Anda di halaman 1dari 8

Pengertian Promosi Kesehatan

Menurut WHO, Promosi kesehatan adalah proses atau upaya pemberdayaan masyarakat untuk
dapat memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
Untuk mencapai keadaan sehat, seseorang atau kelompok harus mampu mengidentifikasi dan
menyadari aspirasi, mampu memenuhi kebutuhan dan merubah atau mengendalikan lingkungan
(Piagam Ottawwa, 1986).

B. Tujuan Promosi Kesehatantan


1. Tersosialisasinya program – program kesehatan,
2. Terwujudnya masyarakat yang berbudaya hidup bersih dan sehat, serta
3. Terwujudnya gerakan hidup sehat di masyarakat untuk menuju terwujudnya kabupaten/kota
sehat, provinsi sehat dan indonesia sehat

Kerangka Konsep Promosi Kesehatan

Visi / Yang diharapkan : berkembangnya perilaku dan gerakan sehat di masyarakat, menuju Indonesia
Sehat 2010.

Dasar/acuan penyelenggaraan Promosi Kesehatan, yaitu : Paradigma Sehat atau Pembangunan Nasional
yang berwawasan Kesehatan;

Ruang lingkup Promosi Kesehatan, yaitu : Perilaku proaktif memelihara dan meningkatkan kesehatan
(contoh : olahraga/aktivitas fisik yang teratur), mencegah resiko terjadinya penyakit (contoh : tidak
merokok atau menjaga kawasan tanpa asap rokok), melindungi diri dari ancaman penyakit (contoh :
memakai helm/sabuk pengaman waktu berkendaraan), dan berperan aktif dalam upaya kesehatan
(misalnya di Posyandu).

Area atau program yang diprioritaskan dalam promosi kesehatan, yaitu : KIA, Gizi, Kesling, Gaya Hidup
dan JPKM.

Tatanan utama, yang menjadi sasaran promosi kesehatan, yaitu : Rumah tangga (sasaran ibu, bayi dan
balita), Sekolah (sasaran : anak sekolah), tempat-kerja (saaran : usia produktif), tempat umum
(remaja/anak muda), sarana pelayanan kesehatan (pengunjung).

Strategi pokok : Dikenal dengan singkatan ABG, yaitu : Advokasi (upaya untuk mempengaruhi kebijakan),
Bina suasana (upaya pembentukan opini publik), dan Gerakan/pemberdayaan masyarakat (upaya untuk
menggerakan dan/atau memberdayakan senua komponen masyarakat).

Mitra utama : para pembuat kebijakan, lintas sektor, kalangan swasta, media massa, Perguruan Tinggi,
dan semua komponen masyarakat : tokoh agama, tokoh masyarakat, LSM, organisasi profesi, artis, dll.
1.1.1. Perilaku Masyarakat Sehubungan dengan pencarian Pelayanan Kesehatan

Menurut Notoatmodjo, (2007:205-207) masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat


penyakit, dan tidak merasakan sakit (disease but no illness) tidak akan bertindak apa-apa terhadap
penyakitnya tersebut. Tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga merasakan sakit, maka baru akan
timbul berbagai macam perilaku dan usaha. Respons seseorang apabila sakit adalah sebagai berikut:

1. Tidak bertindak/kegiatan apa-apa (no action).

Alasannya antara lain bahwa kondisi yang demikian tidak mengganggu kegiatan atau kerja mereka
sehari-hari. anggapan bahwa tanpa bertindak gejala yang dideritanya akan lenyap dengan sendirinya,
fasilitas kesehatan yang diperlukan sangat jauh letaknya, para petugas kesehatan tidak simpatik, judes,
tidak responsive, dan sebagainya, akhirnya alasan takut dokter, takut pergi ke rumah sakit, takut
biaya, dan sebagainya.

2. Tindakan mengobati sendiri (self treatment)

Alasan orang atau masyarakat percaya kepada diri sendiri, dan karena pengalaman yang lalu usaha-
usaha pengobatan sendiri sudah dapat mendatangkan kesembuhan. Hal ini mengakibatkan pencarian
pengobatan keluar tidak diperlukan.

3. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional (traditional remedy).

Masyarakat pedesaan khususnya, pengobatan tradisional ini masih menduduki tempat teratas dibanding
masih menduduki tempat teratas disbanding dengan pengobatan-pengobatan yang lain. Pada
masyarakat yang masih sederhana, masalah sehat-sakit adalah lebih bersifat budaya dari pada
gangguan-gangguan fisik. Identik dengan pencarian pengobatan pun lebih berorientasi kepada sosial-
budaya masyarakat dari pada hal-hal yang dianggapnya masih asing.

Dukun yang melakukan pengobatan tradisional merupakan bagian masyarakat, berada ditengah-tengah
masyarakat, dekat dengan masyarakat, dan pengobatan yang dihasilkan adalah kebudayaan masyarakat,
lebih diterima oleh masyarakat dari pada dokter, mantri, bidan, dan sebagainya yang masih asing bagi
mereka seperti juga pengobatan yang dilakukan dan obatnya juga merupakan kebudayaan mereka.

4. Mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung-warung obat (chemist shop) dan
sejenisnya, termasuk ketukang-tukang jamu. Obat-obat yang mereka dapatkan pada umumnya adalah
obat yang tidak memakai resep sehingga sukar untuk dikontrol.
5. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modern yang diadakan oleh pemerintah atau
lembaga-lembaga kesehatan swasta, yang dikategorikan kedalam balai pengobatan, Puskesmas, dan
Rumah Sakit.

6. Mencari pengobatan kefasilitas pengobatan modern yang diselenggarakan oleh dokter praktek
(private medicine).

Dari uraian-uraian di atas tampak jelas bahwa persepsi masyarakat terhadap sehat-sakit sangat
berbeda pada setiap individu, kelompok dan masyarakat. Persepsi masyarakat terhadap sehat-sakit erat
hubungannya dengan perilaku pencarian pengobatan, berdasarkan perbedan persepsi mempengaruhi
atas dipakai atau tidak dipakainya fasilitas kesehatan yang disediakan. Apabila persepsi sehat-sakit
masyarakat belum sama dengan konsep sehat-sakit kita, maka jelas masyarakat belum tentu atau tidak
mau menggunakan fasilitas yang diberikan, Notoatmodjo (2007:206)

TEORI PRECEDE AND PROCEED

Lawrence Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang
atau masyrakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di
luar perilaku (non-behaviour causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3
faktor :

1. Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap,


kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.

2. Faktor-faktor pendukung (Enabling factors), yang terwujud dalam fasilitas-fasilitas atau sarana-
sarana, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya.

3. Faktor-faktor pendorong (Renforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan Perilaku petugas
kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Teori Lawrence W Green merupakan salah satu teori modifikasi perubahan perilaku yang dapat
digunakan dalam mendiagnosis masalah kesehatan ataupun sebagai alat untuk merencanakan suatu
kegiatan perencanaan kesehatan atau mengembangkan suatu model pendekatan yang dapat digunakan
untuk membuat perencanaan kesehatan yang dikenal dengan kerangka kerja Precede dan Proceed.
Kerangka kerja precede mempertimbangkan beberapa faktor yang membentuk status kesehatan dan
membantu perencana terfokus pada faktor tersebut sebagai target untuk intervensi.

Menurut Green (1980) penggunaan kerangka kerja PRECEDE and PROCEED adalah sebagai berikut:

PRECEDE terdiri dari:

1. Predisposing;

2. Reinforcing;

3. Enabling cause in educational diagnosis and evaluation


Akan memberikan wawasan spesifik menyangkut evaluasi. Kerangka kerja ini menunjukkan sasaran yang
sangat terarah untuk intervensi. PRECEDE digunakan pada fase diagnosis masalah, penetapan prioritas
dan tujuan program.

PROCEED terdiri dari:

1. Policy

2. Regulation

3. Organizational and environmental development

Menampilkan kriteria tahapan kebijakan dan implementasi serta evaluasi.

Precede mengarahkan perhatian awal pendidik kesehatan terhadap keluaran dan bukan terhadap
masukan dan memaksanya memulai proses perencanaan pendidikan kesehatan dari ujung “Keluaran”.
Ini mendorong munculnya pertanyaan “mengapa” sebelum pertanyaan “bagaimana”. Dari sudut
perencanaan, apa yang terlihat sebagai ujung yang salah sebagai tempat untuk memulai, kenyataannya
adalah sesuatu yang benar. Orang mulai dengan keluaran akhir, kemudian bertanya tentang apa yang
harus mendahului keluaran itu, yakni dengan cara menentukan sebab-sebab keluaran itu. Dinyatakan
dalam cara lain, semua faktor yang penting untuk suatu keluaran harus didiagnosis sebelum intervensi
dirancang; jika tidak, intervensi akan didasarkan atas dasar tebakan (kira-kira) dan mempunyai resiko
salah arah.

Bekerja menggunakan precede dan proceed, mengajak orang berpikir deduktif, untuk memulai dengan
akibat akhir dan bekerja ke belakang ke arah sebab-sebab yang asli.

Adapun penjelasan dari tiap fase dalam kerangka Precede Proceed Theory adalah sebagai berikut:

1. Fase 1 (diagnosa sosial)

Adalah proses penentuan persepsi seseorang terhadap kebutuhan dan kualitas hidupnya dan aspirasi
untuk lebih baik lagi, dengan penerapan berbagai informasi yang didesain sebelumnya. Partisipasi
masyarakat adalah sebuah konsep pondasi dalam diagnosis sosial dan telah lama menjadi prinsip dasar
bagi kesehatan dan pengembangan komunitas. Hubungan sehat dengan kualitas hidup merupakan
hubungan sebab akibat. Input pendidikan kesehatan, kebijakan, regulasi dan organisasi menyebabkan
perubahan out come, yaitu kualitas hidup. Fase ini membantu masyarakat (community) menilai kualitas
hidupnya tidak hanya pada kesehatan. Adapun untuk melakukan diagnosa sosial dilaksanakan dengan
mengidentifikasi masalah kesehatan melalui review literature (hasil-hasil penelitian), data (misalnya BPS,
Media massa), group method.

Hubungan sebab akibat dapat terjadi secara langsung melalui kebijakan sosial, intervensi pelayanan
sosial, kebijakan kesehatan dan program kesehatan.

a. Bagian atas yaitu kebijakan sosial atau keadaan sosial, mengindikasikan masalah kesehatan
mempengaruhi kualitas hidup, sehingga kualitas hidup dapat memotivasi dan mampu mengatasi
berbagai masalah kesehatan.
Kualitas hidup sulit diukur dan sulit didefinisikan; ukuran obyektif (indikator sosial), yaitu angka
pengangguran, kepadatan hunian, kualitas air. Ukuran subyektif (informasi dari anggota masyarakat
tentang kepuasan hidup, kejadian hidup yang membuat stress, individu dan sumber daya sosial.

b. Bagian bawah yaitu intervensi kesehatan, mengindikasikan kondisi sosial dan kualitas hidup
dipengaruhi oleh masalah kesehatan.

2. Fase 2 (diagnosa epidemiologi)

Masalah kesehatan merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup seseorang, baik
langsung maupun tidak langsung. Yaitu penelusuran masalah-masalah kesehatan yang dapat menjadi
penyebab dari diagnosa sosial yang telah diprioritaskan. Ini perlu dilihat data kesehatan yang ada
dimasyarakat berdasarkan indikator kesehatan yang bersifat negatif yaitu morbiditas dan mortalitas,
serta yang bersifat positif yaitu angka harapan hidup, cakupan air bersih, cakupan rumah sehat.

Untuk menentukan prioritas masalah kesehatan, dilakukan dengan beberapa tahapan, diantaranya:

a. Masalah yang mempunyai dampak terbesar pada kematian, kesakitan, lama hari kehilangan kerja,
biaya rehabilitasi, dan lain-lain.

b. Apakah kelompok ibu dan anak-anak yang mempunyai resiko.

c. Masalah kesehatan yang paling rentan untuk intervensi.

d. Masalah yang merupakan daya ungkit tinggi dalam meningkatkan status kesehatan,economic
savings.

e. Masalah yang belum pernah disentuh atau di intervensi.

f. Apakah merupakan prioritas daerah/ nasional.

3. Fase 3 (diagnosa perilaku dan lingkungan)

Pada fase ini terdiri dari 5 tahapan, antara lain:

a. Memisahkan penyebab perilaku dan non perilaku dari masalah kesehatan.

b. Mengembangkan penyebab perilaku

1) Preventive behaviour (primary, secondary, tertiary)

2) Treatment behaviour

c. Melihat important perilaku

1) Frekuensi terjadinya perilaku

2) Terlihat hubungan yang nyata dengan masalah kesehatan

d. Melihat changebility perilaku

e. Memilih target perilaku


Untuk mengidentifikasi masalah perilaku yang mempengaruhi status kesehatan, digunakan indikator
perilaku seperti: pemanfaatan pelayanan kesehatan (utilisasi), upaya pencegahan (prevention action),
pola konsumsi makanan (consumtion pattern), kepatuhan (compliance), upaya pemeliharaan sendiri
(self care).

Untuk mendiagnosa lingkungan diperlukan lima tahap, yaitu: membedakan penyebab perilaku dan non
perilaku; menghilangkan penyebab non perilaku yang tidak bisa diubah; melihat important faktor
lingkungan, melihat changeability faktor lingkungan, memilih target lingkungan.

4. Fase 4 (diagnosa pendidikan dan organisasi )

Mengidentifikasi kondisi-kondisi perilaku dan lingkungan yang status kesehatan atau kualitas hidup
dengan memperhatikan faktor-faktor penyebabnya. Mengidentifikasi faktor-faktor yang harus diubah
untuk kelangsungan perubahan perilaku dan lingkungan. Merupakan target antara atau tujuan dari
program.

Ada 3 kelompok masalah yang berpengaruh terhadap perilaku, yaitu:

a. Faktor predisposisi (predisposing factor): pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai, dan
lain-lain.

b. Faktor penguat (reinforcing factor): perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, dan lain-lain.

c. Faktor pemungkin (enabling factor): lingkungan fisik tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-
fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, dan lain-lain.

Tahap proses menyeleksi faktor dan mengatur program:

a. Identifikasi dan menetapkan faktor-faktor menjadi 3 kategori

Mengidentifikasi penyebab-penyebab perilaku dan dipilah-pilah sesuai dengan 3 kategori yang ada:
predisposing, enabling, reinforcing factors.

Metode:

1) Formal

a) Literatur

b) Checklist dan kuesioner

2) Informal

a) Brainstorming

b) Normal group process (NGP)

b. Menetapkan prioritas antara kategori

Menetapkan faktor mana yang menjadi obyek intervensi, dan seberapa penting dari ke-3 faktor
yang ada.

c. Menetapkan prioritas dalam kategori


Berdasarkan pertimbangan:

1) Important: prevalensi, penting dan segera di atasi menurut logis, pengalaman, data dan teori

2) Immediacy: seberapa penting

3) Necessity: mungkin prevalensi rendah, tapi masih harus dimunculkan perubahan lingkungan dan
perilaku yang terjadi

4) Changeability: mudah untuk diubah

5. Fase 5 (diagnosa administrasi dan kebijakan)

Pada fase ini dilakukan analisis kebijakan, sumber daya dan kejadian-kejadian dalam organisasi yang
mendukung atau menghambat perkembangan promosi kesehatan.

a. Administrative diagnosis

1) Memperkirakan atau menilai resorces/ sumber daya yang dibutuhkan program

2) Menilai resorces yang ada didalam organisasi atau masyarakat

3) Mengidentifikasi faktor penghambat dalam mengimplementasi program

Tahap diagnosa administrasi, antara lain:

1) Menilai kebutuhan sumber daya

a) Time

b) Personnel

c) Budget

2) Menilai ketersediaan sumber daya

a) Personnel

b) Budgetary contraints (keterbatasan budget)

3) Menilai penghambat implementasi

a) Staff commitment and attitude

b) Goal conflict

c) Rate of change

d) Familiarity

e) Complexity

f) Space
g) Community barriers

b. Policy diagnosis

1) Menilai dukungan politik

2) Dukungan regulasi atau peraturan

3) Dukungan sistem didalam organisasi

4) Hambatan yang ada dalam pelaksanaan program

5) Dukungan yang memudahkan pelaksanaan program

Tahapan diagnosa kebijakan, antara lain:

1) Menilai kebijakan, regulasi dan organisasi

a) Issue of loyality

b) Consistency

c) Flexibility

d) Administrative of professional direction

2) Menilai kekuatan politik

a) Level of analysis

b) The zero-sum game

c) System approach

d) Exchange theory

e) Power equalization approach

f) Power educative approach

g) Conflict approach

h) Advocacy and education and community development

Anda mungkin juga menyukai