Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

ANALISIS FUNGSI KONTROL PADA PROSES PENGEMBANGAN


KEBIJAKAN, REKOMENDASI DAN ADVOKASI KEBIJAKAN

Disusun Oleh :

Kelompok 2

Windy Wangko 20111101062


Caneisa Reppi 20111101081
Yismaya Aling 20111101113
Jernisa Sambouw 20111101202
Linda Mahundingan 20111101205
Resika 20111101212
Brilita Sembel 20111101219
Ananda F. Saludung 20111101224

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkat tuntunan dan kasih karunia-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dengan baik, dan dapat selesai dengan tepat waktu.

Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua


tentang “Analisis Fungsi Kontrol Pada Prosess Pengembangan Kebijakan,
Rekomendasi dan Advokasi Kebijakan”. Kami menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Kami berharap kedepan kiranya makalah yang telah kami susun ini dapat
bermanfaat kepada setiap pembaca.

Manado, Maret 2023

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................ iii
BAB I ............................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................ 2
BAB II ........................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ........................................................................................................... 3
2.1 Pengertian Fungsi Kontrol (Monitoring dan Evaluasi) .................................. 3
2.1.1 Pengertian Monitoring ............................................................................ 3
2.1.2 Pengertian Evaluasi ................................................................................. 4
2.2 Fungsi Kontrol (Monitoring dan Evaluasi) Pada Proses Pengembangan
Kebijakan ....................................................................................................... 5
2.3 Peran Rekomendasi dalam Kebijakan .......................................................... 12
2.4 Peran Advokasi dalam Kebijakan ................................................................ 13
BAB III ....................................................................................................................... 16
PENUTUP ................................................................................................................... 16
3.1 Kesimpulan ................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 17

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kriteria Evaluasi ............................................................................................. 7

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fungsi kontrol pada proses pengembangan dan kebijakan, rekomendasi, dan


advokasi kebijakan adalah penting untuk memastikan bahwa kebijakan yang
dihasilkan memenuhi tujuan yang diinginkan dan berjalan sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan. Fungsi kontrol pada proses pengembangan dan kebijakan
adalah bagian penting dari siklus kebijakan publik yang meliputi tahap perumusan
masalah, analisis kebijakan, pengembangan kebijakan, implementasi kebijakan, dan
evaluasi kebijakan. Fungsi kontrol dilakukan pada tahap evaluasi kebijakan untuk
memastikan bahwa kebijakan yang telah disahkan dan diimplementasikan sesuai
dengan rencana dan tujuan awalnya.
Tujuan dari fungsi kontrol adalah untuk memastikan bahwa kebijakan yang telah
diimplementasikan berjalan sesuai dengan rencana dan tujuan awalnya, serta
memberikan umpan balik yang dapat membantu memperbaiki dan meningkatkan
kebijakan di masa depan. Proses kontrol melibatkan pengumpulan data dan informasi
tentang pelaksanaan kebijakan, termasuk hasil-hasil yang telah dicapai, kesenjangan
yang muncul, dan masalah-masalah yang teridentifikasi.
Dari data dan informasi yang dikumpulkan, analisis dilakukan untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan dan hasil
yang dicapai. Hasil analisis tersebut dapat digunakan untuk merekomendasikan
perbaikan dan peningkatan dalam pelaksanaan kebijakan. Rekomendasi tersebut
dapat berupa saran-saran mengenai perbaikan proses, program, atau kebijakan.
Selain itu, hasil dari analisis fungsi kontrol juga dapat digunakan untuk
melakukan advokasi kebijakan yang lebih efektif. Misalnya, jika analisis
menunjukkan bahwa kebijakan yang sedang diterapkan telah memberikan hasil yang
positif, maka advokasi kebijakan dapat dilakukan untuk mempromosikan kebijakan
tersebut agar mendapat dukungan yang lebih luas.

1
Rekomendasi dan advokasi kebijakan juga merupakan bagian dari fungsi kontrol,
yang bertujuan untuk memastikan bahwa kebijakan yang dihasilkan dapat diterima
dan dilaksanakan dengan baik oleh berbagai pihak yang terkait. Rekomendasi dan
advokasi kebijakan juga membantu dalam memperkuat komunikasi dan koordinasi
antara pembuat kebijakan dengan pemangku kepentingan, sehingga tercipta
kesepahaman yang lebih baik dalam implementasi kebijakan.
Dengan melakukan fungsi kontrol pada proses pengembangan dan kebijakan,
pemerintah dapat memastikan bahwa kebijakan yang diimplementasikan dapat
mencapai tujuan awalnya secara efektif dan efisien. Selain itu, hasil analisis fungsi
kontrol dapat menjadi dasar dalam membuat keputusan dalam melakukan perbaikan
kebijakan. Dengan demikian, fungsi kontrol pada proses pengembangan dan
kebijakan sangat penting untuk memastikan bahwa kebijakan publik yang dihasilkan
dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dapat disusun
adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian fungsi kontrol?
2. Bagaimana analisis fungsi kontrol pada proses pengembangan dan kebijakan?
3. Bagaimana peran rekomendasi dan advokasi dalam kebijakan kesehatan?

1.3 Tujuan Penulisan

Dari rumusan masalah yang akan dibahas, tujuan penulisan dari makalah ini
adalah:
1. Dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan fungsi kontrol
2. Mengetahui bagaimana analisis fungsi kontrol pada pengembangan kebijakan
3. Mengetahui peran rekomendasi dan advokasi dalam kebijakan kesehatan

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Fungsi Kontrol (Monitoring dan Evaluasi)

2.1.1 Pengertian Monitoring

Monitoring yaitu kegiatan dengan pemantauan agar menghasilkan informasi


secara terus- menerus agar hasil sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 (dalam IPDN, 2011),
disebutkan bahwa monitoring merupakan suatu kegiatan mengamati secara
seksama suatu keadaan atau kondisi, termasuk juga perilaku atau kegiatan
tertentu, dengan tujuan agar semua data masukan atau informasi yang diperoleh
dari hasil pengamatan tersebut dapat menjadi landasan dalam mengambil
keputusan tindakan selanjutnya yang diperlukan. Tindakan tersebut diperlukan
seandainya hasil pengamatan menunjukkan adanya hal atau kondisi yang tidak
sesuai dengan yang direncanakan semula.
Monitoring ialah proses kegiatan pengawasan implementasi kebijakan yang
meliputi keterkaitan antara implementasi dan hasil-hasilnya (outcomes)
(Hogwood and Gunn, 1989). Monitoring ini menekankan pada pemantauan sutu
proses pelaksanaan. Prosesnya yaitu proses dasar dalam monitoring meliputi tiga
tahap yaitu : (1) menetapkan standar pelaksanaan; (2) pengukuran pelaksanaan;
(3) menentukan kesenjangan (deviasi) antara pelaksanaan dengan standar dan
rencana (Suryana; 2003). William N. Dunn (1994), menjelaskan bahwa
monitoring mempunyai 4 tujuan, sebagai berikut :
a) Compliance (kesesuaian/kepatuhan)
Menentukan apakah implementasi kebijakan ini sesuai dengan standard dan
prosedur atau tidak.
b) Auditing (pemeriksaan)
Menentukan apakah sumber-sumber/pelayanan kepada kelompok sasaran
(target groups) sudah benar-benar sampai kepada mereka.

3
c) Accounting (Akuntansi)
Menentukan perubahan sosial dan ekonomi apa saja yang terjadi setelah
implementasi sejumlah kebijakan publik dari waktu ke waktu.
d) Explanation (Penjelasan)
Menjelaskan mengenai semua hasil kebijakan publik tidak sama dengan
tujuan kebijakan publik.
Monitoring berkaitan erat dengan evaluasi, karena evaluasi memerlukan hasil
dari monitoring yang digunakan dalam melihat kontribusi program yang berjalan
untuk dievaluasi.

2.1.2 Pengertian Evaluasi

Menurut Ahli Kesehatan Masyarakat Amerika, evaluasi adalah suatu proses


untuk menentukan nilai atau jumlah keberhasilan dan usaha pencapaian suatu
tujuan yang telah ditetapkan.
Pengertian evaluasi menurut Hornby dan Parnwell (dalam Mardikanto,
2009) adalah sebagai suatu tindakan pengambilan keputusan untuk menilai suatu
objek, , peristiwa atau kegiatan tertentu yang sedang diamati. Pengertian tersebut
juga dikemukakan oleh Soumelis (1983) yang mengartikan evaluasi sebagai
proses pengambilan keputusan melalui kegiatan membandingbandingkan hasil
pengamatan terhadap suatu obyek. Diartikan oleh Seepersad dan Henderson
(1984) mengartikan evaluasi sebagai kegiatan sistematis yang dimaksudkan untuk
melakukan pengukuran dan penilaian terhadap sesuatu obyek berdasarkan
pedoman yang telah ada.
Evaluasi kebijakan adalah kegiatan yang menyangkut estimasi atau
penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak
(Anderson: 1975). Evaluasi kebijakan dipandang sebagai suatu kegiatan
fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir
saja melainkan kepada seluruh proses kebijakan. Menurut W. Dunn, istilah
evaluasi mempunyai arti yang berhubungan, masing-masing menunjuk pada

4
aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan program. Evaluasi
mencakup kesimpulan ,klarifikasi, kritik, penyesuaian dan perumusan masalah
kembali.

2.2 Fungsi Kontrol (Monitoring dan Evaluasi) Pada Proses Pengembangan


Kebijakan

Fungsi kontrol dengan monitoring dan evaluasi perlu diterapkan pada proses
pengembangan kebijakan agar implementasi kebijakan dapat berjalan dengan baik
dan menjawab permasalahan yang menjadi dasar terbentuknya kebijakan. Selain itu
dengan adanya evaluasi seharusnya dapat memperjelas seberapa jauh kebijakan dan
implementasinya dapat mencapai tujuan. Peran rekomendasi dan advokasi kebijakan
juga memegang peranan penting karena dengan adanya rekomendasi kebijakan yang
baik akan membawa penguatan pada proses pengembangan kebijakan.
Bagian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan penting dengan
mempertimbangkan metode analisis kebijakan evaluasi. Pertama-tama kita
mengevaluasi sifat, tujuan, dan fungsi evaluasi dalam analisis kebijakan,
menunjukkan bahwa evaluasi didasarkan pada, tetapi berbeda dengan pemantauan.
Kedua, membandingkan dan mempertentangkan sejumlah pendekatan evaluasi dalam
analisis kebijakan. Ketiga, kita membahas metode-metode yang digunakan dalam
hubungannya dengan pendekatan tersebut. Terakhir, menyimpulkan keseluruhan
dengan mengembalikan pada masalah penggunaan analisis kebijakan untuk
memperbaiki proses kebijakan.
Istilah evaluasi mempunyai arti yang saling terkait, masing-masing menunjuk
pada penerapan beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan maupun program.
Umumnya makna evaluasi dimaknai sebagai penafsiran (appraisal), pemberian angka
(return) dan penilaian (assesment), pemahaman yang menunjukkan upaya untuk
menganalisis hasil kebijakan dalam arti satuan nilainya. Dalam arti khusus, bahwa
evaluasi berhubungan dengan produksi informasi nilai atau manfaat dari hasil
kebijakan. Ketika hasil kebijakan pada kenyatannya mengandung nilai, hal ini karena
hasil dari kebijakan berkontribusi pada tujuan atau sasaran. Dengan kata lain, bahwa

5
kebijakan ataupun suatu program telah mencapai tingkat kinerja yang bermakna,
sehingga masalahmasalah kebijakan dapat menjadi jelas atau dapat diselesaikan.
a. Karakteristik evaluasi kebijakan
Profil utama evaluasi yakni suatu evaluasi menghasilkan tuntutan yang bersifat
evaluatif. Disini fokus utamanya bukan tentang fakta (apakah sesuatu ada?) ataupun
aksi (apakah yang harus dilakukan?) namun berhubungan dengan ‘nilai’ (berapa
nilainya?) karenanya evaluasi memiliki sejumlah karakteristik, sehingga berbeda
dengan metode kebijakan lainnya, yakni:
1. Fokus nilai. Evaluasi tidak sama dengan pemantauan, dipusatkan pada
penilaian menyangkut keperluan atau nilai dari sesuatu kebijakan dan
program. Evaluasi kebijakan atau program tidak hanya usaha untuk
mengumpulkan data dan informasi dari hasil suatu aksi kebijakan yang
terantisipasi. Namun ketepatan tujuan dan sasaran kebijakan dapat
dipertanyakan, evaluasi meliputi prosedur untuk melakukan evaluasi terhadap
tujuan dan sasaran (Caro, 1971).
2. Interdependensi fakta nilai. Tuntutan terhadap evaluasi tergantung pada
“fakta” ataupun “nilai”. Untuk menyatakan bahwa suatu kinerja kebijakan
ataupun program tertentu mencapai tingkatan kinerja yang tertinggi (ataupun
terendah), maka diperlukan bukan hanya hasil-hasil dari kebijakan yang
berharga bagi sejumlah individu, kelompok ataupun seluruh masyarakat.
Namun harus didukung oleh bukti-bukti bahwa hasil dari kebijakan secara
aktual merupakan konsekuensi dari aksi-aksi yang dilakukan untuk
menyelesaikan problematika tersebut, sehingga aspek pemantauan merupakan
prasyarat bagi suatu evaluasi.
3. Berorientasi Masa Kini dan Lampau. Tuntutan evaluatif, berbeda dengan
tuntutan advokatif, diarahkan pada hasil sekarang dan masa lalu, dari pada
hasil dimasa depan. Evaluasi bersifat retrospektif dan setelah aksi-aksi
dilakukan (ex post). Rekomendasi juga mencakup premis nilai, bersifat
prospektif dan dibuat sebelum aksi-aksi dilakukan (ex ante).

6
4. Dualitas nilai. Value yang menjadi basis tuntutan evaluasi memiliki kualitas
ganda, karena mereka dipandang sebagai tujuan dan cara. Evaluasi sama
dengan rekomendasi sejauh berkenaan dengan nilai yang ada (misal:
kesehatan) dapat dianggap sebagai intrinsik (diperlukan bagi dirinya) ataupun
ekstrinsik (dibutuhkan karena mempengaruhi pencapaian tujuan lainnya),
nilai-nilai sering diatur dalam suatu system hirarki yang merefleksikan
kepentingan relative serta saling terkait antara tujuan dan sasaran.
b. Fungsi evaluasi kebijakan
Evaluasi memiliki sejumlah fungsi utama dalam analisis kebijakan. (1) evaluasi
memberikan informasi yang valid dan bisa dipercaya berhubungan dengan kinerja
kebijakan, yaitu seberapa bermakna suatu kebutuhan, nilai dan kesempatan telah
diwujudkan melalui tindakan publik. Dalam hal ini evaluasi mengungkapkan tujuan-
tujuan tertentu (misalnya, perbaikan kesehatan) serta target tertentu yang telah
dicapai. (2) evaluasi memberikan kontribusi pada klarifikasi serta kritik terhadap nilai
yang diperjelas dengan cara mendefinisikan serta mengoperasionalkan tujuan dan
target. Nilai juga mendapat kritik dengan cara mempertanyakan secara sistematis
terhadap kepantasan suatu tujuan dan target dalam hubungannya dengan
permasalahan yang diharapkan. Dalam menanyakan kepantasan tujuan dan sasaran,
analisis dapat melakukan uji alternatif pada sumber nilai (misalnya: kelompok
kepentingan atau pegawai negeri, bahkan kelompok-kelompok klien) serta landasan
mereka dalam beragam bentuk rasionalitas (teknis, ekonomi, legal, sosial, substantif).

Tabel 1. Kriteria Evaluasi

TIPE PERTANYAAN ILUSTRASI


KRITERIA
Efektivitas Apakah hasil yang diinginkan Unit Pelayanan
telah dicapai?

Seberapa banyak usaha diperlukan Unit biaya


Efisiensi untuk mencapai Manfaat bersih

7
Kecukupan hasil yang diinginkan? Rasio biaya – manfaat

Seberapa jauh pencapaian hasil Biaya tetap


yang diinginkan memecahkan (masalah tipe 1)
masalah? Efektivitas tetap (masalah tipe
II)
Kriteria Pareto

Perataan Apakah biaya dan manfaat Kriteria Kaldor-Hicks


didistribusikan dengan merata Kriteria Rawls
kepada keolompok-kelompok
yang berbeda?

Responsivitas Apakah hasil kebijakan


memuaskan kebutuhan, preferensi Konsistensi dengan survey
atau nilai kelompok- warga negara
kelompok tertentu?

Ketepatan Apakah hasil (tujuan) yang


diinginkan benar-benar beguna atau Program public harus merata
bernilai? dan efisien

Ketiga evaluasi tersebut memberi kontribusi terhadap penerapan metode analisis


kebijakan lainnya, termasuk aspek perumusan masalah serta rekomendasi. Informasi
mengenai kurang memadainya kinerja kebijakan dapat berkontribusi terhadap
reformulasi masalah kebijakan, sebagai contoh: suatu tujuan dan target perlu
didefinisikan ulang. Evaluasi dapat pula berkontribusi terhadap definisi alternatif
kebijakan baru ataupun revisi kebijakan dengan cara menunjukan bahwa alternatif
kebijakan yang diunggulkan sebelumnya masih perlu dihapus atau diganti.Evaluasi
dapat pula menyumbang pada definisi alternative kebijakan yang baru atau revisi
kebijakan dengan menunjukan bahwa alternatif kebijakan yang diunggulkan
sebelumnya perlu dihapus dan diganti dengan yang lain.

c. Kriteria untuk evaluasi kebijakan


Dalam menghasilkan informasi mengenai hasil atau kinerja kebijakan, analisis
menggunakan kriteria yang berbeda.. Perbedaan utama antara kriteria untuk evaluasi
dan kriteria untuk rekomendasi yakni waktu kriteria diterapkan. Kriteria untuk

8
evaluasi diterapkan melalui retrospektif (ex post), sedangkan kriteria untuk
rekomendasi, diterapkan dengan cara prospektif (ex ante).
d. Pendekatan terhadap evaluasi kebijakan
Evaluasi (tabel 1) memiliki dua aspek yang saling terkait: penggunaan beragam
metode guna memantau hasil atau kinerja kebijakan publik atau program serta
penerapan serangkaian nilai untuk menentukan manfaat kegunaan hasil terhadap
beberapa orang, kelompok ataupun seluruh masyarakat. Kedua aspek yang saling
berhubungan ini menunjukkan adanya fakta dan premis nilai dalam setiap tuntutan
evaluatif. Namun berbagai aktifitas yang diterangkan sebagai “Evaluasi” dalam
analisis kebijakan pada dasarnya bersifat nonevaluatif, terutama aktivitas yang
ditekankan pada produksi tuntutan designatif (factual) daripada tuntutan evaluatif.
Setidaknya tiga kondisi yang harus ada: suatu kebijakan ataupun program yang
diartikulasikan secara jelas, tujuan atau konsekuensi yang dirumuskan secara jelas,
serta serangkaian asumsi yang secara eksplisit menghubungkan aksi atau konsekuensi
Leonerad Rutman (1977). Dalam menginterpretasikan evaluabilitas, analisis
mengikuti proses tahapan yang memperjelas suatu kebijakan atau program dari
pemahaman pemakai informasi kinerja yang dituju serta evaluator (Joseph S.
Wholey, 1977), yakni:
1. Spesifikasi Program kebijakan.

2. Koleksi Informasi Program kebijakan.

3. Modeling Program kebijakan.

4. Penaksiran Evaluabilitas Program kebijakan.

5. Umpan balik penaksiran evaluabilitas untuk pemakai.

Bentuk evaluasi teoritis keputusan kedua yaitu analisis utilitas multi atribut
(Fennessey, 1977) Analisis utilitas multiatribut merupakan serangkaian tahapan
prosedur untuk memperoleh penilaian subyektif dari berbagai stakeholder mengenai
probabilitas kemunculan serta nilainilai dari hasil kebijakan. Kelebihan dari analisis
utilitas multiatribut bahwa analisis secara eksplisit menunjukkan penentuan nilai dari

9
berbagai stakeholder, analisis tersebut juga mengakui adanya berbagai tujuan yang
saling berlawanan dalam mengevaluasi program kebijakan, serta bahwa analisis
tersebut menghasilkan informasi kinerja yang lebih berguna dari aspek kelompok
sasaran. Adapun tahapan pelaksanaan analisis utilitas multiatribut sebagai berikut:

1. Identifikasi pelaku. Mengidentifikasi pihak yang mempengaruhi dan


dipengaruhi oleh suatu kebijakan atau program. Masingmasing pelaku
kebijakan ini mempunyai tujuan dan sasaran sendiri-sendiri yang ingin mereka
capai secara maksimal.

2. Spesifikasi isu keputusan yang relevan. Memastikan secara operasional


berbagai kecenderungan aksi atau non-aksi yang tidak disepakati oleh para
pelaku kebijakan. Dalam kasus yang paling sederhana terdapat dalam dua
kecenderungan tindakan: status quo dan beberapa inisiatif baru.

3. Spesifikasi dari hasil kebijakan. Menetapkan cakupan konsekuensi yang dapat


timbul sebagai akibat dari adanya aksi. Hasil-hasil dapat disusun secara
hierarkis dimana satu aksi mempunyai beberapa konsekuensi, dan masing-
masing mempunyai konsekuensi yang lebih jauh lagi. Suatu hierarki hasil dapat
disamakan dengan pohon tujuan (decision tree), kecuali hasil itu bukan tujuan
sampai hasil tersebut dinilai secara eksplisit.

4. Indentifikasi atribut hasil. Dilakukan guna mengidentifikasi semua atribut yang


relevan yang membuat hasil berharga dan bernilai. Contoh, masing-masing
hasil dapat mempunyai tipe yang keuntungan dan biaya yang berbeda terhadap
kelompok sasaran dan konsumen yang berbeda.

5. Penyusunan jenjang dari nilai atribut. Menyusun nilai atribut menurut tingkat
kepentingannya. Contoh, jika peningkatan penghasilan keluarga merupakan
hasil dari program kemiskinan, hasil ini dapat mempunyai beberapa atribut
nilai: prasarana makmur, mengkonsumsi gizi/nutrisi lebih banyak, punya sisa

10
pendapatan yang lebih besar untuk perawatan kesehatan. Atributatribut tersebut
harus diurutkan sesuai kepentingan relative antara skala satu terhadap lainnya.

6. Penyusunan skala atribut. Menyusun skala atribut yang telah diurutkan menurut
kepentingannya. Untuk melakukan hal itu, atribut paling tidak penting diberi
nilai 10. Alihkan ke atribut yang paling penting, lalu jawab pertanyaan ini.
Beberapa kali atribut paling penting ini lebih penting dibndingkan dengan
atribut paling tidak penting berikutnya? melanjutkan prosedur penyusunan skala
sampai atribut paling penting dapat memiliki nilai skala 10, 20, 30 kali atau
lebih dari atribut yang paling penting.

7. Standarisasi skala. Atribut yang telah disusun skalanya mempunyai nilai


maksimum yang berbeda diantara pelaku kebijakan. Contoh, seorang pelaku
kebijakan dapat memberi atribut A nilai 60, B nilai 30, dan atribut C nilai 10.
Sedangkan pelaku kebijakan lainnya terhadap atribut-atribut yang sama dapat
berbeda dalam memberikan nilai 120, 60, dan 10. Untuk menstandarisasikan
skala ini, jumlahkan semua nilai asli pada setiap skala, kemudian bagi masing-
masing nilai asli dengan jumlahnya, serta kalikan dengan 100. Ini akan
memberikan hasil skala terpisah yang nilainilai komponennya berjumlah sampai
100.

8. Pengukuran hasil. Ukurlah derajat dari setiap hasil kebijakan yang merupakan
hasil dari pencapaian setiap atribut. Probabilitas maksimum harus diberi nilai
100; probabilitias minimum diberi nilai 0 (yakni tidak ada kesempatan di mana
hasil/akan berakhir dengan pencapaian atribut).

9. Kalkulasi utilitas. Hitung utilitas (nilai) dari setiap hasil dengan cara
menggunakan rumus: Ui = ∑wiuii Dimana :

Ui : Kegunaan (nilai agregat dari hasil ke i.

wi : Nilai skala yang distandarkan dari atribut ke j.

ui : Probabilitas terjadi hasil ke i pada atribut ke j.

11
10. Evaluasi Presentasi. Tentukan hasil atau kinerja kebijakan dengan total
kinerja terbesar, serta menyampaikan informasi ini pada pembuat keputusan
yang relevan.
Kelebihan dari analisis utilitas multi-atribut adalah bahwa analisis itu
memungkin analisis berurutan secara sistematis dengan tujuan yang saling
bertentangan antar pelaku kebijakan yang banyak. Tetapi ini dimungkinkan hanya
jika langkah-langkah seperti yang baru dijelaskan diatas dilaksanakan sebagai bagian
dari proses kelompok yang melibatkan pelaku-pelaku kebijakan yang relevan. Oleh
sebab itu, persyaratan pokok dari analisis utilitas multiatribut adalah bahwa pelaku
kebijakan yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kebijakan atau program adalah
partisipasi aktif dalam evaluasi kinerja kebijakan.

2.3 Peran Rekomendasi dalam Kebijakan

Dalam metode analisis kebijakan kesehatan sangat berkaitan dengan persoalan


etika dan moral, karena dalam merekomendasikan kebijakan kesehatan
mengharuskan kita untuk dapat menentukan alternatif-alternatif mana yang lebih
bernilai dan mengapa demikian. Rekomendasi memberikan pilihan memilih dua atau
lebih alternatif. Pilihan yang sederhana meliputi definisi masalah yang memerlukan
dilakukannya suatu tindakan; perbandingan konsekuensi dua atau lebih alternatif
untuk memecahkan masalah; dan rekomendasi alternatif yang paling sesuai untuk
memenuhi kebutuhan (Vionalita, 2020).
Mengadopsi kebijakan merupakan sebuah proses untuk mengambil solusi
kebijakan yang telah ditetapkan sebagai sebuah regulasi atau produk kebijakan yang
selanjutnya akan dilaksanakan. Dalam mengadopsi kebijakan sangat ditentukan oleh
rekomendasi yang berisikan informasi terkait manfaat dan berbagai dampak yang
mungkin terjadi dari berbagai alternatif kebijakan yang telah disusun dan akan
diimplementasikan (Susanti, 2022).
Bardach dalam (Lembaga Administrasi Negara RI, 2015) mengatakan bahwa ada
beberapa kategori/ kriteria evaluasi yang dapat digunakan dalam memutuskan
rekomendasi untuk tindakan diantaranya:

12
a) Teachnical feasibility:mengukur apakah alternatif kebijakan kesehatan yang
diajukan secara teknis dapat mencapai tujuan yang sudah ditetapkan.
b) Economic and financial possibility:biaya yang harus dikeluarkan untuk setiap
alternatif kebijakan dan apakah yang nantinya dihasilkan dapat bermanfaat.
c) Politival viability:untuk mengukur apakah setiap alternatif kebijakan
kesehatan akan memberikan dampak kekuatan secara politis bagi kelompok-
kelompok tertentu
d) Administrative operability:mengukur kemungkinan diterapkannya alernatif
kebijakan yang sudah dirusmuskan tersebut dari perspektif administratif
(ketersedianaan sumber daya manusia, finansial, fasilitas dan waktu).

Tujuan utama dari rekomendasi kebijakan ditujukan untuk membantu pembuat


kebijakan dalam memecahkan masalah-masalah yang ada. Namun, terdapat banyak
aspek yang dapat memengaruhi pembuat kebijakan dalam mengambil sebuah
keputusan. Untuk menjamin rekomendasi kebijakan merefleksikan keadaan sosial,
politik, dan kultural maka rekomendasi harus didasarkan pada data analisis dan
empiris secara benar. Menurut Sudarwan, 1997 dalam (Lembaga Administrasi Negara
RI, 2015) beberapa kemungkinan pembuat kebijakan memperlakukan rekomendasi
kebijakan sebagai berikut:
a) Mengadopsi rekomendasi
b) Mengadaptasi rekomendasi
c) Membangun rekomendasi baru, dan
d) Menolak rekomendasi.

2.4 Peran Advokasi dalam Kebijakan

Advokasi merupakan upaya pendekatan (lobbying) yang dilakukan untuk


meyakinkan orang lain untuk mendukung sesuatu yang diharapkan atau diinginkan.
Untuk mendukung program kesehatan maka upaya pendekatan dapat dilakukan
kepada pihak pembuat kebijakan di berbagai tingkatan. Hasil dari advokasi dapat

13
berupa dukungan adanya undag-undang, peraturan, surat keputusan, instruksi formal,
dukungan dana dan fasilitas.
Advokasi yaitu kegiatan yang meberikan bantuan kesehatan kepada masyarakat
melalui pihak pembuat keputusan dan penentu kebijakan dalam bidang kesehatan
dengan tujuan untuk meningkatkan jumlah kebijakan publik berwawasan kesehatan
serta terpecahkannya permasalahan kesehatan secara bersama dan terintegrasi dengan
pembangunan kesehatan di daerah melalui kemitraan dan adanya dukungan serta
kepedualian dari pimpinan daerah.

Proses advokasi kebijakan menjadi penting, karena kebijakan tidak hanya dapat
dilihat dari segi penerapan maupun manajerialnya saja, melainkan juga tercipta dari
proses lobi dan tawar-menawar yang panjang antara pemerintah dan pihak-pihak
yang memiliki kepentingan untuk terwujudnya produk kebijakan yang ideal. Sudut
pandang tersebut masih jarang sekali mendapat perhatian, padahal jika antusiasme
terhadap proses advokasi kebijakan meningkat, akan didapat pemahaman terkait
seluk beluk advokasi kebijakan itu dan tata cara penerapannya, sehingga jika terdapat
isu-isu terkait kebijakan maupun permasalahan di masyarakat, dapat turut serta aktif
mendesakkan perubahan. Semakin banyak pihak yang terlibat dan mendesakkan
perubahan maka pemerintah akan segera mengambil tindakan, dan semakin
masyarakat memahami isu-isu yang didesakkan, produk kebijakan yang tercipta
nantinya semakin baik juga (Imam & Tauran 2022).
Menurut Depkes (2007), terdapat 3 langkah kegiatan advokasi , antara lain :
1. Identifikasi dan analisis masalah atau isi
Masalah atau isi advokasi perlu dirumuskan berbasis data atau fakta.Data
sangat penting agar keputusan yang dibuat berdasarkan informasi yang tepat
dan benar.Data berbasisfakta sangat membantu menetapkan masalah,
mengindentifikasi solusi dan menentukan tujuan yang realistis.Adanya dat
dan fakta yang valid seringkali menjadi argument yang sangat persuasive.
2. Identifikasi dan analisis kelompok sasaran

14
Sasaran kegiatan advokasi ditujukan kepada para pembuat keputusan atau
penentu kebijakan, baik di bidang kesehatan maupun di luar sektor kesehatan
yang berpengaruh terhadap public.Tujuannya agar para pembuat keputusan
mengeluarkan kebijakan, UU, dan instruksi yang menguntungkan kesehatan.
Perlu ditetapkan siapa saja yang menjadi sasaran, mengapa perlu di advokasi,
apa kecenderungannya, dan apa harapan kepadanya.
3. Menyiapkan dan mengemas bahan informasi
Tokoh politik mungkin termotivasi dan akan mengambil keputusan jika
mereka mengetahui secara rinci besarnya masalah kesehatan tertentu. Oleh
sebab itu, penting untuk diketahui pesan, atau informasi apa yang diperlukan
agar sasaran yang dituju dapat membuat keputusan yang mewakili
kepentingan advocator. Kata kunci untuk bahan informasi ini adalah informasi
yang akurat tepat dan menarik.

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari materi diatas dapat dituliskan beberapa kesimpulan yaitu:


1. Fungsi kontrol (monitoring dan evaluasi), monitoring ialah proses
kegiatan pengawasan implementasi kebijakan yang meliputi keterkaitan
antara implementasi dan hasil-hasilnya, sedangkan evaluasi adalah suatu
proses untuk menentukan nilai atau jumlah keberhasilan dan usaha
pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan.
2. Fungsi kontrol dengan monitoring dan evaluasi perlu diterapkan pada
proses pengembangan kebijakan agar implementasi kebijakan dapat
berjalan dengan baik dan menjawab permasalahan yang menjadi dasar
terbentuknya kebijakan.
3. Dalam mengadopsi kebijakan sangat ditentukan oleh rekomendasi yang
berisikan informasi terkait manfaat dan berbagai dampak yang mungkin
terjadi dari berbagai alternatif kebijakan yang telah disusun dan akan
diimplementasikan.
4. Proses advokasi kebijakan penting, karena kebijakan tidak hanya dapat
dilihat dari segi penerapan maupun manajerialnya saja, melainkan juga
tercipta dari proses lobi dan tawar-menawar yang panjang antara
pemerintah dan pihak-pihak yang memiliki kepentingan untuk
terwujudnya produk kebijakan yang ideal.

16
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, D. 2020. Analisis Kebijakan Pelayanan Kesehatan. Universitas Islam


Negeri Sumatera Utara

Imam, MF & Tauran 2022, 'Advokasi Kebijakan Ketenagakerjaan', Publika, vol X,


no. 4, pp. 1331-1346.

Lembaga Administrasi Negara RI. 2015. Modul Pelatihan Analisis Kebijakan.


Jakarta: Lembaga Administrasi Negara RI.

Subianto, A. 2020. Kebijakan Publik: Tinjauan Perencanaan, Implementasi dan


Evaluasi.

Suhaid, D. N.,dkk. 2022. Pengantar Promosi Kesehatan. Pradina Pustaka;Sukoharjo

Susanti, N. 2022. Diktat Analisis Kebijakan Kesehatan. Medan: Universitas Islam


Negeri Sumatera Utara.

Vionalita, G. 2020. Modul Analisis Kebijakan Kesehatan. Jakarta: Universitas Esa


Unggul.

17

Anda mungkin juga menyukai