Anda di halaman 1dari 19

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

“MODAL SOSIAL DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT”

OLEH :

NADIA KARTIKA (170301161)


WENI INDAH ASTIKA (170301162)

DOSEN PEMBIMBING:
RIKA RUSPITA, SST., M.KES

JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA TERAPAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AL INSYIRAH


PEKANBARU
T.A. 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkatNya, penyusun dapat
menyelesaikan tugas makalah Pemberdayaan Masyarakat ini dengan judul “Modal Sosial dalam
Pemberdayaan Masyarakat”. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai salah
satu metode pembelajaran bagi mahasiswi-mahasiswi kebidanan STIKes Al Insyirah Pekanbaru.

Penyusun sebagai manusia yang jauh dari kesempurnaan tentunya sadar akan segala
kekurangan dalam pembuatan makalah ini dan penyusun akan sangat bangga apabila makalah
yang disusun ini mendapatkan saran maupun kritik yang bersifat membangun. Tidak lupa
penyusun sampaikan permohonan maaf apabila makalah yang saya buat terdapat suatu
kesalahan. Penyusun sampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu
tersusunnya makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan
tambahan ilmu pengetahuan bagi para pembaca.

Pekanbaru, 07 Oktober 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………….………………………….i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang.................................................................................................................1
B.      Rumusan Masalah............................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan..............................................................................................................2
D. Manfaat Penulisan…………………………………………………………………….....3
BAB II PEMBAHASAN
A.     Definisi Modal Sosial…………………………………………….....……………………….4
B. Dimensi Modal Sosial dalam Pemberdayaan Masyarakat………………………………9
C. Parameter dan Indikator Modal Sosial dalam Pemberdayaan Masyarakat……………..10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................................................15
B Saran……………………………………………………………………………………15
Daftar Pustaka………...............................................................................................................16
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dari berbagai penjelasan tentang masyarakat sebagai suatu sistem, ciri-ciri masyarakat
aktif dan agen perubahan yang dapat menggerakkan masyarakat mencapai kemajuan
diperoleh gambaran yang lebih lengkap dan ideal mengenai sasaran pemberdayaan, kondisi
yang ingin dicapai, cara-cara yang harus dilakukan dan aktor-aktor yang berperan dalam
pemberdayaan. Di samping faktor-faktor yang terkait dengan kelompok sasaran dan agen
perubahan, faktor yang sangat penting dalam pemberdayaan adalah modal yang digunakan
untuk memberdayakan masyarakat.
Dalam pembahasan mengenai pemberdayaan telah disinggung mengenai beberapa jenis
modal, seperti modal fisik, modal alam, modal finansial, modal manusia dan modal sosial.
Seluruh modal tersebut mempunyai peranan penting dalam pemberdayaan tetapi
sebagaimana telah dikemukakan dalam pembahasan mengenai pengembangan masyarakat
yang terpadu diketahui bahwa kegiatan-kegiatan pemberdayaan tidak selalu bisa dilakukan
secara serentak. Rangkaian kegiatan pemberdayaan perlu dilakukan secara sistematis dan
saling melengkapi.
Tujuan pemberdayaan harus dimaknai sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat pada semua aspek. Namun ada aspek-aspek tertentu yang dipandang harus lebih
dulu dikuatkan agar masyarakat dapat mengembangkan aspek-aspek lainnya. Dari telaahan
mengenai kelemahan modal fisik sebagai pintu masuk program pemberdayaan dan telaahan
mengenai dampak-dampak negatif bantuan modal ekonomi maka kedua jenis modal tersebut
kurang tepat untuk digunakan sebagai modal dasar dalam pemberdayaan. Selain kedua jenis
modal tersebut, masih ada modal alam, modal manusia dan modal sosial.
Modal manusia dan modal sosial adalah bagian yang tidak terpisahkan walaupun
keluaran yang dihasilkan berbeda. Modal manusia dapat dilihat dari keluaran berbentuk
pengetahuan, keterampilan dan kemampuan bertindak. Modal sosial merupakan modal yang
sangat abstrak dan keluarannya hanya dapat dilihat dalam bentuk aksi -reaksi antar manusia.
Dalam konteks pemberdayaan, penjelasan mengenai modal sosial sangat relevan untuk
menjawab pertanyaan siapa yang akan melakukan pemberdayaan, apa yang dilakukan dan
bagaimana mereka melakukannya. Ife dan Tesoriero (2008 : 363) mengatakan bahwa :
“semua pengembangan masyarakat seharusnya bertujuan membangun masyarakat.
Pengembangan masyarakat melibatkan pengembangan modal sosial, memperkuat interaksi
sosial dalam masyarakat, menyatukan mereka dan membantu mereka untuk saling
berkomunikasi dengan cara yang dapat mengarah pada dialog yang sejati, pemahaman dan
aksi sosial”.
Dari penjelasan Ife dan Tesoriero mengenai modal sosial dalam pengembangan
masyarakat dapat dilihat bahwa modal sosial merupakan modal yang dapat digunakan
sebagai kekuatan penggerak dalam pemberdayaan. Modal sosial memberi dukungan kepada
masyarakat untuk melakukan tindakan secara bersama-sama dan imbal balik yang diperoleh.
Selain sebagai modal yang dapat menggerakkan pemberdayaan, modal sosial juga sekaligus
merupakan pemberdayaan itu sendiri. Menurut Ife dan Tesoriero (2008 : 35) “bagian dari
membangun modal sosial adalah memperkuat ‘masyarakat madani’. Masyarakat madani
adalah istilah yang digunakan untuk struktur-struktur formal atau semiformal yang dibentuk
masyarakat secara sukarela dengan inisiatif mereka sendiri, bukan sebagai konsekuensi dari
program atau arahan tertentu dari pemerintah”.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan modal sosial?
2. Apa saja dimensi modal social dalam pemberdayaan masyarakat?
3. Apa saja parameter dan indicator dari modal social dalam pemberdayaan masyarakat?

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui pengertian dari modal social.
2. Mengetahui dimensi modal social dalam pemberdayaan masyarakat.
3. Mengetahui parameter dan indicator dari modal social dalam pemberdayaan
masyarakat.
D. Manfaat Penulisan
Penulisan makalah yang dilakukan diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai
modal social dalam pemberdayaan masyarakat serta agar dapat mengaplikasikan ilmu yang
didapat selama mengikuti perkuliahan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Modal Sosial

Kemampuan masyarakat untuk bekerjasama demi mencapai tujuan bersama di dalam


berbagai kelompok dan organisasi disebut modal sosial. Kemampuan bekerjasama muncul dari
kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat atau di bagian-bagian paling kecil dalam
masyarakat. Modal sosial bisa dilembagakan (menjadi kebiasaan) dalam kelompok yang paling
kecil ataupun dalam kelompok masyarakat yang besar seperti negara. Menurut Bourdieu
(Winter, 2000), modal sosial merupakan wujud nyata sumber daya dari suatu institusi kelompok.
Modal sosial merupakan jaringan kerja yang bersifat dinamis dan bukan alamiah. Modal sosial
merupakan investasi strategis baik secara individu maupun kelompok. Sadar ataupun tidak sadar
bahwa modal sosial dapat menghasilkan hubungan sosial secara langsung dan tidak langsung
dalam jangka pendek maupun jangka panjang (Bourdieu, 1986:251). Hubungan ini dapat
dilakukan dalam hubungan tetangga, teman kerja (tempat kerja),maupun hubungan antara famili.
Bourdieu menggambarkan bahwa modal sosial merupakan kumpulan sumber daya yang
dimiliki setiap keanggotaan dalam suatu kelompok yang digunakan secara bersama-sama.
Sebagai contoh, ketersediaan jaringan sosial dalam masyarakat dapat membantu peningkatan
produksi dan ekonomi anggota melalui pemanfaatan koneksi sosial (pemasaran hasil). Menurut
Bourdeui, model ekonomi merupakan sumberdaya dasar, namun modal sosial berperan besar
dalam meningkatkan modal ekonomi seseorang (individu). Jika dibandingkan dengan Bordeui,
Coleman menggunakan terminologi berbeda dalam menggambarkan modal sosial. Coleman
menggambarkan modal sosial bukan dari sesuatu yang terlihat hasil Tetapi lebih kepada sesuatu
yang dilakukan atau dengan kata lain fungsi dari modal sosial itu sendiri. Ia memandang bahwa
modal sosial memiliki nilai yang terkandung di dalam terutama dalam struktur sosial. Menurut
Coleman dalam Winter (2000), menyebut modal sosial bagai sumber daya karena ia dapat
memberi kontribusi terhadap kesejahteraan individu dan masyarakat seperti halnya dengan
sumber daya lain (alam, ekonomi dan sumberdaya manusia). Dengan arti kata, Coleman melihat
bahwa struktur sosial memiliki berbagai bentuk tindakan dan aturan yang dapat dimanfaatkan
oleh individu dan masyarakat, yakni: kewajiban (obligation), dan harapan, informasi, dan norma-
norma yang dapat menghambat dan mendorong perilaku manusia. Disisi lain, Coleman melihat
bahwa struktur sosial memiliki trust yang tinggi. Oleh karena itu, ia percaya kepada orang lain
tentang hal-hal yang dikerjakan untuk kepentingan bersama, karena dalam kehidupan keluarga
dan masyarakat. Dengan kata lain, Coleman mengaplikasikan modal sosial keluarga terhadap
peningkatan sumberdaya manusia baik dalam hubungan kekerabatan (bonding) maupun
hubungan dalam masyarakat (bridging).
Modal sosial adalah sumberdaya yang dapat dipandang sebagai investasi untuk
mendapatkan sumber daya baru. Seperti diketahui bahwa sesuatu yang disebut sumber daya
(resources) adalah sesuatu yang dapat dipergunakan untuk dikonsumsi, disimpan dan
diinvestasikan. Sumber daya yang digunakan untuk investasi disebut sebagai modal. Dimensi
modal sosial cukup luas dan kompleks. Modal sosial lebih menekankan pada potensi kelompok
dan antar kelompok dengan ruang perhatian pada jaringan sosial, norma, nilai, dan kepercayaan
antar sesama yang lahir dari anggota kelompok dan menjadi norma kelompok (Mawardi.M,
2007).
Secara makro, Putnam dalam Winter (2000), berpendapat bahwa konsep modal sosial
dapat berupa: hubungan/jaringan, kepercayaan, dan norma-norma yang merupakan fasilitas
bersama dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Oprasionalisasi konsep modal sosial menurut
Putnam berbeda dengan konsep yang dikembangkan oleh Bordieu dan Coleman. Konsep modal
sosial menurut Putnam, aplikasinya lebih menekankan pada tingkat wilayah (regional,
democratic, institutions dan economic development). Walaupun terminologi modal sosial
menurut Putnam agak berbada dengan Bordieu dan Coleman namun kepercayaan norma (norms
of trust) dan reciprocity dalam jaringan-jaringan atau hubungan sosial/ekonomi merupakan unsur
terpenting dalam modal sosial dan merupakan sumberdaya.
Putnam mengukur modal social terfokus pada system perilaku perkembangan ekonomi dan
politik pada tingkat regional dan Negara (nasional). Kemudian, aspek yang dikaji tentang modal
social menurut Putnam yaitu berkaitan dengan system norma yang berlaku pada bidang ekonomi
dan politik. Pengukuran modal social menurut Putnam harus melibatkan beberapa asosiasi dan
institusi formal yang diakui secara syah.
Memobilisasi modal social kolektif terhubung kependekatan pengembangan masyarakat
dalam promosi kesehatan. Ada beberapa konsep yang terkait dengan pengembangan masyarakat,
organisasi masyarakat, atau pemberdayaan masyarakat. Terlepas dari konsep yang digunakan,
partisipasi masyarakat menjadi penekanan dalam pembangunan masyarakat, mengenali dan
menggunakan sumber daya masyarakat itu sendiri, memberdayakan masyarakat untuk
mengambil kendali atas situasi, dan melibatkan masyarakat dalam proses politik yang
mempengaruhi kehidupan mereka (Eriksson. M, 2010).
Konsep modal social terus berkembang dengan banyak variasi dan banyak tafsir terutama
dengan munculnya kajian-kajian berharga dari Baum dan Ziersch, Piere Bourdeu, Robert D.
Putnam, Francis Fukuyama, dan James Coleman. Berikut adalah beberapa tafsiran dari para ahli
tersebut tentang modal sosial:
Tabel 2.1 Konsep Modal Sosial Menurut Beberapa Ahli
Para Ahli Konsep Modal Sosial
Ziersch (2005) Modal social mencakup dua dimensi yakni structural dan
kognitif. Dimensi structural berupa jaringan social dan
perkumpulan. Dimensi kognitif berupa kepercayaan, norma
timbal balik antar warga masyarakat.
Bourdieu, P (1986) Merupakan wujud nyata dari suatu institusi kelompok yang
merupakan jaringan koneksi yang bersifat dinamis dan bukan
alami yang dapat menghasilkan hubungan social secara
langsung dan tidak langsung dalam jangka pendek maupun
jangka panjang. Hubungan ini dapat dilakukan dalam
hubungan antar keluarga, tetangga, teman kerja, maupun
masyarakat dalam arti luas. Modal social merupakan
kumpulan sumber daya yang dimiliki tiap anggota dalam suatu
kelompok yang digunakan secara bersama-sama.
Coleman, J (2000) Varian entitas dari beberapa struktur social yang memfasilitasi
tindakan dari para pelakunya dalam bentuk personal atau
korporasi dalam suatu struktur social. Struktur relasi dan
jaringan inilah yang menciptakan berbagai ragam kewajiban
social, menciptakan iklim saling percaya, membawa saluran
informasi dan menetapkan norma-norma dan sangsi social
bagi para anggotanya.
Fukuyana, F (2000) Segala sesuatu yang membuat masyarakat bersekutu untuk
mencapai tujuan bersama atas dasar kebersamaan dan di
dalamnya diikat oleh nilai-nilai dan norma-norma yang
tumbuh dan dipatuhi.
Putnam (1995) Kemampuan warga untuk mengatasi masalah public dalam
iklim demokratis. Modal social dapat berupa kepercayaan,
norma, dan jaringan kerja yang merupakan fasilitas bersama
dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat secara luas.

Dari tabel diatas, terlihat bahwa masing-masing tokoh yang mempopulerkan konsep modal
social memiliki perbedaan penekanan terhadap unsur-unsur yang membentuknya. Namun
demikian perbedaan tersebut intinya adalah konsep modal social yang memberikan penekanan
pada kebersamaan masyarakat untuk mencapai tujuan memperbaiki kualitas kehidupan dan
senantiasa melakukan perubahan dan penyesuaian secara terus menerus. Dalam proses
perubahan dan upaya untuk mencapai tujuan, masyarakat senantiasa terikat pada nilai-nilai dan
unsur yang merupakan ruh modal social seperti sikap partisipatif, sikap yang saling
memperhatikan, saling memberi dan menerima, saling percaya dan diperkuat oleh nilai-nilai dan
norma yang kemauan masyarakat atau kelompok secara terus-menerus proaktif baik dalam
mempertahankan nilai, membentuk jaringan-jaringan kerjasama maupun dengan penciptaan
kreasi dan ide-ide baru.
B. Unsur pokok modal sosial
1. Partisipasi dalam suatu jaringan. Salah satu kunci keberhasilan membangun modal
sosial terletak pula pada kemampuan sekelompok orang dalam suatu asosiasi atau
perkumpulan dalam melibatkan diri dalam suatu jaringan hubungan sosial. Masyarakat
selalu berhubungan sosial dengan masyarakat yang lain melalui berbagai variasi
hubungan yang saling berdampingan dan dilakukan atas prinsip kesukarelaan
(voluntary), kesamaan (equality), kebebasan (freedom), dan keadaban (civility).
Kemampuan anggota anggota kelompok/masyarakat untuk selalu menyatukan diri
dalam suatu pola hubungan yang sinergetis akan sangat besar pengaruhnya dalam
menentukan kuat tidaknya modal sosial suatu kelompok.
2. Resiprocity. Modal sosial senantiasa diwarnai oleh kecenderungan saling tukar kebaikan
antar individu dalam suatu kelompok atau antar kelompok itu sendiri. Pola pertukaran
ini bukanlah sesuatu yang dilakukan secara resiprokal seketika seperti dalam proses jual
beli, melainkan suatu kombinasi jangka pendek dan jangka panjang dalam nuansa
altruism (semangat untuk membantu dan mementingkan kepentingan orang lain).
Semangat untuk membantu bagi keuntungan orang lain. Imbalannya tidak diharapkan
seketika dan tanpa batas waktu tertentu. Pada masyarakat, dan pada kelompok-
kelompok sosial yang terbentuk, yang di dalamnya memiliki bobot resiprositas kuat
akan melahirkan suatu masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi.
Keuntungan lain, masyarakat tersebut akan lebih mudah membangun diri, kelompok,
lingkungan sosial, dan fisik secara hebat.
3. Trust. Trust atau rasa percaya (mempercayai) adalah suatu bentuk keinginan untuk
mengambil resiko dalam hubungan-hubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan
yakin bahwa orang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan
senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung, paling kurang
yang lain tidak akan bertindak merugikan diri dan kelompoknya (Putnam, 1993, 1995,
dan 2002). Dalam pandangan Fukuyama (1996), kepercayaan adalah sikap saling
mempercayai di masya- rakat, memungkinkan masyarakat tersebut bersatu dengan yang
lain dan memberikan kontribusi pada peningkatan modal sosial.
4. Norma sosial. Norma-norma sosial akan sangat berperan dalam mengontrol bentuk-
bentuk perilaku yang tumbuh dalam masyarakat. Pengertian norma itu sendiri adalah
sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat pada
suatu entitas sosial tertentu. Norma-norma ini biasanya terinstusionalisasi dan
mengandung sangsi sosial yang dapat mencegah individu berbuat sesuatu yang
menyimpang dan kebiasaan yang berlaku di masyarakatnya. Aturan-aturan kolektif
tersebut biasanya tidak tertulis tapi dipahami oleh setiap anggota masyarakatnya dan
menentukan pola tingkah laku yang diharapkan dalam konteks hubungan sosial.
5. Nilai-Nilai sosial. Nilai sosial adalah sesuatu ide yang telah turun temurun dianggap
benar dan penting oleh anggota kelompok masyarakat. Tindakan proaktif. Salah satu
unsur penting modal sosial adalah keinginan yang kuat dari anggota kelompok untuk
tidak saja berpartisipasi tetapi senantiasa mencari jalan bagi keterlibatan mereka dalam
suatu kegiatan masyarakat. Ide dasar dan premis ini, bahwa seseorang atau kelompok
senantiasa kreatif dan aktif. Mereka melibatkan diri dan mencari kesempatan
kesempatan yang dapat memperkaya, tidak saja dan sisi material tapi juga kekayaan
hubungan sosial, dan menguntungkan kelompok, tanpa merugikan orang lain, secara
bersama-sama. Mereka cenderung tidak menyukai bantuan bantuan yang sifatnya
dilayani, melainkan lebih memberi pilihan untuk lebih banyak melayani secara proaktif.

6. Prinsip pertama yaitu persamaan bahwasanya setiap anggota dalam suatu kelompok
memiliki hak hak dan kewajiban yang sama. Setiap keputusan kelompok berdasarkan
kesepakatan yang egaliter dan setiap anggota kelompok. Kedua, adalah kebebasan,
bahwasanya setiap anggota kelompok bebas berbicara, mengemukakan pendapat dan ide
yang dapat mengembangkan kelompok tersebut. Ketiga, adalah kemajemukan dan
kemanusiaan. Bahwasan- nya nilai-nilai kemanusiaan, penghormatan terhadap hak asasi
setiap anggota dan orang lain merupakan prinsip-prinsip dasar dalam pengembangan
asosiasi, group, kelompok atau melalui masyarakat tertentu.
C. Dimensi-dimensi Modal Sosial
Bain dan Hicks (dikutip dalam Krishna dan Shradder, 2000) mengajukan dua dimensi
modal sosial sebagai kerangka konseptual untuk mengembangkan alat pengukur tingkat
keberadaan modal sosial. Dimensi pertama yang disebutnya dimensi kognitif, berkaitan dengan
nilai-nilai, sikap dan keyakinan yang mempengaruhi kepercayaan, solidaritas dan resiprositas
yang mendorong ke arah terciptanya kerjasama dalam masyarakat guna mencapai tujuan
bersama. Setiap kelompok etnik sebenarnya memiliki dimensi kognitif – atau bisa juga disebut
sebagai dimensi kultural - ini, sekalipun dalam kadar yang berbeda. Ada yang kaya dengan nilai-
nilai budaya sebagai modal sosial yang memungkinkan terpeliharanya hubungan yang harmonis,
baik sesama warga masyarakat secara internal maupun dengan orang-orang dari kelompok
sukubangsa atau etnik yang berbeda. Sementara kelompok etnik tertentu lebih menekankan nilai-
nilai solidaritas dan kerjasama dalam kelompok sendiridan secara tradisional tidak memiliki
pedoman untuk berinteraksi secara baik dengan kelompok lain.
Pada nilai-nilai budaya yang dimiliki kelompok masyarakat yang pertama secara
tradisional terdapat keseimbangan antara modal sosial yang mengatur keharmonisan dan
solidaritas hubungan internal sesama anggota kelompok, yang disebut dengan istilah bonding
social capital atau modal sosial pengikat, dengan modal sosial yang memungkinkan terciptanya
kerjasama dan hubungan yang saling menguntungkan dengan warga dari kelompok etnik lain,
yang disebut dengan istilah bridging social capital atau modal sosial jembatan. Disebut modal
sosial jembatan karena menjembatani perbedaan-perbedaan yang terdapat antara kelompok
masyarakat yang memiliki nilai-nilai budaya yang berbeda, dengan lebih mengutamakan
persamaan yang terdapat pada kedua pihak. Kelompok masyarakat yang secara tradisional
kurang memiliki nilai-nilai budaya yang merupakan modal sosial jembatan ini cenderung lebih
mementingkan kelompok sendiri, bersifat eksploitatif dan mudah terlibat dalam konflik dengan
kelompok lain. Konflik akan lebih mudah lagi terjadi kedua pihak sama-sama tidak memiliki
modal sosial jembatan (Syahra,R.2003).
Dimensi kedua modal sosial adalah dimensi struktural, yang berupa susunan, ruang lingkup
organisasi dan lembaga-lembaga masyarakat pada tingkat lokal, yang mewadahi dan mendorong
terjadinya kegiatan-kegiatan kolektif yang bermanfaat bagi seluruh warga masyarakat. Dimensi
struktural ini sangat penting karena berbagai upaya pembangunan ekonomi untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat akan lebih berhasil bila dilakukan melalui kelembagaan sosial pada
tingkat lokal. Dimensi struktural modal sosial yang secara umum adalah berupa jaringan
hubungan dalam kelembagaan mendapat perhatian penting di dalam menelaah pentingnya modal
sosial dalam pembangunan ekonomi (Syahra,R.2003).
Lalu ada Dimensi Relasional Modal Sosial, dimana  Kepercayaan merupakan
anggapan aktor bahwa hasil tindakan yang dilakukan oleh seseorang, sesuai dengan sudut
pandang actor yang bersangkutan, Kepercayaan menunjuk pada harapan-harapan berperilaku
sesuai norma yang dianut bersama dalam suatu kerjasama, yang menjadi pengikat kerjasama.
Sedangkan resiprositas menunjuk pada individu yang secara sukarela memberikan manfaat pada
orang lain dalam proses pertukaran dan dalam waktu tertentu orang lain diharapkan berbuat
serupa. (Grace, et al., dalam Sri E 2016).
D. Parameter dan Indikator Modal Sosial
Modal sosial mirip bentuk-bentuk modal lainnya, dalam arti ia juga bersifat produktif.
Modal sosial dapat dijelaskan sebagai produk relasi manusia satu sama lain, khususnya relasi
yang intim dan konsisten. Modal sosial menunjuk pada jaringan, norma, dan kepercayaan yang
berpotensi pada produktivitas masyarakat.
Namun demikian, pada masyarakat dikenal beberapa jenis modal, yaitu modal budaya
(cultural capital), modal manusia (human capital), modal keuangan (financial capital) dan
modal fisik.
Modal budaya lebih menekankan pada kemampuan yang dimiliki seseorang, yang
diperoleh dari lingkungan keluarga atau lingkungan sekitarnya Modal keuangan merupakan uang
tunai yang dimiliki, tabungan pada bank, investasi, fasilitas kredit dan lainya yang bisa dihitung
dan memiliki nilai nominal. Modal fisik dikaitkan dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan
material atau fisik. (Putnam, 1993).
Modal manusia lebih merujuk pada kemampuan, keahlian yang dimiliki individu. Manusia
adalah komponen yang sangat penting di dalam organisasi. Manusia dengan segala
kemampuannya bila dikerahkan keseluruhannya akan menghasilkan kinerja yang luar biasa. Ada
enam komponen dari modal manusia, yakni: modal intelektual, modal emosional, modal sosial,
modal ketabahan (adversity), modal moral, dan modal kesehatan (Ancok, 2007). Jadi modal
sosial berbeda dengan modal lain tersebut, karena modal sosial bersifat kumulatif dan
berkembang dengan sendirinya (Putnam, 1993). Karenanya, modal sosial tidak akan habis jika
dipergunakan, melainkan semakin meningkat. Rusaknya modal sosial lebih sering disebabkan
bukan karena dipakai, melainkan karena ia tidak dipergunakan.
Berbeda dengan modal manusia, modal sosial juga menunjuk pada kemampuan orang
untuk berasosiasi dengan orang lain (Coleman, 1988). Manusia sebagai makhluk multidimensi
berkontribusi besar sebagai modal tenaga kerja melalui dua potensi modal yang melekat padanya
yakni modal manusia dan modal sosial. Pembangunan ekonomi suatu wilayah sepantasnya
diawali dengan pembangunan komponen modal sosial dan modal manusia. Modal sosial sendiri
diukur melalui partisipasi dalam kegiatan sosial sehingga dapat mengurangi kemiskinan.
Penekanan tingkat kemiskinan ini dilaksanakan melalui eksternalitas positif (transfer
pengetahuan dan teknologi) yang memengaruhi produktivitas rumah tangga (Alesina dan
Ferrara, 1999).
Setiap program pengembangan pembangunan diperlukan sumberdaya manusia berkualitas
untuk mencapai tujuannya. Sumber daya manusia yang dimaksud mencakup modal manusia
yang ditekankan pada kualitasnya, dan modal sosial untuk memercepat proses dan mutu hasil
pengembangan pembangunan. Mengacu pada norma-norma dan nilai-nilai bersama, asosiasi
antarmanusia tersebut menghasilkan kepercayaan dan memiliki nilai ekonomi yang besar dan
terukur (Fukuyama, 1996).
Kedua sumberdaya tersebut memiliki keunikan masing-masing. Jadi keunikan pada modal
manusia terlihat pada kecerdasan yang nyata dilihat melalui ketrampilan, jenjang pendidikan
formal, dan pada modal sosial terlihat pada kemampuan bekerja sama dan meluasnya jaringan
kerja sama dan relasi yang dibangun oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu
komunitas. Perbedaan modal manusia dan modal sosial tersebut dapat dilihat dari sisi fokus,
ukuran, output, dan model (Coleman, 1988).

Tabel 2.1
Perbedaan Modal Manusia dan Modal Sosial

No. Faktor Modal


pembeda Manusia Sosial
1. Fokus terletak pada potensi perorangan terletak pada hubungannya
misalnya dalam hal mutu dengan jejaring sosial yang
sumberdaya manusia dibentuk organisasi. Basisnya
adalah saling percaya di antara
individu. Hal ini menjadi
modal dalam membangun
kerjasama dan solidaritas.
2. Pengukuran Jauh lebih mudah, bisa dilihat dari Cukup sulit dilihat dari gam-
lamanya sekolah, kualifi- kasi, baran abstrak tentang sikap
dan kompetensinya. Terma- suk (nilai), partisipasi dan keperca-
dapat diukur kiner-janya yang yaan. Dan sering dilihat dari
merupakan fungsi dari mutu gambaran sejauh mana modal
sumberdaya manusianya. sosial, misalnya kekuatan jeja-
ring sosial ekonomi mampu
mengembangkan program
pengembangan organisasi.
3. Output Pendapatan dan produktifitas; dan Bisa berdampak pada ekonomi
tak langsung berupa kese- hatan masyarakat. Misalnya kohesi
dan kegiatan sosial di lingkungan sosial akan mampu memerkuat
organisasi jejaring sosial sehingga dapat
memerlancar usaha-usaha eko-
nomi bisnis masyarakat seki-
tarnya. Begitu pula pelatihan
dapat berpengaruh terhadap
produktivitas kerja namun juga
bisa meningkatkan kemam-
puan seseorang dalam memba-
ngun jejaring sosial.
4. Model Sangat terkait dengan keberha- Tidak mudah melihat dampak-
silan investasi. Secara langsung nya terhadap pengembangan
pengaruhnya dapat dilihat dalam organisasi.
Lebih menonjol adalah terja-
meningkatkan pendapatan bisnis.
dinya proses interaktif antar-
komponen karyawan secara
sirkular. Pengaruhnya adalah
dalam memerkuat model
pengembangan elemen modal
sosial yang ada.

Merujuk pada Ridell (1997), ada tiga parameter modal sosial, yaitu kepercayaan (trust),
norma-norma (norms), dan jaringan-jaringan (networks).
1. Kepercayaan. Sebagaimana dijelaskan Fukuyama (1996), kepercayaan adalah harapan
yang tumbuh di dalam sebuah masyarakat yang ditunjukkan oleh adanya perilaku jujur,
teratur, dan kerjasama berdasarkan norma-norma yang dianut bersama. Kepercayaan
sosial merupakan penerapan terhadap pemahaman ini. Cox (1995) kemudian mencatat
bahwa dalam masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan tinggi, aturan-aturan sosial
cenderung bersifat positif; hubungan-hubungan juga bersifat kerjasama. Menurutnya
kita mengharapkan orang lain untuk mewujudkan niat baik, dan percaya kepada sesama
manusia. Kita cenderung untuk bekerja sama, untuk berkolaborasi dengan orang lain
dalam hubungan kolegial / kekerabatan. (Cox, 1995). Kepercayaan sosial pada dasarnya
merupakan produk dari modal sosial yang baik. Adanya modal sosial yang baik ditandai
oleh adanya lembaga-lembaga sosial yang kokoh; modal sosial melahirkan kehidupan
sosial yang harmonis (Putnam, 1995). Kerusakan modal sosial akan menimbulkan
anomie (kekacauan tanpa aturan) dan perilaku anti sosial (Cox, 1995).
2. Norma. Norma-norma terdiri atas pemahaman-pemahaman, nilai-nilai, harapan-harapan
dan tujuan-tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang.
Norma-norma dapat bersumber dari agama, panduan moral, maupun standar-standar
sekuler seperti halnya kode etik profesional. Norma-norma dibangun dan berkembang
berdasarkan sejarah kerjasama di masa lalu dan diterapkan untuk mendukung iklim
kerjasama (Putnam, 1993; Fukuyama, 1995). Norma-norma dapat merupakan pra-
kondisi maupun produk dari kepercayaan sosial.
3. Jaringan sosial. Infrastruktur dinamis dari modal sosial berwujud jaringan- jaringan
kerjasama antar manusia (Putnam, 1993). Jaringan tersebut memfasilitasi terjadinya
komunikasi dan interaksi, memungkinkan tumbuhnya kepercayaan dan memperkuat
kerjasama. Masyarakat yang sehat cenderung memiliki jaringan-jaringan sosial yang
kokoh. Orang mengetahui dan bertemu dengan orang lain, mereka kemudian
membangun inter-relasi yang kental, baik bersifat formal maupun informal (Onyx,
1996). Putnam (1995) berargumen bahwa jaringan-jaringan sosial yang erat akan
memperkuat perasaan kerjasama para anggotanya serta manfaat-manfaat dari
partisipasinya itu.
Berdasarkan pada parameter tersebut, beberapa indikator kunci yang dapat dijadikan
ukuran modal sosial antara lain: (1) harapan yang ingin dicapai di masa depan (2)
perasaan memiliki atau sebaliknya, perasaan alienasi; (3) sistem kepercayaan dan
ideologi; (4) nilai-nilai dan tujuan-tujuan; (5) ketakutan-ketakutan; (6) sikap- sikap
terhadap anggota lain dalam masyarakat; (7) persepsi mengenai akses terhadap
pelayanan, sumber dan fasilitas (misalnya pekerjaan, pendapatan, pendidikan,
perumahan, kesehatan, transportasi, jaminan sosial); (8) opini mengenai kinerja
pemerintah yang telah dilakukan terdahulu; (9) keyakinan dalam lembaga-lembaga
masyarakat dan orang-orang pada umumnya; (10) tingkat kepercayaan; (11) kepuasaan
dalam hidup dan bidang-bidang kemasyarakatan lainnya; dan (Spellerber, 1997;
Suharto, 2005).

BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN

Modal sosial adalah modal yang dalam prakteknya telah lahir sejak manusia
membentuk komunitas dalam kurun waktu yang cukup lama. Kebersamaan tersebut
melahirkan rasa saling percaya, saling terbuka, saling memperhatikan atau saling memberi
dan menerima tanpa pamrih. Kepercayaan yang melekat pada setiap individu dalam
komunitas tersebut memberi ruang untuk selalu melakukan interaksi dan membangun relasi
yang intim, serta jaringan yang lebih luas dalam memenuhi kebutuhan baik individu maupun
kelompok yang dibingkai oleh norma aturan yang dibuat bersama.

Jadi modal sosial dapat dikatakan sebagai pendorong terlaksananya modal-modal lain.
Modal sosial lebih menekankan pada hubungan antar manusia yang terlihat jelas dari adanya
relasi dan interaksi diantara pihak yang terlibat dan modal manusia ditekankan pada
kemampuan manusia dalam kualitas diri yang ditunjukan.

B. SARAN

Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat menambah pengetahuan dan informasi
kepada pembaca tentang pemasaran sosial jasa asuhan kebidanan. Kelompok mengharapkan
kepada pembaca untuk dapat memberikan saran yang sifatnya membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Daftar Pustaka

Field, John. Modal Sosial. Medan:Bina Media Perintis


Sunoto,H. 2014. modal sosial:  definisi, konsep-konsep utama dari pemikiran modal sosial, dan
analisis terhadap masalah kemasyarakatan, mata kuliah: pengembangan kelembagaan dan
kapital sosial, program Pascasarjana spesialis-1 pekerjaan sosial sekolah tinggi
kesejahteraan sosial (stks) Bandung.

Syahra, R. 2003. modal sosial: konsep dan aplikasi, Jurnal Masyarakat 2 dan Budaya, Volume 5
No. 1 , Peneliti pada Puslit. Kemasyarakatan dan Kebudayaan (PMB) LIPI.

Anda mungkin juga menyukai