Anda di halaman 1dari 11

Hari/Tangga :

Pukul :

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PRORAM GERAKAN


MASYARAKAT HIDUP SEHAT (INSTRUKSI PRESIDEN
NO.1) DI KABUPATEN OGAN ILIR TAHUN 2018

PROPOSAL SKRIPSI

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan penyebab kematian secara
global dan sebagai ancaman terutama penyakit kardiovaskular, kanker, diabetes
dan penyakit pernapasan kronis merupakan salah satu tantangan utama kesehatan
saat ini. Berdasarkan data WHO Pada tahun 2015, Penyakit Tidak Menular
menyebabkan 40 juta kematian, mewakili 70% dari semua penyebab kematian di
seluruh dunia. PTM juga membunuh penduduk dengan usia lebih muda. 85%
kematian dini dari PTM terjadi pada negara berkembang, termasuk 41% di
negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah di mana probabilitas kematian
dari PTM antara usia 30 sampai 70 empat kali lebih tinggi dari pada di negara
maju. Kematian dini dari PTM dapat dicegah atau ditunda (WHO, 2017).
Saat ini indonesia sedang mengalami perubahan pola penyakit yang sering
disebut dengan transisi epidemiologi yang ditandai dengan meningkatnya angka
mortalitas dan morbiditas akibat penyakit tidak menular (PTM) seperti stroke,
jantung, diabetes dan lain-lain (Buku Pedoman Germas).
Perubahan pola penyakit (Penyakit Tidak Menular) tersebut memiliki
Penyebab atau faktor risko, seperti merokok, diet tidak sehat, kurang aktivitas
fisik, dan konsumsi minuan beralkohol. Faktor risiko tersebut akan menyebabkan
terjadinya perubahan fisiologis di dalam tubuh manusia, sehingga menjadi faktor
resiko antara lain tekanan darah meningkat, gula darah meningkat, kolesterol
darah meningkat, dan obesitas, selanjutnya dalam waktu yang cukup lama dapat
mengidap Penyakit Tidak Menular (Kemenkes, 2015). Berdasrkan data riskesdas
persentase faktor risiko terjadinya Penyakit Tidak Menular, seperti penduduk
yang kurang aktivitas fisik (26,1%), penduduk usia >15 tahun yang merokok
(36,3%), penduduk >10 tahun kurang konsumsi buah dan sayur (93,5%)
(Kementrian PPN, 2017).
Berdasarkan faktor risiko di atas penyakit PTM mengalami peningkatan
prevaleni. Prevalensi hipertensi merupakan PTM tertinggi di Indonesia
berdasarkan Riskesdas 2013 prevalensi PTM di indonesia yakni, hipertensi usia
>18 tahun (25,8%), diabetes melitus (2,1%), stroke (12,1%), kanker (1,4%) dan
lain-lain (Riskesdas, 2013).
Kasus PTM terbanyak di Sumatera Selatan pada tahun 2015 adalah
hipertensi 47.090 kasus, kedua tertinggi adalah cedera akibat kecelakaan lalulintas
9.777 kasus. Tertinggi ketiga adalah penyakit asma bronkiale dengan 8.671 kasus,
disusul oleh diabetes melitus dengan 4.386 kasus(Dinkes Provinsi Sumsel, 2015).
Hipertensi juga merupakan 10 penyakit terbanyak di Kabupaten Ogan Ilir.
Berdasarkan data 10 penyakit terbanyak pada tahun 2015 dan 2016 hipertensi
menempati urutan ke 3 setelah infeksi akut lain pada saluran pernapasan bagian
atas dan penyakit pada sistem otot dan jaringan pengikat dengan jumlah penderita
14.048 di seluruh kabupaten ogan ilir. Pada tahun 2016 jumlah penderita penyakit
hipertensi mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya
(2015) dengan jumlah penderita 13.895 (Dinkes Kab. Ogan Ilir, 2016).
Berdasarkan data tersebut PTM dapat mempengaruhi tingkat kesehatan atau
derajat kesehatan masyarakat di Kabupaten Ogan Ilir.
Menurut HL Bloem (1908) derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh 4
faktor yakni: perilaku, lingkungan, pelayanan kesehatan dan keturunan. Faktor
perilaku dan lingkungan memiliki peran yang besar (>75%) dari kondisi derajat
kesehatan masyarakat. Untuk itu perlunya perbaikan lingkungan dan perubahan
perilaku yang lebih sehat perlu dilakukan secara sistematis dan terencana oleh
semua komponen bangsa.
Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan kebijakan untuk
menurunkan angka kejadian Penyakit Tidak Menular yakni, Instruksi Presiden
No. 1 tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat. Gerakan Masyarakat
Hidup Sehat merupakan suatu pilihan untuk mewujudkan derajat kesehatan
masyarakat agar lebih baik lagi (Buku Pedoman Germas).
Pemerintah Sumatera selatan juga telah mengeluarkan kebijakan untuk
mendukung program Germas sebagai program prioritas nasional bidang kesehatan
berdasarkan Inpres No. 1 tahun 2017 yakni Peraturan Gubernur Sumatera Selatan
No. 25 tahun 2017 dan Peraturan Bupati No.38 Tahun 2017 Tentang Germas.

1.2 Rumusan Masalah


1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian
1.5 Ruang Lingkup
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebijakan Publik dan Kebijakan Kesehatan


2.1.1 Kebijakan Publik
Kebijakan publik adalah suatu keputusan yang dimaksud untuk
mengatasi permasalahan tertentu, untuk melakukan kegiatan tertentu, yang
dilaksanakan oleh lembaga pemerintah yang berwenang dalam rangka
menyelenggarakan tugas pemerintah negara dan pembangunan bangsa
(Dumilah, 2014).
Kebijakan publik meliputi semua kebijakan yang berasal dari pemerintah,
seperti kebijakan ekonomi, transportasi, komunikasi, pertahanan, dan
keamanan (militer), serta fasilitas-fasilitas umum lainnya (air bersih, listrik)
(suharto, 2005). Beberapa konsep kunci yang dapat digunakan untuk
memahami kebijakan publik sebagaimana yang dikemukakan oleh young dan
quin dalam dya (1975), dalam winarno (2007) antara lain:
a. Kebijakan publik adalah tindakan yang dibuat dan diimplementasikan
oleh badan pemerintah dan perwakilan lembaga pemerintah yang
memiliki kewenangan hukum, politis, dan finansial untuk melakukannya.
b. Kebijakan publik merupakan sebuah reaksi terhadap kebutuhan dan
masalah dunia nyata. Kebijakan publik berupaya merespon masalah atau
kebutuhan konkret yang berkembang di masyarakat. Oleh karena itu pada
umumnya kebijakan publik merupakan tindakan kolektif untuk
memecahkan masalah.
c. Merupakan seperangkat tindakan yang berorientasi pada tujuan.
Kebijakan publik biasanya bukanlah sebuah keputusan tunggal,
melainkan terdiri dari beberapa pilihan tindakan atau strategi yang dibuat
untuk mencapai tujuan tertentu demi kepentingan orang banyak.
d. Juga merupakan sebuah keputusan untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu (Dumilah, 2014).
2.1.2 Kebijakan Kesehatan
Kebijakan kesehatan melingkupi berbgai upaya dan tindakan
pengambilan keputusan yang meliputi aspek teknis medis dan pelayanan
kesehatan, serta keterlibatan pelaku atau aktor baik pada skala individu
maupun organisasi atau institusi dari pemerintah, swasta, LSM dan
representatif masyarakat lainnya yang membawa dampak pada kesehata
(Dumilah, 2014).
Kebijakan kesehatan dapat dipahami sebagai kebijakan publik di bidang
kesehatan. Pentingnya kebijakan kesehatan yang merupakan bagian dari
kebijakan publik semaki meguat terlihat dari karakteristik yang unik yang ada
pada sektor kesehatan sebagai berikut.
a. Sektor kesehatan sangat kompleks karena menyangkut hajat hidup orang
banyak dan kepentingan seluruh masyarakat. Dengan kata lain, kesehatan
merupakan kebutuhan dasar setiap orang yang membutuhkannya secara
adil dan merata. Dalam artian, setiap orang berhak mendapatkan
pelayanan kesehatan yang layak apapun kondisi dan status keuangannya.
b. Consumer ignorance, keawaman masyarakat membuat posisi dan relasi
antara mayarakat atau pasien dengan tenaga medis tidak setara. Artinya
pasien tidak memiliki pilihan yang lebih tepat, bahkan hampir tanpa daya
pilih.
c. Kesehatan bersifat uncertainty atau ketidakpastian, seseorang tidak akan
pernah tahu kapan ia akan sakit dan berapa biaya yang akan dikeluarkan.
d. Karakteristik lain dari sektor kesehatan yakni, eksternalitis atau dalam
artian keuntungan yang dinikmati atau kerugian yang di derita oleh
sebagian masyarakat karena tindakan kelompok masyarakat lainnya
(Dumilah, 2014).
2.2 Analisis Kebijakan
Menurut William Dunn analisis kebijakan adalah disiplin ilmu sosial terapan
yang menerapkan berbagai metode analisis, dalam konteks argumentasi dan debat
publik untuk menciptakan secara kritis kegiatan penaksiran, serta
pengkomunikasian pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tersebut.
Analisis kebijakan adalah suatu pendekatan multi- disiplin dalam kebijakan
publik yang menjelaskan interaksi antara institusi, kepentingan, dan ide dalam
proses pengembangan kebijakan kesehatan. Analisis kebijakan ini penting baik
secara retrospektif maupun prospektif untuk memahami kegagalan atau
keberhasilan kebijakan yang pernah terjadi serta implementasi kebijakan di masa
mendatang (Buse et al, 2012).
Analisis kebijakan pada bidang kesehatan juga merupakan satu bentuk riset
terapan yang dilaksanakan untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam
mengenai masalah kesehatan masyarakat secara utuh sehingga dengan
pemahaman tersebut dapat mengarahkan pada alternatif solusi untuk masalah
tersebut (Dumilah, 2014).
2.3 Analisis Implementasi Kebijakan
Pengimplementasian merupakan cara agar kebijakan dapat mencapai
tujuannya. Implementasi adalah pelaksanaan pengendalian aksi-aksi kebijakan di
dalam kurun waktu tertentu. Dwidjowinto (2002, 119) berpendapat bahwa
implementasi kebijakan sebagai upaya melaksanakan keputusan kebijakan.
Analisis implementasi kebijakan merupakan suatu analisis yang bersifat
evaluatif dengan konsekuensi lebih melakukan retrospektif dari pada prospektif.
Suatu kebijakan setelah diimplementasikan atau dilaksanakan dapat dinilai atau
dievaluasi. Hasil penelitian digunakan untuk mengkritik proses implementasi
ataupun isi kebijakan (Wibawa,1994). Analisis implementasi berusaha mengenali
sejauhmana efek yang semula direncanakan untuk dicapai oleh kebijakan telah
terealisasi dan dampak apa yang ditimbulkan olehnya.
2.4 Model atau Teori Implementasi Kebijakan
2.4.1 Teori George C. Edward III (1980)
Menurut George Edward III (1980:1) tanpa imlementasi yang efektif,
suatu kebijakan tidak akan berhasil dilaksanakan. Ada empat faktor agar
implementasi kebijakan menjadi efektif yaitu, komunikasi, sumber daya,
disposisi, strktur birokrasi.
a. Komunikasi, berkenaan dengan bagaimana kebijakan disampaikan ke
organisasi atau publik. Implementasi publik agar dapat mencapai
keberhasilan, mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus
dilakukan secara jelas. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan
harus diinformasikan kepada kelompok sasaran (target group) sehingga
akan mengurangi penyimpangan implementasi.
b. Sumber daya, dalam implementasi kebijakan harus ditunjang dengan
sumber daya seperti, sumber daya manusia, material, metoda. Sasaran,
tujuan, dan isi kebijakan walaupun sudah dikomunikasikan dengan jelas
dan konsisten, tetapi apabila komplementor kekurangan sumber daya
untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif dan efisien.
c. Disposisi, suatu disposisi dalam implementasi dan karakteristik, sikap
yang dimiliki oleh implementor kebijakan, seperti komitmen, kejujuran,
komunikatif, cerdik dan bersifat demokratis.
d. Struktur birokrasi, organisasi memiliki peta sederhana untuk menunjukkan
secara umum kegiatan-kegiatannya dan jarak dari puncak menunjukkan
status relatifnya
2.4.2 Teori Segitiga Kebijakan Walt dan Gilson (1994)
Segitiga kesehatan merupakan sebuah representasi dari kesatuan
kompleksitas hubungan antar unsur-unsur kebijakan (konten, proses, konteks,
dan aktor) yang dalam interaksinya saling memberi pengaruh.
a. Konten
Konten atau isi sebuah kebijakan merespons berbagai masalah publik
yang mencakup berbagai bidang kehidupan mulai dari pertanahan,
keamanan, energi, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan dan lain-lain.
b. Proses
c. Konteks
Konteks merupakan rekayasa atau hasil interaksi dinamis dari banyak
faktor seperti ideologi atau kebijakan yang berubah-ubah, sejarah, nilai-
nilai budaya.
d. Aktor
Pemangku kepentingan kebijakan atau aktor kebijakan adalah individu
atau kelompok yang berkaitan langsung dengan sebuah kebijakan yang
dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh keputusan atau kebijakan
tersebut. Aktor tersebut bisa terdiri dari individu ataupun kelompok.
2.5 Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2017
Dalam rangka mempercepat dan mensinergikan tindakan dari upaya promotif
dan preventif hidup sehat guna meningkatkan produktivitas penduduk dan
menurunkan beban pembiayaan pelayanan kesehatan akibat penyakit, dengan ini
menginstruksikan kepada:
1. Para Mentri Kabinet Kerja;
2. Kepala Lembaga Pemerintah dan Non Kementrian;
3. Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan;
4. Para Gubernur dan Bupati / Walikota;
untuk menetapkan kebijakan dan mengambil langkah-langkah sesuai tugas,
fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk mewujudkan Gerakan Masyarakat
Hidup Sehat, melalui:
1. Peningkatan aktivitas fisik;
2. Peningkatan perilaku hidup sehat;
3. Penyediaan pangan sehat dan percepatan perbaikan gizi;
4. Peningkatan pencegahan dan deteksi dini penyakit;
5. Peningkatan kualitas lingkungan; dan
6. Peningkatan edukasi hidup sehat.
2.6 Program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas)
2.6.1 Pengertian
Gerakan Masyarakat adalah gerakan bersama yang memiliki beberapa
tujuan mulai menurunkan beban penyakit menular dan penyakit tidak menular,
baik kematian maupun kecacatan,menghindarkan terjadinya penurunan
produktivitas menurunkan beban pembiayaan pelayanan kesehatan karena
meningkatna penyakit dan pengeluaran kesehatan(Dinkes Kab. OganIlir,
2017).
Gerakan yang di prakarsai juga oleh bapak wakil presiden Yusuf Kalla dan
disusun oleh Bappenas bersama Kemenkes RI dan lintas sektor terkait, rencana
ini telah disusun melalui instruksi presiden (Inpres) dan diluncurkan tahun
2017 (Dinkes Kab. OganIlir, 2017).
2.6.2 Tujuan dan Pelaksanaan Germas
1. Tujuan umum
Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat untuk
berperilaku sehat dalam upaya meningkatkan kualitas hidup.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan partisipasi dan peran serta masyarakat untuk hidup sehat
b. Meningkatkan produktivitas masyarakat
c. Mengurangi beban biaya kesehatan
3. Pelaksanaan
Kegiatan utama yang dilakukan dalm rangka Germas adalah :
a. Peningkatan aktivitas fisik;
b. Peningkatan perilaku hidup sehat;
c. Penyediaan pangan sehat dan percepatan perbaikan gizi;
d. Peningkatan pencegahan dan deteksi dini penyakit;
e. Peningkatan kualitas lingkungan; dan
f. Peningkatan edukasi hidup sehat.
Fokus kegiatan 2016-2017 :
a. Melakukan aktivitas fisik
b. Mengkonsumsi sayur dan buah
c. Pemeriksaan kesehatan secara berkala
2.6.3 Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik yan teratur dan menjadi suatu kebiasaan akan meningkatkan
ketahanan fisik bila dilakukan secara baik, benar, teratur, dan terukur. Latihan
fisik dapat meningkatkan ketahanan fisik, kesehatan dan kebugaran. Latihan
fisik yang dilakukan dengan mengikuti aturan tertentu dan ditujukan untuk
prestasi menjadi kegiatan olahraga. Tujuan kegiatan adalah meningkatkan
ketahanan fisik, kesehatan dan kebugaran dengan sasaran pada seluruh
masyarakat terutama anak sekolah, ibu hamil, pekerja dan lansia.
2.6.4 Konsumsi Sayur dan Buah
Sayuran dan buah-buaha merupakan sumber berbagai vitamin, mineral,
dan serat pangan. Sebagian vitamin, mineral yang terkandung dalam sayuran
dan buah-buahan berperan sebagai antioksidan atau penangkal senyawa jahat
dalam tubuh serta mencegah kerusakan sel. Serat berfungsi untuk
memperlancar pencernaan dan dapat menghambat perkembangan sel kanker
usus besar.
Berbagai kajian menunjukkan bahwa konsumsi sayuran dan buah-buahan
yang cukup turut berperan dalam menjaga kenormalan tekanan darah, kadar
gula dan kolesterol. Penelitian (artikel lain)
Anjuran konsumsi sayuran dan buah-buahan 300-400gram perorang
perhari bagi anak usia sekolah, dan 400-600 gram perorang perhari bagi remaja
dan orang dewasa.
Gerakan Masyarakat Hidup Sehat mengajak masyarakat untuk
mengkonsumsi sayur dan buah lokal.konsumsi sayur dan buah-buahan yan
cukup merupakan salah satu indikator gizi seimbang. Tujuan kegiatan ini
adalah untuk meningkatkan kesadaran berperilaku hidup sehat melalui
mengkonsumsi buah dan sayur bagi seluruh lapisan masyarakat dengan sasaran
program seluruh masyarakat indonesia.
2.6.5 Pemeriksaan Kesehatan Secara Rutin
Pemeriksaan atau skrining kesehatan secara rutin merupakan upaya
promotif preventif yang diamanatkan untuk dilaksanakan olrh bupati atau
walikota sesuai Permendagri no 180tahun 2016 dengan tujuan untuk:
mendorong masyarakat mengenali

Anda mungkin juga menyukai