Anda di halaman 1dari 14

Tugas Individu

MATA KULIAH KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN KESEHATAN

URGENSI ETIKA DAN HUKUM DALAM KEBIJAKAN


KESEHATAN
Dosen : Prof. Dr. Indar, SH, MPH

OLEH

NURLAILAH MUHYIDDIN
K012221031
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
URGENSI ETIKA DAN HUKUM DALAM KEBIJAKAN
KESEHATAN

1. PENDAHULUAN
Kebijakan dalam suatu lembaga, organisasi, negara apalagi dalam suatu
pemerintahan merupakan suatu hal yang penting, karena kebijakan dapat
memberikan dampak yang baik bagi kehidupan warga negara. Suatu kebijakan pada
dasarnya merujuk pada proses pembuatan keputusan yang penting pada suatu
organisasi. Kebijakan umumnya digunakan untuk memilih dan menunjukkan pilihan
terpenting untuk mempererat kehidupan, baik dalam kehidupan organisasi ke
pemerintahan maupun privat (Indar, 2022 )
Carl Friedrich ( 1963 ) menyatakan bahwa “kebijakan merupakan suatu arah
tindakan yang disusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu
lingkungan tertentu yang memberikan hambatan-hambatan dan kesempatan-
kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi
dalam rangka mencapai suatu tujuan, atau merealisasikan suatu sasaran atau suatu
maksud tertentu
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( 1986 ), kebijakan adalah
rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam
pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak, tentang perintah,
organisasi, diri dan kelompok setor swasta, serta individu.
Kebijakan juga dapat diartikan sebagai mekanisme politis, manajemen,
finansial, atau administratif untuk mencapai suatu tujuan eksplisit, Kebijakan adalah
suatu ucapan atau tulisan yang memberikan petunjuk umum tentang penetapan ruang
lingkup yang memberi batas dan arah umum kepada seseorang untuk bergerak.
Bahkan kebijakan dipergunakan untuk menunjukkan perilaku seorang aktor
misalnya seorang pejabat, suatu kelompok, maupun lembaga terentu untuk
memecahkan masalah yang sedang dihadapi.
2. PENGERTIAN KEBIJAKAN KESEHATAN
Suatu kebijakan kesehatan dapat dipandang penting karena sektor kesehatan
merupakan bagian dari ekonomi. Kepentingan ekonomi tidak bisa dipisahkan dari
kajian kebijakan kesehatan. Dalam diskusi tentang The Politic of Health
menyimpulkan faktor yang mempengaruhi pengembangan implementas, dan evaluasi
kebijakan antara lain faktor ekonomi seperti kelangkaan sumber daya, faktor
kelembagaan misalnya seperti pemerintahan, faktor politik, partai politik misalnya , )
dan faktor budaya seperti tradisi, nilai dan ideologis.
Memahami hubungan antara kebijakan kesehatan dan kesehatan itu sendiri
menjadi sedemikian pentingnya sehingga memungkinkan untuk menyelesaikan
masalah kesehatan utama yang terjadi saat ini, meningkatnya obesitas, wabah
HIV/AIDS, meningkatnya resistensi obat, sekaligus memahami bagaimana
perekonomian dan kebijakan lain yang berdampak pada kesehatan. Kebijakan
kesehatan memberi arahan dalam pemilihan teknologi kesehatan yang akan
dikembangkan dan digunakan, mengelola dan membiayai layanan kesehatan, atau
jenis obat yang dapat dibeli bebas.
Secara praktis kebijakan kesehatan dapat meliputi kebijakan publik dan
swasta tentang kesehatan. Kebijakan kesehatan diasumsikan untuk merangkum segala
arah tindakan yang mempengaruhi tatanan kelembagaan, organisasi, layanan dan
aturan pembiayaan dalam sistem kesehatan. Kebijakan ini mencakup sektor
pemerintah sekaligus sektor swasta. Karena kesehatan dipenagruhi oleh banyak faktor
penentu di luar sistem kesehatan, para pengkaji kebijakan kesehatan juga menaruh
perhatian pada segala tindakan dan rencana tindakan dari organisasi di luar sistem
kesehatan yang memiliki dampak pada kesehatan misalnya : pangan, tembakau atau
industri obat.
Kebijakan kesehatan terbagi pada 4 tingkatan yaitu:
1. Tingkat sistemik : adalah corak utama yang membentuk sistem kesehatan secara
keseluruhan , contohnya dalam peran publik atau swasta, keterlibatan institusi
publik dan hubungan kesehatan dengan sektor lainnya.
2. Tingkat program :memutuskan prioritas untuk layanan kesehatan, program-
program kesehatan yang nyata dan cara yang ditempuh dimana sumber daya harus
dialokasikan (operasional kegiatan).
3. Tingkat organisasi : merujuk pada cara yang ditempuh agar sumber daya bisa
digunakan secara produktif dan dapat menyediakan pelayanan yang bermutu
tinggi kepada masyarakat.
4. Tingkat instrumental : adalah tingkatan dalam mengembangkan instrumen yang
baik, seperti dalam pengembangan sistem sumber daya manusia dan sistem
informasi (dukungan pelayanan)
Karena begitu strategis dan pentingnya sektor kesehatan, World Health
Organization ( WHO 2000 ) menetapkan delapan elemen yang harus tercakup dan
menentukan kualitas dari sebuah kebijakan yaitu
1. Pendekatan holistik
2. Patrisipatori, partisipasi masyarakat akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas
kebijakan.
3. Kebijakan publik yang sehat
4. Ekuitas, yaitu harus terdapat distribusi yang merata dari layanan kesehatan.
5. Efisiensi, yaitu layanan kesehatan harus berorientasi proaktif dengan
mengoptimalkan biaya dan teknologi
6. Kualitas, artinya pemerintah harus menyediakan pelayanan kesehatan yang
berkualitas bagi seluruh warga negara.
7. Pemberdayaan masyarakat
8. Self reliant.
Masalah-masalah yang terjadi dalam kesehatan masyarakat adalah multi
kausal pemecahannya secara multi disiplin, sedangkan kesehatan masyarakat
sebagai seni mempunyai bentangan semua kegiatan yang langsung atau tidak
untuk mencegah penyakit (preventif), meningkatkan kesehatan (promotif), terapi
(terapi fisik, mental, sosial) adalah upaya masyarakat, misal pembersihan
lingkungan, penyediaan air bersih, pengawasan makanan dan lain-lain. Sasaran
kesehatan masyarakat itu sendiri adalah individu, keluarga, kelompok khusus
baik yang sehat maupun yang sakit yang mempunyai masalah kesehatan.
Pelayanan kesehatan masyarakat diharapkan dapat berperan dalam meningkatkan
kesehatan masyarakat, dan juga menurunkan risiko terjadinya hal-hal yang
tidak diinginkan dalam hak atas kesehatan seseorang ( Wijaya, 2022 )
Tantangan dalam kesehatan masyarakat saat ini ialah masyarakat
yang beragam dan menganut paham pluraristik, sehingga konflik-konflik yang
dapat timbul akibat keberagaman tersebut tidak dapat dihindari sepenuhnya
sehingga dibutuhkan kebijakan kesehatan untuk mendisain program-program
kesehatan di tingkat pusat dan daerah agar dapat dilakukan perubahan terhadap
determinan-determinan kesehatan termasuk kesehatan internasional.

C. PENGERTIAN ETIKA
Istilah etika dalan Bahasa Indonesia sebenarnya berasal dari Bahasa Yunani :
ethos, yang berarti kebiasaan atau watak. Etika juga berasal dari Bahasa Perancis :
etiquette atau dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan kata etiket yang berarti juga
kebiasaan atau cara bergaul, berperilaku yang baik. Etiket lebih merupakan pola
perilaku atau kebiasaan yang baik dan dapat diterima oleh lingkungan, pergaulan
seseorang. Tergantung kepada situasi dan cara pandangnya seseorang dapat menilai
apakah etika yang digunakan itu bersifat baik atau buruk .
Etika pelayanan publik adalah cara memberikan suatu bentuk pelayanan
terhadap publik dengan mengimplementasikan kebiasaan-kebiasaan yang terdiri dari
nilai-nilai hidup, hukum atau norma yang dianggap mengatur tingkah laku manusia
yang dianggap baik. Etika publik biasanya menekankan kepada “benar atau salah “
dari implementasi sebuah kebijakan, berdasarkan keadaan di sekitar penerapan
kebijakan tersebut.
Dalam Kartasasmita, adapun dua pendekatan yang dapat dipakai dalam
penerapan etika kebijakan publik yaitu pendekatan teleologi dan pendekatan
derontologi, Untuk pendekatan teleologi, penerapan kebijakan berdasarkan pada
konsekuensi dari kebijakan yang diambil atau keputusan yang dibuat oleh pejabat
publik untuk menentukan apa yang baik dan apa yang buruk. Dalam konteks
kebijakan publik, pengukuran pendekatan telelologi dilakukan pada pencapaian
tujuan dan kebijakan tersebut, seperti menjamin kesehatan masyarakat, pertumbuhan
ekonomi, dan lain-lain, Dengan pendekatan teleologi, pejabat publik juga dapat
mengembangkan cara unruk memaksimalkan nilai kebaikan bagi publik.

D. PENGERTIAN HUKUM
Asal mula hukum ialah penetapan oleh pimpinan yang sah dalam negara.
Hukum adalah hukum yang berlaku pada suatu negara, disebut hukum positif, karena
rakyat meminta supaya tindakan-tindakan yang diambil adalah sesuai dengan norma
yang lebih tinggi itu dapat disamakan dengan prinsip keadilan
Kehidupan manusia dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tidak
terlepas dari adanya suatu aturan atau hukum sebagai rambu-rambu yang mengatur
masyarakat menjalankan roda kehidupan agar dapat berjalan dengan tertib. Dalam
teori ilmu hukum “tiada masyarakat tanpa hukum”. Demikian pula masyarakat
Indonesia tidak terlepas dari dalil tersebut. Terdapat hubungan antara hukum dengan
kebjakan, salah satunya yang diungkapkan oleh Esmi Warassih.
Hukum merupakan suatu kebutuhan masyarakat sehingga hukum bekerja
dengan cara memberi petunjuk tingkah laku terhadap manusia dalam memenuhi
kebutuhannya. Dalam rangka merealisasikan kebijakan, para pembuat kebijakan
menggunakan hukum untuk mempengaruhi aktivitas pemegang peran atau
masyarakat tempat diterapkannya kebijakan, Hubungan hukum dan kebijakan publik
merupakan variabel yang memiliki keterkaitan yang sangat erat, sehingga telaah
tentang kebijakan pemerintah semakin dibutuhkan untuk dapat memahami peranan
hukum saat ini.
E. URGENSI ETIKA DAN HUKUM DALAM KEBIJAKAN KESEHATAN
Membantu tenaga kesehatan dan para pembuat kebijakan untuk
mempertimbangkan dilema moral dalam membuat suatu kebujakan ataupun
suatu keputusan yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat. Semenjak
pada tahun 1960 sampai 1970, etika menjadi hal yang seringkali dilupakan,
sehingga seringkali terjadi suatu perbedaan pendapat mengenai pengalokasian
suatu hal. Isu-isu moral semakin meningkat sesuai dengan perkembangan
teknologi-teknologi baru yang tidak diikuti dengan penelitian yang memadai
mengenai manusia dan kebutuhannya.
Masyarakat seringkali memiliki perbedaan pendapat, seperti pada kasus
pemberian ginjal artifisial pertama, terdapat perbedaan pendapat apakah harus
diberikan kepada Karen Ann Quinlan sehingga dirinya dapat bertahan hidup secara
artifisial, walaupun tidak memiliki nilai kognitif yang memadai ( Wild, 2018 ).
Etika kedokteran atau etika penelitian tersebut telah membuat suatu
pengertian bahwa setiap orang memiliki hak dalam menentukan yang terbaik
untuk dirinya sendiri. Dalam praktik kesehatan masyarakat yang memiliki
sedikit pedoman dalam pelaksanaannya, maka dari itu mereka membutuhkan kode
etik dan poin-poin yang ada menjadiarahan dalam dilema moral yang mereka
alami selama melaksanakan kewajibannya dalam kesehatan masyarakat. Pada saat-
saat tertentu, dilakukan pelanggaran terhadap kode etik mengenai kerahasiaan
pasien pada saat dalam keadaan diperlukannya suatu pelaporan kepada pemerintah
mengenai suatu penyakit yang ada di masyarakat. Namun tindakan tersebut
diberikan suatu pengecualian dan tidak dianggap sebagai melanggar kode etik
kedokteran, dikarenakan adanya kepentingan yang lebih mendesak agar tidak
menjadi bahaya yang lebih meluas ( Fika, 2017 ).
Pada dasarnya, hal tersebut memberikan praktisi kesehatan masyarakat
untuk dapat mempertimbangkan berbagai situasi yang mereka alami dengan
sebaik-baiknya walaupun hal tersebut dilihat sebagai suatu pelanggaran
kode etik. Namun dikarenakan tantangan dalam hal kesehatan
masyarakat tersebut, maka dari itu seringkali sumber daya manusia yang
bergerak di bidang kesehatan masyarakat dianggapsebagai cabang dari pelayanan
kesehatan yang dapat melanggar kode etik, dikarenakan pengecualian-
pengecualian yang ada demi kebaikan yang lebih luas. Maka dari itu, dikarenakan
tanggung jawab pelayanan kesehatan masyarakat yang besar, diperlukan suatu
kode etik dan juga peraturan-peraturan yang dibuat secara khusus untuk
menjadi acuan bagi para praktisi kesehatan masyarakat. Kode etik tersebut
dapat menjadi suatu acuan dan juga panduan bagaimana praktisi kesehatan
masyarakat bertindak sehingga tidak melanggar kode etik yang ada sebelumnya,
dan meminimalisir pandangan negatif dari masyarakat ( Spike, 2018 )
Kesehatan masyarakat itu sendiri merupakan suatu keadaan di mana
dibutuhkannya suatu jaminan untuk terpenuhinya hakatas kesehatan yang ada di
masyarakat. Hal tersebut dilakukan dengan memastikan bahwa kesehatan
baik secara fisik maupun secara mental dapat dipenuhi, dan juga tidak lupa
memastikan bahwa dilakukan suatu pencegahan terhadap kemungkinan suatu
penyakit menular, suatu cedera, hingga disabilitas. Diperlukan suatu pemeriksaan
yang menyeluruh untuk menganalisa kebutuhan kesehatan yang ada di
masyarakat, supaya peraturan yang dibuat oleh pemerintah dapat melaksanakan
perananannya dalam memenuhi kesehatan masyarakat.
Terdapatnya suatu tuntutan oleh masyarakat mengenai kesehatannya
sehingga diperlukan suatu upaya dalam meningkatkan kesehatan yang tidak
hanya terbatas pada suatu individu namun juga mencangkup kesehatan
masyarakat disekitar individu tersebut. Maka dari itu sebagai pihak yang memiliki
kewenangan dan juga tanggungjawab untuk membuat peraturan, pemerintah memiliki
kewajiban untuk membuat suatu peraturan sehingga dapat mengarahkan
masyarakatnya supaya derajat kesehatannya dapat meningkat sesuai dengan
peraturan yang telah dibuat olehnya.
E. PENERAPAN ETIKA DAN HUKUM DALAM KEBIJAKAN
KESEHATAN
Rosady, 2022 dalam jurnalnya yang berjudul Telekonsultasi Klinis : Etika,
Disiplin, dan Hukum Kedokteran meneliti praktik telekonsultasi yang
diselenggarakan oleh Unit Pelaksana Teknis Pusat Kesehatan Masyarakat Sukarasa
Kota Bandung. Penelitian dilaksanakan pada kurun waktu September 2021 hingga
Oktober 2021 dengan metode pendekatan studi kasus.
Teknik pengambilan data primer dilakukan melalui metode wawancara
mendalam dengan teknik tidak terstruktur dan observasi dengan teknik partisipasi
pasif. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi dokumen terkait peraturan,
kebijakan atau standar prosedur operasional praktik telekonsultasi klinis, dan
fatwa etik organisasi profesi tentang telekonsultasi klinis. Pengambilan partisipan
wawancara dilakukan dengan teknik purposive sampling yang ditentukan oleh
peneliti sesuai dengan judul penelitian. Partisipan pada penelitian ini berjumlah
12 orang yang terdiri dari 2 orang dokter, 1 orang staf tata usaha, 1 orang
administrator, 1 orang pengurus MKEK IDI Bandung, 1 orang dosen hukum
kesehatan, 1 orang praktisi teknologi informasi kesehatan, 1 orang aparatur sipl
negara, dan 4 orang pasien. Analisis data dilakukan dengan
mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa,
menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan mana yang akan
dikaji sehingga dapat dibuat suatu kesimpulan. Aktivitas dalam analisis data
dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas,
sehingga data jenuh. Ukuran kejenuhan data ditandai dengan tidak diperolehnya
lagi data atau informasi baru.Validitas data pada penelitian ini akan dilakukan
dengan triangulasi data meliputi member checkingdengan cara memberikan hasil
transkrip kepada partisipan untuk mengkonfirmasi isi transkrip tersebut sudah sesuai
dengan sudut pandang dari partisipan sendiri. Selanjutnya dilakukan thick
description dan observasi pada informan atau sampel untuk memperoleh
kesinambungan data dari partisipan inti maupun pendukung.
Praktik telekonsultasi klinis yang dijalankan di UPT Puskesmas Sukarasa
melalui beberapa tahapan. Pada perspektif penyedia layanan kesehatan isu yang
menjadi perhatian adalah tentang aspek hukum dan etika telekonsultasi klinis
serta dilema etis antara praktik telekonsultasi klinis yang belum ideal dengan
keterbatasan sumber daya kesehatan. Pada perspektif penerima layanan
kesehatan faktor yang mendukung praktik telekonsultasi klinis adalah
kemudahan akses pelayanan, perkembangan teknologi, serta biaya total layanan
yang lebih terjangkau. Sedangkan faktor yang menghambat telekonsultasi klinis
adalah tentang jaminan kerahasiaan data, keterbatasan penggunaan teknologi,serta
keyakinan terkait pemeriksaan secara langsung oleh dokter. Pada perspektif
pakar teknologi informasi kemudahan penggunaan aplikasi baik bagi dokter
maupun pasien harus menjadi perhatian karena berkaitan dengan kemudahan akses
serta jaminan keamanan data merupakan hal yang harus diperhatikan mengingat
data yang ada tergolong data yang rahasia. Pada perspektif pakar etika
menyatakan bahwa praktik kedokteran harus dilakukan secara lengkap, tidak ada
jaminan bahwa telekonsultasi klinis akan setara dengan praktik kedokteran
langsung, jaminan patient safety menjadi prinsip yag harus dipenuhi, meski
tidak ideal praktik telekonsultasi klinis dapat menjadi jawaban keterbatasan
dalam kondisi wabah. Perspektif pakar hukum kesehatan menyatakan bahwa
indikator suatu perbuatan adalah aturan yang mendasarinya sehingga jika telah
dilakukan sesuai dengan batasan aturan yang ada maka praktik telekonsultasi klinis
sah secara hukum.
Praktik telekonsultasi klinis yang dijalankan oleh UPT Puskesmas Sukarasa
telah memenuhi aspek-aspek yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku sehingga dapat disimpulkan bahwa praktik telekonsultasi klinis
tersebut dinyatakan sah secara hukum. Praktik telekonsultasi klinis yang
dijalankan juga telah memenuhi kaidah-kadiah bioetika dan selaras dengan fatwa
etik dari organisasi profesi sehingga dapat disimpulkan bahwa praktik
telekonsultasi klinis tersebut dilakukan dengan etis. Praktik telekonsultasi klinis
yang dijalankan tidak memenuhi unsur-unsur pelanggaran disiplin kedokteran
sebagaimana diatur dalam Pedoman Penegakan Disiplin Profesi Kedokteran.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa praktik telekonsultasi klinis yang dijalankan
oleh UPT Puskesmas Sukarasa memenuhi aspek disiplin kedokteran ( Rosady, 2021
).
Dwi utoro, 2021 dalam jurnalnya yang berjudul hukum dan hak pasien dalam
mendapatkan pelayanan kesehatan di era pandemik menyatakan bahwa hak atas
kesehatan merupakan hak dasar yang telah diakui dan dilindungi oleh konstitusi.
Negara dalam hal ini pemerintah wajib bertanggung jawab penuh atas penjaminan
dan perlindungan keselamatan seluruh masyarakat dari adanya pandemi corona
Adapun langkah yang harus dilakukan oleh negara dalam hal ini pemerintah sejak
awal munculnya informasi mengenai wabah virus atau wabah penyakit menular
seperti halnya Covid-19 ialah dengan melakukan penyelidikan epidemiologis,
pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita. Pemerintah juga harus
mengumumkan secara terbuka kepada masyarakat mengenai segala hal yang
berhubungan dengan pencegahan, penanganan, dan kondisi terkini dari keberadaan
virus itu sendiri. Pemerintah harus dengan sigap menyatakan status Darurat
Kesehatan Masyarakat dan memilih alternatif karantina kesehatan yang dianggap
sesuai dengan kondisi sosial ekonomi negara. Berbagai peraturan pelaksana seperti
halnya peraturan pelaksana atas UU Karantina Kesehatan harus segara disusun agar
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Gugus Penanganan Covid-19 memiliki
pedoman yang jelas untuk bahu membahu menangani pandemi corona. Peraturan
pelaksana atas UU Tenaga Kesehatan juga sangat diperlukan untuk memberikan
jaminan kepastian hukum bagi para tenaga medis khususnya saat menangani pasien
terinfeksi virus menular ( Utoro, 2020 ).

KESIMPULAN
Hukum kesehatan, kebijakan dan etika mempengaruhi berbagai masalah yang kita
hadapi dalam kesehatan penduduk. Mereka mengatasi hal seperti akses ke kualitas
dan biaya perawatan kesehatan. Mereka juga membahas struktur organisasi dan
profesional yang dirancang untuk memberikan perawatan kesehatan. Hukum
kesehatan, kebijakan, dan etika juga alat kunci untuk mencapai tujuan kesehatan
masyarakat tradisional mulai dari keamanan penggunaan obat, keselamatan lalul
intas, kontrol penyakit menular , tidak menular dan penyakit lingkungan.
Pelayanan kesehatan masyarakat diharapkan dapat berperan dalam
meningkatkan kesehatan masyarakat, dan juga menurunkan risiko terjadinya hal-
hal yang tidak diinginkan dalam hak atas kesehatan seseorang. Tantangan
dalam kesehatan masyarakat saat ini ialah masyarakat yang beragam dan
menganut paham pluraristik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Fika RC, Afandi D, Masdar H ( 2017 ) PENERAPAN NILAI KODE


ETIK KEDOKTERAN INDONESIA PADA ERA JAMINAN
KESEHATAN NASIONAL DI KABUPATEN PELALAWAN. JOM FK.

2. Indar, 2022, kapita selekta administrasi dan kebijakan kesehatan. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar

3. Rosady, Donny Septriana ( 2021 ), Telekonsultasi : Etika, Disiplin, dan Hukum


Kedokteran , JURNAL HUKUM KESEHATAN INDONESIA. Vol. 02, No.
01, April 2022, h. 1-23p-ISSN 2776-4753eISSN 2776-477X Available
Online at https:https://jurnal-mhki.or.id/jhki

4. Spike JP, 2018, Principles for public health ethics. Ethics, Medicine and
Public Health.

5. Utoro, Dwi ( 2020 ). HUKUM DAN HAK PASIEN DALAM


MENDAPATKAN PELAYANAN KESEHATAN DI ERA PANDEMIK.
Jurnal Hukum dan Pembangunan Ekonomi, Volume 8, Nomor 2, 2020 ISSN
(Print) 2338-1051, ISSN (Online) 2777-0818

6. Wild V, Dawson A. 2018 Migration: a core public health ethics issue.


Public Health.

Anda mungkin juga menyukai