Anda di halaman 1dari 18

1

ANALISIS APLIKASI TEORI PRECEDE PROCEED PADA FILM JOHN Q (2002)

Kelompok 4- D

Hasriani,Mar’atus Shadiqah,Nurlia,Eunrike Claudia

Ilmu Sosial dan Perilaku Kesehatan

Pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin

PENDAHULUAN

Gagasan intervensi dan dukungan penting untuk meninjau definisi pendidikan kesehatan
dan promosi kesehatan. Kegiatan intervensi pendidikan kesehatan yang terorganisasi dalam proses
pengembangan dan perubahan untuk memelihara, meningkatkan, atau menyela suatu pola perilaku
atau kondisi kehidupan yang berkaitan dengan peningkatan resiko penyakit, cidera, cacat, atau
kematian. Minat berperilaku adalah biasanya dari orang yang kesehatannya dipertanyakan baik
sekarang atau di masa mendatang. Sama dengan pentingnya dalam proses perencanaan dan
pengembangan kebijakan dan program adalah perilaku mereka yang mengendalikan sumber daya
atau memberi penghargaan seperti para pemimpin masyarakat, orang tua, pemberi kerja, panutan,
para guru, dan para professional kesehatan. Model Precede and Proceed adalah model partisipasi
masyarakat yang berorientasi menciptakan masyarakat yang berhasil mengubah perilaku akibat
intervensi promosi kesehatan. Tiga tahap dalam perencanaan program menggunakan model
precede and proceed. Pada fase ini dicari faktor kesehatan yang memengaruhi kualitas. Precede
(Predisposing, Reinforcing, Enabling, Constructs in, Educational/ Ecological , Diagnosis,
Evaluation) dikembangkan oleh Green and Kauter pada tahun 1980, digunakan pada fase
diagnosis masalah, penetapan prioritas masalah dan tujuan program, sedangkan Proceed (Policy,
Regulatory, Organizational,Constructs in, Educational, Enviromental, Development) digunakan
untuk menetapkan sasaran dan kriteria kebijakan, serta implementasi dan evaluasi.

John Q, sebenarnya sebuah judul film yang mengisahkan problematika kehidupan seorang
ayah bernama John Quincy. Kesederhanaan hidupnya dengan seorang istri dan anaknya, tidak
membuat keluarga ini larut dalam ketidakbahagiaan. Namun kemudian kesulitan ekonomi
memaksa John Q untuk bersikap tegar menjalani kehidupan keluarganya, hari demi hari.
Perusahaan tempatnya bekerja, menurunkan status pekerjaannya dari pekerja penuh menjadi
pekerja paro waktu yang tentunya dengan fasilitas lebih rendah termasuk dalam jaminan pelayanan
kesehatan. Hal ini semakin memperberat kehidupan keluarganya, sampai suatu saat anaknya
tercinta yang masih kecil harus dioperasi transplantasi jantung supaya mampu mempertahankan
hidupnya. Biaya operasi yang sedemikian besar untuk pengobatan anaknya itu, harus
mengorbankan semua harta benda yang ada di rumahnya dan itu pun belum cukup. Pihak rumah
sakit (RS) tidak bersedia melakukan operasi sebelum ada jaminan pembayaran dari John Q.
Berbagai upaya telah dilakukan dan semuanya tidak mencukupi untuk membiayai pengobatan
2

anaknya, termasuk klaim asuransi kesehatan dari perusahaan tempat John Q bekerja. Kecintaan
terhadap anaknya, rasa tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga dan ketidakberdayaan
menghadapi prosedur rumah sakit dalam masalah biaya pengobatan, membuat John harus
melakukan sesuatu yang berarti khususnya bagi anak, istri dan kelangsungan hidup keluarganya.
John Q akhirnya terpaksa menyandera RS tempat anaknya dirawat dan meminta segera melakukan
operasi transplantasi jantung untuk anaknya tercinta. Akhirnya anak John Q sembuh dan ia sendiri
harus mendekam di penjara, akibat aksi penyanderaannya.

Kisah John Q ini merupakan eksplorasi pemikiran terhadap tidak adilnya sebuah sistem
pelayanan kesehatan. Kalau saja John Q itu seorang pejabat, kaya raya dan mempunyai akses ke
RS secara ekslusif, tentu tidak akan terjadi peristiwa penyanderaan RS dengan tujuan mengobati
seorang pasien yang juga anaknya sendiri. Namun John Q adalah cermin mayoritas masyarakat di
dunia ini dan rumah sakit itu merupakan cermin dari sistem pelayanan kesehatan, yang umumnya
masih kental dalam nuansa dagang dan manajemen prosedur formal yang tidak berorientasi pada
kesembuhan pasien, tetapi berorientasi pada nilai uang yang digunakan untuk biaya pengobatan.
Artinya, jika uang pasien sedikit maka tingkat kesembuhannya pun kecil. Kasus John Q ini tidak
berarti menunjukkan bahwa status kesehatan seseorang sepenuhnya dipengaruhi system
pelayanan dan tingginya biaya kesehatan. Hanya sebagian dari status kesehatan itu
dipengaruhi sistem pelayanan kesehatan, selebihnya ditentukan oleh faktor lingkungan,
keturunan dan sosial budaya. Di Amerika Serikat, Aaron Wildawsky (1977) bahkan
menyimpulkan, pelayanan kesehatan hanya mempengaruhi 10 persen dari faktor yang
digunakan untuk mengukur status kesehatan, selebihnya sebesar 90 persen berada di luar
control dokter, misalnya faktor gaya hidup (merokok, minuman keras) dan faktor sosial
(kebiasaan makan, minum).

Idealnya dalam sistem pelayanan kesehatan, pasien tidak lagi dipersulit oleh prosedur
administrasi formal untuk mendapatkan status kesehatan yang lebih baik. Pembiayaan kesehatan
pada sistem pelayanan kesehatan seharusnya juga tidak dibebankan sepenuhnya kepada penderita
secara langsung. Memang tidak dapat dipungkiri, biaya untuk operasional kesehatan dan
pengobatan sudah sangat tinggi. Di film John Q ini sutradara seolah ingin menggambarkan suara
rakyat kecil khususnya kaum buruh (pekerjaan John Q adalah buruh pabrik) dimana mereka
merasa bahwa adanya ketidakadilan tentang asuransi kesehatan ini yang diwakili oleh perusahaan
asuransi HMO, yang di film ini juga membahas bagaimana manipulatifnya sebuah perusahaan
asuransi demi mendapatkan keutungan yang sebanyak-banyaknya. Film ini menjadi sebuah cermin
bagaimana sebuah negara adidaya seperti Amerika ternyata juga mengalami ‘penyakit’ dalam
bidang kesehatan khususnya yang sangat merugikan masyarakat kelas menengah kebawah.
3

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori PRECEDE PROCEED


Teori Precede-Proceed bisa digunakan dalam bidang kesehatan. Teori Precede-
Proceed dapat membantu dalam pembuatan kebijakan, menganalisis situasi dan
merancang program kesehatan secara tepat (Green & Kreuter, 2005 ; Sulaeman, Murti
& Waryana, 2015). Precede- Proceed merupakan teori perubahan perilaku yang
digunakan untuk intervensi, implementasi dan evaluasi perilaku dalam promosi
kesehatan di komunitas atau masyarakat (Setyani, 2016). Dalam hal ini, teori Precede-
Proceed digunakan dalam membuat kebijakan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
program kesehatan. Precede (Predisposing, Reinforcing, and Enabling Causes in
Educational Diagnosis and Evaluation) adalah suatu model pendekatan yang dapat
digunakan dalam mendiagnosis masalah kesehatan ataupun sebagai alat untuk
merencanakan suatu kegiatan perencanaan kesehatan atau mengembangkan suatu model
pendekatan yang dapat digunakan untuk membuat perencanaan kesehatan
(Rahmiyati,2019). Namun, pada tahun 1991 Green menyempurnakan kerangka tersebut
menjadi Precede-Proceed. Proceed (Policy, Regulatory, Organizational, Construct, in
Educational and Environmental Development). Precede digunakan pada fase diagnosis
masalah, penetapan prioritas masalah dan tujuan program, sedangkan Proceed
digunakan untuk menetapkan sasaran dan kriteria kebijakan, serta implementasi dan
evaluasi.
Precede-Proceed dikemas dalam dua bagian. Bagian pertama, ialah Precede
(Predisposing, Reinforcing, Enabling, Constructs in, Educational/Ecological,
Diagnosis, Evaluation), dan terdiri dari dari fase 1 pengkajian sosial, fase 2 pengkajian
epidemiologi, fase 3 pengkajian perilaku dan lingkungan, fase 4 pengkajian pendidikan
dan organisasi, dan fase 5 pengkajian administrasi dan kebijakan, yang berfokus pada
perencanaan program (Firdah, 2015). Bagian kedua, ialah Proceed (Policy, Regulatory,
Organizational, Contructs in, Educational, Enviromental, Development) yang berfokus
pada implementasi dan evaluasi, terdiri dari fase 6 implementasi, fase 7 evaluasi proses,
fase 8 evaluasi dampak dan fase 9 evaluasi hasil (Setyani, 2016). Dengan demikian,
Precede-Proceed terdiri dari 9 fase, dimana 5 fase merupakan bagian dari Precede dan
4 fase adalah bagian dari Proceed.
Fase yang pertama, ialah pengkajian sosial. Menurut Setyani (2016), fase ini
merupakan proses untuk mengidentifikasi pemahaman dan harapan masyarakat terhadap
kualitas hidup yang mereka miliki, dimana dalam tahap ini, para perencana program
4

berusaha untuk memperoleh aspirasi tentang masalah sosial yang memengaruhi kualitas
hidup masyarakat. Pengkajian sosial, adalah suatu proses untuk mengetahui masalah
sosial yang berdampak pada masyarakat dan sebagai proses dalam penentuan
persepsi dan aspirasi masyarakat terhadap kualitas hidup mereka (Firdah, 2015). Jadi,
pengkajian sosial merupakan proses pengidentifikasian pemahaman masyarakat
mengenai kualitas hidup mereka.
Fase yang kedua, yaitu pengkajian epidemiologi. Fase ini, dilakukan untuk
mengidentifikasi masalah status kesehatan, berdasarkan orang, tempat dan waktu
(Setyani, 2016). Pengkajian epidemiologi merupakan proses untuk mengidentifikasi
aspek kesehatan yang mempengaruhi kualitas hidup, dimana pada fase ini akan dikaji
faktor-faktor kesehatan yang berhubungan dengan kualitas hidup seseorang (Firdah,
2015). Dapat disimpulkan bahwa pengkajian epidemiologi dilakukan untuk
mengidentifikasi status kesehatan masyarakat.
Fase ketiga, ialah pengkajian perilaku dan lingkungan. Fase ini, merupakan
proses untuk mengidentifikasi perilaku dan gaya hidup individu atau masyarakat serta
lingkungan sekitar yang berhubungan dengan kesehatan dan kualitas hidup mereka
(Firdah, 2015). Menurut Setyani (2016), pada tahap ini, dilakukan pengkajian tentang
perilaku seseorang atau masyarakat dan faktor lingkungan sekitar mereka yang dapat
mempengaruhi status kesehatan mereka sendiri. Jadi, fase ketiga ini, berfokus pada
pengkajian perilaku dan gaya hidup serta lingkungan sekitar seseorang atau masyarakat.
Fase keempat, yaitu pengkajian pendidikan dan organisasi. Menurut Firdah
(2015), fase ini merupakan proses untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku seseorang atau masyarakat, antara lain faktor predisposisi (predisposing
factors), faktor pendukung (enabling factors), dan faktor pendorong (reinforcing
factors). Fase ini merujuk pada tiga faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung
dan faktor pendorong yang berhubungan dengan perilaku seseorang atau masyarakat
(Setyani, 2016). Dalam hal ini, pengkajian pendidikan dan lingkungan berfokus pada
tiga faktor yang mempengaruhi perilaku individu maupun masyarakat.
Fase kelima, yaitu pengkajian administrasi dan kebijakan. Fase ini merupakan
proses pengkajian administrasi tentang penilaian terhadap sumber daya manusia dan
sumber dana, kemudian pengkajian kebijakan, untuk melihat apakah tujuan dan sasaran
program sudah sesuai dengan tujuan organisasi dan administrasinya (Setyani, 2016).
Pada fase ini, akan dilakukan pengidentifikasian terhadap kebijakan dan peraturan
organisasi, sumber daya, dan anggaran dana yang dapat mendukung atau menghambat
5

pelaksanaan program promosi kesehatan (Firdah, 2015). Dalam hal ini, fase kelima
berfokus pada proses identifikasi tentang administrasi dan kebijakan, sebelum
pelaksanaan program promosi kesehatan.
Fase keenam, ialah implementasi program. Fase ini, merupakan implementasi
dari perencanaan program promosi kesehatan berdasarkan masalah sosial maupun
epidemiologi yang telah di identifikasi sebelumnya (Setyani, 2016). Pada fase ini,
dilakukan pelaksanaan program promosi kesehatan yang telah direncanakan sebelumnya
sesuai dengan hasil pengkajian yang didapat dari masalah sosial maupun epidemiologi
(Firdah, 2015). Jadi, fase keenam berfokus pada pelaksanaan program promosi
kesehatan yang telah di rencanakan sebelumnya.
Fase ketujuh, yaitu evaluasi proses. Fase ini, merupakan proses dalam
mengevaluasi pelaksanaan program promosi kesehatan, apakah sudah dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan yang ada dan melihat apakah sudah terpenuhi tujuan dari
program tersebut (Setyani, 2016). Fase ini, dilakukan untuk mengevaluasi
pelaksanaan kegiatan program promosi kesehatan apakah berjalan dengan baik atau
sebaliknya (Firdah, 2015). Dengan demikian, fase evaluasi proses ini, digunakan untuk
melihat proses dari pelaksanaan program yang telah direncanakan sebelumnya.
Fase kedelapan, ialah evaluasi dampak. Fase ini, dilakukan untuk menilai
keefektifan program dan melihat dampak yang terjadi pada seseorang atau masyarakat
dari segi perilaku dan gaya hidup, lingkungan, serta perubahan-perubahan dari faktor
predisposisi, pendukung dan pendorong (Setyani, 2016). Fase ini merupakan suatu
kegiatan untuk melakukan penilaian terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada
perilaku dan gaya hidup, lingkungan serta faktor-faktor predisposisi, pendukung dan
pendorong yang merupakan hasil dari kegiatan promosi kesehatan (Firdah, 2015). Dapat
disimpulkan bahwa fase ini berfokus pada penilaian dampak yang didapat dari
pelaksanaan program promosi kesehatan.
Fase evaluasi hasil, ialah fase kesembilan dari teori precede-proceed. Fase ini,
dilakukan untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi pada masalah utama yang
mendasari perencanaan dari program promosi kesehatan, yaitu status kesehatan dan
kualitas hidup (Firdah, 2015). Fase evaluasi hasil, merupakan kegiatan untuk melihat
efek yang diperoleh dari program promosi kesehatan terhadap kesehatan dan kualitas
hidup individu atau komunitas (Setyani, 2016). Dalam hal ini, fase kesembilan berfokus
pada perubahan dari kesehatan dan kualitas hidup yang diperoleh dari pelaksanaan
program promosi kesehatan.
6

B. Jaminan Kesehatan Masyarakat

Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) adalah program bantuan sosial untuk


pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan t idak mampu yang diselenggarakan
secara nasional, agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan
yang menyeluruh bagi masyarakat miskin (Kepmenkes RI,2008). Program ini merupakan
bentuk tanggungjawab pemerintah terhadap pemberian pelayanan kesehatan di setiap
lapisan masyarakat sehingga hak dasar individu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
yang memadai dapat dilaksanakan. Dengan memobilisasi masyarakat diharapkan mutu
pelayanan kesehatan dapat ditingkatkan tanpa harus meningkatkan anggaran pemerintah.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat miskin dilakukan dengan mengacu pada
prinsip–prinsip asuransi (Gotama & Pardede, 2009):
1. Pengelolaan dana amanat dan nirlaba dengan pemanfaatan hanya untuk peningkatan
kesehatan masyarakat miskin,
2. Pelayanan kesehatan bersifat menyeluruh (komprehensif) sesuai dengan standar
pelayanan medik yang cost effective dan rasional
3. Pelayanan kesehatan dilakukan dengan prinsip terstruktur dan berjenjang
4. Pelayanan kesehatan diberikan dengan prinsip portabilitas dan ekuitas
5. Pengelolaan program dilaksanakan secara transparan dan akuntabel.
Pada sebuah studi kasus tentang jaminan kesehatan masyarakat di Inggris, The
National Health Service (NHS) merupakan produk dari UU National Health Service pada
tahun 1946 telah memberikan mayoritas pelayanan kesehatan di Inggris sejak 1948.
NHS memberikan tindakan medis gratis kepada semua warga Negara Inggris. NHS
merupakan tanggungjawab Departemen Kesehatan. Departemen Kesehatan bertanggungjawab
pada otoritas sepuluh strategi kebijakan kesehatan. Walaupun sebagian besar tindakan
medis diberikan gratis tapi tidak mungkin semuanya dibiayai oleh pendapatan dari pajak.
Pembiayaan jaminan kesehatan oleh NHS diperoleh dari pendapatan pajak. Jumlah
anggaran pada tahun 2007-2008 mendekati 90 milyar poundsterling dan terus meningkat
sebanyak 110 milyar pada tahun 2010-2011. Efisiensi biaya adalah tema utama NHS yang
bertujuan meningkatkan jumlah dokter yang bekerja di Inggris untuk menjamin lebih
banyak pasien dilayani, daftar tunggu menjadi lebih pendek dan pelayanan secara
keseluruhan lebih baik lagi (NHS,2009).
C. Sistem Pelayanan Kesehatan

Dalam undang-undang nomor 32 tahun 2009 menjelaskan bahwa pelayanan kesehatan


adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara perpadu, terintregrasi,
dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan
kesehatan oleh pemerintah dan atau masyarakat. Adapun definisi lain dari pelayanan kesehatan
adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri ataupun secara bersama-sama dalam suatu
organisasi untuk memelihara serta meningkatkan kesehatan, mencegah serta menyembuhkan
penyakit, serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
(Mubarak dan Chayatin, 2009:132) .

Dalam memberikan pelayanan jasa di bidang kesehatan, maka setiap kebijakan


pemerintah harus disertai dengan sasaran kebijakan. Agar kebijakan pelayanan kesehatan yang
dibuat itu tepat pada sasaran maka dibuatlah kategori penerima layanan kesehatan. pada dasarnya
ada dua kategori dalam pelayanan kesehatan yang berdasarkan pada sasaran dan orientasinya,
yaitu :

1. Kategori yang berorientasi pada publik atau masyarakat: Pelayanan kesehatan yang
termasuk dalam kategori publik terdiri dari sanitasi lingkungan (air bersih, sarana
pembuangan limbah baik limbah padat maupun limbah cair, imunisasi, dan perlindungan
kualitas udara ). Pelayanan kesehatan yang berorientasikan masyarakat lebih difokuskan
langsung pada individuindividu di masyarakat. Orientasi ini merupakan usaha dari
pencegahan, serta peningkatan kesehatan masyarakat.
2. Kategori yang berorientasi pada perorangan atau pribadi: Pelayanan kesehatan
perorangan atau pribadi merupakan pelayanan kesehatan yang berfokus untuk melayani
kesehatan individu yang pada umumnya memiliki masalah kesehatan atau penyakit yang
membutuhkan pelayanan kesehatan yang intensif. Dalam pelayanan kesehatan
perorangan atau pribadi ini lebih berorientasi pada penyembuhan dan pengobatan serta
pemulihan yang ditujuhkan langsung kepada individu yang membutuhkan pelayanan
kesehatan pribadi ini. (Notoatmodjo: 2010: 109).
Negara-negara dengan pendapatan rendah dan berkembang umumya memiliki hasil yang
buruk dalam segi sistem kesehatan, meskipun banyak upaya dalam rangka peningkatan
penggunaan perawatan kesehatan. Lebih dari 8 juta orang pertahun di negara berkembang dan
negara miskin, meninggal akibat kondisi yang pada dasarnya dapat dicegah dengan sistem
kesehatan. Pada tahun 2015 saja, kematian tersebut mengakibatkan kerugian secara ekonomi
sebesar 6 triliun US Dolar. 60% kematian akibat dari kondisi yang dapat dicegah oleh perawatan
kesehatan adalah akibat dari perawatan yang berkualitas buruk, sedangkan sisanya karena tidak
memanfaatkan sistem kesehatan yang ada (Krukk et al, 2018). Berbeda dengan negara
berkembang, ada kesenjangan yang cukup besar dengan sistem kesehatan yang ada di negara
maju. Penelitian menunjukkan bahwa, di negara maju 47% responden setuju jika sistem
kesehatan mereka bekerja cukup baik. Negara yang terendah adalah Amerika serikat 24% dan
yang tertinggi adalah UK 61%.4 Beberapa penelitian menyebutkan bahwa kinerja sistem
kesehatan di beberapa negara telah mengalami kemajuan. Namun harapan dari masyarakat terus
berkembang untuk menghasilkan kinerja sistem kesehatan yang lebih baik dan nilai sosial yang
lebih besar (Krukk et al,2018).

Sistem pelayanan kesehatan di negara maju, dirasakan lebih baik daripada negara
berkembang. Dari segi petugas pelayanan medis, di Amerika Serikat, persentase dokter spesialis
lebih tinggi yaitu sekitar 60%. Sedangkan Australia, Kanada, Selendia Baru dan UK, lebih
banyak bergantung kepada dokter umum dan dokter keluarga (Anderson et al,2002). Di Amerika
Serikat, diketahui bahwa dari peningkatan satu dokter perawatan primer per 10.000 penduduk,
dikaitkan dengan 1,44 lebih sedikit kematian per 10.000 penduduk, penurunan dari 2,5%
kematian bayi, dan pengurangan 3,2% BBLR setelah mengontrol ketidaksetaraan pendapatan,
pendidikan, pengangguran, komposisi ras/etnis, lokasi perkotaan/pedesaan, persentase lansia,
persentase hidup dalam kemiskinan serta penghasilan yang rendah (Shi et al,2004). Salah satu
penelitian menyebutkan bahwa peningkatan kualitas teknis dari pelayanan kesehatan, jika
dikombinasikan dengan pemberian layanan yang responsive, perlakuan yang adil, hasil
kesehatan yang lebih baik, dan perlindungan risiko keuangan, akan meningkatkan kepercayaan
masyarakat kepada pemerintah.
METODE

Metode yang digunakan untuk menganalisis Film John Q (2002) ini adalah Teori Precede
Proceed Model merupakan salah satu teori modifikasi perubahan perilaku yang dapat digunakan dalam
mendiagnosis masalah kesehatan ataupun sebagai alat untuk merencanakan suatu kegiatan perencanaan
kesehatan.

PEMBAHASAN/ HASIL ANALISIS

A. Social
Pada diagnosis sosial dalam cerita John Q yang hidup bersama istri dan 1 orang anak
laki-laki dengan keadaan keluarga yang sederhana dan bahagia. Namun, keadaan ekonomi
keluarga yang membuat keluaraga John harus lebih kuat dan kerja keras dalam kebutuhan
hidup. Berdasarkan cerita dari John Q dengan bekeja di salah satu perusahaan sebagai buruh
pabrik, namun pihak perusahaan mengubah status pekerjaan John dari pekerja full time
menjadi part time sehingga berdampak pada jaminan asuransi untuk kelurarga John.
Sedangkan istri yang bekerja sebagai kasir di sebuah toko yang hanya ikut membantu
perekonimian keluarga dalam kebutuhan sehari-hari.
Kondisi kehidupan keluarga John yang bahagia dengan kondisi lingkungan yang
bersih dan layak untuk di tempati, namun keluarga John mengalami kesulitan dengan
kondisi ekonomi keluarga. Dari masalah ekonomi tersebut memberikan dampak kepada
anaknya hingga anak tersebut besar dan menempuh pendidikan dengan kondisi anak yang
mengalami kelainan fungsi jantung. Hal tersebut akibat dari kurangnya deteksi dini dari
pihak petugas Kesehatan baik itu mulai dari pelayanan ANC hingga pada kontrol kesehatan
yang dilakukan oleh keluarga John. Hal tersebut dikarenakan keluarga John tidak memiliki
biaya lebih untuk membayar fasilitas pemeriksaan Kesehatan lanjut.
B. Epidemiological
Pada tahap ini bertujuan untuk mengidentifikasi masalah kesehatan spesifik yang
berkontribusi pada kualitas hidup dan menetapkan prioritas masalah kesehatan. Dalam film
John Q diketahui bahwa penyakit jantung yang diderita anaknya, baru diketahui ketika telah
parah, hal ini dikarenakan screening kesehatan yang dilakukan selama ini, tidak secara rinci
yang terkesan alakadarnya dan tidak adanya tes tambahan dalam pemeriksaan rutin
sehingga, penyakit tersebut tidak terdeteksi. Dimana adanya ketidakadilan tentang asuransi
kesehatan dan bagaimana manipulatifnya sebuah perusahaan asuransi demi menghemat
biaya asuransi untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Hal ini juga
dirasakan oleh orang lain terlihat dalam adegan penyekapan di ruang UGD dimana para
pasien dan tenaga medis (yang juga menjadi sandera John Q) duduk Bersama membicarakan
tentang betapa tidak adilnya sistem kesehatan di Amerika.
Selanjutnya yaitu mengenai pelayanan Kesehatan, pada penyakit jantung yang diderita
oeh anak John Q sudah termasuk dalam kategori parah sehingga dibutuhkan segera
pelayanan kesehatan berupa tindakan medis operasi namun karena masalah kondisi ekonomi
dan asuransi kesehatan tidak mengcover seluruh tindakan operasi transplantasi jantung yang
dibutuhkan anaknya, maka tindakan medis tidak dapat dilakukan. Hal ini menggambarkan
dimana persoalan ekonomi dan pelayanan kesehatan menentukan kualitas hidup seseorang.
C. Behavioral and Environment Assesment
Tahap ini bertujuan untuk menentukan faktor-faktor perilaku dan lingkungan yang
memiliki dampak terhadap kejadian yang dialami dalam cerita John Q. Dalam cerita tersebut
memperlihatkan bahwa berbagai program dan kebijakan yang telah atur memberikan
kesulitan yang besar terhadap keluarga kecil yang memiliki perekonomian terbatas, sehingga
dalam pengobatan anak dari John Q membutuhkan biaya yang besar namun tidak sebanding
dengan biaya asuransi dari perusahaan tempat John bekerja dan berbagai prosedur dalam
pelayanan rumah sakit yang mengharuskan membayar uang muka yang cukup besar untuk
dapat melanjutkan pelayanan perawatan dan operasi pada anak John Q
Kejadian yang dialami anak dari John Q sangat berat, karena semenjak lahir hingga
besar dengan menempuh Pendidikan di Sekolah Dasar, anak tersebut tidak pernah
mengalami kejadian sebelumnya dimana kelainan pada fungsi jantung yang membesar 3x
dari ukuran normal dan dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Kejadian yang
dialami anak dari John Q disebabkan kurangnya deteksi dini dari petugas Kesehatan karena
biaya yang cukup besar, namun keluarga John dengan penghasilan cukup untuk kehidupan
sehari-hari, namun tidak memiliki biaya lebih untuk membayar pelayanan di rumah sakit
dan asuransi dari perusahaan yang tidak cukup untuk biaya jaminan Kesehatan pada
keluarga John Q.
D. Educational and Ecological
Tahap ini dilakukan untuk menentukan faktor-faktor yang bila dimodifikasi akan
memiliki kemungkinan besar untuk menghasilkan perubahan perilaku dan mempertahankan
proses perubahan perilaku. Faktor-faktor tersebut diklasifikasikan sebagai faktor
kecenderungan/predisposisi (predisposing factors), faktor memungkinkan atau pendukung
(enabling factors), dan faktor penguat (reinforcing factors).
Berdasarkan film dari John Q, faktor predisposisi dapat dilihat dari peran petugas
Kesehatan yang memiliki keterbatasan tindakan dalam memberikan pelayanan kepada
pasien yang kurang mampu. Pada faktor pendukung dilihat dari system pelayanan Kesehatan
yang meliputi rumah sakit, dokter, obat dan fasilitasnya denga biaya yang sangat tinggi dan
ini tidak memberikan peranan yang berarti bagi kondisi status Kesehatan seseorang.
Kemudian system pelayanan Kesehatan masih berorientasi pada aspek kuratif (pengobatan)
saja, padahal pentingnya aspek preventif dan rehabilitatif juga menjadi komponen yang tidak
bisa terpisahkan dalam masalah Kesehatan. Sedangkan pada faktor penguat dapat dilihat dari
peran petugas Kesehatan hanya mengikuti aturan dan kebijakan yang berlaku dari pihak
rumah sakit. Dimana pihak rumah sakit tidak bersedia melakukan operasi sebelum ada
jaminan pembayaran dari John Q. Namun, Berbagai upaya telah dilakukan dan semuanya
tidak mencukupi untuk membiayai pengobatan anaknya, termasuk klaim asuransi kesehatan
dari perusahaan tempat John Q bekerja. Keluarga John Q harus mengikuti prosedur yang
berlaku di rumah sakit jika ingin mendapatkan pelayanan terkait dengan transplantasi
jantung pada anaknya.
E. Administrative and Policy
Pada tahap ini untuk menilai sumber daya, organisasi, manajemen dan kebijakan yang
diperlukan untuk intervensi program kesehatan dan mengidentifikasi keberlanjutan program
kesehatan. Pihak rumah sakit tetap bersikeras menjaga kebijakan yang telah berlaku.
Keluarga John Q harus mengikuti prosedur yang berlaku di rumah sakit jika ingin
mendapatkan pelayanan kesehatan terkait transplantasi jantung, dimana ia harus membayar
biaya awal pendaftaran uang muka sebesar 30% dari total biaya keseluruhan yang harus
dipenuhi diawal agar anaknya bisa di daftarkan dalam daftar penerima donor jantung dan
keberlanjutan program kesehatan anaknya. Manajemen rumah sakit yang menangani John Q
secara etik tidak dibenarkan untuk menolak memberikan pelayanan karena alasan ekonomi.
Akan tetapi rumah sakit juga memiliki prosedur pelayanan yang harus dipenuhi pasien untuk
mendapatkan pelayanan yaitu pembayaran pengobatan. Hal ini dikarenakan setiap tindakan
medis memerlukan biaya untuk pelaksanaannya. Dengan mempertimbangkan kondisi profit
rumah sakit, memberikan bantuan sebesar itu dapat mengganggu biaya operasional dan
kebutuhan lain yang dapat menghambat rumah sakit dalam membantu pasien lain, yang
pastinya dalam peraturan rumah sakit sudah diperhitungkan.
Pada film, toko Rebeca Payne (direktur Rumah Sakit) bertindak berdasarkan peraturan
rumah sakit, pertimbangan lain dia, dia mengganggap bahwa dengan membayarkan operasi
anak John Q tidak mendatangkan manfaat yang sama bagi pasien lain yang juga tidak
mampu mebayar. Di sisi lain ia beranggapan juga, jika memenuhi tuntutan John Q, maka
banyak orang yang tidak memiliki biaya pengobatan akan melakukan hal yang sama seperti
John Q yaitu dengan melakukan tindakan yang melanggar hukum dengan cara ancaman dan
penyanderaan.
F. Implementation
Berdasarkan hasil analisis yang telah didapatkan melalui metode Precede, maka
disusunlah beberapa perencanaan diantaranya yaitu; peningkatan Promosi Kesehatan Rumah
Sakit (PKRS) yang bertujuan agar pasien dan keluarga dapat mengambil keputusan yang
tepat dalam menghadapi berbagai masalah kesehatan yang dialami. PKRS ini memanfaatkan
sarana dan prasarana yang bersifat Administratif Koordinatif dan menjadi bagian penting
dalam institusi rumah sakit. Organisasi yang beranggotakan jajaran rumah sakit (tenaga
medis, paramedis, nonmedis maupun staf umum lain) semuanya selalu menjalin
keterhubungan antara pasien, seluruh staf rumah sakit dan masyarakat umum
PKRS dapat menjadi upaya rumah sakit untuk meningkatkan kemampuan pasien, klien
dan kelompok-kelompok masyarakat agar pasien dapat mandiri dalam mempercepat
kesembuhan dan rehabilitasinya. Kelompok-kelompok masyarakat dapat mandiri dalam
meningkatkan kesehatan, dan mencegah masalah-masalah kesehatan dan mengembangkan
upaya kesehatan bersumber daya masyarakat. Dalam hal ini dapat membantu masyarakat
dalam pencegahan atau pengobatan segera yang dilakukan dari hasil deteksi dini, dimana
diharapkan dari berbagai masalah Kesehatan yang dialami tidak memberikan dampak besar
yang merugikan bagi kesehatan dan finansial keluarga, seperti halnya pada kasus Kesehatan
yang dialami oleh anak laki-laki keluarga John Q.
Namun, dalam kasus John Q ini tidak berarti menunjukkan bahwa status kesehatan
seseorang sepenuhnya dipengaruhi sistem pelayanan dan tingginya biaya kesehatan. Hanya
sebagian dari status kesehatan itu dipengaruhi oleh sistem pelayanan kesehatan, selebihnya
ditentukan oleh faktor lingkungan, keturunan dan sosial budaya. Sehingga dalam
mengantisipasi kejadian seperti ini, maka perlunya peningkatan PKRS, dimana terdapat
beberapa program kegiatan yang dapat dilakukan yaitu; meningkatkan informasi-informasi
Kesehatan melalui berbagai media kepada pasien rawat inap, rawat jalan, petugas RS
maupun pengunjung/masyarakat lain yang menggunakan jasa RS. Selain itu, memperkuat
system informasi untuk mendukung proses manajemen dan administratif RS dengan
menjadikan strategi promosi Kesehatan berupa SOP (Standard Operasional Procedure).
G. Process Evaluation
Pada tahap ini mengevaluasi perubahan dari determinan perilaku yang menjadi fokus
dari intervensi dan menilai dari keberhasilan dari tujuan program yang telah diatur
sebelumnya. Pada tahap ini, untuk menilai atau mengevalusi dari program Promosi
Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) yang dijalankan, menilai apakah sudah berjalan sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai yaitu tercapainya program informasi kesehatan dengan
mutu, cakupan dan efisien yang optimal melalui tersenggaranya PKRS.
Tahap ini dengan menilai dari sumber daya, pihak organisasi, manajemen dan
kebijakan RS yang ditetapkan dengan intervensi yang telah diberikan kepada masyarakat.
Pihak RS diharapkan dapat memberikan dukungan penuh pada program yang telah
ditetapkan karena kapasitas promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat bidang
kesehatan merupakan kunci keberhasilan dari program. Dukungan masyarakat terhadap
pelaksanaan gaya hidup sehat yang dapat menyebabkan perbaikan Kesehatan dengan
meningkatkan kesadaran di kalangan tokoh masyarakat akan lebih baik, apabila masyarakat
tersebut dibekali dengan kemampuan untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah
Kesehatan. Di mana hal ini dapat dicapai melalui penyuluhan dan pelatihan kesehatan serta
kemitraan dengan penyedia layanan Kesehatan
H. Impact
Pada fase ini untuk menilai keefektifan program dan melihat dampak/perubahan yang
terjadi pada seseorang atau masyarakat dari segi perilaku dan gaya hidup, lingkungan, serta
perubahan-perubahan dari faktor predisposisi, pendukung dan pendorong. Adanya program
yang dilaksanakan, dengan intrvensi yang dilakukan oleh petugas Kesehatan dapat
membantu masyarakat dalam mencegah terjadinya masalah-masalah Kesehatan yang dapat
mempersulit bagi masyarakat menengah ke bawah dengan biaya perawatan rumah sakit
yang cukup tinggi dan menjadikan system pelayanan Kesehatan berjalan sesuai dengan SOP
dan system kebijakan yang berlaku.
I. Outcome Evaluation
Pada fase ini, dilakukan upaya pengevaluasian terhadap penilaian umum dari pelaksanaan
program Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) yang telah dilaksanakan rumah sakit.
Seperti dalam kegiatan perencanaan pengevaluasian di tetapkan secara rutin dimana
dilakukan disetiap rapat kerja untuk mengevaluasi terhadap upaya promosi kesehatan rumah
sakit secara menyeluruh, outcomenya mungkin berupa laporan tahunan kegiatan promosi
kesehatan rumah sakit yang telah dilaksanakan secara lengkap. Selain itu juga dilakukan
evaluasi dari kinerja petugas yang telah melaksanakan upaya promosi kesehatan rumah sakit
melalui laporan indeks kerja per pegawai yang terkait dimana penilaiannya oleh atasan
lansung. Dalam pelaksanaan evaluasi ini, dilakukan dengan cara menelaah laporan tahunan
secara keseluruhan dari upaya promosi kesehatan secara keseluruhan dari upaya promosi
kesehatan rumah sakit yang telah dilaksanakan. Pengevaluasiaanya dapat dilakukan diakhir
tahun guna mengevaluasi permasalahan yang ditemukan segera ditemukan solusinya guna
memperbaiki kualitas dari upaya promosi kesehatan rumah sakit itu sendiri.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan diatas mengenai teori Precede Proceed pada
film John Q (2002), maka dapat ditarik kesimpulan :
1. Pada film tersebut terdapat perdebatan seputar reformasi kesehatan di parlemen Amerika
pada saat itu tentang apakah ada hak fundamental tentang perawatan kesehatan, mengenai
siapa yang berhak mendapatkan akses kesehatan dan atas alasan apa mengenai kualitas
dan jumlah dana yang banyak dikeluarkan. Dan isu ini menjadi kritik sosial saat itu
khususnya untuk kalangan buruh. Hal tersebut berhubungan dengan ketidakadilan sistem
kesehatan masyarakat di Amerika yang pada kenyataannya Amerika Serikat merupakan
salah satu negara dengan jumlah pengeluaran terbesar untuk pembayaran asuransi
kesehatan.
2. Di film ini juga seolah ingin memberikan gambaran suara rakyat kecil khususnya kaum
buruh ( pekerjaan John Q) dimana mereka merasa bahwa adanya ketidakadilan tentang
asuransi kesehatan ini yang diwakili oleh perusahaan asuransi HMO, pihak asuransi juga
melakukan kerja sama dengan para dokter agar tidak melakukan tes tambahan dalam
pemeriksaan rutin kesehatan yang diterima oleh keluarga John Q, semanipulatifnya
sebuah perusahaan asuransi demi mendapatkan keutungan yang sebanyak-banyaknya.
Film ini menjadi sebuah cermin bagaimana sebuah negara adidaya seperti Amerika
ternyata juga mengalami ‘penyakit’ dalam bidang kesehatan khususnya yang sangat
merugikan masyarakat kelas menengah kebawah.
3. Pada salah satu fase dalam teori precede yaitu implementation, yakni pemanfaatan
Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) sebagai salah satu program yang dapat menjadi
upaya rumah sakit untuk meningkatkan kemampuan pasien, klien dan kelompok-
kelompok masyarakat agar pasien dapat mandiri dalam mempercepat kesembuhan dan
rehabilitasinya. Dalam kasus John Q ini tidak berarti menunjukkan bahwa status
kesehatan seseorang sepenuhnya dipengaruhi sistem pelayanan dan tingginya biaya
kesehatan. Hanya sebagian dari status kesehatan itu dipengaruhi oleh sistem pelayanan
kesehatan, selebihnya ditentukan oleh faktor lingkungan, keturunan dan sosial budaya.
Sehingga dalam mengantisipasi kejadian seperti ini, maka perlunya peningkatan PKRS,
dimana terdapat beberapa program kegiatan yang dapat dilakukan yaitu; meningkatkan
informasi-informasi Kesehatan melalui berbagai media kepada pasien rawat inap, rawat
jalan, petugas RS maupun pengunjung/masyarakat lain yang menggunakan jasa RS.

SARAN
A. Pihak Asuransi (Jamkesmas)
Pihak asuransi harus melakukan evaluasi ulang terhadap sistem asuransi yang
berlaku. Keputusan apapun yang dibuat seharusnya dikomnikasikan dengan baik kepada
kliennya. Pihak asuransi juga seharusnya tetap mendukung pelaksanaan medical check up
pasien secara menyeluruh, bukan hanya berorientasi pada penghematan biaya.
B. Layanan Kesehatan (Rumah Sakit)
Pihak rumah sakit sebagai penyelenggara layanan kesehatan harus melakukan
evaluasi terhadap kebijakan dan sistem yang ada agar mampu memberikan pelayan kesehatan
yang baik dan sesuai dengan standar serta kebutuhan pada pasiennya tanpa memandang
status ekonomi pasien tersebut. Memang setiap pelayanan dan perawatan kesehatan
membutuhkan operasional, akan tetapi pada kondisi tertentu seperti yang dialami John Q
pihak rumah sakit sebaiknya tidak lantas lepas tangan membiarkan John Q dengan
ketidakmampuan finansialnya. Pihak rumah sakit seharusnya bisa memperantarai komunikasi
antara John dengan pihak asuransinya sehingga duduk perkara John bisa semakin jelas.
Referensi

Anderson GF, Petrosyan V, Hussey PS. Multinational Comparisons of Health Sistems Data New
York:Commonwealth Fund. 2002.

Depkes RI. (2009). Tinjauan yuridis penyelenggara jamkesmas 2008. Diperoleh dari www.
hukor.depkes.go.id/index.php?art=32&set=0.

Fajar, K. A. (2015). Hubungan Aktivitas Fisik dan Kejadian Penyakit Jantung Koroner di Indonesia:
Analisis Data Riskesdas Tahun 2013. Retrieved from http
://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/28908

Firdah, L. (2015). Upaya Promosi Kesehatan Fenomena Tindak Pedofilia Di Provinsi Jawa Timur
(Dokumentasi Ditinjau dari Pendekatan Precede Proceed). Retrieved from
https://repository.unej.ac.id/handle/123456789/65885

Gotama, I.B.I, & Pardede, D. (2009). Reformasi jaminan sosial kesehatan. Jakarta: Pusat Pembiayaan
dan Jaminan Kesehatan Depkes RI. Diperoleh dari http://www.litbang.depkes.
go.id/download/seminar/desentralisasi6-80606/ MakalahIndra.pdf.

Green, Kreuter, Sulaeman, E. S., Murti, B., & Waryana. (2005;2015). Aplikasi Model PRECED-
PROCEED Pada Perencanaan Program Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan
Berbasis Penilaian Kebutuhan Kesehatan Masyarakat. Jurnal Kedokteran Yarsi Volume 23 No
3, 149-164. Retrieved from http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/887/

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 125/Menkes/SK/II/2008

Kruk E, Anna DG, Keely J, Hannah HL, Sanam R-D, et al. High quality health sistem in the era of
Sustainable Development Goals : time to do revolution The Lancet Global Health Commission.
2018.

Mubarak, Wahit Iqbal dan Chayatin, Nurul 2009. Ilmu kesehatan masyarakat : teori dan aplikasi. Jakarta
: Salemba Medika.

Notoatmodjo, Soekidjo, 2010. Ilmu perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Rahmiyati,2019. Pengaruh E-booklet Tentang ASI Eksklusif Terhadap Peningkatan Pengetahuan Ibu
Hamil Trisemester III. Skripsi: Poltekkes Yogyakarta.

Setyani, R. A. (2016). Intervensi Peer Education At Community Level Terhadap Pemahaman,


Penerimaan, dan Penggunaan Kondom Wanita Pada Wanita Pekerja Seks Di Kota Surakarta.
Retrieved from https://eprints.uns.ac.id/31235/

Shi L, Macinko J, Starfield B. Primary care, infant mortality, and low birth weight in the states of the
USA. J Epidemiol Community Health. 2004;58(374). 10

The National Health Service. (2009). The National Health Service. Diperoleh dari http://
www.monetos.co.uk/insurance/health-insurance/ nhs.

Anda mungkin juga menyukai