Anda di halaman 1dari 24

BAHAN TUTOR SKENARIO 1 BLOK IKKOM 2021

Kata asing:
1.Persepsi : proses pemahaman atau pemberian makna atas suatu informasi terhadap
stimulus. Stimulus didapat dari proses pengideraan terhadap objek, peristiwa, atau hubungan
antar gejala yang selanjutnya diproses oleh otak

2.promosi kesehatan : Promosi Kesehatan adalah segala bentuk

kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik dan
organisasi yang dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku dan lingkungan yang
kondusif bagi lingkungan

3.teori Health Believe Model : Health Belief Model (HBM) atau model kepercayaan


kesehatan adalah sebuah model yang menjelaskan pertimbangan individu sebelum individu
berperilaku sehat dan memiliki fungsi sebagai upaya pencegahan terhadap penyakit.

4.Precede Proceed, : PRECEDE-PROCEED. PROCEED (Policy, Regulatory,


Organizational, Construct, in Educational and Environmental Development). PRECEDE
digunakan pada fase diagnosis masalah, penetapan prioritas masalah dan tujuan program,
sedangkan PROCEED digunakan untuk menetapkan sasaran dan kriteria kebijakan, serta
implementasi dan evaluasi.

5.Reasoned Action Theory, : Theory of Reasoned Action (TRA) merupakan teori bidang


kajian psikologi sosial. Dalam kajian psikologi sosial TRA memusatkan pada faktor penentu
perilaku dan faktor determinannya, yaitu sikap terhadap perilaku (attitude toward behavior)
dan norma subyektif (subjective norm).

6.The Planned Behavior Theory : Theory of Planned Behaviour menjelaskan bahwa


perilaku terbentuk karena adanya intention / niat, dimana niat tersebut dipengaruhi oleh Sikap
terhadap perilaku (Attitude toward the behaviour), Norma subyektif (Subjective norm) dan
kontrol perilaku yang dipersepsikan (perceived behavioural control).

7.Transtheoritical Model. : Transtheoretical Model menyebutkan bahwa perubahan


perilaku adalah proses yang terjadi secara bertahap, berusaha untuk mengubah perilaku untuk
bergerak melalui tahapan yang berbeda menggunakan berbagai proses untuk mendapatkan
perubahan dari satu tahap ke tahap berikutnya sampai perilaku yang diinginkan tercapai.

8.sasaran primer, sekunder dan tersier : PRIMER : sesuai misi pemberdayaan, misal :
kepala keluarga, ibu hamil/menyusui, anak sekolahan
SEKUNDER : sesuai misi dukungan sosial. Misal : tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh
agama
TERSIER : sesuai misi advokasi. misal : Pembuat kebijakan mulai dari pusat sampai ke
daerah

Pertanyaan:
1. Perencanaan langkah2 promosi kesehatan (sasaran promosi kesehatan, strategi
promo kesehatan, ruang lingkup promosi kesehatan, metode dan media promosi
kesehatan)
2. Advokasi dan kemitraan dalam promosi kesehatan
3. Jenis upaya pendidikan kesehatan pda individu dan keluarga (penyuluhan)
4. teori pembentukan perilaku kesehatan (Transtheoritical theory, health believe model,
precede proceed theory, the reasoned action theory, the planned behavior)
5. peranan keluarga dalam perubahan perilaku kesehatan
1. PERENCANAAN LANGKAH2 PROMOSI KESEHATAN (SASARAN PROMOSI
KESEHATAN, STRATEGI PROMO KESEHATAN, RUANG LINGKUP PROMOSI
KESEHATAN, METODE DAN MEDIA PROMOSI KESEHATAN)

SASARAN

a. Sasaran Primer

Sasaran primer meliputi individu yang sehat dan keluarga sebagai bagian dari masyarakat.

b. Sasaran Sekunder

Sasaran sekunder meliputi para pemuka di masyarakat, baik pemuka informal seperti pemuka
adat, pemuka agama dan lain-lain maupun pemuka formal seperti petugas kesehatan, pejabat
pemerintahan dan lain-lain. Organisasi kemasyarakatan dan media massa.
c. Sasaran Tersier

Sasaran tersier meliputi paara pembuat kebijakan publik yang membuat peraturan perundang-
undangan di bidang kesehatan dan bidang di luar kesehatan yang berkaitan serta para
penyedia sumber daya (Maulana 2009).

STRATEGI

Berdasarkan keputusan WHO tahun 1994, strategi promosi kesehatan terdapat tiga bagian
yaitu:

3.1 Advocacy (Advokasi)

Advocacy atau advokasi merupakan upaya untuk menyakinkan orang lain atau orang yang
dapat membantu atau mendukung sesuatu yang diinginkan. Dalam promosi keehatan,
advokasi merupaka upaya pendekatan pada para pembuat keputusan atau pembuat kebijakan
di berbagai tingkatan dan bagian. Adanya upaya pendekatan tersebut, para pembuat kebijakan
atau keputusan diharapkan dapat mendukung program kesehatan yang akan dilaksanakan.
Bentuk-bentuk dukungan tersebut dapat berupa undang-undang, peraturan, surat keputusan,
instruksi formal, dan lain-lain. Proses advokasi dapat melalui dua cara,yaitu formal dan
informal.

Upaya formal dapat berupa presentasi atau seminar yang memaparkan tentang masalah-
masalah yang terjadi di masyarakat, maupun pemaparan latar belakang program yang telah
kita rencanakan. Selain upaya formal, upaya informal juga dapat dilakukan seperti
mengadakan pertemuan maupun kunjungan pada para tokoh yang berhubungan langsung
dengan program yang akan kita laksanakan. Selain memperoleh dukungan administratif
dalam arti kebijakan, dukungan dana dan fasilitas pun dapat kita usulkan untuk medapatkan
dukungan.

3.2 Social Support (Dukungan Sosial)

Strategi dukungan sosial merupakan upaya untuk mencari dukungan sosial melalui beberapa
tokoh yang sudah ada di masyarakat, baik tokoh masyarakat formal maupun informal. Tujuan
dari dukungan sosial adalah membuat tokoh masyarakat tersebut menjadi tali jembatan yang
menghubungkan sektor kesehatan dengan penerima program kesehatan dalam arti
masyarakat. Melalui tokoh masyarakat tersebut, diharapkan masyarakat mau dan mampun
menerima pengenalan atau sosialisasi segala program kesehatan yang akan diberikan.

Ukuran kesuksesan upaya dukungan sosial adala dengan adanya partisipasi dari tokoh
masyarakat dan masyarakat khususnya. Dukungan sosial ini dapat dikatakan adalah dalam
rangka membina suasana yang kondusif untuk dapat menerima program kesehatan. Bentuk
dukungan sosial diantaranya pelatihan tokoh masyarakat, seminar, lokakarya, maupun
bimbingan pada kader kesehatan. Sasaran dari dukungan sosial adalah seluruh tingkatan
sosial yang ada di masyarakat tersebut.

3.3 Empowerment (Pemberdayaan Masyarakat)

Pemberdayaan Masyarakat merupakan upaya promosi kesehatan yang berfokus pada


masyarakat langsung. Tujuan pemberdayaan masyarakat adalah menciptakan kemampuan
masyarakat untuk memelihara serta meningkatkan kesehatan mereka secara mandiri.
Pemberdayaan masyarakat juga sebagai suatu proses membuat orang mampu meningkatkan
control lebih besar atas keputusan dan tindakan yang mempengaruhi kesehatan mereka,
dengan tujuan untuk memobilisasi individu dan kelompok rentan dengan memperkuat
keterampilan dasar hidup mereka serta meningkatkan pengaruh mereka pada hal-hal yang
mendasari kondisi sosial dan ekonomi (WHO, 2008).

Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan merupakan bentuk dan cara penyelanggaraan


berbagai upaya kesehatan, baik perorangan, kelompok maupun masyarakat secara terencana,
terpadu dan berkesinambungan untuk mencapai derajat keshatan masyarakat yang setinggi-
tingginya (Departemen Kesehatan RI, 2009). Tujuan yang mendasar dari pemberdayaan
masyarakat di bidang kesehatan menurut WHO adalah meningkatkan kualitas sumberdaya
manusia dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi- tingginya.

Berbagai bentuk pemberdayaan di masyarakat dapat diwujudkan melalui beberapa sektor.


Salah satunya adalah sektor ekonomi seperti sistem koperasi, pelatihan untuk meningkatkan
pendapatan keluarga. Peningkatan sektor ekonomi akan berdampak langsung pada
kemampuan masyarakat untuk memelihara kesehatan mereka. Dampak tersebut dapat
terwujud dalam bentuk pos obat desa, Polindes, dan lain-lain.

RUANG LINGKUP

Berdasarkan Piagam Ottawa tahun 1986, ruang lingkup promosi kesehatan dikelompokkan
menjadi lima area yaitu:
a. Build Healthy Policy

Build Healthy Policy atau membangun kebijakan publik yang berwawasan kesehatan
memperhatiikan dampak kesehatan dari setiap keputusan yang telah dibuat. Kebijakan publik
sebaiknya menguntungkan kesehatan. Bentuk kebijakan publik antara lain berupa peraturan
perundang-undangan, kebijakan fiskal, kebijakan pajak dan pengembangan organisasi serta
kelembagaan. Berikut contoh-contoh bentuk kebijakan di Indonesia:

   Kebijakan kawasan tanpa rokok


   Pembatasan iklan rokok
   Pemakaian helm dan sabuk pengaman

b. Create Supportive Environment


Create Supportive Environment atau menciptakan lingkungan yang mendukung merupakan
peranan yang besar untuk mendukung seseorang atau mempengaruhi kesehatan dan perilaku
seseorang. Berikut merupakan contoh lingkungan yang mendukung:

 Penyediaan pojok laktasi di tempat-tempat umum


Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku 7

   Penyediaan tempat sampah


   Pengembangan tempat konseling remaja

c. Strengthen Community Action

Strengthen Community Action atau memperkuat gerakan masyarakat. Promosi kesehatan


berperan untuk mendorong serta memfasilitasi upaya masyarakat dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatan mereka. Berikut contoh-contoh penguatan gerakan masyarakat :

   Terbentuknya yayasan atau lembaga konsumen kesehatan


   Terbentuknya posyandu
   Terbentuknya pembiayaan kesehatan bersumber daya masyarakat

d. Develop Personal Skill

Develop Personal Skill atau mengembangkan keterampilan individu merupakan upaya agar
masyarakat mampu membuat keputusan yang efektif tentang kesehatannya. Masyarakat
membutuhkan informasi, pendidikan, pelatihan dan berbagai keterampilan. Promosi
Kesehatan berperan untuk memberdayakan masyarakat agar dapat mengambil keputusan dan
mengalihkan tanggung jawab kesehatan berdasarkan pengetahuan dan keterampilan setiap
individu. Pemberdayaan akan lebih efektif bila dilakukan dari tatanan rumah tangga, tempat
kerja, dan tatanan lain yang telah ada di masyarakat.
e. Re-Orient Health Service

Re-Orient Health Service atau menata kembali arah utama pelayanan kesehatan kepada upaya
preventif dan promotif serta mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif.

METODE
Pemikiran Dasar Promosi Kesehatan pada hakikatnya ialah suatu kegiatan atau usaha
menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Suatu proses
promosi kesehatan yang menuju tercapainya tujuan pendidikan kesehatan yakni perubahan
perilaku dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya yaitu metode. Metode harus berbeda
antara sasaran massa, kelompok atau sasaran individual.

1. Metode Individual (Perorangan)

Dalam pendidikan kesehatan, metode yang bersifat individual ini digunakan untuk membina
perilaku baru, atau membina seseorang yang telah mulai tertarik kepada suatu perubahan
perilaku atau inovasi. Misalnya, seorang ibu yang baru saja menjadi akseptor atau seorang
ibu hamil yang sedang tertarik terhadap imunisasi Tetanus Toxoid (TT) karena baru saja
memperoleh/ mendengarkan penyuluhan kesehatan. Pendekatan yang digunakan agar ibu
tersebut menjadi akseptor lestari atau ibu hamil segera minta imunisasi, ia harus didekati
secara perorangan. Perorangan disini tidak berarti harus hanya kepada ibu-ibu yang
bersangkutan, tetapi mungkin juga kepada suami atau keluarga ibu tersebut. Dasar
digunakannya pendekatan individual ini karena setiap orang mempunyai masalah atau alasan
yang berbeda-beda sehubungan dengan penerimaaan atau perilaku baru tersebut.

Agar petugas kesehatan mengetahui dengan tepat bagaimana cara membantunya maka perlu
menggunakan bentuk pendekatan (metode) berikut ini, yaitu :

a. Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counseling) Dengan cara ini kontak antara klien
dan petugas lebih intensif. Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat digali dan dibantu
penyelesaiannya. Akhirnya klien akan dengan sukarela, berdasarkan kesadaran, dan penuh
pengertian akan menerima perilaku tersebut (mengubah perilaku).

b. Interview (wawancara) Cara ini sebenarnya merupakan bagian dari bimbingan dan
penyuluhan. Wawancara antara petugas kesehatan dengan klien untuk mengetahui apakah
klien memiliki kesadaran dan pengertian yang kuat tentang informasi yang diberikan
(perubahan perilaku yang diharapkan), juga untuk menggali informasi mengapa ia tidak atau
belum menerima perubahan, ia tertarik atau belum menerima perubahan yang disampaikan.
Jika belum berubah, maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi.
2. Metoda Kelompok

Dalam memilih metode kelompok, harus mengingat besarnya kelompok sasaran serta tingkat
pendidikan formal dari sasaran. Untuk kelompok yang besar, metodenya akan lain dengan
kelompok kecil. Efektivitas suatu metode akan tergantung pada besarnya sasaran pendidikan.
a. Kelompok Besar
Yang dimaksud kelompok besar disini adalah apabila peserta penyuluhan itu lebih dari 15
orang. Metode yang baik untuk kelompok besar ini, antara lain ceramah dan seminar.

1) Ceramah
Metode ini baik untuk sasaran pendidikan tinggi maupun rendah. Merupakan metode dengan
menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan. Metode ini mudah dilaksanakan
tetapi penerima informasi menjadi pasif dan kegiatan menjadi membosankan jika terlalu
lama. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan metoda ceramah:  Persiapan:
Ceramah yang berhasil apabila penceramah itu sendiri menguasai materi apa yang akan
diceramahkan. Untuk itu penceramah harus mempersiapkan diri.

i. Mempelajari materi dengan sistematika yang baik. Lebih baik lagi kalau disusun dalam
diagram atau skema.
ii. Mempersiapkan alat-alat bantu pengajaran, misalnya makalah singkat, slide, transparan,
sound system, dan sebagainya. Pelaksanaan: Kunci dari keberhasilan pelaksanaan ceramah
adalah apabila penceramah dapat menguasai sasaran ceramah.
Untuk dapat menguasai sasaran (dalam arti psikologis), penceramah dapat melakukan hal-hal
sebagai berikut:
 Sikap dan penampilan yang meyakinkan, tidak boleh bersikap raguragu dan gelisah.
 Suara hendaknya cukup keras dan jelas.
 Pandangan harus tertuju ke seluruh peserta ceramah.
 Berdiri di depan (di pertengahan), seyogianya tidak duduk.
 Menggunakan alat-alat bantu lihat-dengar (AVA) semaksimal mungkin.  Seminar
Metode ini hanya cocok untuk pendidikan formal menengah ke atas. Seminar adalah suatu
penyajian (presentasi) dari seorang ahli atau beberapa orang ahli tentang suatu topik yang
dianggap penting dan dianggap hangat di masyarakat.
b. Kelompok Kecil
Apabila peserta kegiatan itu kurang dari 15 orang biasanya kita sebut kelompok kecil.
Metode-metode yang cocok untuk kelompok kecil antara lain:
1) Diskusi Kelompok
Metode yang dilaksanakan dalam bentuk diskusi antara pemberi dan penerima informasi,
biasanya untuk mengatasi masalah. Metode ini mendorong penerima informasi berpikir kritis,
mengekspresikan pendapatnya secara bebas, menyumbangkan pikirannya untuk memecahkan
masalah bersama, mengambil satu alternatif jawaban atau beberapa alternatif jawaban untuk
memecahkan masalah berdasarkan pertimbangan yang seksama. Dalam diskusi kelompok
agar semua anggota kelompok dapat bebas berpartisipasi dalam diskusi, maka formasi duduk
para peserta diatur sedemikian rupa sehingga mereka dapt berhadap-hadapan atau saling
memandang satu sama lain, misalnya dalam bentuk lingkaran atau segi empat. Pimpinan
diskusi juga duduk di antara peserta sehingga tidak menimbulkan kesan yang lebih tinggi.
Dengan kata lain mereka harus merasa dalam taraf yang sama sehingga tiap anggota
kelompok mempunyai kebebasan/ keterbukaan untuk mengeluarkan pendapat. Untuk
memulai diskusi, pemimpin diskusi harus memberikan pancingan-pancingan yang dapat
berupa pertanyaan-petanyaan atau kasus sehubungan dengan topik yang dibahas. Agar terjadi
diskusi yang hidup maka pemimpin kelompok harus mengarahkan dan mengatur sedemikian
rupa sehingga semua orang dapat kesempatan berbicara, sehingga tidak menimbulkan
dominasi dari salah seorang peserta. Kelemahan metode diskusi sebagai berikut :
 Tidak dapat dipakai dalam kelompok yang besar.
 Peserta diskusi mendapat informasi yang terbatas.
 Dapat dikuasai oleh orang-orang yang suka berbicara.
 Biasanya orang menghendaki pendekatan yang lebih formal. (Syaiful Bahri Djamarah,
2000)

2) Curah Pendapat (Brain Storming)


Metode ini merupakan modifikasi metode diskusi kelompok, yang diawali dengan pemberian
kasus atau pemicu untuk menstimulasi tanggapan dari peserta. Prinsipnya sama dengan
metode diskusi kelompok. Bedanya, pada permulaan pemimpin kelompok memancing
dengan satu masalah dan kemudian tiap peserta memberikan jawaban atau tanggapan (curah
pendapat). Tanggapan atau jawaban-jawaban tersebut ditampung dan ditulis dalam flipchart
atau papan tulis. Sebelum semua peserta mencurahkan pendapatnya, tidak boleh dikomentari
oleh siapa pun. Baru setelah semua anggota dikeluarkan pendapatnya, tiap anggota dapat
mengomentari, dan akhirnya terjadi diskusi.

3) Bola Salju (Snow Balling)

Metode dimana kesepakatan akan didapat dari pemecahan menjadi kelompok yang lebih
kecil, kemudian bergabung dengan kelompok yang lebih besar. Kelompok dibagi dalam
pasangan-pasangan (1 pasang 2 orang) dan kemudian dilontarkan suatu pertanyaan atau
masalah. Setelah lebih kurang 5 menit maka tiap 2pasang bergabung menjadi satu. Mereka
tetap mendiskusikan masalah tersebut, dan mencari kesimpulannya. Kemudian tiap 2 pasang
yang sudah beranggotakan 4 orang ini bergabung lagi dengan pasangan lainnya, demikian
seterusnya sehingga akhirnya akan terjadi diskusi seluruh anggota kelompok.

4) Kelompok-kelompok Kecil (Buzz Group)

Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil (buzz group) yang kemudian
diberi suatu permasalahan yang sama atau tidak sama dengan kelompok lain, Masing-masing
kelompok mendiskusikan masalah tersebut, Selanjutnya hasil dan tiap kelompok didiskusikan
kembali dan dicari kesimpulannya.

5) Role Play (Memainkan Peranan)


Dalam metode ini beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai pemegang peran tertentu
untuk memainkan peranan, misalnya sebagai dokter Puskesmas, sebagai perawat atau bidan,
dan sebagainya, sedangkan anggota yang lain sebagai pasien atau anggota masyarakat.
Mereka memperagakan, misalnya bagaimana interaksi atau berkomunikasi sehari-hari dalam
melaksanakan tugas.

6) Permainan Simulasi (Simulation Game)


Metode ini merupakan gabungan antara role play dengan diakusi kelompok. Pesan-pesan
kesehatan disajikan dalam beberapa bentuk permainan seperti permainan monopoli. Cara
memainkannya persis seperti bermain monopoli, dengan menggunakan dadu, gaco (petunjuk
arah), selain beberan atau papan main. Beberapa orang menjadi pemain, dan sebagian lagi
berperan sebagai narasumber.
3. Metode Massa

Metode pendidikan kesehatan secara massa dipakai untuk mengkomunikasikan pesanpesan


kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat yang sifatnya massa atau publik. Dengan
demikian cara yang paling tepat adalah pendekatan massa. Oleh karena sasaran promosi ini
bersifat umum, dalam arti tidak membedakan golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status
sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan sebagainya, maka pesan-pesan kesehatan yang akan
disampaikan harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat ditangkap oleh massa tersebut.
Pendekatan ini biasanya digunakan untuk menggugah awareness (kesadaran) masyarakat
terhadap suatu inovasi, dan belum begitu diharapkan untuk sampai pada perubahan perilaku.
Namun demikian, bila kemudian dapat berpengaruh terhadap perubahan perilaku juga
merupakan hal yang wajar. Pada umumnya bentuk pendekatan (metode) massa ini tidak
langsung. Biasanya dengan menggunakan atau melalui media massa.

Beberapa contoh metode pendidikan kesehatan secara massa ini, antara lain:
a. Ceramah umum (public speaking)
Pada acara-acara tertentu, misalnya pada Hari Kesehatan Nasional, Menteri Kesehatan atau
pejabat kesehatan lainnya berpidato dihadapan massa rakyat untuk menyampaikan pesan-
pesan kesehatan. Safari KB juga merupakan salah satu bentuk pendekatan massa.
b. Pidato-pidato/diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik, baik TV maupun radio,
pada hakikatnya merupakan bentuk promosi kesehatan massa.
c. Simulasi, dialog antara pasien dengan dokter atau petugas kesehatan lainnya tentang suatu
penyakit atau masalah kesehatan adalah juga merupakan pendekatan pendidikan kesehatan
massa.
d. Tulisan-tulisan di majalah atau koran, baik dalam bentuk artikel maupun tanya jawab atau
konsultasi tentang kesehatan adalah merupakan bentuk pendekatan promosi kesehatan massa.
e. Bill Board, yang dipasang di pinggir jalan, spanduk, poster, dan sebagainya juga
merupakan bentuk promosi kesehatan massa. Contoh : billboard Ayo ke Posyandu Metode-
metode yang disebutkan di atas hanyalah beberapa dari banyak metode lainnya. Metode-
metode tersebut dapat digabung atau dimodifikasi oleh tim promosi kesehatan disesuaikan
dengan penerima pesan dan sarananya. Selain itu, metode yang digunakan juga disesuaikan
dengan tujuan dari promosi kesehatan yang dilaksanakan.

MEDIA
Berdasarkan peran-fungsinya sebagai penyaluran pesan / informasi kesehatan, media promosi
kesehatan dibagi menjadi 3 yakni :
a. Media cetak
Media ini mengutamakan pesan-pesan visual, biasanya terdiri dari gambaran sejumlah kata,
gambar atau foto dalam tata warna. Yang termasuk dalam media ini adalah booklet, leaflet,
flyer (selebaran), flip chart (lembar balik), rubrik atau tulisan pada surat kabar atau majalah,
poster, foto yang mengungkapkan informasi kesehatan. Ada beberapa kelebihan media cetak
antara lain tahan lama, mencakup banyak orang, biaya rendah, dapat dibawa kemana-mana,
tidak perlu listrik, mempermudah pemahaman dan dapat meningkatkan gairah belajar. Media
cetak memiliki kelemahan yaitu tidak dapat menstimulir efek gerak dan efek suara dan
mudah terlipat.

b. Media elektronik
Media ini merupakan media yang bergerak dan dinamis, dapat dilihat dan didengar dan
penyampaiannya melalui alat bantu elektronika. Yang termasuk dalam media ini adalah
televisi, radio, video film, cassette, CD, VCD, internet (computer dan modem), SMS (telepon
seluler). Seperti halnya media cetak, media elektronik ini memiliki kelebihan antara lain lebih
mudah dipahami, lebih menarik, sudah dikenal masyarakat, bertatap muka, mengikut sertakan
seluruh panca indera, penyajiannya dapat dikendalikan dan diulang-ulang serta jangkauannya
lebih besar. Kelemahan dari media ini adalah biayanya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu listrik
dan alat canggih untuk produksinya, perlu persiapan matang, peralatan selalu berkembang
dan berubah, perlu keterampilan penyimpanan dan keterampilan untuk mengoperasikannya.

c. Media luar ruang


Media menyampaikan pesannya di luar ruang, bisa melalui media cetak maupun elektronik
misalnya papan reklame, spanduk, pameran, banner dan televisi layar lebar, umbul-umbul,
yang berisi pesan, slogan atau logo. Kelebihan dari media ini adalah lebih mudah dipahami,
lebih menarik, sebagai informasi umum dan hiburan, bertatap muka, mengikut sertakan
seluruh panca indera, penyajian dapat dikendalikan dan jangkauannya relatif besar.
Kelemahan dari media ini adalah biaya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu alat canggih untuk
produksinya, persiapan matang, peralatan selalu berkembang dan berubah, memerlukan
keterampilan penyimpanan dan keterampilan untuk mengoperasikannya.

d. Media Lain, seperti :


1) Iklan di bus.
2) Mengadakan event, merupakan suatu bentuk kegiatan yang diadakan di pusat perbelanjaan
atau hiburan yang menarik perhatian pengunjung (a) Road Show, suatu kegiatan yang
diadakan dibeberapa tempat / kota. (b) Sampling, contoh produk yang diberikan kepada
sasaran secara gratis. (c) Pameran, suatu kegiatan untuk menunjukkan informasi program dan
pesan-pesan promosi

2. ADVOKASI DAN KEMITRAAN DALAM PROMOSI KESEHATAN

1. Pengertian dan Prinsip Advokasi dalam Promosi Kesehatan (Promkes)


Pengertian umum dari kegiatan advokasi adalah, “strategi untuk mempengaruhi para
pengambil keputusan khususnya pada saat mereka menetapkan peraturan, mengatur sumber
daya dan mengambil keputusan-keputusan yang menyangkut khalayak masyarakat”. Hal
tersebut menunjukkan bahwa Advokasi diartikan sebagai upaya pendekatan terhadap orang
lain yang dianggap mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan suatu program atau kegiatan
yang dilaksanakan. Oleh karena itu yang menjadi sasaran advokasi adalah para pemimpin
atau pengambil kebijakan (policy makers) atau pembuat keputusan (decision makers) baik di
institusi pemerintah maupun swasta. Sedangkan ahli lain menyatakan bahwa Advokasi secara
harfiah berarti pembelaan, sokongan atau bantuan terhadap seseorang yang mempunyai
permasalahan. Istilah advokasi mula-mula digunakan di bidang hukum atau pengadilan.
Menurut Johns Hopkins (1990) advokasi adalah usaha untuk mempengaruhi kebijakan publik
melalui bermacam-macam bentuk komunikasi persuasif. Istilah advocacy/advokasi di bidang
kesehatan mulai digunakan dalam program kesehatan masyarakat pertama kali oleh WHO
pada tahun 1984 sebagai salah satu strategi global Pendidikan atau Promosi Kesehatan.

WHO merumuskan bahwa dalam mewujudkan visi dan misi Promosi Kesehatan secara
efektif menggunakan 3 strategi pokok, yaitu:
1) Advocacy,
2) Social support,
3) Empowerment.
Seperti dijabarkan dalam PMK no. 004 thn 2012, bahwa “Advokasi perlu dilakukan, bila
dalam upaya memberdayakan pasien dan klien, rumah sakit membutuhkan dukungan dari
pihak-pihak lain. Misalnya dalam rangka mengupayakan lingkungan rumah sakit yang tanpa
asap rokok, rumah sakit perlu melakukan advokasi kepada wakil-wakil rakyat dan pimpinan
daerah untuk diterbitkannya peraturan tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang mencakup
di rumah sakit.” Prinsipnya hal tersebut menunjukkan bahwa strategi advokasi merupakan hal
penting dan meliputi proses kerja yang tidak sederhana pula. Karenanya dibutuhkan tahapan
kerja yang jelas dalam pelaksanaannya yang akan disampaikan selanjutnya. Prinsip dasar
Advokasi tidak hanya sekedar melakukan lobby politik, tetapi mencakup kegiatan persuasif,
memberikan semangat dan bahkan sampai memberikan pressure atau tekanan kepada para
pemimpin institusi.

Metode atau cara dan teknik advokasi untuk mencapai tujuan ada bermacam-macam, yaitu:
a. Lobi politik (political lobying)
b. Seminar/presentasi
c. Media d. Perkumpulan

Ada 8 unsur dasar advokasi, yaitu: a. Penetapan tujuan advokasi b. Pemanfaatan data dan
riset untuk advokasi c. Identifikasi khalayak sasaran d. Pengembangan dan penyampaian
pesan advokasi e. Membangun koalisi f. Membuat presentasi yang persuasif g. Penggalangan
dana untuk advokasi h. Evaluasi upaya advokasi.

Ada 5 pendekatan utama advokasi,yaitu : a. Melibatkan para pemimpin b. Bekerja dengan


media massa c. Membangun kemitraan d. Memobilisasi massa e. Membangun kapasitas.

Tujuan Advokasi dalam Promosi kesehatan Seperti diuraikan sebelumnya bahwa proses
Advokasi ini bertujuan untuk mempengaruhi para pengambil keputusan khususnya yang
menyangkut keputusan terhadap masyarakat.
Secara mendetail, tujuan dari Advokasi meliputi hal-hal berikut ini:
a. Komitmen politik (Political commitment) Komitmen para pembuat keputusan atau penentu
kebijakan sangat penting untuk mendukung atau mengeluarkan peraturan-peraturan yang
berkaitan dengan kesehatan masyarakat, misalnya untuk pembahasan kenaikan anggaran
kesehatan, contoh konkrit pencanangan Indonesia Sehat 2010 oleh presiden. Untuk
meningkatkan komitmen ini sangat dibutuhkan advokasi yang baik.
b. Mendapatkan dukungan kebiajakan (Policy support). Adanya komitmen politik dari para
eksekuti, maka perlu ditindaklanjuti dengan advokasi lagi agar dikeluarkan kebijakan untuk
mendukung program yang telah memperoleh komitmen politik tersebut.
c. Mendapatkan penerimaan sosial (Social acceptance) artinya diterimanya suatu program
oleh masyarakat. Suatu program kesehatan yang telah memperoleh komitmen dan dukungan
kebijakan, maka langkah selanjutnya adalah mensosialisasikan program tersebut untuk
memperoleh dukungan masyarakat.
d. Mendapatkan Dukungan sistem (System support) Agar suatu program kesehatan berjalan
baik maka perlunya sistem atau prosedur kerja yang jelas mendukung.

Pelaksana Advokasi dalam Promosi kesehatan Untuk mencapai tujuan dari penerapan
promosi kesehatan tersebut di atas, dalam realisasinya membutuhkan faktor-faktor yang dapat
mendukung keberhasilannya. Seperti telah dibahas dalam modul sebelumnya, promosi
kesehatan perlu didukung oleh sumber daya yang memadai dan sesuai dengan kebutuhan,
sumber daya yang dibutuhkan seperti halnya metode dan media yang tepat, serta beberapa
sarana/prasarana yang dipakai dalam kegiatan promosi kesehatan diantaranya peralatan
multimedia, komputer/laptop, dan lainlain. Sedangkan sumber daya yang utama dan yang
akan menggunakan media maupun sarana pendukung tersebut adalah sumber daya manusia.
Sumber daya utama yang diperlukan tersebut adalah pelaksana dari penerapan promosi
kesehatan pada klien.

Dalam hal ini pelaksana utama dari penerapan promosi kesehatan adalah:
a. Semua petugas kesehatan yang melayani klien. Bila berada dalam tatanan klinik, maka
pelaksana yang terlibat adalah petugas kesehatan yang bekerja dalam rumah sakit,
puskesmas, balai kesehatan, dan lain lain. Semua tenaga kesehatan di sini termasuk petugas
medis maupun tenaga profesional yang terlibat dalam penanganan klien.
b. Tenaga khusus promosi kesehatan, yaitu para pejabat fungsional Penyuluh Kesehatan
Masyarakat. Prinsip dasar Advokasi tidak hanya sekedar melakukan lobby politik, tetapi
mencakup kegiatan persuasif, memberikan semangat dan bahkan sampaimemberikan
pressure atau tekanan kepada para pemimpin institusi. Karenanya, sangat penting bagi
pelaksana advokasi untuk meningkatkan ketrampilan berkomunikasi. Peran komunikasi
sangat penting, sehingga komunikasi dalam rangka advokasi kesehatan memerlukan kiat
khusus agar dapat berjalan efektif.

Kiat-kiatnya antara lain sebagai berikut: 1) Jelas (clear) 2) Benar (correct) 3) Konkret
(concrete) 4) Lengkap (complete) 5) Ringkas (concise) 6) Meyakinkan (convince) 7)
Konstekstual (contexual) 8) Berani (courage) 9) Hati–hati (coutious) 10) Sopan (courteous
ada lg tp baca aja ya di http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/08/Promkes-Komprehensif.pdf

3. JENIS UPAYA PENDIDIKAN KESEHATAN PDA INDIVIDU DAN KELUARGA


(PENYULUHAN)
bingung
4. TEORI PEMBENTUKAN PERILAKU KESEHATAN (TRANSTHEORITICAL
THEORY, HEALTH BELIEVE MODEL, PRECEDE PROCEED THEORY, THE
REASONED ACTION THEORY, THE PLANNED BEHAVIOR)

TRANSTHEORITICAL THEORY
HEALTH BELIEFE MODEL

HBM (Health Belief Model) dikembangkan pada tahun 1950-an untuk menjelaskan respon
individu terhadap gejala penyakit, diagnosa, pengobatan dan alasan mengapa orang tidak
berpartisipasi pada program kesehatan masyarakat. HBM (Health Belief Model) pada
dasarnya adalah psikologi sosial dan didasari oleh pemikiran bahwa persepsi terhadap
ancaman adalah prekusor yang penting dalam tindakan pencegahan. HBM berakar pada teori
kognitif yang menekankan peran hipotesis atau harapan subjektif individu. Pada perspektif
ini, perilaku merupakan fungsi dari nilai subjektif suatu dampak (outcome) dan harapan
subjektif bahwa tindakan tertentu akan mencapai dampak tersebut. Konsep ini dikenal
sebagai teorinilai-harapan (value-expectancy). Jadi dapat dikatakan HBM (Health Belief
Model) merupakan teori-harapan. Jika konsep ini diaplikasikan pada perilaku yang
berhubungan dengan kesehatan, maka dapat diterjemahkan menjadi keinginan untuk tidak
sakit atau menjadi sembuh (nilai), dan keyakinan (belief) bahwa tindakan kesehatan tertentu
akan mencegah atau menyembuhkan penyakit (harapan). Harapan ini kemudian
diterjemahkan sebagai perkiraan seseorang terhadap resiko mengidap suatu penyakit dan
keseriusan akibat suatu penyakit, serta kemungkinan untuk mengurangi ancaman penyakit
melalui suatutindakan tertentu.

HBM terdiri dari tiga bagian yaitu latar belakang, persepsi dan tindakan.Latar belakang
terdiri dari faktor sosiodemografi, sosiopsikologi, dan struktural. Latar belakang ini akan
mempengaruhi persepsi terhadap ancaman suatu penyakit dan harapan keuntungan kerugian
suatu tindakan mengurangi ancaman penyakit

Ada 4 variabel yang menyebabkan seseorang mengobati penyakitnya berdasarkan teori HBM
(Health Belief Model) :

a) Kerentanan yang dirasakan (Perceived susceptibility) : Agar seseorang bertindak untuk


mengobati atau mencegah penyakitnya, ia harus merasakan bahwa ia rentan (susceptible)
terhadap penyakit tersebut. Dengan kata lain, suatu tindak pencegahan terhadap suatu
penyakit akan timbul bila seseorang telah merasakan

bahwa ia atau keluarganya rentan terhadap penyakit tersebut.).

b)  Keseriusan yang dirasakan (Perceived Seriousness) : Tindakan individu untuk mencari


pengobatan dan pencegahan penyakit akan didorong pula oleh persepsi keseriusan penyakit
tersebut. Perasaan mengenai keseriusan terhadap suatu penyakit, meliputi kegiatan evaluasi
terhadap konsekuensi klinis dan medis (sebagai contoh, kematian, cacat, dan sakit) dan
konsekuensi sosial yang mungkin terjadi (seperti efek pada pekerjaan, kehidupan keluarga,
dan hubungan sosial). Banyak ahli yang menggabungkan kedua komponen diatas sebagai
ancaman yangdirasakan (perceived threat.

Contohnya terdapat sebuah anggota keluarga yang dinyatakan positif menderita penyakit
Infeksi Menular Seks ( IMS) namun setelah pemeriksaan tidak melakukan pengobatan dan
tidak mengkonsumsi obat karena tidak ada gejala yang berbahaya menurut pasien IMS
bahkan pasien IMSd tidak merubah perilakunya. Setelah 2 bulan ternyata penyakit IMS
semakin parah dan membuat penderita merasakan sangat sakit sehingga penderita melakukan
pengobatan ke dokter dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.

c)  Manfaat dan rintangan-rintangan yang dirasakan (Perceived benafis and barries) : Apabila
individu merasa dirinya rentan untuk penyakit-penyakit yang dianggap gawat (serius), ia akan
melakukan suatu tindakan tertentu. Tindakan ini tergantung pada manfaat yang dirasakan dan
rintangan-rintangan yang ditemukan dalam mengambil tindakan tersebut. Pada umumnya
manfaat tindakan lebih menentukan daripada rintangan-rintangan yang mungkin ditemukan
di dalam melakukan tindakan tersebut.

Penerimaan susceptibility sesorang terhadap suatu kondisi yang dipercaya dapat


menimbulkan keseriusan (perceived threat) adalah mendorong untuk menghasilkan suatu
kekuatan yang mendukung kearah perubahan perilaku. Ini tergantung pada kepercayaan
seseorang terhadap efektivitas dari berbagai upaya yang tersedia dalam mengurangi ancaman
penyakit, atau keuntungan-keuntungan yang dirasakan (perceived benefit) dalam mengambil
upaya-upaya kesehatan tersebut. Ketika seorang memperlihatkan suatu kepercayaan terhadap
adanya kepekaan (susceptibility) dan keseriusan (seriousness), sering tidak diharapkan untuk
menerima apapun upaya kesehatan yang direkomendasikan kecuali jika upaya tersebut dirasa
manjur dan cocok.

Contoh : Seseorang yang melakukan pengobatan ke tenaga kesehatan tradisional kemudian


merasakan manfaat kesembuhan, ketenangan dibandingkan berobat ke tenaga kesehatan,
maka jika pasien mengalami gejala sakit akan memanfaatkan pengobatan alternatif
dibandingkan pengobatan medis.
d) Cues to action adalah tanda/sinyal yang menyebabkan seseorang untuk bergerak kearah
perilaku pencegahan. Tanda tersebut berasal dari luar (kampanya di media massa, nasihat dari
orang lain, kejadian pada kenalan/keluarga, artikel di majalah). Untuk mendapatkan tingkat
penerimaan yang benar tentang kerentanan, kegawatan dan keuntungan tindakan, maka
diperlukan isyarat-isyarat yang berupa faktor- faktor eksternal. Faktor-faktor tersebut
misalnya, pesan-pesan pada media masssa, nasihat atau anjuran kawan-kawan atau anggota
keluarga lain dari si sakit, dan sebagainya

PRECEDE PROCEED

PRECEDE PROCEED merupakan teori perubahan perilaku dalam penelitian implementasi


yang paling baik digunakan untuk perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi promosi kesehatan
pada suatu komunitas atau masyarakat (Davis et al., 2010). Model ini dikembangkan oleh
Lawrence Green and Kreuter pada tahun 1992, dan berasal dari Universitas Johns Hopkins.
Model ini digunakan untuk mengetahui efektivitas suatu program promosi atau intervensi
kesehatan. Ada 9 fase dalam model ini, yaitu penilaian sosial, penilaian epidemiologi,
penilaian perilaku dan lingkungan, penilaian edukasional dan organisasional, penilaian
administrasi dan kebijakan, implementasi, evaluasi proses, evaluasi dampak, dan evaluasi
hasil. Fase 1-5 berfokus pada perencanaan disebut PRECEDE singkatan dari Predisposing,
Reinforcing, Enabling, Constructs in, Educational/Ecological, Diagnosis, Evaluation,
sedangkan fase 6-9 berfokus pada implementasi dan evaluasi disebut PROCEED singkatan
dari Policy, Regulatory, Organizational, Constructs in, Educational, Enviromental,
Development. Secara bertahap, proses mengarah ke penciptaan sebuah program, pemberian
program, dan evaluasi program (Green and Kreuter, 1992). Teori PRECEDE PROCEED
efektif apabila masalah diambil dari komunitas atau masyarakat secara langsung, intervensi
direncanakan, bersumber dari data, jenis intervensi layak dan dapat diterima, meliputi
beberapa strategi program yang dijalankan secara berkesinambungan, serta bergantung pada
umpan balik dan evaluasi (Ibrahim et al., 2014). Keseluruhan program sulit untuk diterapkan
pada kelompok tertentu, sehingga beberapa masyarakat perlu dinilai berdasarkan kebutuhan
dan prioritasnya. Tujuan dari model ini yaitu untuk mengidentifikasi cara yang paling terbaik
dalam promosi suatu intervensi dengan melakukan penilaian kebutuhan setempat dan
evaluasi program (Green and Kreuter, 1999).

Sembilan fase teori PRECEDE PROCEED yaitu :


a. Fase 1: Penilaian Sosial Fase ini merupakan proses mengidentifikasi persepsi dan aspirasi
masyarakat terhadap kebutuhan atau kualitas hidup yang dimiliki melalui partisipasi.
Indikator sosial meliputi diskriminasi, dan kebahagiaan.

b. Fase 2 : Penilaian Epidemiologi Penilaian epidemiologi menggunakan pendekatan


multipel. Penilaian epidemiologi mengungkapkan tentang masalah kesehatan terkait personal,
waktu, dan tempat kejadian dengan indikator meliputi mortality, morbidity, fertility,
disability, usia harapan hidup dan lain-lain.

c. Fase 3 : Penilaian Perilaku dan Lingkungan Indikator penilaian perilaku meliputi


pemanfaatan pelayanan kesehatan, tindakan pencegahan, kemampuan pemeliharaan
kesehatan sendiri dengan dimensi frekuensi, kualitas, range, dan persisten. Sedangkan
indikator penilaian lingkungan meliputi lingkungan fisik, ekonomi, sosial, keterjangkauan,
kemampuan, dan pemerataan pelayanan kesehatan.

d. Fase 4 : Penilaian Edukasional dan Organisasional Fase ini dipengaruhi oleh tiga faktor
yaitu predisposisi (predisposing), penguat (reinforcing), dan pemungkin (enabling).
Pengkajian tentang faktor predisposisi (predisposing) meliputi pengetahuan, kepercayaan,
nilai tentang kesehatan, serta persepsi spesifik terkait masalah kesehatan yang terjadi.
Pengkajian tentang faktor penguat (reinforcing) meliputi dukungan, reward and punishment.
Pengkajian tentang faktor pemungkin (enabling) meliputi akses, ketersediaan pelayanan, dan
skill.

e. Fase 5 : Penilaian Administrasi dan Kebijakan Fase ini mencakup identifikasi tentang
penilaian analisis kebijakan, sumber daya manusia, sumber dana, dan peraturan yang berlaku.
Kebijakan adalah seperangkat peraturan yang digunakan sebagai acuan sebuah program,
sedangkan peraturan adalah penerapan kebijakan, serta penguatan hukum dan perundang-
undangan.

f. Fase 6 : Implementasi Implementasi yaitu penerapan dari perencanaan program kesehatan


berdasarkan identifikasi masalah sosial maupun epidemiologi. Intervensi merupakan bagian
dari implementasi.
g. Fase 7 : Evaluasi Proses Evaluasi proses mengukur aktivitas dari program, kuallitas, dan
orangorang yang diluar jangkauan termasuk respon penerimaan.

h. Fase 8 : Evaluasi Dampak Evaluasi dampak dilakukan menjelang akhir implementasi


program. Evaluasi ini berkaitan pada dampak yang terjadi pada komunitas misalnya aspek
perilaku, lingkungan, edukasional dan organisasional, administrasi dan kebijakan terkait
masalah kesehatan spesifik yang terjadi.

i. Fase 9 : Evaluasi Hasil Pada akhir pelaksanaan program dilakukan evaluasi hasil dengan
indikator yang mencakup perubahan aspek sosial atau kualitas hidup dan aspek epidemiologi
atau kesehatan komunitas.

THE REASONED ACTION THEORY

Teori of reasoned action ( TRA) ini digunakan untuk melihat keterkaitan antara keyakinan,
sikap, niat dan perilaku. Teori of reasoned action ( TRA) ini berkembang pada tahun 1967
untuk melihat hubungan sikap dan perilaku. Teori alasan berperilaku merupakan teori
perilaku manusia secara umum. Sebenarnya, teori ini digunakan dalam berbagai perilaku
manusia, kemudian berkembang dan banyak digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang
berkaitan dengan perilaku kesehatan. Teori TRA (Theory of Reason Action) memiliki dua
faktor yang mempengaruhi minat untuk melakukan sebuah perilaku (behavioral) yaitu sikap
(attitude) dan norma subjektif (subjective norms). Sehingga dapat dikatakan bahwa minat
seseorang untuk melakukan perilaku diprediksi oleh sikap (attitude) dan bagaimana seseorang
berfikir tentang penilaian orang lain jika perilaku tersebut dilakukan (subjective norms).

Kehendak menjadi prediktor terbaik sebuah perilaku, artinya jika kita ingin memprediksi
sebuah perilaku seseorang maka kita harus mengetahui kehendak yang akan dilakukan leh
orang tersebut. Seseorang dapat membuat pertimbangan berdasarkan alasan-alasan yang sama
sekali berbeda (tidak selalu berdasarkan kehendak). Konsep penting dalam teori ini adalah
fokus perhatian (salience), yaitu mempertimbangkan sesuatu yang dianggap penting.
Kehendak (intetion) ditentukan oleh sikap dan norma subyektif.

Ajzen (1980) yang mengatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku lewat suatu proses
pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan dan dampaknya terbatas hanya pada tiga
hal; Pertama, perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum tapi oleh sikap yang spesifik
terhadap sesuatu. Kedua, perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tapi juga oleh norma-
norma objektif (subjective norms) yaitu keyakinan kita mengenai apa yang orang lain
inginkan agar kita perbuat. Ketiga, sikap terhadap suatu perilaku bersama norma- norma

subjektif membentuk suatu intensi atau niat berperilaku tertentu.26

Teori of reasoned action ( TRA) akan berpusat terhadap 3 hal yaitu keyakinan tentang
kemungkinan hasil dan evaluasi dari perilaku tersebut (behavioral beliefs), keyakinan tentang
norma yang diharapkan dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut (normative beliefs),
serta keyakinan tentang adanya faktor yang dapat mendukung atau menghalangi perilaku dan
kesadaran akan kekuatan faktor tersebut (control beliefs).

Menurut Theory of Reasoned Action (TRA) bahwa sebuah perilaku akan dipengaruhi oleh
niat, sedangkan niat dipengaruhi oleh sikap dan norma subyektif. Sikap sendiri dipengaruhi
oleh keyakinan akan hasil dari tindakan yang telah lalu. Norma subyektif dipengaruhi oleh
keyakinan akan pendapat orang lain serta motivasi untuk menaati pendapat tersebut. Secara
lebih sederhana, teori ini mengatakan bahwa seseorang akan melakukan suatu perbuatan
apabila ia memandang perbuatan itu positif dan bila ia percaya bahwa orang lain ingin agar ia
melakukannya.

THE PLANNED BEHAVIOR

Theory of Reasoned Action (TRA) dikembangkan karena kebutuhan sehingga memunculkan


sebuah teori yang disebut dengan Theory of Planned Behavior (TPB). Tidak begitu banyak
perbedaan antara Theory of Reasoned Action (TRA) dengan Theory of Planned Behavior
(TPB), letak perbedaannya terdapat pada konstruk didalam Theory of Planned Behavior
(TPB) ditambahkan dengan kontrol persepsi perilaku (perceived behavioral control). Kontrol
persepsi perilaku (perceived behavioral control) untuk mengontrol perilaku individual yang
dibatasi oleh kekurangan-kekurangannya dan keterbatasan-keterbatasan dari kekurangan
sumber-sumber daya yang digunakan untuk melakukan sebuah perilaku Kontrol persepsi
perilaku (perceived behavioral control) mempunyai implikasi motivasional terhadap minat.
Orang – orang yang percaya bahwa mereka tidak mempunyai sumber- sumber daya yang ada
atau tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan perilaku tertentu mungkin tidak akan
membentuk minat berperilaku yang kuat untuk melakukannya walaupun mereka mempunyai
sikap yang positif terhadap perilakunya dan percaya bahwa orang lain akan menyetujui
seandainya mereka melakukan perilaku tersebut.

Dengan demikian diharapkan terjadi hubungan antara kontrol persepsi perilaku (perceived
behavioral control) dengan minat yang tidak dimediasi oleh sikap dan norma subyektif. Di
model ini ditunjukkan dengan panah yang mennghubungkan kontrol persepsi perilaku
( perceived behavioral control) ke minat . Kemungkinan hubungan langsung antara kontrol
persepsi perilaku (perceived behavioral control) dengan perilaku. Sebagai contoh seorang
perokok tidak akan bisa berhenti merokok dikarenakan motivasi berhenti merokok saja tetapi
juga kontrol ynag cukup terhadap perilaku merokok yang bisa saja dilakukan.
Kontrol persepsi perilaku (perceived behavioral control) dapat mempengaruhi perilaku secara
tidak langsung lewat minat, dan juga dapat memprediksi perilaku secara langsung.

Di model hubungan langsung ini ditunjukan dengan panah yang menghubungkan kontrol
persepsi perilaku (perceived behavioral control) langsung ke perilaku (behavior). Kontrol
perilaku yang dirasakan dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu dan perkiraan seseorang
mengenai sulit atau tidaknya untuk melakukan perilaku tertentu. Theory of Planned Behavior
(TPB) mengganggap bahwa teori sebelumnya mengenai perilaku yang tidak dapat
dikendalikan sebelumnya oleh individu melainkan, juga dipengaruhi oleh faktor mengenai
faktor non motivasional yang dianggap sebagai kesempatan atau sumber daya yang
dibutuhkan agar perilaku dapat dilakukan. Sehingga dalam teorinya, Ajzen menambahkan
satu dertiminan lagi, yaitu kontrol persepsi perilaku mengenai mudah atau sulitnya perilaku
yang dilakukan. Oleh karena itu menurut Theory of Planned Behavior (TPB), intensi
dipengaruhi oleh tiga hal yaitu: sikap, norma subjektif, kontrol perilaku.

5. PERANAN KELUARGA DALAM PERUBAHAN PERILAKU KESEHATAN

blm nemuu

Anda mungkin juga menyukai