Anda di halaman 1dari 22

SISTEM PEMBIAYAAN KESEHATAN

KONSEPTUAL FRAMEWORK SISTEM PEMBIAYAAN KESEHATAN

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 1 :


1. Anisa Mafera (2006002)
2. Dika Korniasih (2006005)
3. Kintan Sabila Kurnia (2006009)
4. Uchi Septiani (2006024)

DOSEN PEMBIMBING:
DR. Yuliva, M.Kes

PROGRAM STUDI STr. MANAJEMEN INFORMASI KESEHATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SYEDZA SAINTIKA PADANG

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Konseptual
Framework Sistem Pembiayaan Kesehatan”. Makalah ini diajukan guna memenuhi
tugas mata kuliah “Sistem Pembiayaan Kesehatan”.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih
jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat kami harap kan demi sempurnanya makalah ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat


untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Padang, 20 September 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................2
C. Tujuan Masalah..........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................3
A. Definisi Biaya Kesehatan...........................................................................3
B. Pembiayaan Kesehatan...............................................................................6
C. Konseptual Framework..............................................................................8

BAB III PENUTUP............................................................................................17


A. Kesimpulan...............................................................................................17
B. Saran.........................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Konseptual Framework atau kerangka konsep adalah model pendahuluan
dari sebuah masalah dalam penelitian dan hubunga variable-variable yang
diteliti. Tujuan kerangka konsep yaitu untuk membimbig dan mansintesa atau
mengarahkan penelitian, serta panduan untuk anlisis dan sebuah intervensi
(Swarjana, 2012).
Biaya kesehatan merupakan sejumlah uang yang harus disiapkan dalam
menyelenggarakan layanan kesehatan. Pembiayaan kesehatan harus kuat, stabil,
dan selalu berkesinambungan untuk menjamin terselenggaranya kecukupuan
(adequancy), pemerataan (equity), efisiensi, dan efektifitas pembiayaan kesehatn
itu sendiri.
Syarat pokok dari pembiayaan kesehatan adalah jumlah yang cukup yang
dapat mebiayai penyelenggaraan semua upaya kesehatan yang dibutuhkan serta
tidak menyusahkan masyarakat yang ingin memanfaatkannya, penyebaran dana
yang harus sesuai dengan kebutuhan dan pemenfaatan yang optimal agar dapat
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang baik. Sedangkan fungsi
pembiayaan kesehatan adalah penggalian dana untuk pemeliharaan kesehatan
masyarakat, pengalokasian dana yang bersumber dari pemerintah ataupun dari
masyarakat dan pembelanjaan untuk pemeiharaan kesehatan masyarakat
(Ekalora, 2012) (Pusparina et al, 2017).
Proses pembiayaan kesehatan merupakan hal yang mendasar untuk
mencapai target indikator kesehatan dari tingkat kabupaten atau kota, provinsi,
hingga nasional. Proses pembiayaan yang tidak tepat menyebabkan alokasi dana
yang tidak tepat sasaran. Hal tersebut meminimalkan tenaga kesehatan yang
akan diperkerjakan, obatobatan yang tersedia, dan mengurangi promosi
kesehatan (World Health Organization, 2008).

1
WHO menekankan bahwa proses pembiayaan kesehatan dapat dilakukan
dengan berbagai cara. Namun konsensus umum menyatakan bahwa proses
pembiayaan kesehatan tidak hanya bertujuan mencari dan mengumpulkan dana
yang cukup, melainkan juga meliputi proses penganggaran dengan tepat.
Banyak pengambil kebijakan yang masih belum memahami proses pembiayaan
kesehatan sehingga pembuatan kebijakan kesehatan, perencanaan, penetapan
biaya hingga penganggaran dilaksanakan secara terpisah. Hal tersebut
menyebakan ketidakselarasan (Rajan, et al. , 2016).
Adapun proses pembiayaan kesehatan dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
perencanaan, perhitungan kebutuhan biaya, dan penganggaran (Gani 2002; Rajan
et al, 2016) yang akan dibahas secara mendetail dalam bab ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu sistem pembiayaan kesehatan
2. Apa itu konseptual framework pembiayaan kesehatan?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa itu sistem pembiayaan kesehatan.
2. Untuk mengetahui apa itu konseptual framework

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Biaya Kesehatan

Biaya kesehatan merupakan sejumlah dana yang perlu disiapkan dalam


menyelenggarakan dan atau memanfaatkan pelayanankesehatan untuk memenuhi
kebutuhan individu, keluarga,kelompok, dan masyarakat. Biaya kesehatan dibagi
menjadi dua perspektif (Azwar, 1996): perspektif penyedia layanan kesehatan
dan perspektif pengguna jasa.
Dari perspektif penyedia layanan kesehatan, biaya kesehatan merupakan
sejumlah uang yang harus disiapkan dalammenyelenggarakan layanan kesehatan.
Layanan kesehatan bisadilaksanakan oleh pihak pemerintah dan swasta. Adapun
dana yang disiapkan oleh penyedia layanan kesehatan berupa biaya investasi
(investment cost) dan biaya operasional (operasional cost). Dana tersebut
digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Dari perspektif pengguna
jasa, biaya kesehatan merupakan sejumlah dana yang harus disiapkan ketika
menggunakan layanan kesehatan. Besaran dana yang digunakan oleh pemakai
jasa pelayanan kesehatan berasal dari kantong pribadi individu (out of pocket).
Biaya kesehatan memiliki beragam jenis dan peruntukan. Hal ini
disesuaikan dengan jenis dan kompleksitas pelayanan kesehatan yang
dimanfaatkan. Secara umum, terdapat dua jenis biaya kesehatan (Azwar, 1996):
biaya pelayanan kedokteran dan biaya pelayanan kesehatan masyarakat. Biaya
pelayanan kedokteran adalah dana yang dikeluarkan untuk pengobatan dan
pemulihan kesehatan pasien, sedangkan biaya pelayanan kesehatan masyarakat
dibutuhkan dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan masyarakat. Biaya ini
bertujuan mencegah penyakit, memelihara, dan meningkatkan kesehatan
masyarakat.
Pengumpulan, penyediaan, dan pembelanjaan keuangan digunakan untuk
pembiayaan Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Usaha Kesehatan

3
Perorangan (UKP). Hal ini dilakukan dengan memobilisasi dana dari masyarakat,
pemerintah, dan public-private mix. Pembiayaan bagi masyarakat miskin
umumnya ditanggung oleh pemerintah, sedangkan pembiayaan untuk masyarakat
mampu bersumber dari masyarakat itu sendiri melalui mekanisme jaminan
kesehatan, baik secara wajib maupun sukarela (Gotama, 2010).
Biaya kesehatan dianggap baik jika memenuhi empat komponen:
pertama, biaya kesehatan tersedia dalam jumlah yang cukup dan masyarakat
dapat memanfaatkan layanan kesehatan dengan mudah. Kedua, penyebaran dana
harus sesuai dengan kebutuhan. Ketiga, pemanfaatan dana harus diatur secara
saksama. Keempat, pengelolaan biaya kesehatan hendaklah meningkatkan
efektivitas dan efisiensi. Namun, pelaksanaan di lapangan tidaklah demikian.
Masalah yang kontradiktif masih sering terjadi, dari jumlah dana yang masih
terbatas, penyebaran atau alokasi dana yang tidak sesuai, pemanfaatan dana yang
tidak tepat, pengelolaan dadna yang belum baik, hingga biaya kesehatan yang
terus meningkat.
Menurut Azwar (1996), masalah pembiayaan dapat diatasi dengan
meningkatkan jumlah dana, memperbaiki alokasi dana, manajemen dana, dan
mengendalikan biaya kesehatan. Masalah peningkatan biaya kesehatan
dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti tingkat inflasi, tingkat permintaan,
kemajuan ilmu dan teknologi, perubahan pola penyakit, perubahan pola
pelayanan kesehatan, perubahan pola hubungan dokter dengan pasien,
mekanisme pengendalian biaya yang lemah, dan penyalahgunaan asuransi
kesehatan (Setyawan, 2018).
Sistem kesehatan membutuhkan sumber daya keuangan untuk mencapai
tujuan yang ditargetkan. Biaya utama sebagian besar sistem pelayanan kesehatan
diserap oleh kebutuhan biaya sumber daya manusia, perawatan di rumah sakit,
dan penyediaan obatobatan. Di sebagian besar negara tropis, pelayanan kesehatan
dibiayai oleh pengeluaran pemerintah, swasta (didominasi out of pocket), dan
bantuan eksternal. Pembiayaan pelayanan kesehatan di negara berpenghasilan

4
rendah dan menengah menjadi tantangan yang signifikan. Banyak negara
berpenghasilan menengah ke atas di seluruh Amerika Latin, Afrika, dan Asia
telah mampu menyediakan perlidungan kesehatan untuk sebagian besar dari
populasi mereka. Mekanisme pembiayaan yang digunakan diharapkan mampu
memastikan akses ke pelayanan kesehatan dan melindungi individu dari bencana
utang ketika mengakses pelayanan kesehatan (Rhatigan Jr, 2020).
Menurut Azwar (1996), secara umum sumber biaya kesehatan
dikelompokkan menjadi dua, yakni pertama, seluruh pembiayaan bersumber dari
anggaran pemerintah. Negara yang menggunakan model ini menyediakan biaya
kesehatan untuk masyarakat sepenuhnya. Pelayanan kesehatan diberikan oleh
pemerintah secara cuma-cuma. Tidak ada campur tangan dari pelayanan
kesehatan swasta.
Kedua, sebagian pembiayaan ditanggung oleh masyarakat. Beberapa negara
mengajak peran serta masyarakat untuk ikut andil dalam pelayanan kesehatan,
baik dalam penyelenggaraan upaya kesehatan maupun pemanfaatan layanan
kesehatan. Pada kondisi ini, swasta pun ikut berperan dalam penyediaan layanan
kesehatan sehingga masyarakat menggunakan pelayanan kesehatan dengan
mengeluarkan dana sendiri.
Berikut empat sumber utama pembiayaan untuk sektor kesehatan (Kutzin,
2008; Mills & Gilson, 1988).
1. Pembiayaan pemerintah untuk pelayanan kesehatan meliputi pengeluaran
kesehatan di semua tingkat pemerintah (pusat dan daerah), termasuk
pengeluaran perusahaan publik
2. Pembiayaan swasta, dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung.
Pembayaran langsung merupakan pembayaran pribadi yang dilakukan
langsung kepada berbagai penyedia, termasuk praktik swasta, tabib
tradisional, dan apoteker. Biaya pengguna untuk layanan yang disediakan
pemerintah atau pelayanan kesehatan swasta yang berasal dari kantong
sendiri dianggap sebagai pembiayaan kesehatan dari sumber swasta.

5
3. Biaya yang sama, kontribusi, atau pra-pembayaran oleh anggota dalam skema
pembiayaan masyarakat juga dianggap berasal dari sumber non-pemerintah.
Pembayaran tidak langsung merupakan pembayaran layanan kesehatan oleh
pengusaha sebagai cakupan dan pembiayaan kesehatan oleh badan non-
pemerintah lainnya, seperti pengumpulan dana amal.
4. Pembiayaan asuransi kesehatan. Ada tiga jenis asuransi utama, yaitu asuransi
pemerintah atau sosial, asuransi swasta, dan asuransi berbasis pengusaha atau
pekerja.
5. Pembiayaan sumber eksternal. Pembiayaan ini bersumber dari bantuan
organisasi luar dalam membantu program kesehatan, seperti dari WHO,
World bank, dan organisasi lain dalam membiayai program prioritas
kesehatan suatu negara, seperti HIV, TB, Malaria, dan imunisasi. Selama
lima belas tahun terakhir, pendanaan eksternal meningkat secara signifikan
untuk kesehatan di negara-negara berpenghasilan rendah dengan beban
penyakit yang tinggi. Bantuan pembangunan untuk kesehatan, biasa disebut
bantuan asing, merupakan porsi yang signifikan dari pengeluaran kesehatan
di negara-negara berpenghasilan rendah, rata-rata 40% dari total pengeluaran
perawatan kesehatan (J. L. Dieleman et al., 2016)

B. Pembiayaan Kesehatan
1. Definisi Pembiayaan Kesehatan
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization
(2000), pembiayaan kesehatan mengacu pada fungsi sistem kesehatan yang
berkaitan dengan pengumpulan, alokasi, dan mobilisasi dana untuk
memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat, secara individu dan kolektif.
Dalam sistem kesehatan, tujuan pembiayaan kesehatan adalah menyediakan
pendanaan dan menetapkan insentif atau pembiayaan bagi penyedia layanan,
serta memastikan semua individu memiliki akses terhadap pelayanan
kesehatan masyarakat secara efektif. Lebih lanjut lagi, WHO menjelaskan

6
bahwa pembiayaan kesehatan mengacu pada bagaimana menggunakan
sumber daya keuangan untuk memastikan bahwa sistem kesehatan dapat
memenuhi kebutuhan kesehatan setiap orang secara kolektif & memadai
(Organization, 2010).
Pembiayaan kesehatan menjadi suatu bagian yang sangat mendasar dari
sistem kesehatan. Dengan dukungan pembiayaan kesehatan, sistem kesehatan
akan mampu memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan
manusia. Pada kondisi yang sangat ekstrem, ketidaktersediaan pendanaan
kesehatan akan menyulitkan layanan kesehatan, pengobatan, pelaksanaan
program, pencegahan, dan promosi kesehatan. Pembiayaan bukan hanya
sekadar menghasilkan pendanaan, melainkan negara mampu memantau dan
mengevaluasi pembiayaan untuk sistem kesehatan dengan menggunakan
berbagai indikator. Pembiayaan kesehatan bukan hanya membahas cara
meningkatkan dana pelayanan kesehatan, melainkan juga mencakup alokasi
pendanaan yang ada.
Sumber pembiayaan kesehatan suatu negara dapat berasal dari
pemerintah dan non-pemerintah yang akan digunakan secara luas untuk
membiayai upaya kesehatan. Namun, sering kali terjadi persaingan alokasi
pendanaan dalam suatu sistem. Cara pengalokasian dana tidak hanya
dipengaruhi oleh cara layanan, tetapi juga penetapan prioritas dalam hukum
ekonomi kesehatan (Tulchinsky & Varavikova, 2014). Pembiayaan kesehatan
diharapkan mampu menyediakan sumber daya dan insentif untuk
pelaksanaan sistem kesehatan. Selain itu, pembiayaan kesehatan menjadi
penentu utama kinerja sistem kesehatan dalam hal pemerataan, efisiensi, dan
outcome kesehatan (Schieber, Baeza, Kress, & Maier, 2006).

7
2. Model Pembiayaan Kesehatan
Berikut beberapa macam model pembiayaan kesehatan yang dapat
diadopsi oleh beberapa negara (Setyawan, 2018):
a. Pembiayaan secara langsung (direct payments by patients)
Setiap individu mengeluarkan biaya secara langsung berdasarkan
tingkat penggunaan layanan kesehatan yang diterima. Model pembiayaan
ini dapat mendorong penggunaan layanan kesehatan secara lebih hati-
hati. Kondisi ini melahirkan kompetisi antara penyedia layanan kesehatan
dalam menarik perhatian konsumen (free market). Walaupun hal ini
tampak sehat, transaksi kesehatan menjadi tidak seimbang. Konsumen
tidak mampu memahami dengan baik akan kebutuhan kesehatan dan
masalah kesehatan yang dimiliki. Seluruhnya dikontrol oleh penyedia
layanan kesehatan. Hal ini dapat menimbulkan inefisiensi dan pemakaian
terapi secara berlebihan.
b. Pembayaran oleh pengguna (user payments)
Pasien membayar layanan kesehatan secara langsung, baik kepada
pemerintah maupun swasta. Besaran dan mekanisme pembayaran telah
diatur secara formal oleh penyedia layanan kesehatan dan pemerintah.
Pada kondisi yang lebih kompleks, besaran biaya setiap kunjungan dapat
berbeda-beda sesuai dengan jasa pelayanan kesehatan yang diberikan
(misalnya untuk pelayanan kesehatan di fasilitas swasta). Besaran biaya
per episode ketika sakit bersifat tetap atau flat rate.
c. Pembiayaan berbasis tabungan (saving-based)
Pengeluaran biaya kesehatan individu didasarkan pada tingkat
penggunaannya. Individu memperoleh bantuan dalam pengumpulan dana
dalam bentuk tabungan. Ketika dibutuhkan, individu tersebut dapat
memakai dana tersebut. Model ini dapat meng-cover biaya pelayanan
kesehatan yang bersifat primer dan lanjutan, tetapi individu akan
mengalami kesulitan membiayai pelayanan yang bersifat kronis dan

8
kompleks. Oleh sebab itu, perlu model pembiayaan lain untuk
mendukung model ini dalam menanggung biaya kesehatan yang
kompleks dan populasi yang lebih luas.
d. Pembiayaan informal
Model ini tidak mengatur besaran, jenis, dan mekanisme
pembayaran. Besaran biaya disesuaikan dengan kesepakatan antara
penyedia dan pengguna layanan kesehatan. Umumnya penyedia layanan
kesehatan lebih dominan dalam pengaturannya. Selain uang, barang dapat
digunakan sebagai alat tukar untuk memperoleh pelayanan kesehatan,
misalnya dari penyedia layanan kesehatan mantri atau pengobatan
tradisional. Model ini biasanya diadopsi oleh negara-negara berkembang
yang belum memiliki sistem kesehatan yang mampu melindungi seluruh
masyarakatnya.
e. Pembiayaan berbasis-asuransi (insurance-based)
Dalam model ini individu tidak membiayai pelayanan kesehatan
secara langsung, tetapi terjadi pengalihan risiko kesakitan seseorang
menjadi risiko kelompok. Selain itu, terjadi pembagian risiko biaya secara
adil. Biaya pelayanan kesehatan disesuaikan dengan perhitungan dan
akan ditanggung dari dana yang telah dikumpulkan bersama. Individu
membayar premi dengan mekanisme pembayaran yang diatur oleh
organisasi pengelola dana asuransi.

C. Konseptual Framework
1. Konseptual Framework dalam Pembiayaan Kesehatan
Proses pembiayaan kesehatan merupakan hal yang mendasar untuk
mencapai target indikator kesehatan dari tingkat kabupaten atau kota,
provinsi, hingga nasional. Proses pembiayaan yang tidak tepat menyebabkan
alokasi dana yang tidak tepat sasaran. Hal tersebut meminimalkan tenaga
kesehatan yang akan diperkerjakan, obatobatan yang tersedia, dan
mengurangi promosi kesehatan (World Health Organization, 2008).

9
WHO menekankan bahwa proses pembiayaan kesehatan dapat
dilakukan dengan berbagai cara. Namun konsensus umum menyatakan
bahwa proses pembiayaan kesehatan tidak hanya bertujuan mencari dan
mengumpulkan dana yang cukup, melainkan juga meliputi proses
penganggaran dengan tepat. Banyak pengambil kebijakan yang masih belum
memahami proses pembiayaan kesehatan sehingga pembuatan kebijakan
kesehatan, perencanaan, penetapan biaya hingga penganggaran dilaksanakan
secara terpisah. Hal tersebut menyebakan ketidakselarasan (Rajan, et al.,
2016).

2. Proses Pembiayaan Kesehatan


Adapun proses pembiayaan kesehatan dapat dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu perencanaan, perhitungan kebutuhan biaya, dan penganggaran (Gani
2002; Rajan et al, 2016) yang akan dibahas berikut ini:
a. Perencanaan (Planning)
Perencanaan merupakan awal proses pembiayaan kesehatan.
Perencanaan yang baik dapat mengidentifikasi kegiatan yang akan
dibiayai. Gani, et al. (2002) membagi perencanaan menjadi empat bagian,
yaitu analisis situasi, penetapan tujuan, identifikasi kegiatan, dan
penyusunan rencana operasional.
1) Analisis Situasi
Dari analisis situasi akan diperoleh deskripsi masalah kesehatan
yang terjadi di dalam masyarakat, kinerja sistem pelayanan atau
kesehatan hingga saat ini, faktor risiko lingkungan, dan faktor risiko
perilaku (Gani, et al., 2002). Deskripsi masalah
kesehatandiidentifikasi dengan prinsip dan metode epidemiologi yang
menghasilkan besaran masalah kesehatan, distribusi kelompok
masalah kesehatan, dan kemungkinan sumber masalah kesehatan.
Untuk melakukan deskripsi masalah, pengambil kebijakan dapat
menganalisis data primer yang dikumpulkan dengan survei atau data

10
sekunder yang dikumpulkan dari laporan puskemas, laporan rumah
sakit, laporan program, survey demografi dan kesehatan Indonesia,
Survei Sosial Ekonomi Sosial (Susenas), dan lain-lain.
Kinerja atau sistem pelayanan dan program kesehatan disusun
berupa tren output layanan kesehatan apakah sesuai dengan target
yang ditentukan sebelumnya. Dalam menyusun kinerja pelayanan dan
program kesehatan dapat juga dicari masalah dan tantangan yang
ditemukan di lapangan. Hasil kinerja pelayanan saat ini akan menjadi
sangat penting untuk merumuskan tujuan atau target output dalam
proses perencanaan.
Analisis faktor risiko lingkungan bertujuan untuk mengetahui
faktor lain yang meningkatkan masalah kesehatan, tetapi tidak
berkaitan langsung dengan kejadian penyakit. Contohnya adalah
nyamuk Aedes Aegypti merupakan sumber penyakit (yang berkaitan
langsung dengan kejadian DBD), sedangkan curah hujan merupakan
faktor yang secara tidak langsung berkaitan dengan kejadian DBD
(Kosnayani and Hidayat, 2018). Analisis faktor risiko lingkungan
dapat dilakukan dengan menggunakan hasil surveilans, laporan
puskesmas, data yang diperoleh dari pemerintah daerah, survei khusus
atau pengamatan staf Dinas Kesehatan (Dinkes) dan laporan
masyarakat.
Analisis faktor risiko perilaku bertujuan untuk menganalisis
faktor perilaku yang berkontribusi terhadap masalah kesehatan. Salah
satu contoh adalah perilaku buang air besar sembarangan yang
menimbulkan masalah kesehatan (Anggoro, 2017). Analisis faktor
risiko perilaku dapat dilakukan menggunakan data Susenas, hasill
survei khusus atau pengamatan staf, laporan masyarakat, dan laporan
puskesmas.

11
2) Penetapan Tujuan
Gani, et al. (2002) mendefinisikan penetapan tujuan program
dibagi menjadi dua bagian, yaitu outcome atau hasil yang berkaitan
dengan tujuan umum dan output atau target yang berkaitan dengan
tujuan khusus. Tujuan umum berkaitan dengan perbaikan derajat
kesehatan, sedangkan tujuan khusus merupakan pencapaian output
yang berkaitan dengan perbaikan kinerja program. Contoh dari tujuan
umum adalah KLB Polio tidak terjadi, sedangkan contoh dari tujuan
khusus adalah jumlah balita yang berhasil diimunisasi sebesar 80%.
Gambar 2.1 menggambarkan pelaksanaan suatu program kesehatan
yang terdiri dari kegiatan, input, output, target, dan outcome
3) Identifikasi Kegiatan
Gani, et al. (2002) menyampaikan bahwa identifikasi kegiatan
sangat penting karena erat kaitannya dengan perhitungan kebutuhan
anggaran. Proses penyusunan kegiatan merujuk pada (1) rumusan
tujuan (output program), (2) rumusan proses dan input program, (3)
rumusan faktor risiko lingkungan, dan (4) rumusan faktor risiko
perilaku. Kegiatan-kegiatan program disusun berdasarkan penyusunan
anggaran berbasis kinerja
4) Penyusunan Rencana Operasional
Setelah proses analisis situasi hingga penyusunan rencana
operasional selesai perlu diperiksa kembali apakah masih ada
kegiatan yang dapat diintegrasikan menjadi satu sehingga tidak akan
tumpang-tindih.

12
b. Perhitungan Kebutuhan Biaya (Coasting)
Perhitungan kebutuhan biaya adalah suatu hal yang sangat penting
dalam suatu layanan kesehatan saat ini. Perkiraan biaya dipergunakan
untuk menganalisis efektivitas biaya, evaluasi ekonomi, dan menilai
dampak dari sebuah program yang dilaksanakan lembaga milik
pemerintah dan swasata dalam mencegah, mendeteksi, dan mengobati
suatu penyakit (Lipscomb et al. 2009). Bahkan saat ini perhitungan
kebutuhan biaya menjadi salah satu hal yang paling penting bagi lembaga
kesehatan, misalnya rumah sakit (Carroll and Lord, 2016). Carroll dan
Lord (2016) mengidentifikasi perhitungan kebutuhan biaya (costing)
menjadi lima jenis yaitu:
1) Traditional Costing
Merupakan metodologi akuntansi biaya yang menghitung biaya
keseluruhan pada sebuah program dengan tingkat persentase tertentu
(Paulus, van Raak, and Keijzer 2002). Perhitungan dengan metode ini
mudah, tetapi dikritisi karena diaggap gagal untuk menghitung biaya
berbagai layanan dan tidak menunjukkan biaya yang akurat (Carroll
and Lord, 2016)
2) Activity Based Costing (ABC)
Merupakan metodologi akuntasi biaya yang menghitung semua
biaya kegiatan yang ada untuk mendukung terlaksananya sebuah
program. Metode ini juga menghitung biaya tidak langsung yang
berhubungan dalam pelaksaan sebuah program (Velmurugan, 2010).
Pengunaan metode ini memberi pengambil kebijakan informasi yang
lebih akurat. Keakuratan metode menjadi keunggulan dibandingkan
pendekatan perhitungan biaya lain sehingga banyak digunakan dalam
berbagai evaluasi biaya dan keuntungan (Namazi 2009).

13
3) Time Driven Activity Based Costing (TDABC)
Merupakan perhitungan biaya berdasarkan aktivitas yang
mengatasi beberapa kekurangan dari metode Activity Based Costing
(ABC). Metode TDABC berasumsi bahwa sebagian besar sumber
daya, seperti tenaga kerja, peralatan, dan fasilitas, memiliki kapasitas
yang dapat diukur dari sisi waktu (Namazi, 2009).
4) Performance-Focused Activity Based Costing (PFABC)
Merupakan iterasi ketiga dari metode ABC. Perhitungan dengan
metode PFABC dapat menilai setiap kegiatan dengan berbagai cara,
yaitu berdasarkan pemanfaatan waktu atau kualitas. Metode PFABC
memiliki beberapa keuntungan, yaitu dapat mengidentifikasi kegiatan
yang penting (Namazi, 2009).
5) Ratio of Cost to Charges (RCCs)
Merupakan penetapan biaya khusus untuk industri kesehatan.
Rumah sakit yang berpartisipasi harus mengajukan laporan tahunan
ke pusat layanan kesehatan. Rumah sakit diberikan wewenang untuk
memperkirakan seluruh biaya dari setiap departemen penghasil
pendapatan dan memasangkannya semua total biaya tiap departemen
untuk menghitung rasio tingkat biaya yang dikeluarkan rumah sakit
terhadap harga yang dikenakan kepada pasien.

c. Penganggaran (Budgeting)
Penganggaran sangat penting untuk mencapai tujuan utama seluruh
perencanaan kesehatan baik level nasional maupun daerah. WHO (2016)
mendefinisikan anggaran sebagai bagian dari APBN yang dialokasikan
untuk sektor kesehatan yang melibatkan semua kementerian dan lembaga
terkait. Anggaran kesehatan lebih dari sekadar anggaran sederhana yang
menyajikan instrumen akuntansi yang memuat pendapatan dan
pengeluaran, tetapi lebih dari itu karena memuat komitmen nyata negara
untuk menyukseskan strategi kesehatan (Rajan et al, 2016). Byrne (2006)

14
mendefinisikan pentingnya penganggaran dalam kesehatan sebagai
berikut:
1) Kontrol penggunaan keuangan yang dapat ditunjukkan dengan
kesesuaian antara perencanaan (planning) dan penggunaan anggaran
sepanjang waktu berjalan.
2) Delegasi penggunaan keuangan yang akan meningkatkan kecepatan
pengambilan keputusan pada tingkat jabatan organisasi dalam
lembaga atau kementerian yang dapat menggunakan anggaran.
3) Terjemahan dari perencanan yang tepat yang ditunjukkan dengan
distribusi alokasi dengan tepat dan produktivitas penggunaan alokasi

d. Prinsip Penyusunan Anggaran


Penyusunan anggaran kesehatan haruslah berbasis kinerja atau
disebut dengan penyusunan anggaran terpadu berbasis kinerja. Gani, et al.
(2002) menyampaikan tujuh prinsip yang harus diperhatikan pada saat
penyusunan anggaran berbasis kinerja, yaitu:
1) Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota adalah penanggung jawab
utama dalam penyusunan anggaran untuk semua program
(menyeluruh).
2) Penyusunan anggaran harus memperhitungkan kebutuhan biaya dari
setiap program secara bottom up. Penyusunan anggaran bottom up
dapat mengidentifikasi kebutuhan anggaran dari unit layanan
kesehatan terkecil dalam sistem kesehatan (Bengoa, 2013).
3) Alokasi anggaran harus terpadu dan seimbang antara unit yang
melaksanakan kegiatan langsung (pelayanan) dan unit yang
melaksanakan kegiatan penunjang sesuai dengan bobot kegiatan
masing-masing. Kegiatan langsung atau layanan kesehatan biasanya
dilakukan oleh fasiltias kesehatan, seperti puskesmas dan rumah sakit,
sedangkan kegiatan penunjang dilakukan oleh Dinas Kesehatan dalam
bentuk pelatihan, koordinasi, atau pengawasan.

15
4) Alokasi anggaran harus terpadu dan seimbang yang seharusnya dibagi
menjadi anggaran operasional, anggaran pemeliharaan, dan anggaran
investasi. Investasi di dalam pelayanan kesehatan adalah hal yang
sangat penting, tidak terkecuali pada fasilitas kesehatan puskesmas
(Stenberg et al, 2019).
5) Sumber anggaran kesehatan dapat berasal dari Anggaran Pendapatan
Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
(APBD), dan masyarakat atau swasta.
6) Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan
Belanja Daerah (APBD), dan masyarakat atau swasta memiliki
karakteristik masing-masing.
7) Penyusunan anggaran perlu memperhatikan kondisi adanya mata
anggaran yang dapat digunakan bersama antarprogram, seperti
anggaran supervisi program. Integrasi antarprogram perlu dilakukan
untuk mencegah ketumpangtindihan dan inefisiensi.

e. Bentuk Sistem Penganggaran


1) Public Financial Management (PFM)
PFM merujuk pada seperangkat hukum, aturan, sistem, dan
proses yang digunakan oleh pemerintah suatu negara atau daerah
untuk memobilisasi pendapatan, mengalokasikan dana publik,
melakukan belanja, dan mempertanggungjawabkan penggunaan dana
dengan hasil audit (Lawson, 2015)
2) Medium Term Expenditure Framework (MTEF)
MTEF merupakan kerangka penganggaran jangka menengah
yang bersifat komprehensif, dengan lembaga pemerintah yang dapat
menghubungkan seluruh rencana pengeluaran dengan kebijakan
prioritas dalam kerangka fiskal (terkait dengan kondisi ekonomi
makro dan perkiraan pendapatan negara) yang biasanya disusun untuk
tiga tahun (Rajan et al, 2016). Dalam kerangka ini, departemen

16
diberikan tanggung jawab yang lebih besar untuk alokasi dan
penggunaan dana dalam pencapaian ouput dan outcome.
3) Line-Item Budgeting for Health
Metode penganggaran ini telah digunakan sejak lama di
berbagai negara dengan informasi anggaran yang diatur berdasarkan
kategori biaya yang terdiri dari kategori staf, perlengkapan atau biaya
operasional, dan peralatan atau barang modal (Rajan et al, 2016).
Fasilitas kesehatan akan menerima jumlah anggaran tetap untuk
periode tertentu untuk input tertentu (misalnya untuk staf dan obat-
obatan).
4) Performance Budgeting
OECD (2008) mendefinisikan Performance Budgeting atau
Penganggaran Berbasis Kinerja sebagai penganggaran yang
menghubungkan dana yang dialokasikan dengan hasil yang terukur
dan efisien. Di dalam pelaksanaan anggaran berbasis kinerja, para
pemangku kepentingan harus menemukan implementasi yang paling
sesuai dengan tata kelola dan struktur kelembagaan yang lebih luas.
Pelaksanaan anggaran berbasis kinerja harus memiliki fleksibilitas
dan fokus pada outcome, tidak hanya output. Di dalam
pelaksanaannya, pemangku kepentingan tidak perlu memiliki terlalu
banyak target. Target dapat dibatasi, tetapi banyak cara pengukuran
keberhasilan target dapat digunakan. Perlunya pengukuran
keberhasilan target juga perlu diiringi dengan peningkatan kualitas
penyajian dan pelaporan informasi kinerja (OECD, 2008).

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasaan diatas maka penulis menyimpulkan bahwa
menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (2000),
pembiayaan kesehatan mengacu pada fungsi sistem kesehatan yang berkaitan
dengan pengumpulan, alokasi, dan mobilisasi dana untuk memenuhi kebutuhan
kesehatan masyarakat, secara individu dan kolektif.
WHO menekankan bahwa proses pembiayaan kesehatan dapat dilakukan
dengan berbagai cara. Namun konsensus umum menyatakan bahwa proses
pembiayaan kesehatan tidak hanya bertujuan mencari dan mengumpulkan dana
yang cukup, melainkan juga meliputi proses penganggaran dengan tepat. Banyak
pengambil kebijakan yang masih belum memahami proses pembiayaan
kesehatan sehingga pembuatan kebijakan kesehatan, perencanaan, penetapan
biaya hingga penganggaran dilaksanakan secara terpisah.

B. Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah
ini, akan tetapi pada kenyataannya masih ada kesalahan yang perlu penulis
perbaiki. Oleh karena itu kritik dan saran dari para pembaca sangat diharapakan
agar bisa menjadi makalah yang baiak kedepannya. Sehingga terus bermanfat
bagi banyak orang.

18
DAFTAR PUSTAKA

Budiarsih. (2020). Hukum dan Sistem pembiayaan Kesehatan.

Eris, S. Estro, D. H. Fitriana, Y. Giovanni, I. Haerawati, I. Adiatma, YM, S. (2021).


Pembiayaan Kesehatan: Konsep dan Best Pratices.

19

Anda mungkin juga menyukai