Health Belief Model (HBM) dikembangkan sejak tahun 1950 oleh kelompok
ahli psikologi sosial dalam pelayanan kesehatan masyarakat Amerika. HBM
merupakan model kognitif, yang digunakan untuk meramalkan perilaku peningkatan
kesehatan. Menurut HBM, kemungkinan seseorang melakukan tindakan pencegahan
dipengaruhi secara langsung dari hasil dua keyakinan atau penilaian kesehatan (health
beliefs), antara lain sebagai berikut.
a. Ancaman yang dirasakan dari sakit atau luka (perceived threat of injury or illnes)
Hal ini mengacu pada sejauh mana seseorang berpikir bahwa penyakit atau
kesakitan betul-betul merupakan ancaman bagi dirinya.
b. Keuntungan dan kerugian (benefits and costs)
Pertimbangkan antara keuntungan dan kerugian perilaku untuk memutuskan
melakukan tindakan pencegahan atau tidak.
c. Petunjuk berperilaku juga diduga tepat untuk memulai proses perilaku, yang
disebut sebagai keyakinan terhadap posisi menonjol (salien position). Hal ini
berupa berbagai informasi dari luar atau nasihat mengenai permasalah kesehatan
(misalnya media massa, kampanye, nasihat orang lain, penyakit dari anggota
keluarga yang lain atau teman)
2. Transtheoretical Model
4. Precede-Procede
Lawrence Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat
kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyrakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok,
yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non-behaviour
causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor :
1. Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factors), yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.
2. Faktor-faktor pendukung (Enabling factors), yang terwujud dalam fasilitas-
fasilitas atau sarana-sarana, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya.
3. Faktor-faktor pendorong (Renforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan
Perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok
referensi dari perilaku masyarakat.
Teori Lawrence W Green merupakan salah satu teori modifikasi perubahan
perilaku yang dapat digunakan dalam mendiagnosis masalah kesehatan ataupun
sebagai alat untuk merencanakan suatu kegiatan perencanaan kesehatan atau
mengembangkan suatu model pendekatan yang dapat digunakan untuk membuat
perencanaan kesehatan yang dikenal dengan kerangka kerja Precede dan Proceed.
Kerangka kerja precede mempertimbangkan beberapa faktor yang membentuk status
kesehatan dan membantu perencana terfokus pada faktor tersebut sebagai target untuk
intervensi.
Menurut Green (1980) penggunaan kerangka kerja PRECEDE and PROCEED
adalah sebagai berikut:
PRECEDE terdiri dari:
1. Predisposing;
2. Reinforcing;
3. Enabling cause in educational diagnosis and evaluation
Akan memberikan wawasan spesifik menyangkut evaluasi. Kerangka kerja ini
menunjukkan sasaran yang sangat terarah untuk intervensi. PRECEDE digunakan
pada fase diagnosis masalah, penetapan prioritas dan tujuan program.
PROCEED terdiri dari:
1. Policy
2. Regulation
3. Organizational and environmental development
Precede mengarahkan perhatian awal pendidik kesehatan terhadap keluaran dan
bukan terhadap masukan dan memaksanya memulai proses perencanaan pendidikan
kesehatan dari ujung Keluaran. Ini mendorong munculnya pertanyaan mengapa
sebelum pertanyaan bagaimana. Dari sudut perencanaan, apa yang terlihat sebagai
ujung yang salah sebagai tempat untuk memulai, kenyataannya adalah sesuatu yang
benar. Orang mulai dengan keluaran akhir, kemudian bertanya tentang apa yang harus
mendahului keluaran itu, yakni dengan cara menentukan sebab-sebab keluaran itu.
Dinyatakan dalam cara lain, semua faktor yang penting untuk suatu keluaran harus
didiagnosis sebelum intervensi dirancang; jika tidak, intervensi akan didasarkan atas
dasar tebakan (kira-kira) dan mempunyai resiko salah arah.
Bekerja menggunakan precede dan proceed, mengajak orang berpikir deduktif,
untuk memulai dengan akibat akhir dan bekerja ke belakang ke arah sebab-sebab yang
asli.
Adapun penjelasan dari tiap fase dalam kerangka Precede Proceed Theory
adalah sebagai berikut:
1. Fase 1 (diagnosa sosial)
Adalah proses penentuan persepsi seseorang terhadap kebutuhan dan kualitas
hidupnya dan aspirasi untuk lebih baik lagi, dengan penerapan berbagai informasi
yang didesain sebelumnya. Partisipasi masyarakat adalah sebuah konsep pondasi
dalam diagnosis sosial dan telah lama menjadi prinsip dasar bagi kesehatan dan
pengembangan komunitas. Hubungan sehat dengan kualitas hidup merupakan
hubungan sebab akibat. Input pendidikan kesehatan, kebijakan, regulasi dan
organisasi menyebabkan perubahan out come, yaitu kualitas hidup. Fase ini
membantu masyarakat (community) menilai kualitas hidupnya tidak hanya pada
kesehatan. Adapun untuk melakukan diagnosa sosial dilaksanakan dengan
mengidentifikasi masalah kesehatan melalui review literature (hasil-hasil penelitian),
data (misalnya BPS, Media massa), group method.
Hubungan sebab akibat dapat terjadi secara langsung melalui kebijakan sosial,
intervensi pelayanan sosial, kebijakan kesehatan dan program kesehatan.
a. Bagian atas yaitu kebijakan sosial atau keadaan sosial, mengindikasikan
masalah kesehatan mempengaruhi kualitas hidup, sehingga kualitas hidup
dapat memotivasi dan mampu mengatasi berbagai masalah kesehatan.
Kualitas hidup sulit diukur dan sulit didefinisikan; ukuran obyektif (indikator
sosial), yaitu angka pengangguran, kepadatan hunian, kualitas air. Ukuran
subyektif (informasi dari anggota masyarakat tentang kepuasan hidup,
kejadian hidup yang membuat stress, individu dan sumber daya sosial.
b. Bagian bawah yaitu intervensi kesehatan, mengindikasikan kondisi sosial
dan kualitas hidup dipengaruhi oleh masalah kesehatan.
2. Fase 2 (diagnosa epidemiologi)
Masalah kesehatan merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap kualitas
hidup seseorang, baik langsung maupun tidak langsung. Yaitu penelusuran masalah-
masalah kesehatan yang dapat menjadi penyebab dari diagnosa sosial yang telah
diprioritaskan. Ini perlu dilihat data kesehatan yang ada dimasyarakat berdasarkan
indikator kesehatan yang bersifat negatif yaitu morbiditas dan mortalitas, serta yang
bersifat positif yaitu angka harapan hidup, cakupan air bersih, cakupan rumah sehat.
Untuk menentukan prioritas masalah kesehatan, dilakukan dengan beberapa tahapan,
diantaranya:
a. Masalah yang mempunyai dampak terbesar pada kematian, kesakitan, lama
hari kehilangan kerja, biaya rehabilitasi, dan lain-lain.
b. Apakah kelompok ibu dan anak-anak yang mempunyai resiko.
c. Masalah kesehatan yang paling rentan untuk intervensi.
d. Masalah yang merupakan daya ungkit tinggi dalam meningkatkan status
kesehatan,economic savings.
e. Masalah yang belum pernah disentuh atau di intervensi.
f. Apakah merupakan prioritas daerah/ nasional.
3. Fase 3 (diagnosa perilaku dan lingkungan)
Pada fase ini terdiri dari 5 tahapan, antara lain:
a. Memisahkan penyebab perilaku dan non perilaku dari masalah kesehatan.
b. Mengembangkan penyebab perilaku
1) Preventive behaviour (primary, secondary, tertiary)
2) Treatment behaviour
c. Melihat important perilaku
1) Frekuensi terjadinya perilaku
2) Terlihat hubungan yang nyata dengan masalah kesehatan
d. Melihat changebility perilaku
e. Memilih target perilaku
Untuk mengidentifikasi masalah perilaku yang mempengaruhi status kesehatan,
digunakan indikator perilaku seperti: pemanfaatan pelayanan kesehatan (utilisasi),
upaya pencegahan (prevention action), pola konsumsi makanan (consumtion pattern),
kepatuhan (compliance), upaya pemeliharaan sendiri (self care).
Untuk mendiagnosa lingkungan diperlukan lima tahap, yaitu: membedakan
penyebab perilaku dan non perilaku; menghilangkan penyebab non perilaku yang
tidak bisa diubah; melihat important faktor lingkungan, melihat changeability faktor
lingkungan, memilih target lingkungan.
4. Fase 4 (diagnosa pendidikan dan organisasi )
Mengidentifikasi kondisi-kondisi perilaku dan lingkungan yang status kesehatan
atau kualitas hidup dengan memperhatikan faktor-faktor penyebabnya.
Mengidentifikasi faktor-faktor yang harus diubah untuk kelangsungan perubahan
perilaku dan lingkungan. Merupakan target antara atau tujuan dari program.
Ada 3 kelompok masalah yang berpengaruh terhadap perilaku, yaitu:
a. Faktor predisposisi (predisposing factor): pengetahuan, sikap, kepercayaan,
keyakinan, nilai, dan lain-lain.
b. Faktor penguat (reinforcing factor): perilaku petugas kesehatan atau petugas lain,
dan lain-lain.
c. Faktor pemungkin (enabling factor): lingkungan fisik tersedia atau tidak
tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, dan lain-lain.
Tahap proses menyeleksi faktor dan mengatur program:
a. Identifikasi dan menetapkan faktor-faktor menjadi 3 kategori
Mengidentifikasi penyebab-penyebab perilaku dan dipilah-pilah sesuai dengan 3
kategori yang ada: predisposing, enabling, reinforcing factors.
Metode:
1) Formal
a) Literatur
b) Checklist dan kuesioner
2) Informal
a) Brainstorming
b) Normal group process (NGP)
b. Menetapkan prioritas antara kategori
Menetapkan faktor mana yang menjadi obyek intervensi, dan seberapa penting
dari ke-3 faktor yang ada.
c. Menetapkan prioritas dalam kategori
Berdasarkan pertimbangan:
1) Important: prevalensi, penting dan segera di atasi menurut logis,
pengalaman, data dan teori
2) Immediacy: seberapa penting
3) Necessity: mungkin prevalensi rendah, tapi masih harus dimunculkan
perubahan lingkungan dan perilaku yang terjadi
4) Changeability: mudah untuk diubah
5. Fase 5 (diagnosa administrasi dan kebijakan)
Pada fase ini dilakukan analisis kebijakan, sumber daya dan kejadian-kejadian
dalam organisasi yang mendukung atau menghambat perkembangan promosi
kesehatan.
a. Administrative diagnosis
1) Memperkirakan atau menilai resorces/ sumber daya yang dibutuhkan program
2) Menilai resorces yang ada didalam organisasi atau masyarakat
3) Mengidentifikasi faktor penghambat dalam mengimplementasi program
Object of interest:
1. Input
2. Intermediate effects
3. Outcome
Tingkatan Objective:
1. Ultimate objectives : sosial dan kesehatan
2. Intermediate objectives: perilaku dan lingkungan
3. Immediate objective: educational, regulatory, policy
Tingkat Evaluasi:
1. Evaluasi proses
Evaluasi dari program promosi kesehatan yang dilaksanakan
2. Evaluasi impact
Menilai efek langsung dari program pada target perilaku (predisposing,
enabling, reinforcing factors) dan lingkungan
3. Evaluasi outcome
Evaluasi terhadap masalah pokok yang pada proses awal perencanaan akan
diperbaiki: satus kesehatan dan quality of life.
Teori ini dapat memberi pegangan untuk menganalisa komponen perilaku dalam
item yang operasional. Hal ini memudahkan berbagai tipe pencegahan yang dapat
dipertimbangkan. Sasaran teori ini adalah prediksi perilaku yang dapat diamati secara
langsung dan dibawah kendali seseorang. Teori ini juga relative mudah diaplikasikan
pada pengggunaan substansi tertentu seperti rokok, narkoba, alcohol, perilaku makan,
penggunaan kondon, dan lain sebagainya.
Daftar Pustaka
3. Shumaker, et al. (Ed). (2009). The Handbook of Health Behavior Change. New York :
Springer.
8. Fairuz, M. Fizi, dkk. (2014). Theory of Planned Behavior (ppt). Surabaya: Fakultas
Psikologi Universitas Airlangga.
9. Sparks, P., Shepherd, R. (1992). Self-Identity and the Theory of Planned Behavior:
Assesing the Role of Identification with "Green Consumerism. Social Psychology
Quarterly, 55(4), pp 388-399
KESIMPULAN :
Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah HS memiliki program dimana makanan
harus bernutrisi tinggi dan rendah lemak, gula dan garam, dan tidak boleh membawa
makanan dari rumah ke tempat penitipan. Sedangkan penitipan CACFP mengizinkan untuk
membawa makanan dari rumah, tetapi petugas penitipan berkomunikasi dengan orangtua
memastikan makanan yang dibawa memenuhi standar nutrisi yang ada. Kemudian non-
CACFP dilaporkan memiliki lebih banyak batasan dan lebih sedikit strategi dibandingkan HS
dan CACFP. Pada penelitian ini didapatkan juga adanya keterbatasan atau masalah
komunikasi antara petugas penitipan dengan orangtua. Batasan-batasan tersebut antara lain:
Di dalam penelitian ini terdapat strategi efektif untuk berkomunikasi kepada orangtua
tentang masalah nutrisi. Strategi-strateginya antara lain: