya luas sekali. Jika
kita memaduakan rincian aspek-aspekepistemologi, sebagaimana diuraikan tersebut, maka teori
pengetahuan itu bisa meliputi, hakikat, keaslian, sumber, struktur, metode, validias, unsur,
macam, tumpuan, batas, sasaran, dasar, pengandaian, kodrat, pertanggungjawaban dan skope
pengetahuan. Bahkan menurut, Sidi Gazalba, taklid kepada pengetahuan atas kewibaan orang
yang memberikannya termasuk epistemologi, sekalipun ia sebenarnya merupakan doktrin
tentang psikologi kepercayaan. Jelasnya, seluruh permasalahan yang berkaitan dengan
pengetahuan adalah menjadi cakupan epistemologi.

2. Aksiologi

a) Pengertian Aksiologi
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia
menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang
berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori
nilai. Jujun S.Suriasumantri mengartika aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan
kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat
nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial dan agama. sedangkan nilai
itu sendiri adalah sesuatu yang berharga, yang diidamkan oleh setiap insan.
Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi
Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari
pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa
memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan di jalan yang baik pula.
Karena akhir-akhir ini banyak sekali yang mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih itu
dimanfaatkan di jalan yang tidak benar.
Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai.
Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan
moral suatu masyarakat; sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat
dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan
bencana.
b) Penilaian dalam Aksiologi
Dalam aksiologi, ada dua penilain yang umum digunakan, yaitu etika dan estetika. Etika adalah
cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis masalah-masalah moral. Kajian etika
lebih fokus pada prilaku, norma dan adat istiadat manusia. Etika merupakan salah-satu cabang
filsafat tertua. Setidaknya ia telah menjadi pembahasan menarik sejak masa Sokrates dan para
kaum shopis. Di situ dipersoalkan mengenai masalah kebaikan, keutamaan, keadilan dan
sebagianya. Etika sendiri dalam buku Etika Dasar yang ditulis oleh Franz Magnis Suseno
diartikan sebagai pemikiran kritis, sistematis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-
pandangan moral. Isi dari pandangan-pandangan moral ini sebagaimana telah dijelaskan di atas
adalah norma-norma, adat, wejangan dan adat istiadat manusia. Berbeda dengan norma itu
sendiri, etika tidak menghasilkan suatu kebaikan atau perintah dan larangan, melainkan sebuah
pemikiran yang kritis dan mendasar. Tujuan dari etika adalah agar manusia mengetahi dan
mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan.
Didalam etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral persoalan. Maksudnya
adalah tingkah laku yang penuh dengan tanggung jawab, baik tanggung jawab terhadap diri
sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap tuhan sebagai sang pencipta.
Dalam perkembangan sejarah etika ada empat teori etika sebagai sistem filsafat moral yaitu,
hedonisme, eudemonisme, utiliterisme dan deontologi. Hedoisme adalah padangan moral yang
menyamakan baik menurut pandangan moral dengan kesenangan. Eudemonisme menegaskan
setiap kegiatan manusia mengejar tujuan. Dan adapun tujuan dari manusia itu sendiri adalah
kebahagiaan.
Selanjutnya utilitarisme, yang berpendapat bahwa tujuan hukum adalah memajukan kepentingan
para warga negara dan bukan memaksakan perintah-perintah ilahi atau melindungi apa yang
disebut hak-hak kodrati. Selanjutnya deontologi, adala h pemikiran tentang moral yang
diciptakan oleh Immanuel Kant. Menurut Kant, yang bisa disebut baik dalam arti sesungguhnya
hanyalah kehendak baik. Semua hal lain disebut baik secara terbatas atau dengan syarat.
Misalnya kekayaan manusia apabila digunakan dengan baik oleh kehendak manusia.
Sementara itu, cabang lain dari aksiologi, yakni estetika. Estetika merupakan bidang studi
manusia yang mempersoalkan tentang nilai keindahan. Keindahan mengandung arti bahwa
didalam diri segala sesuatu terdapat unsur-unsur yang tertata secara tertib dan harmonis dalam
satu kesatuan hubungan yang utuh menyeluruh. Maksudnya adalah suatu objek yang indah
bukan semata-mata bersifat selaras serta berpola baik melainkan harus juga mempunyai
kepribadian.
Sebenarnya keindahan bukanlah merupakan suatu kualitas objek, melainkan sesuatu yang
senantiasa bersangkutan dengan perasaan. Misalnya kita bengun pagi, matahari memancarkan
sinarnya kita merasa sehat dan secara umum kita merasaakan kenikmatan. Meskipun
sesungguhnya pagi itu sendiri tidak indah tetapi kita mengalaminya dengan perasaan nikmat.
Dalam hal ini orang cenderung mengalihkan perasaan tadi menjadi sifat objek itu, artinya
memandang keindahan sebagai sifat objek yang kita serap. Padahal sebenarnya tetap merupakan
perasaan.

Hubungan Filsafat Ilmu dengan Ilmu Keperawatan


Ilmu keperawatan merupakan ilmu yang tidak akan ada habisnya dalam perjalanan
kehidupan, banyaknya berbagai problema dalam masalah kesehatan semakin memaksa ilmu
keperawatan untuk terus selalu update dalam setiap perputaran waktu. Sebagai ilmu pengetahun,
keperawatan juga lahir dari Filsafat Ilmu.
Sebagai induk dari segala ilmu, Filsafat tentunya selalu berkaitan dengan semua ilmu, baik
kitannya yang bersifat umum atau khusus. Hubungan antara filsafat ilmu dengan ilmu
keperawatan sangat terlihat jelas saat kita melihat bagaimana perawat itu dalam bertindak
haruslah segara melakukan tindakan yang tepat, dan itu tidak akan bisa diwujudkan oleh seorang
perawat bila seandainya perawat tidak faham dan tidak mengerti apa sebenarnya Filsafat Ilmu

1. Ontologi keperawatan

Kata ontologi berasal dari perkataan Yunani, yaitu : Ontos : being, dan Logos Logic Jadi
ontology adalah the theory of being qua being ( teori tentang keberadaan sebagai
keberadaan ). Atau bisa juga ilmu tentang yang ada. Secara istilah ontologi adalah ilmu yang
membahas tentang hakikat yang ada yang merupakan realiti baik berbentuk jasmani atau
kongkrit maupun rohani atau abstrak.
Ontologis; cabang ini menguak tentang objek apa yang di telaah ilmu? Bagaimana wujud
yang hakiki dari objek tersebut ? bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap
manusia (sepert berpikir, merasa dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan.
Jadi dapat di simpulkan bahwa ontologi keperawatan yaitu ilmu dimana kita mempelajari
sesuatu sesuai dengan yang ada , berdasarkan bukti yang kongkrit. Yang berdasarkan ilmu
keperawatan itu sendiri.
Contohnya :
Sesuatu yang bersifat lahirah itu fana
Tubuh itu sesuatu yang lahiri
Jadi, tubuh itu fana’
2. Epistimologi keperawatan
Masalah epistemology bersangkutan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang pengetahuan.
Sebelum dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan kefilsafatan, perlu diperhatikan bagaimana dan
dengan sarana apakah kita dapat memperoleh pengetahuan. Jika kita mengetahui batas-batas
pengetahuan, kita tidak akan mencoba untuk mengetahui hal-hal yang pada akhirnya tidak dapat di
ketahui. Memang sebenarnya, kita baru dapat menganggap mempunyai suatu pengetahuan setelah kita
meneliti pertanyaan-pertanyaan epistemology. Kita mungkin terpaksa mengingkari kemungkinan untuk
memperoleh pengetahuan, atau mungkin sampai kepada kesimpulan bahwa apa yang kita punyai
hanyalah kemungkinan-kemungkinan dan bukannya kepastian, atau mungkin dapat menetapkan batas-
batas antara bidang-bidang yang memungkinkan adanya kepastian yang mutlak dengan bidang-bidang
yang tidak memungkinkannya.
Manusia tidak lah memiliki pengetahuan yang sejati, maka dari itu kita dapat mengajukan
pertanyaan “bagaimanakah caranya kita memperoleh pengetahuan”?

Metode-metode untuk memperoleh pengetahuan

a. Empirisme
Empirisme adalah suatu cara/metode dalam filsafat yang mendasarkan cara memperoleh
pengetahuan dengan melalui pengalaman. John Locke, bapak empirisme Britania, mengatakan
bahwa pada waktu manusia di lahirkan akalnya merupakan jenis catatan yang kosong (tabula
rasa),dan di dalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman inderawi. Menurut Locke,
seluruh sisa pengetahuan kita diperoleh dengan jalan menggunakan serta memperbandingkan
ide-ide yang diperoleh dari penginderaan serta refleksi yang pertama-pertama dan sederhana
tersebut.
Ia memandang akal sebagai sejenis tempat penampungan,yang secara pasif menerima hasil-hasil
penginderaan tersebut. Ini berarti semua pengetahuan kita betapapun rumitnya dapat dilacak
kembali sampai kepada pengalaman-pengalaman inderawi yang pertama-tama, yang dapat
diibaratkan sebagai atom-atom yang menyusun objek-objek material. Apa yang tidak dapat atau
tidak perlu di lacak kembali secara demikian itu bukanlah pengetahuan, atau setidak-tidaknya
bukanlah pengetahuan mengenai hal-hal yang factual.
b. Rasionalisme
Rasionalisme berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal. Bukan karena
rasionalisme mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman paling-paling dipandang
sebagai sejenis perangsang bagi pikiran. Para penganut rasionalisme yakin bahwa kebenaran dan
kesesatan terletak di dalam ide kita, dan bukannya di dalam diri barang sesuatu. Jika kebenaran
mengandung makna mempunyai ide yang sesuai dengan atau menunjuk kepada kenyataan, maka
kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal budi
saja.
c. Fenomenalisme
Bapak Fenomenalisme adalah Immanuel Kant. Kant membuat uraian tentang pengalaman.
Baran sesuatu sebagaimana terdapat dalam dirinyan sendiri merangsang alat inderawi kita dan
diterima oleh akal kita dalam bentuk-bentuk pengalaman dan disusun secara sistematis dengan
jalan penalaran. Karena itu kita tidak pernah mempunyai pengetahuan tentang barang sesuatu
seperti keadaanya sendiri, melainkan hanya tentang sesuatu seperti yang menampak kepada kita,
artinya, pengetahuan tentang gejala (Phenomenon).
Bagi Kant para penganut empirisme benar bila berpendapat bahwa semua pengetahuan di
dasarkan pada pengalaman-meskipun benar hanya untuk sebagian. Tetapi para penganut
rasionalisme juga benar, karena akal memaksakan bentuk-bentuknya sendiri terhadap barang
sesuatu serta pengalaman.

d. Intusionisme
Menurut Bergson, intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika.
Analisa, atau pengetahuan yang diperoleh dengan jalan pelukisan, tidak akan dapat
menggantikan hasil pengenalan secara langsung dari pengetahuan intuitif.
Salah satu di antara unsut-unsur yang berharga dalam intuisionisme Bergson ialah, paham ini
memungkinkan adanya suatu bentuk pengalaman di samping pengalaman yang dihayati oleh
indera. Dengan demikian data yang dihasilkannya dapat merupakan bahan tambahan bagi
pengetahuan di samping pengetahuan yang dihasilkan oleh penginderaan. Kant masih tetap benar
dengan mengatakan bahwa pengetahuan didasarkan pada pengalaman, tetapi dengan demikian
pengalaman harus meliputi baik pengalaman inderawi maupun pengalaman intuitif.
Hendaknya diingat, intusionisme tidak mengingkati nilai pengalaman inderawi yang biasa
dan pengetahuan yang disimpulkan darinya. Intusionisme – setidak-tidaknya dalam beberapa
bentuk-hanya mengatakan bahwa pengetahuan yang lengkap di peroleh melalui intuisi, sebagai
lawan dari pengetahuan yang nisbi-yang meliputi sebagian saja-yang diberikan oleh analisa. Ada
yang berpendirian bahwa apa yang diberikan oleh indera hanyalah apa yang menampak belaka,
sebagai lawan dari apa yang diberikan oleh intuisi, yaitu kenyataan. Mereka mengatakan, barang
sesuatu tidak pernah merupakan sesuatu seperti yang menampak kepada kita, dan hanya
intuisilah yang dapat menyingkapkan kepada kita keadaanya yang senyatanya.
Jadi dapat di simpulkan bahwa epistimologi keperawatan merupakan pemikiran yang
membahas tentang bagaimana kita mendapat pengetahuan tentang keperawatan , baik
berdasarkan pengalaman , berdasarkan akal fikiran , maupun saat langsung kita berhadapan
langsung dengan pengetahuan itu .
3. Aksiologi keperawatan

Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia


menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu
pengetahuan itu sendiri. Jadi Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat
yang sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia
kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan di jalan
yang baik pula. Karena akhir-akhir ini banyak sekali yang mempunyai ilmu pengetahuan yang
lebih itu dimanfaatkan di jalan yang tidak benar.
Secara aksiologi , keperawatan yang merupakan bagian integral dari layanan kesehatan yang
memiliki andil besar dari masyrakat,jika dulu orientasi keperawatan adalah pada individuyang
sakit , kini orientasi meluas hingga individu yang sehat. Dalam hal ini keperawatan selalu
berupaya untuk menggembangkan diri kearah professional .Wujud penggembangan ilmu
keperawatan mencakup dua hal penting ,yakni bidang pendidikan dan latihan serta bidang
praktik keperwatan.
Penggembangan ilmu keperawatan dalam bidang pendidikan diwujudkan melalui pendidikan
berkelanjutan serta pendidikan dan latihan khusus di bidang praktik keperawatan. Pengembangan
ilmu keperawatan bidang pendidikan dilakukan melalui upaya peningkatan kualitas layana
keperawatan yang dilandasi keilmuan serta sikap professional yang dilandasi oleh kaidah etik
proesi dan standar praktik keperawatan yang berlaku. Ini karena keperawatan tidak hanya
sekedar ilmu tapi juga praktik.
Contohnya :
Seorang perawat yang harus mengerti tugasnya sebagai seorang yang berprofesi sebagai
perawat . Serta seorang perawat harus memiliki nilai- nilai dan moral terhadap semua pasien
yang di rawatnya.

Akal merupakan salah satu anugrah dari Allah SWT yang paling istimewa bagi manusia.
Sifat akal adalah selalu ingin tahu terhadap segala sesuatu, termasuk dirinya sendiri. Pengetahuan
yang dimiliki manusia bukan di bawa sejak lahir, tapi lewat sebuah proses berpikir dan
mendapatkan pengalaman.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Melihat pada aspek pemikiran yang cepat dan tepat, filsafat ilmu sangatlah perlu dikuasai oleh
seorang perawat. Karena sangat tidak menutup kemungkinan seorang perawat dalam
menjalankan tugasnya menghadapi persolan-persoalan bagai dilema yang sangat sulit di
pecahkan. Oleh karena itu perawat haruslah mampu menguasai filsafat ilmu itu sendiri untuk
menunjang dalam kecepatan dan ketepatan berfikir dan bertindak.
Filsafat ilmu memiliki cabng-cabang tersendiri yakni :
Metafisika umum adalah istilah lain dari ontologi. Dengan demikian, metafiska atau otologi
adalah cabang filsafat yang membahas tentang prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari
segala sesuatu yang ada. Sedangkan metafisika khusus masih terbagi menjadi Kosmologi,
Psikologi dan Teologi.
Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau
sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan. Pengertian lain, menyatakan
bahwa epistemologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana kita mendapatkan
pengetahuan: apakah sumber-sumber pengetahuan ? apakah hakikat, jangkauan dan ruang
lingkup pengetahuan? Sampai tahap mana pengetahuan yang mungkin untuk ditangkap manuasia
(William S.Sahakian dan Mabel Lewis Sahakian, 1965, dalam Jujun S.Suriasumantri, 2005).
Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi
Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari
pengetahuan.
B. Saran
Sebagai seorang perawat kita hasulah memiliki dan memhami serta menerpkan prinsip daripada
Filsafat Ilmu, dengan menerapakannya maka kita mampu menyelesaikan masalah dengan
pemikiran-pemikiran yang tepat, baik dan cermat, inilah yang disebut The Smart Beautiful Of
Mind.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Tafsir Filsafat Umum, (Bandung, 1990).
Al-Ghazali, Setitik Cahaya Dalam Kegelapan,
Jujun S. Suriasuantrim Filsafah Ilmu, Sebuah Pengembangan Populasi. Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta 1998
Tim Dosen Filsafah Ilmu, Filsafat Ilmu (Yogyakarta, 1996)
Jujun S. Suriasuantrim Filsafah Ilmu, Sebuah Pengembangan Populasi. Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta 1998
Azra Azyumardi, Integrasi Keilmuan, (Jakarta: PPJM dan UIN Jakarta Press)
Bidin Masri Elmasyar, MA, dkk, Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Hukum, (Jakarta: UIN Jakarta
Press)
Salam Burhanuddin, Logika Materil, Filsapat Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Reneka Cipta, 1997),
cet. Ke-1
Sumatriasumatri Jujun S., Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Sinar Harapan, 1988)
Keraf. S. & Mikhael Dua. (2001). Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis. Jakarta:
Kanisius.
Mc. Carthy. T. (2006). Teori Kritis Jürgen Habermas (Alih Bahasa oleh Nurhadi).
Noeng Muhadjir, 2001, Filsafat Ilmu, Penerbit Rake Sarasin, Yogjakarta,.
Noerhadi. T. H. (1998). Filsafat Ilmu Pengetahuan. (Diktat Kuliah). Pascasarjana Universitas
Indonesia.
Qadir. C. A. (1995). Ilmu Pengetahuan dan Metodenya. Jakarta: Yayasan Obor.
Sumaryono. E. (1993). Hermeneutik: Sebuah Metode Filsafat. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Sudarsono. 2008. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Wiramihardja, Sutardjo. 2007. Pengantar Filsafat. Bandung: PT Refika
Aditama.
Zar, Sirajuddin, 2004 Filsafat Islam, Jakarta : Raja Grafindo
http://staf_unud.com/artikel/filsafat_ilmu.htm.
diakses pada 3 Desember 2011
http://filsafatindonesia1001.wordpress.com/2009/07/22/perbedaan-antara-ilmu-dan-
pengetahuan/ Sabtu, 03 Desember 2011
http://id.wikipedia.org/wiki/Ontologi, Sabtu, 3 Desember 2011

FILSAFAT DALAM KEPERAWATAN


Keperawatan saat ini tengah mengalami masa transisi panjang yang tampaknya belum akan
segera berakhir. Keperawatan yang awalnya merupakan vokasi dan sangat didasari oleh mother
instinct – naluri keibuan, mengalami perubahan atau pergeseran yang sangat mendasar atas
konsep dan proses, menuju keperawatan sebagai profesi. Perubahan ini terjadi karena tuntutan
dan perkembangan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan secara umum,
perkembangan IPTEK dan perkembangan profesi keperawatan sendiri.
Keperawatan sebagai profesi harus didasari konsep keilmuan yang jelas, yang menuntun
untuk berpikir kritis-logis-analitis, bertindak secara rasional–etis, serta kematangan untuk
bersikap tanggap terhadap kebutuhan dan perkembangan kebutuhan masyarakat akan pelayanan
keperawatan. Keperawatan sebagai direct human care harus dapat menjawab mengapa seseorang
membutuhkan keperawatan, domain keperawatan dan keterbatasan lingkup pengetahuan serta
lingkup garapan praktek keperawatan, basis konsep dari teori dan struktur substantif setiap
konsep menyiapkan substansi dari ilmu keperawatan sehingga dapat menjadi acuan untuk
melihat wujud konkrit permasalahan pada situasi kehidupan manusia dimana perawat atau
keperawatan diperlukan keberadaannya. Secara mendasar, keperawatan sebagai profesi dapat
terwujud bila para profesionalnya dalam lingkup karyanya senantiasa berpikir analitis, kritis dan
logis terhadap fenomena yang dihadapinya, bertindak secara rasional-etis, serta bersikap tanggap
atau peka terhadap kebutuhan klien sebagai pengguna jasanya. Sehingga perlu dikaitkan atau
dipahami dengan filsafat untuk mencari kebenaran tentang ilmu keperawatan guna memajukan
ilmu keperawatan.
Filsafat keperawatan merupakan pandangan dasar tentang hakekat manusia dan esensi
keperawatan yang menjadikan kerangka dasar dalam praktek keperawatan. Pendapat lain tentang
filsafat keperawatan adalah suatu ilmu yg mempalajari tentang cara berfikir seorang perawat
dalam menghadapi pasiennya tentang kebenaran dan kebijaksanaan sehingga tingkat
kesejahteraan dan kesehatan pasien dapat meningkat. Ilmu keperawatan jika dilihat dari sudut
pandang filsafat akan dapat muncul pertanyaan-pertanyaan antara lain pertanyaan ontologi ( apa
ilmu keperawatan ), pertanyaan epistemologi ( bagaimana lahirnya ilmu keperawatan ) dan
pertanyaan aksiologi ( untuk apa ilmu keperawatan itu digunakan).
Jawaban pertanyaan ontologi tentang apa itu ilmu keperawatan dapat didefinisikan dalam
beberapa pendapat. Calilista Roy (1976) mendefinisikan bahwa keperawatan merupakan definisi
ilmiah yang berorientasi kepada praktik keperawatan yang memiliki sekumpulan pengetahuan
untuk memberikan pelayanan kepada klien. Sedangkan Florence Nightingale (1895)
mendefinisikan keperawatan sebagai berikut, keperawatan adalah menempatkan pasien dalam
kondisi paling baik bagi alam dan isinya untuk bertindak. Dari beberapa definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa keperawatan adalah upaya pemberian pelayanan/asuhan yang bersifat
humanistic dan expert, holistic berdasarkan ilmu dan kiat, serta standart pelayanan dengan
berpegang teguh kepada kode etik yang melandasi perawat expert secara mandiri atau melalui
upaya kolaborasi.
Jawaban pertanyaan epistemologi tentang bagaimana lahirnya ilmu keperawatan berkaitan
dengan kehidupan dahulu. Secara naluriah keperawatan lahir bersamaan dengan penciptaan
manusia. Orang-orang pada zaman dahulu hidup dalam keadaan original. Namun demikian
mereka sudah mampu memiliki sedikit pengetahuan dan kecakapan dalam merawat atau
mengobati. Perkembangan keperawatan dipengaruhi oleh semakin majunya peradaban manusia
maka semakin berkembang keperawatan. Pekerjaan “merawat” dikerjakan berdasarkan naluri
(instink) “mother instinct” (naluri keibuan) yang merupakan suatu naluri yang bersendi pada
pemeliharaan jenis (melindungi anak, dan merawat orang lemah). Diawali ole seorang Florence
Nightingale yang mengamati fenomena bahwa pasien yang dirawat dengan keadaan lingkungan
yang bersih ternyata lebih cepat sembuh dibanding pasien yang dirawat dalam kondisi
lingkungan yang kotor. Hal ini membuahkan kesimpulan bahwa perawatan lingkungan berperan
dalam keberhasilan perawatan pasien yang kemudian menjadi paradigma keperawatan
berdasarkan lingkungan. Sehingga semenjak itu banyak pemikiran baru yang didasari dengan
berbagai tehnik untuk mendapatan kebenaran baik dengan cara Revelasi (pengalaman pribadi),
otoritas dari seorang yang ahli, intuisi (diluar kesadaran), dump common sense (pengalaman
tidak sengaja), dan penggunaan metode ilmiah dengan penelitian-peneltian dalam bidang
keperawatan. Misalnya Peplau (1952) menemukan teori interpersonal sebagai dasar perawatan.
Orlando (1961) menemukan teori komunikasi sebagai dasar perawatan. Roy (1970) menemukan
teori adaptasi sebagai dasar perawatan. Johnson (1961) menemukan stabilitas sebagai tujuan
perawatan dan Rogers (1970) menemukan konsep manusia yang unik.
Jawaban pertanyaan aksiologis diatas dapat dijelaskan bahwa ilmu keperawatan digunakan
sebagai ilmu, pedoman, dan dasar dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien
dengan berbagai tingkatan dari individu, keluarga, kelompok bahkan sampai masyarakat luas
guna meningkatkan derajat kesehatan pasien tersebut. Sehingga bisa merubah kondisi seseorang
atau sekelompok orang dari kondisi sakit menjadi sembuh dan yang sudah sehat dapat
mempertahankan atau mengoptimalkan derajat kesehatannya.
Hakekat manusia sebagai makhluk biopsikososio dan spritual, pada hakekatnya keperawatan
merupakan suatu ilmu dan kiat, profesi yang berorientasi pada pelayanan, memiliki tingkat klien
(individu, keluarga, kelompok dan masyarakat) serta pelayanan yang mencakup seluruh rentang
pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Adapun hakekat keperawatan adalah sebagai berikut:
a. Sebagai ilmu dan seni, merupakan suatu ilmu yang didalam aplikasinya lebih kearah ilmu
terapan.
b. Sebagai profesi yang berorientasi kepada pelayanan umtuk membantu manusia mengatasi
masalah sehat dan sakit dalam kehidupannya untuk mencapai kesejahteraan.
c. Sebagai pelayanan kesehatan yang memiliki tiga sasaran, diantaranya individu, keluarga dan
masyarakat sebagai klien.
d. Sebagai kolaborator dengan tim kesehatan lainnya dalam pembinaan kesehatan, pencegahan
penyakit, penentuan diagnosis dini, penyembuhan serta rehabilitasi dan pembatasan penyakit.
Sedangkan esensinya yang meliputi:
a. Memandang pasien sebagai makhluk yang utuh (holistik) yang harus dipenuhi segala
kebutuhannya baik biospikososio dan spritual yang diberikan secara komprehensif dan tidak bisa
dilakukan secara sepihak atau sebagian dari kebutuhannya.
b. Bentuk pelayanan keperawatan harus diberikan secara langsung dengan memperhatikan aspek
kemanusiaan.
c. Setiap orang berhak mendapatkan perawatan tanpa memandang perbedaaan suku, kepercayaan,
status sosial, agama dan ekonomi.
d. Pelayanan keperawatan tersebut merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan
mengingat perawat bekerja dalam lingkup tim kesehatan bukan sendiri-sendiri.
e. Pasien adalah mitra aktif dalam pelayanan kesehatan bukan sebagai penerima jasa yang pasif.
Keperawatan sebagai sains tentang human care didasarkan pada asumsi bahwa human
science and human care merupakan domain utama dan menyatukan tujuan keperawatan. Sebagai
human science keperawatan berupaya mengintegrasikan pengetahuan empiris dengan estetia,
humanities dan kiat/art (Watson,1985). Sebagai pengetahuan tentang human care fokusnya untuk
mengembangkan pengetahuan yang menjadi inti keperawatan, seperti dinyatakan oleh Watson
(1985) human care is the heart of nursing atau Leininger (1984) yang menekankan caring is the
central and unifying domain for the body of knowledge and practices of nursing.
Dalam eksplikasi sains tentang human care, pencarian harus termasuk pada beragam metoda
untuk memperoleh pemahaman utuh dari human phenomena. Pencarian ini harus memfasilitasi
integrasi pengetahuan dari biomedical, perilaku, sosiokultural, seni dan humaniora untuk
menemukan pengetahuan keperawatan baru. Melalui strategi integrasi dan analisis, dunia
objektifitas dapat dihubungkan dengan dunia subjektif dari pengalaman manusia untuk mencapai
linkage ini. Perspektif tentang human science memberi kesempatan bagi pemikir atau peneliti
keperawatan untuk melakukan telaah terhadap keilmuan keperawatan dan arahnya, guna
meletakkan dasar-dasar subject matter serta tanggung jawab ilmiah dan sosialnya. Melalui
perspektif ini, kajian terhadap makna, nilai etika tentang manusia, kesehatan dan keperawatan
dapat dilakukan.
Dalam konteks ini, pemahaman tentang human science berbasis pada filosofi tentang
kebebasan, pilihan dan tanggung jawab manusia biologi dan psikologi tentang keutuhan
manusiawi (holism). Epistemologi bukan hanya secara empiris tetapi juga pengembangan estetis,
nilai-nilai etis, intuisi dan proses eksplorasi dan penemuan konteks hubungan, dan proses
interaksi antar manusia.

Relevansi Antara Filsafat Ilmu Dengan Keperawatan


Filsafat keperawatan mengkaji penyebab dan hukum-hukum yang mendasari realitas, serta
keingintahuan tentang gambaran sesuatu yang lebih berdasakan pada alasan logis daripada
metoda empiris. Filsafat keilmuan harus menunjukkan bagaimana pengetahuan ilmiah
sebenarnya dapat diaplikasikan yang kemudian menghasilkan pengetahuan alam semesta, dalam
hal ini pengetahuan keperawatan, sehingga filsafat keperawatan adalah keyakinan dasar tentang
pengetahuan keperawatan yang mengandung pokok pemahaman biologis manusia dan
perilakunya dalam keadaan sehat dan sakit terutama berfokus kepada respons mereka terhadap
situasi.

Manfaat/peranan Filsafat Dalam Ilmu Keperawatan


Dalam pengembangan ilmu keperawatan tidak bisa terlepas dari peranan filsafat
didalamnya. Adapun manfaat atau peranan filsafat dalam keperawatan antara lain adalah:
a. Memudahkan proses keperawatan karena tanpa mempelajari filsafat ilmu keperawatan maka
akan semakin sulit melaksanakan proses keperawatan
b. Dengan mengetahui dan melaksanakan perilaku yang mengandung makna, rasa cinta terhadap
kebijaksanaan, terhadap pengetahuan, terhadap hikmah dan ucapannya yang baik dan sopan
seseorang dapat mengetahui bagaimana landasan dasar dari ilmu keperawatan tersebut
c. Dapat memecahkan suatu permasalahan meliputi dampak teknologi, sosial budaya, ekonomi,
pengobatan alternatif, kepercayaan spritual dan masih banyak yang lainnya mengenai seluk
beluk lingkup profesi keperawatan yang semuanya digunakan dalam hal pencapaian
profesionalisme seorang perawat
d. Menghindari dan meminimalisasi kesalahpahaman dan konflik dalam pencarian kebenaran
tentang ilmu keperawatan
e. Sebagai dasar dalam penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan untuk bertindak melalui
pengalaman-pengalaman yang sudah ada
f. Mendapatkan kebenaran tentang hal-hal yang dianggap belum pasti apakah tindakan yang kita
lakukan dan pendapat yang kita keluarkan itu adalah benar atau salah, misalnya jika kita
melakukan tindakan seperti injeksi terhadap klien kita harus tahu terlebih dahulu prosedur-
prosedur apa saja yang dilakukan, jadi setelah kita mengetahuinya maka kita akan melakukan
tindakan itu secara benar
g. Dengan filsafat seorang perawat dapat menggunakan kebijaksanaan yang dia peroleh dari
filsafat sehingga perawat tersebut dapat lebih berfikir positif (positif thinking) dan dengan positif
thinking tersebut seorang perawat dapat menjalankan tugasnya dengan baik sehingga pasien yang
tadinya susah berkomunikasi dapat menjadi lebih dapat berkomunikasi dengan baik dan akhirnya
dapat mempercepat proses penyembuhan pasien tersebut

Anda mungkin juga menyukai