Anda di halaman 1dari 26

FAKTOR MEMPENGARUHI PELAKSANAAN PROMOSI

KESEHATAN DAN PENDIDIKAN KESEHATAN

A. Promosi Kesehatan
Jika kita 'flashback' sejenak, perkembangan Promosi Kesehatan tidak
terlepas dari perkembangan sejarah Kesehatan Masyarakat di Indonesia dan
dipengaruhi juga oleh perkembangan Promosi Kesehatan International yaitu
dimulainya program Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) pada
tahun 1975 dan tingkat Internasional tahun 1978 Deklarasi Alma Ata tentang
Primary Health Care tersebut sebagai tonggak sejarah cikal bakal Promosi
Kesehatan (Departemen Kesehatan, 1994). Istilah Health Promotion (Promosi
Kesehatan) sebenarnya sudah mulai dicetuskan setidaknya pada tahun 1986,
ketika diselenggarakannya Konferensi Internasional pertama tentang Health
Promotion di Ottawa, Canada pada tahun 1986. Pada waktu itu dicanangkan ”the
Ottawa Charter”, yang didalamnya memuat definisi serta prinsip-prinsip dasar
Promosi kesehatan. Namun istilah tersebut pada waktu itu di Indonesia belum
terlalu populer seperti sekarang. Pada masa itu, istilah yang cukup terkenal
hanyalah Penyuluhan Kesehatan, selain itu muncul pula istilahistilah populer lain
seperti KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi), Social Marketing (Pemasaran
Sosial) dan Mobilisasi Sosial.
Piagam tersebut merumuskan upaya promosi kesehatan mencakup 5 butir.
1. Kebijakan Berwawasan Kesehatan (health public policy). Ditujukan kepada
policy maker agar mengeluarkan kebijakan-kebijakan publik yang
mendukung kesehatan.
2. Lingkungan yang Mendukung (supportive environment). Ditujukan kepada
para pengelola tempat umum termasuk pemerintah kota, agar menyediakan
prasarana sarana yang mendukung terciptanya perilaku sehat bagi
masyarakat.
3. Reorientasi Pelayanan Kesehatan (reorient health service). Selama ini yang
menjadi penyedia (provider) pelayanan kesehatan adalah pemerintah dan
swasta sedangkan masyarakat adalah sebagai pengguna (customers)
pelayanan kesehatan. Pemahaman ini harus diubah, bahwasanya masyarakat
tidak sekedar pengguna tetapi bisa sebagai provider dalam batas-batas
tertentu melalui upaya pemberdayaan.
4. Keterampilan Individu (Personnel Skill). Kesehatan masyarakat akan
terwujud apabila kesehatan individu, keluarga dan kelompok tersebut
terwujud.
5. Gerakan Masyarakat (Community Action). Adanya gerakan-gerakan atau
kegiatankegiatan di masyarakat yang mendukung kesehatan agar terwujud
perilaku yang kondusif dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan
mereka.
Promosi kesehatan mempengaruhi 3 faktor penyebab terbentuknya perilaku
tersebut Green dalam yaitu :
1. Promosi kesehatan dalam faktor-faktor predisposisi Promosi kesehatan
bertujuan untuk mengunggah kesadaran, memberikan atau meningkatkan
pengetahuan masyarakat tentang pemeliharaan dan penigkatan kesehatan
bagi dirinya sendiri, keluarganya maupun masyarakatnya. Disamping itu,
dalam konteks promosi kesehatan juga memberikan pengertian tentang
tradisi, kepercayaan masyarakat dan sebagainya, baik yang merugikan
maupun yang menguntungkan kesehatan. Bentuk promosi ini dilakukan
dengan penyuluhan kesehatan, pameran kesehatan, iklan-iklan layanan
kesehatan, billboard, dan sebagainya.
2. Promosi kesehatan dalam faktor-faktor enabling (penguat) Bentuk promosi
kesehatan ini dilakukan agar masyarakat dapat memberdayakan masyarakat
agar mampu mengadakan sarana dan prasarana kesehatan dengan cara
memberikan kemampuan dengan cara bantuan teknik, memberikan arahan,
dan cara-cara mencari dana untuk pengadaan sarana dan prasarana.
3. Promosi kesehatan dalam faktor reinforcing (pemungkin) Promosi kesehatan
pada faktor ini bermaksud untuk mengadakan pelatihan bagi tokoh agama,
tokoh masyarakat, dan petugas kesehatan 16 sendiri dengan tujuan agar
sikap dan perilaku petugas dapat menjadi teladan, contoh atau acuan bagi
masyarakat tentang hidup sehat.

Determinan Mempengaruhi Promosi Kesehatan


Promosi kesehatan, baik yang berasal dari Ottawa Charter, maupun
modifikasinya dari WHO adalah masyarakat menjalankan perilaku yang
menguntungkan kesehatan, baik berupa perilaku pencegahan dan pemeliharaan
kesehatan, perilaku memilih dan memperbaiki lingkungan maupun perilaku
penggunaan pelayanan kesehatan, bahkan perilaku yang berkenaan dengan aspek
genetika dan kependudukan
Marmot (1999) menuturkan bahwa ada 10 determinan sosial yang mempengaruhi
kesehatan, yaitu:
1. Kesenjangan sosial Pada masyarakat kelas sosial-ekonomi rendah, biasanya
lebih beresiko dan rentan terhadap penyakit dan umur harapan hidup juga
lebih rendah.
2. Stress Kegagalan dalam menanggulangi stress baik dalam pekerjaan maupun
dalam kehidupan sehari-hari sangat mempengaruhi kesehatan seseorang.
3. Kehidupan dini Kesehatan di masa dewasa sangat ditentukan oleh kondisi
kesehatan di usia dini atau awal kehidupan. Pertumbuhan fisik yang lambat
dan dukungan emosional yang kurang baik di awal kehidupan, akan
memberikan dampak kesehatan fisik, emosi dan kemampuan intelektual di
masa dewasa.
4. Pengucilan sosial Pengucilan menghasilkan perasaan kehilangan dan tak
berharga, mengungsi ke tempat lain yang asing, merasa dikucilkan,
kehilangan harga diri, sangat mempengaruhi kesehatan fisik dan mental
seseorang.
5. Pekerjaan Stress di tempat kerja meningkatkan resiko terhadap penyakit dan
kematian. Memperhatikan syarat-syarat kesehatan dan keselamatan kerja
sangat membantu dalam meningkatkan derajat kesehatan pekerja.
6. Pengangguran Jaminan adanya pekerjaan meningkatkan derajat kesehatan
dan rasa sejahtera, bukan hanya untuk pekerja tapi juga seluruh keluarganya.
Keadaan yang sebaliknya terjadi pada penganggur.
7. Dukungan sosial Persahabatan, hubungan sosial dan kekerabatan yang baik
memberikan dampak kesehatan yang baik dalam keluarga, di tempat kerja
dan di masyarakat.
8. Ketergantungan pada narkoba Pemakaian narkoba sangat memperburuk
kondisi kesehatan dan kesejahteraan. Alkohol, narkoba dan merokok sangat
erat hubungannya dalam memberikan dampak buruk pada kehidupan sosial
dan ekonomi.
9. Pangan Cara makan yang sehat dan ketersediaan pangan merupakan hal
utama dalam kesehatan dan kesejahteraan seseorang dan masyarakat. Baik
kekurangan gizi maupun kelebihan gizi sama-sama menimbulkan masalah
kesehatan dan penyakit.
10. Transportasi Transportasi yang sehat berarti mengurangi waktu mengendarai
dan meningkatkan gerak fisik yang sangat baik bagi kebugaran dan
kesehatan. Selain itu, mengurangi kendaraan berarti membantu mengurangi
polusi.

B. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah proses yang direncanakan dengan sadar untuk
menciptakan peluang bagi individu-individu untuk senantiasa belajar
memperbaiki kesadaran (literacy) serta meningkatkan pengetahuan dan
keterampilannya (life skills) demi kepentingan kesehatannya. Pendidikan
kesehatan merupakan suatu proses perubahan perilaku yang dinamis dengan
tujuan mengubah atau memprngaruhi perilaku manusia yang meliputi komponen
pengetahuan, sikap, ataupun praktik yang berhubungan dengan tujuan hidup
sehat baik secara individu, kelompok maupun masyarakat, serta merupakan
komponen dari program kesehatan.
Tujuan pendidikan kesehatan adalah suatu perubahan sikap dan tingkah
laku individu, keluarga, kelompok khusus, dan masyarakat dalam membina serta
memelihara perilaku hidup sehat juga berperan aktif dalam mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal. Menurut, secara umum tujuan dari pendidikan kesehatan
adalah mengubah perilaku individu atau masyarakat dalam bidang kesehatan.
Sedangkan secara operasional tujuan pendidikan kesehatan adalah:
1. Agar melakukan langkah positif dalam melakukan pencegahan terhadap
penyakit
2. Agar memiliki pengertian yang lebih baik tentang eksistensi perubahan
system dan cara memanfaatkannya dengan efektif dan efisien.
3. Agar mempelajari apa yang dapat dilakukannya secara mandiri.

Metode Pendidikan Kesehatan


Menurut Notoadmojo, berdasarkan pendekatan sasaran yang ingin dicapai,
penggolongan metode pendidikan ada 3 (tiga) yaitu:
1. Metode berdasarkan pendekatan perorangan Metode ini bersifat individual
dan biasanya digunakan untuk membina perilaku baru, atau membina
seorang yang mulai tertarik pada suatu perubahan perilaku atau inovasi.
Dasar digunakannya pendekatan individual ini karena setiap orang
mempunyai masalah atau alasan yang berbeda-beda sehubungan dengan
penerimaan atau perilaku baru tersebut. Ada 2 bentuk pendekatannya yaitu :
a. Bimbingan dan penyuluhan (Guidance and Counceling)
b. Wawancara
2. Metode berdasarkan pendekatan kelompok Penyuluh berhubungan dengan
sasaran secara kelompok. Dalam penyampaian promosi kesehatan dengan
metode ini kita perlu mempertimbangkan besarnya kelompok sasaran serta
tingkat pendidikan formal dari sasaran. Ada 2 jenis tergantung besarnya
kelompok, yaitu :
a. Kelompok besar
Kelompok yang melibatkan lebih dari 15 orang, dengan melakukan
berbagai macam seperti:
1) Ceramah
2) Seminar
3) Demontrasi
b. Kelompok kecil
1) Metode diskusi kelompok kecil merupakan diskusi 3-15 peserta
yang akan dipinpin oleh satu orang dalam pelaksanaan suatu topic
2) Metode yang dilakukan berupa curah pendapat yang sekaligus
menerapkan diskusi dan evaluasi secara bersamaan
3) Metode panel dengan minimal 3 panelis yang dihadiri oleh khalayak
luas
4) Bermain peran terkait isu tertentu yang berupa bahan pemikiran
kelompok
3. Metode berdasarkan pendekatan massa Metode pendekatan massa ini cocok
untuk mengkomunikasikan pesanpesan kesehatan yang ditujukan kepada
masyarakat. Sehingga sasaran dari metode ini bersifat umum, dalam arti
tidak membedakan golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status social
ekonomi, tingkat pendidikan, dan sebagainya, sehingga pesan-pesan
kesehatan yang ingin disampaikan harus dirancang sedemikian rupa
sehingga dapat ditangkap oleh massa.
C. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
Green dan Kreuter menyatakan bahwa “Promosi kesehatan adalah
kombinasi upaya-upaya pendidikan, kebijakan (politik), peraturan, dan organisasi
untuk mendukung kegiatan-kegiatan dan kondisi-kondisi hidup yang
menguntungkan kesehatan individu, kelompok, atau komunitas”.
Definisi/pengertian yang dikemukakan Green ini dapat dilihat sebagai
operasionalisasi dari definisi WHO (hasil Ottawa Charter) yang lebih bersifat
konseptual. Di dalam rumusan pengertian diatas terlihat dengan jelas aktivitas-
aktivitas yang harus dilakukan dalam kerangka “promosi kesehatan”. Sedangkan
Kementerian/Departemen Kesehatan Republik Indonesia merumuskan pengertian
promosi kesehatan sebagai berikut: “Upaya untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam mengendalikan faktor-faktor kesehatan melalui pembelajaran
dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya
sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumberdaya masyarakat, sesuai
sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan
kesehatan.” Hal tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.
1114/Menkes/SK/VIII/2005.
Perilaku terbagi berbagai macam tindakan dan sikap sebagai individu yang
aktif, dalam hal ini untuk mengetahui adanya pengaruh pada pelaksanaan
promosi dan pendidikan kesehatan, sebagai berikut dengan menggunakan
pendekatan pada teori Precade and Procade :
1. Promosi kesehatan dalam faktor-faktor predisposisi Promosi kesehatan
bertujuan untuk mengunggah kesadaran, memberikan atau meningkatkan
pengetahuan masyarakat tentang pemeliharaan dan penigkatan kesehatan
bagi dirinya sendiri, keluarganya maupun masyarakatnya. Disamping itu,
dalam konteks promosi kesehatan juga memberikan pengertian tentang
tradisi, kepercayaan masyarakat dan sebagainya, baik yang merugikan
maupun yang menguntungkan kesehatan. Bentuk promosi ini dilakukan
dengan penyuluhan kesehatan, pameran kesehatan, iklan-iklan layanan
kesehatan, billboard, dan sebagainya.
2. Promosi kesehatan dalam faktor-faktor enabling (penguat) Bentuk promosi
kesehatan ini dilakukan agar masyarakat dapat memberdayakan masyarakat
agar mampu mengadakan sarana dan prasarana kesehatan dengan cara
memberikan kemampuan dengan cara bantuan teknik, memberikan arahan,
dan cara-cara mencari dana untuk pengadaan sarana dan prasarana.
3. Promosi kesehatan dalam faktor reinforcing (pemungkin) Promosi kesehatan
pada faktor ini bermaksud untuk mengadakan pelatihan bagi tokoh agama,
tokoh masyarakat, dan petugas kesehatan 16 sendiri dengan tujuan agar
sikap dan perilaku petugas dapat menjadi teladan, contoh atau acuan bagi
masyarakat tentang hidup sehat.
Sebagai pengimbang dalam proses pembelajaran bahwah sudah diterapkan
melalui terori tersebut maka pengambilan dan permasalahan yang terjadi
akibat dari terhambatnya atau keberhasilan dalam melakukan promosi
kesehatan sebagai berikut:
Predisposing
1. Pengetahuan

Merupakan pemikiran, gagasan, ide, konsep dan pemahaman yang

dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan

kehidupannya. Pengetahuan adalah berbagai gejala yang diketahui dan

di peroleh manusia melalui pengamatan indera. Pengetahuan atau

kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya

tindakan seseorang (Quest Behavior). Dari pengalaman dan penelitian,

ternyata perilaku yang disadari oleh pengetahuan akan lebih langgeng

dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.


Proses Penyerapan Pengetahuan

Penelitian Rogers (1974) yang diadopsi oleh Soekidjo

Notoatmodjo (2003) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi

perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi

proses yang berurutan yakni:

a. Awarness (kesadaran), dimana orang terseut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

b. interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek

tersebut.disini sikap subjek sudah mulai timbul

c. Evaluation (menimbang–nimbang) terhadap baik tidaknya stimulus

tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih

baik lagi.

d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai

dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

e. Adaption, dimana subjek telah berperilaku sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran dan sikapnya stimulus.

Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers

menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-

tahap diatas. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi melalui

proses seperti ini, dimana didasari oleh pengetahuan. Kesadaran dan

sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long
lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan

dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.

Pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai

enam tingkat, yakni.

a. Tahu (know)

Tahu diatikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya.Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang lebih spesifik dari

seluruh bahan yang dipelihara

b. Memahami (comprehension)

Diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi

tersebut secara benar.

c. Aplikasi (application)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi lain.

d. Analisis (analysis)

Diartikan sebagai kemampuan untuk mengambarkan materi atau

objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam struktur

organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.


e. Sintesis (syntesis)

Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan dan

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru.

f. Evaluasi

Ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan.

a. Umur

Pendapat mengenai jalannya perkembangan selama hidup yang

sering dijumpai, semakin banyak hal yang dikerjakan. tidak dapat

mengerjakan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua karena

mengalami kemunduran fisik maupun mental. Dapat difikirkan

bahwa IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia.

Khususnya ada beberapa kemamapuan yang lain, misalnya:

pengetahuan kosa kata dan pengetahuan umum, kiranya hanya

sedikit pengaruhnya. Beberapa teoritis berpendapat bahwa ternyata

IQ seseorang akan menurun cukup sejalan dengan usia

b. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha sadar untuk mengembangkan

kepribadian baik di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung

seumur hidup
c. Penyuluhan atau informasi

Pendidikan yang diperoleh dari berbagai sumber mempengaruhi

tingkat pengetahuan seseorang mendapat banyak informasi

cenderung memiliki pengetahuan yang luas.

d. Pekerjaan atau pengalaman

Pekerjaan adalah suatu yang dilakukan untuk mencari nafkah,

adanya pekerjaan memerlukan waktu dan tenaga untuk

menyelesaikan berbagai jenis pekerjaan yang masing-masing

dianggap penting dan memerlukan perhatian. Masyarakat yang

sibuk hanya memiliki sedikit waktu untuk memperoleh informasi.

2. Sikap

Merupakan konsep yang mempresentasikan suka atau tidak


sukanya seseorang pada sesuatu atau pandangan terhadap objek sikap.
Sikap adalah juga sikap tertutup seeseorang terhadap objek tertentu yang
sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang
tidak senang, baik, tidak baik dan sebagainya. Sikap merupakan
oraganisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai obyek atau situasi
yang relatif, yang disertai adanya perasaan tertentu dan memberikan
dasar kepada orang tersebut untuk membuat respon atau berperilaku
dalam cara tertentu yang dipilihnya. Newcomb, salah seorang ahli
psikologi sosial menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau
kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif
tertentu.Dengan kata lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan
(reaksi terbuka atau aktivitas), akan tetapi merupakan presdiposisi
perilaku (tindakan).
Komponen sikap
Menurut Allport (1954) sikap terdiri dari tiga komponen pokok yakni:
a. Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek
(bagaimana dan pendapat seseorang terhadap objek).
b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek penilaian.
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend of behave) yang berarti sikap
adalah komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka.
d. Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap
yang utuh (total attitude). Dalam menetukan sikap yang utuh ini
pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan
penting.
Struktur Sikap
Sikap terdiri dari beberapa komponen yakni:
a. Komponen Kognitif sikap.
Untuk komponen ini berisi tentang kepercayaan seseoarang
mengenai apa yang berlaku atau apa yang dipandang benar menurut
objek sikap
b. Komponen Afektif
Dalam hal ini menyangkut masalah emosional subyektif seseorang
terhadap suatu obyek sikap, komponen ini disamakan dengan
perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Namun, sering kali sangat
berbeda dengan kanyatan bila dikaitkan dengan sikap.
c. Komponen Perilaku / Konatif
Merupakan tindakan dalam menunjukan bagaimana perilaku/
kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan
dengan objek sikap yang dihadapinya.
Analisis Fungsi Sikap
Menurut Katz (Secord & Backman, 1964) sikap itu mempunyai 4 fungsi
antara lain:
a. Fungsi intrumental/manfaat
Berkaitan dengan sarana tujuan (seberapa besar dukungan sarana
untuk dapat mencapai tujuan). karena itu, fungsi ini disebut juga
dengan fungsi manfaat yaitu sejauh mana manfaat objek sikap
dalam rangka pencapaian tujuan.
b. Fungsi pertahanan ego
Sikap yang diambil seseorang untuk mempertahankan egonya pada
waktu orang yang bersangkutan terancam keadaan dirinya atau
egonya.
c. Fungsi ekspresi nilai
Jalan bagi diri individu untuk mengekspresikan nilai yang ada
dalam dirinya. Dengan mengekspresikan diri seseorang akan
mendapatkan kepuasan dapat menunjukan keadaan dirinya. Hal ini,
menggambarkan keadaan sistem nilai yang ada pada individu yang
bersangkutan.
d. Fungsi pengetahuan
Individu mempunyai dorongan untuk mengerti dengan pengalaman-
pengalamannya untuk memperoleh pengetahuan. Elemen dari
pengalamannya yang tidak konsisten dengan apa yang diketahui
oleh individu akan disusun kembali sedemikian rupa hingga
menjadi konsisten. Hal ini berarti bila seseorang mempunyai sikap
tertentu terhadap terhadap suatu obyek menunjukan tentang
pengetahuan orang tersebut terhadap obyek sikap yang
bersangkutan.
Tahap-tahap Sikap
Sepertihalnya pengetahuan, sikap juga memiliki tingkatan-tingkatan
berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut:
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima
stimulus yang diberikan.
b. Menanggapi (responding)
Disini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap
pertanyaan atau objek yang dihadapi.
c. Menghargai (valuing)
Menghargai diartikan bahwa subjek atau seseorang memberikan
nilai yang positif terhadap objek atau stimulus dalam arti
membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau
mempengaruhi orang lain.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Merupakan sikap yang paling tinggi tingkatannya terhadap apa
yang telah diyakini.
Faktor-faktor yang mempengaruhi seeseorang dalam bersikap.
a. Faktor fasilitas
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (over
behaviour). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan
nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang
memungkinkan, antara lain adalah fasilitas.
b. Faktor pendukung
Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan
(support) dari pihak lain, misalnya suami atau istri, orang tua atau
mertua sangat penting untuk mendukung praktek.
Dimana ada empat tingkatan praktek,yaitu:
1) Persepsi (Perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan
tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat
pertama.
2) Respon terpimpin (Guided respon)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar
sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek
tingkat dua.
3) Mekanisme (Mecanism)
Apabila seseorang telah dapat malakukan sesuatu dengan benar
dengan cara otomatis sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan
maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.
4) Adaptasi (Adaptation)
Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah
berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah
dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaranya
tersebut.
Cara Mengukur Sikap
Salah satu aspek yang sangat penting memahami sikap dan
perilaku manusia adalah pengungkapan atau pengukuran sikap.
Beberapa metode pengukuran sikap antara lain dengan observasi
perilaku pernyataan langsung, pengungkapan langsung dan skala sikap.
Dari beberapa metode tersebut pengu ngkapan sikap dalam bentuk self
report merupakan metode yang paling baik. Hal ini dilakukan dengan
menggunakan daftar pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh
individu dan disebut skala sikap.
Skala sikap (attitude scale) berupa kumpulan pertanyaan-
pertanyaan mengenai suatu objek sikap. Dari respon subyek pada setiap
pertanyaan itu kemudian didapat simpulan mengenai arah dan intensitas
sikap seseorang.
Respon individu terhadap stimilus (pertanyaan-pertanyaan) sikap berupa
jawaban setuju atau tidak setuju itulah yang menjadi indikatorsikap
seseorang. Respon yang tampak dapat diamati langsung dari jawaban
yang diberikan seseorang merupakan bukti satu-satunya yang kita
peroleh dan itulah yang menjadi dasar untuk menyimpulkan sikap
seseorang.
3. Tingkat Sosial Ekonomi
Pengertian status menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2012)
adalah kedudukan atau sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu
kelompok sosial. Sedangkan pengertian ekonomi menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2012) adalah ilmu yang mengenai asas-asas produksi,
distribusi, dan pemakaian barang-barang serta kekayaan (seperti hal
keuangan, perindustrian, dan perdagangan) pemanfaatan uang, tenaga,
waktu, dan sebagainya yang berharga, tata kehidupan perekonomian
(suatu negara) urusan keuangan rumah tangga (organisasi, Negara).
Status sosial ekonomi menurut Mayer berarti kedudukan suatu individu
dan keluarga berdasarkan unsur-unsur ekonomi. Status ekonomi adalah
kedudukan seseorang atau keluarga dimasyarakat berdasarkan
pendapatan perbulan. Status ekonomi dapat dilihat dari pendapatan yang
disesuaikan dengan harga barang pokok. Status ekonomi adalah
kemampuan perekonomian suatu keluarga dalam memenuhi setiap
kebutuhan hidup seluruh anggota keluarga.
Tingkat ekonomi seseorang berhubungan erat dengan berbagai
masalah kesehatan (Notoadmojo.S, 2007: 21). Orang dengan tingkat
ekonomi rendah akan lebih berkosentrasi terhadap pemenuhan
kebutuhan dasar yang menunjang kehidupannya dan kehidupan
keluarganya. Sebaliknya orang dengan tingkat ekonomi tinggi akan
mempunyaikesempatan lebih besar dalam menempuh pendidikan
dimana orang dengan tingkat ekonomi tinggi akan lebih mudah
menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang
dimiliki sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki
sehingga akan memperhatikan kesehatan diri dan keluarga.
Geimar dan lasorte (1964) dalam friedman (2004) membagi
keluarga terdiri dari 4 tingkatan ekonomi:
a. Adekuat
Adakuat menyatakan uang yang dibelanjakan atas dasar suatu
permohonan bahwa pembiayaan adalah tanggung jawab orang tua.
Keluarga menganggarkan dan mengatur biaya secara ralistis.
b. Marginal
Pada tingkat marginal sering terjadi ketidaksepakatan dan
perselisihan siapa yang seharusnya mengontrol pendapatan dan
pengeluaran.
c. Miskin
Keluarga tidak bias hidup dengan caranya sendiri, pengaturan
keuangan yang buruk akan menyebabkan didahulukannya
kemewahan. Diatas kebutuhan pokok manajemen keuangan yang
sangat buruk dapat atau tidak membahayakan kesejahteraan anak
tetapi pengeluaran dan kebutuhan keuangan melebihi penghasilan.
d. Sangat miskin
Manajemen keuangan yang sangat jelek, termasuk pengeluaran
saja dan berhutang terlau banyak, serta kurang tersedianya
kebutuhan dasar.
4. Adat Istiadat atau Nilai dan Norma
Penuturan Bambang Daroeso mengemukakan bahwa nilai adalah
suatu kualitas atau penghargaan terhadap sesuatu, yang dapat menjadi
dasar penentu tingkah laku seseorang. Darji Darmodiharjo mengatakan
bahwa nilai adalah kualitas atau keadaan sesuatu yang bermanfat bagi
manusia, baik lahir maupun batin. Sementara itu Widjaja
mengemukakan bahwa menilai berati menimbang, yaitu kegiatan
menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain (sebagai standar),
untuk selanjutnya mengambil keputusan. Keputusan itu dapat
menyatakan berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, indah
atau tidak indah, baik atau tidak baik dan seterusnya. Menurut Fraenkel,
sebagaimana dikutip oleh Soenarjati Moehadjir dan Cholisin, nilai pada
dasarnya disebut sebagai standar penuntun dalam menentukan sesuatu
itu baik, indah, berharga atau tidak.
Norma adalah petunjuk tingkah laku yang harus dilakukan dan
tidak boleh dilakukan dalam hidup sehari-hari, berdasarkan suatu alasan
(motivasi) tertentu dengan disertai sanksi. Sanksi adalah ancaman/akibat
yang akan diterima apabila norma tidak dilakukan.
Macam-Macam Norma
Dalam kehidupan umat manusia terdapat bermacam-macam norma,
yaitu norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, norma hukum
dan lain-lain:
a. Norma Agama Norma agama adalah aturan-aturan hidup yang
berupa perintah-perintah dan larangan-larangan, yang oleh
pemeluknya diyakini bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa.
Aturan-aturan itu tidak saja mengatur hubungan vertikal, antara
manusia dengan Tuhan (ibadah), tapi juga hubungan horisontal,
antara manusia dengan sesama manusia.
b. Norma Kesusilaan Norma kesusilaan adalah aturan-aturan hidup
tentang tingkah laku yang baik dan buruk, yang berupa “bisikan-
bisikan” atau suara batin yang berasal dari hati nurani manusia.
Berdasar kodrat kemanusiaannya, hati nurani setiap manusia
“menyimpan” potensi nilai-nilai kesusilaan. Hal ini analog dengan
hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh setiap pribadi manusia
karena kodrat kemanusiaannya, sebagai anugerah Tuhan Yang
Maha Kuasa.
c. Norma Kesopanan Norma kesopanan adalah aturan hidup
bermasyarakat tentang tingkah laku yang baik dan tidak baik baik,
patut dan tidak patut dilakukan, yang berlaku dalam suatu
lingkungan masyarakat atau komunitas tertentu. Norma ini biasanya
bersumber dari adat istiadat, budaya, atau nilai-nilai masyarakat.
d. Norma Hukum Norma hukum adalah aturan-aturan yang dibuat
oleh lembaga negara yang berwenang, yang mengikat dan bersifat
memaksa, demi terwujudnya ketertiban masyarakat. Sifat
“memaksa” dengan sanksinya yang tegas dan nyata inilah yang
merupakan kelebihan norma hukum dibanding dengan ketiga norma
yang lain.
5. Self Efficacy
Merupakan sebuah keyakinan bahwa seseorang dapat berhasil
mengeksekusi perilaku yang diperlukan untuk menghasilkan hasil.
Harapan hasil merujuk pada persepsi tentang kemungkinan konsekuensi
dari tindakan seseorang, harapan self-efficacy mengacu pada kontrol
tindakan pribadi atau agen. Seseorang yang percaya bahwa dia dapat
menyebabkan suatu peristiwa dia juga dapat menjalani hidup yang lebih
aktif dengan kentukan sendiri. Rasa percaya diri merupakan keberanian
menghadapi tantangan karena memberi suatu kesadaran bahwa belajar
dari pengalaman jauh lebih penting daripada keberhasilan atau
kegagalan. Rasa percaya diri juga merupakan bentuk keyakinan individu
pada diri sendiri untuk melakukan segala sesuatu yang diinginkan 12
dan dibutuhkan dalam hidup, sehingga dengan rasa percaya diri ini
dapat menekan kepuasan yang dirasakan individu terhadap dirinya. Self
efficacy terdiri atas dua komponen yaitu efikasi personal dan efikasi
umum. Effikasi personal ialah keyakinan individu bahwa dirinya
mampu dalam melakukan sesuatu. Kemampuan tersebut antara lain
a. membangun hubungan harmonis dengan individu lainnya,
b. memiliki kepekaan secara emosional,
c. mampu merencanakan dan melakukan intervensi secara efektif.
Sedangkan effikasi umum berkaitan dengan bahwa faktor
lingkungan juga berdampak pada keberhasilan yang akan dicapai.
Keberhasilan dalam konteks mengelola anak sulit disini yaitu seorang
ibu berhasil mengubah perilaku makan anak yang buruk menjadi lebih
baik, hal ini dikarenakan ibu memiliki self efficacy sehingga
kemampuan untuk memberi perlakuan dan pengelolaan anak sulit
makan pun menjadi baik. Kesimpulan dari pengertian diatas adalah rasa
percaya diri merupakan keberanian dalam menghadapi tantangan,
mengatur dan melaksanakan tindakan untuk menghadapi situasi tertentu,
bentuk keyakinan individu dalam melakukan sesuatu yang diinginkan.
Penyebab Rendahnya Rasa Percaya Diri/Self Efficacy
Rasa percaya diri yang rendah yang dimanifestasikan dengan
seseorang tersebut memiliki rasa malu, kebingungan dan rasa rendah
hati yang berlebihan dapat menyebabkan masalah pada penyesuaian diri
dengan lingkungan. Individu yang memiliki self efficacy yang tinggi
cenderung memiliki komitmen yang kuat dalam mencapai tujuannya.
Sedangkan individu yang tidak yakin atas kemampuan yang dimiliki
sehingga usaha yang dilakukan menjadi rendah serta merasa takut dalam
menanggung resiko dari tindakannya menunjukan self efficacy yang
dimiliki individu tersebut rendah.
Dimensi Self Efficacy
Menurut Kurniasari et al, Self Efficacy memiliki 3 dimensi yang
dapat dinilai dari masing-masing individu diantaranya :
a. Level.
Level disini menunjukkan tingkat kesulitan dari tugas atau tindakan
yang dihadapi oleh individu. Individu dapat merasakan keberhasilan
dan keyakinan hanya terbatas pada tuntutan tugas yang sederhana
maupun sulit. Persepsi individu terhadap tugas akan berbeda-beda
dengan adanya tingkat atau level kesulitan tugas tersebut untuk
dikerjakan.
b. Generality.
Keyakinan yang ditunjukan oleh individu agar dapat melakukan
tugas dengan baik. Keyakinan tersebut dapat dinilai dari seberapa
besar atau seberapa banyak aktivitas yang dapat dilakukannya .
Generality dapat dibedakan melalui beberapa dimensi, yaitu
kemampuan individu (afektif, perilaku dan kognitif), tingkat
aktivitas yang sama, situasi dan karakteristik individu dalam
mengarahkan perilaku.
c. Strength.
Hal ini berkaitan dengan keyakinan dan kekuatan individu dalam
menyelesaikan tugas yang dihadapi. Aspek ini dilihat saat individu
tidak memiliki kepercayaan kuat terhadap kemampuan dirinya
sehingga akan mudah menyerah dalam mencapai tujuannya,
sedangkan individu yang kuat kepercayaannya dalam mencapai
suatu tujuan maka akan dapat bertahan meskipun terdapat banyak
kesulitan yang menjadi hambatannya, dan hal inilah yang akan
mengarahkan individu tersebut pada keberhasilan.
Reinforcing
1. Dukungan
Dukungan adalah suatu kesenangan yang dirasakan sebagai
perhatian, penghargaan dan pertolongan yang diterima dari orang lain
atau suatu kelompok (Saputri, 2011). Orang tua merupakan pilar utama
dan pertama dalam membentuk anak untuk mandiri. Dukungan yang
paling besar di dalam lingkungan rumah adalah bersumber dari orang
tua. Orang tua diharapkan dapat memberikan kesempatan pada anak
agar dapat mengembangkan kemampuan yang dimilikinya, belajar
mengambil inisiatif, mengambil keputusan mengenai apa yang ingin
dilakukan dan belajar mempertanggung jawabkan segala perbuatannya
(Santrok dalam Tarmidi & Rahma, 2010).
Bentuk-Bentuk Dukungan
Menurut House dalam Depkes (2002) bentuk dukungan diklarifiaksikan
menjadi 4 yaitu:
a. Dukungan emosional Dukungan emosional berupa ungkapan
empati dan perhatian terhadap individu yaitu mencakup (partisipasi
orang tua, menciptakan suasana belajar anak, memberikan motivasi
belajar dan membantu kesulitan belajar anak).
b. Dukungan instrumental Dukungan ini berupa kebutuhan langsung
sesuai yang dibutuhkan individu. Dukungan ini mencakup
(penyediaan fasilitas belajar, penyediaan alat kelengkapan belajar,
tersedianya tempat belajar dan mengatur waktu belajar anak).
c. Dukungan informasi Dukungan informasi meliputi pemberian
nasehat, petunjuk dan saran yaitu mencakup (pengawasan belajar
dan problem solving).
d. Dukungan penilaian Dukungan penilaian yang berupa penilaian
positif terhadap anak dan mendorong kemajuan anak. Dukungan
penilaian mencakup memberikan sanksi atau hukuman dan
memenuhi keinginan anak.

Enabling
Pelayanan kesehatan merupakan salah satu komponen dalam sistem
kesehatan nasional yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Dalam
Undang-Undang Nomor 36/2009 tentang kesehatan, dijelaskan bahwa
definisi dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan
untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan baik promotif,
preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah,
pemerintah daerah dan/atau masyarakat. UU 36/2009 juga memberikan
gambaran bahwa pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif
bertujuan untuk menginformasikan kepada masyarakat tentang pola hidup
sehat dan mencegah terjadinya permasalahan kesehatan masyarakat atau
penyakit
Akses pelayanan kesehatan seringkali dilihat hanya dari perspektif
pemberi pelayanan saja, sementara akses dari sisi masyarakat sebagai
pengguna kurang terperhatikan. Penelitian tentang akses pelayanan
kesehatan dari perspektif pengguna dirasakan masih sangat kurang.
Perbaikan kualitas pelayanan kesehatan dari sisi akses memerlukan
perspektif yang lengkap dari dua sisi yang berbeda ini (Higgs, Bayne &
Murphy, 2001) (Leach, Wiese, Agnew & Thakkar, 2018).
Referensi
1. Notoatmodjo, S. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan.
Andi Offset. Jakarta. 2000
2. Notoatmodjo, S. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta.
Jakarta, 2003.
3. Azwar, saifuddin. Sikap Manusia. Pustaka Pelajar Yogyakarta.2003
4. Walgito, bimo. Psikologis Sosial. CV.Andi offset. Yogyakarta. 2003
5. Saragih, F,.S. 2010. Pengaruh Penyuluhan Terhadap Pengetahuan dan Sikap Ibu
Tentang Makanan Sehat dan Gizi Seimbang di Desa Merek Raya Kecamatan
Raya Kabupaten Simalungun Tahun 2010. Skripsi. Universitas Sumatera Utara (
USU )
6. Notoadmojo, S, S.K.M, M.Com. H. 2012 . Promosi Kesehatan dan Perilaku
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta hlm 21 – 23, 49, 51 – 60 , 64 – 66 , 132.
7. Adler, N.E., Marmot, M., McEwen, B.S. & Stewart, J. (Eds.) (1999).
Socioeconomic Status and Health in Industrial Nations: Social, Psychological
and Biological Pathways. New York Academy of Science. 896
8. Green., Lawrence W dan Kreuter. 2005. Health Program Planning. An.
Educational Ecological Approach. New York: the MeGraw-HiII Companies. Inc.
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Pedoman Pelaksanaan
Promosi Kesehatan di Puskesmas. Menteri Kesehatan Republik Indonesia
10. Rogers, R.W. (1975). A protection motivation theory of fear appeals and attitude
change.Journal of Psychology, 91, 93-114.
11. Rogers, R.W. (1983). Cognitive and physiological processes in fear appeals and
attitude change:A revised theory of protection motivation. In J. Cacioppo & R. E.
Petty (Eds.), Social psychophysiology (pp. 153-176). New York: Guilford.
12. Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta :
PT. Rineka Cipta.
13. Secord, P.F & Backman, C. W. 1964. Social Psycology. New York: Mc Graw
Hill Book Company.
14. Allport, W. Gordon. 1954. The Nature of Prejudice. United States of America :
Addison-Wesley Publishing Company.
15. Glanz, K, K. Rimer, B & Viswanath, K (2008). Health Behavior And Health
16. Sri Marjanti. 2015. Upaya Meningkatkan Rasa Percaya Diri Melalui Konseling
Kelompok Bagi Siswa X IPS 6 SMA 2 Bae Kudus Tahun Pelajaran 2014/2015.
Jurnal Konseling, Vol. 1 No 2.
17. Fiorentika, K.; Santoso, B. D.; & Simon, M. I. (2016). “Kefektifan Teknik Self
Instruction untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri Siswa SMP”. Jurnal Kajian
Bimbingan dan Konseling, 1 (3), 104-111.
18. Ruth Imelda Kurniasari, Agoes Dariyo & Rita Markus Idulfilastr. 2018.
Hubungan Antara Self Efficacy dengan Pengambilan Keputusan Karier Pada
Mahasiswa Tingkat Akhi. Journal An-nafs: Vol. 3 No. 1 2018.
19. http://staffnew.uny.ac.id/upload/130515047/pendidikan/Nilai+dan+Norma_0.pdf
20. http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/Promkes-
Komprehensif.pdf
21. http://repository.uma.ac.id/bitstream/123456789/9740/1/Nola%20Dwigita%20-
%20fulltext.pdf
22. http://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/hsr/article/view/231
23. Notoadmojo.S, 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta. Rineka
Cipta
24. Soekanto, Soejono. (2003). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
25. Kartono. (2006). Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada
26. Friedman. (1999). Buku Ajaran Keperawatan Keluarga Riset, Teori, dan Praktek,
Edisi Kelima,Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
27. Laksono, A.D. 2016. Health Care Accessibility (Aksesibilitas Pelayanan
Kesehatan). Dalam: S. Supriyanto, D. Chalidyanto, & R. D. Wulandari (Eds.),
Aksesibilitas Pelayanan Kesehatan di Indonesia (pp. 5–20). Jogjakarta, Kanisius
28. Leach, M.J., Wiese, M., Agnew, T., & Thakkar, M. 2018. Health consumer and
health provider preferences for an integrative healthcare service delivery model:
A national cross-sectional study. International Journal of Clinical Practice, 72(6),
1–13. Available at: https:// doi.org/10.1111/ijcp.13204.
29. Higgs, Z.R., Bayne, T., & Murphy, D. 2001. Health Care Access: A Consumer
Perspective. Public Health Nursing, 18(1), 3–12. Available at: https://doi.
org/10.1046/j.1525-1446.2001.00003.

Anda mungkin juga menyukai