Epid
Mata Kuliah : Epidemiologi Penyakit Menular
Disusun Oleh:
Kelompok 6
RESTIANA M.16.02.020
1
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang masih
memberikan kita kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul " Sejarah Perkembangan Penyakit Menular dan Manifestasi Klinik”.
Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang membangun sangan kami
harapkan dari para pembaca guna untuk meningkatkan dan memperbaiki pembuatan
makalah pada tugas yang lainnya dan pada waktu mendatang.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Hal.
SAMPUL ......................................................................................... 1
DAFTAR ISI.................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 2
C. Tujuan ......................................................................................... ` 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ................................................................................. 27
B. Saran ........................................................................................... 28
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Epidemiologi berasal dari bahasa yunani yaitu Epi yang berarti pada, Demos
yang berarti penduduk, dan Logos yang berarti ilmu. Jadi epidemiologi adalah ilmu
yang mempelajari hal – hal yang berkaitan dengan masyarakat.
Pada era dewasa ini telah terjadi pergeseran pengertian epidemiologi, yang
dulunya lebih menekankan ke arah penyakit menular ke arah – arah masalah
kesehatan dengan ruang lingkup yang sangat luas. Keadaan ini terjadi karena transisi
pola penyakit yang terjadi pada masyarakat, pergeseran pola hidup, peningkatan
sosial, ekonomi masyarakat dan semakin luasnya jangkauan masyarakat. Mula-mula
epidemiologi hanya mempelajari penyakit yang dapat menimbulkan wabah melalui
temuan-temuan tentang jenis penyakit wabah, cara penularan dan penyebab serta
bagaimana penanggulangan penyakit wabah tersebut. Kemudian tahap berikutnya
berkembang lagi menyangkut penyakit yang infeksi non-wabah. berlanjut lagi dengan
mempelajari penyakit non infeksi seperti jantung, karsinoma, hipertensi, dll.
Perkembangan selanjutnya mulai meluas ke hal-hal yang bukan penyakit seperti
fertilitas, menopouse, kecelakkaan, kenakalan remaja, penyalahgunaan obat-obat
terlarang, merokok, hingga masalah kesehatan yang sangat luas ditemukan di
masyarakat. Diantaranya masalah keluarga berencana, masalah kesehatan lingkungan,
pengadaan tenaga kesehatan, pengadaan sarana kesehatan dan sebagainya. Dengan
demikian, subjek dan objek epidemiologi berkaitan dengan masalah kesehatan secara
keseluruhan
1
menular kepenyakit tidak menular, namun dampak penyakit tiddak menular ini tidak
biasa diabaikan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari epidemiologi penyakit menular?
2. Bagaimana sejarah dari epidemiologi penyakit menular?
3. Apa pengertian dari manifestasi klinik ?
2
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa pengertian dari epidemiologi penyakit menular
2. Untuk mengetahui bagaimana sejarah dari epidemiologi penyakit menular
3. Untuk mengetahui apa pengertian dari manifestasi klinik
3
BAB II
PEMBAHASAN
Penyakit menular atau penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh
agent infeksius (virus, bakteri, dan parasit) melalui transmisi agent dari orang yang
terinfeksi, hewan atau reservoir lainnya ke pejamu (host) yang rentan baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui perantara seperti media air, udara, vektor,
tanaman dan sebagainya. Penyakit menular timbul akibat dari beroperasinya berbagai
factor baik dari agent dan lingkungan. Bentuk ini tergambar dalam istilah yang
dikenal luas. Yaitu penyebab majemuk (multiple causation of disease) sebagai lawan
dari penyebab tunggal (single causation). Didalam usaha para ahli untuk
mengumpulkan pengetahuan mengenai timbulnya penyakit, mereka telah melakukan
eksperimen terkendali untuk menguji sampai dimana penyakit itu bisa dicegah
sehingga dapat meningkatkan taraf hidup penderita.
4
yang dapat menjadi pegangan dalam mencari faktor-faktor lain yang belum
diketahui.
c) Faktor Waktu (Time)
Waktu kejadian penyakit dapat dinyatakan dalam jam, hari, bulan, atau tahun.
Informasi ini bisa dijadikan pedoman tentang kejadian yang timbul dalam
masyarakat.
5
for disease control, dimulai pada 1995 mengidentifikasi lebih dari seratus pasien penyakit
yang mengancam jiwa yang dianggap sebagai penyebab infeksi, tetapi itu tidak dapat
dikaitkan dengan pathogen yang diketahui. Hubungan pathogen dengan penyakit bisa
menjadi proses yang kompleks dan kontrofersial, dalam beberapa kasus membutuhkan
beberapa dekade atau bahkan berabad-abad untuk dicapai.
1. Abad ke-19 ( Vibrio Cholera 1849-1884)
Bakteri Vibrio Cholera ditularkan melalui air yang terkontaminasi. Setelah
dicerna, bakteri menjajah seluruh usus inang dan menghasilkan racun yang
menyebabkan cairan tubuh mengalir melintasi lapisan usus. Kematian dapat terjadi
dalam 2-3 jam karena dehidrasi jika tidak ada perawatan yang diberikan.
Sebelum ditemukan penyebab infeksi, gejala kolera diduga disebabkan oleh
kelebihan empedu pada pasien, penyakit kolera mendapat nama dari kata Yunani
Cholera yang berarti empedu. Teori ini konsisten dengan humorisme dan mengarah
pada praktik medis seperti pertumpahan darah. Bakteri ini pertama kali dilaporkan
pada tahun 1849 oleh Gabriel Pouchet yang menemukannya dalam tinja dari pasien
dengan kolera, tetapi tidak peduli terhadap kejadian tersebut. Ilmuan pertama yang
memahami pentingnya Vibrio Cholerae adalah ahli anatomi Italia Filippo Pacini,
yang menerbitkan gambar rinci dalam “pengamatan mikroskopis dan pengurangan
patologis pada kolera” pada 1854. Dia menerbitkan makalah lebih lanjut pada tahun
1866, 1871, 1876 dan 1880, yang diabaikan oleh komunitas ilmiah. Dia dengan tepat
menggambarkan bagaimana bakteri tersebut menyebabkan diare dan
mengembangkan perawatan yang terbukti efektif. Sementara peta epidemiologi John
Snow telah dikenali dengan baik dan menyebabkan hilangnya pegangan pompa Broad
Streat, misalnya 1854 wabah kolera Broad Streat. Pada tahun 1874, perwakilan ilmiah
dari 21 negara memberikan suara bulat untuk menyelesaikan bahwa kolera
disebabkan oleh racun lingkungan dari miasmates, atau awan zat tidak sehat yang
mengambang diudara. Pada tahun 1884, Robert Koch menemukan kembali Vibrio
Cholerae sebagai unsur penyebab kolera. Beberapa ilmuwan menentang teori baru,
dan bahkan meminum kultur kolera untuk membantahnya.
Koch mengumumkan penemuan Vibrio Cholerae pada tahun 1884.
Kesimpulannya didasarkan pada penemuan konstan “koma baccilus” ditinja pasien
6
kolera, dan kegagalan untuk menunjukkan organisme ini dalam kotoran orang lain.
Itu tidak mungkin untuk mereproduksi kolera khas pada hewan laboratorium. Pada
saat itu “teori kuman” tentang penyakit belum mendapatkan penerimaan secara
umum, dan pengumuman Koch diterima dengan skeptic, terutama setelah ditemukan
pada waktu-waktu tertentu dikotoran orang yang tidak menderita. Kolera dan
seringkali di semua jenis lingkungan lain, air sumur dan sunga. Kita sekarang tahu
bahwa ini adalah spesies saprotrofik dari vibrio, yang mungkin dibedakan dari vibria
cholerae dengan metode cultural dan imunologis. Tetapi keberadaan pendapat Koch
secara dramatis ditunjukkan oleh Von Pettenkover dan Emmerich yang meragukan
hubungan etiologis organisme Koch dengan sengaja meminum kulturnya. Von
Pettenkofer berkembang hanya diare sementara, tetapi Emmerich menderita serangan
kolera yang khas dan parah (AT Henrici, Biologi Bakteri, Health and Company,
1939). Von Pettenkofer menganggap bukti pengalamannya bahwa Vibrio cholera
tidak berbahaya, karena ia tidak menderita kolera setelah mengonsumsinya. Antara
1849 ketika Pouchet menemukan Vibrio Cholerae dan 1891 lebih dari satu juta orang
meninggal dalam epidemi kolera di Eropa dan Rusia. Pada tahun 1995 para peneliti
menerbitkan sebuah penelitian di Science yang menjelaskan mengapa beberapa orang
dapat terinfeksi kolera tanpa gejala, mungkin menjelaskan mengapa Pettencofer tidak
jatuh sakit. Penelitian ini menunjukkan bahwa serangkaian mutasi geneetik pada
beberapa orang memberikan resistensi terhadap toksin kolera, tetapi mutasi ini ada
harganya jika terlalu banyak dari mereka terjadi pada seseorang mereka akan
mengembangkan Fibrosis Kistik, kelainan genetik yang tidak dapat disembuhkan dan
seringkali fatal.
2. Abad ke-20
a) Giardia Lamblia (1681-1975)
Giardiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Giardia Lamblia
protozoa. Infeksi ini dapat menyebabkan diare, gas, dan sakit perut pada beberapa
orang. Jika tidak diobati, infeksi ini dapat menjadi kronis. Pada anak-anak, infeksi
Giardia Lamblia kronis dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan
7
menurunkan kecerdasan, infeksi gardia kini secara universal diakui sebagai
penyakit, dan dirawat oleh dokter dengan obat anti-protozoa.
Sejak tahun 2002, kasus gardia harus dilaporkan ke Pusat Pengadilan dan
Pencegahan Penyakit, menurut Spreadsheet penyakit yang dapat dilaporkan CDC
(Center for Disease Control and Prevention). Laboratorium Parasit
Gastrointestinal Kesehatan Nasional Amerika Serikat mempelajari Giardia
hamper secara eksklusif. Namun, Giardia muncul dalam jangka panjang, dari
penemuannya pada tahun 1681, hingga tahun 1970-an ketika diterima sepenuhnya
bahwa infeksi dengan Giardia adalah penyebab diare kronis yang dapat diobati.
Beberapa bukti pertama di Zaman mooodern patogenisitas Giardia datang
selama Perang Dunia II ketika tentara dirawat karena Malaria dengan Quinacrine
antiprotozoal, dan Diare mereka menghilang, seperti halnya Giardia dari sampel
tinja mereka. Pada tahun 1954, Dr. RC Rendtorff melakukan percobaan pada
sukarelawan tahanan, menginfeksi mereka dengan Giardia. Dalam percobaan,
meskipun beberapa tahanan mengalami perubahan kebiasaan buang air besar, ia
menyimpulkan bahwa ini tidak dapat dikaitkan dengan infeksi Giardia, dan juga
menunjukkan bahwa semua tahanan mengalami pembersihan Giardia secara
spontan.
Pada tahun 1954-1955, wabah infeksi Giardia terjadi di Oregon (AS),
yakni 50.000 orang. Hal ini didokumentasikan dalam komunikasi oleh Dr. Lyle
Veazie, yang tidak diterbitkan sampai 15 tahun kemudian di New England of
Medicine. Dalam komunikasi itu, Veazie mencatat bahwa ia tidak dapat
menemukan penerbit untuk laporannya tentang epidemic. Komunikasi tersebut
diterbitkan kembali dalam Simposium EPA tentang Penularan Giardiasis di
tempat air pada tahun 1979, dan versi tersebut menyertakan kutipan berikut dari
Direktur Dewan Kesehatan Negara Bagian Oregon, yang menyatakan bahwa diare
dari Giardia masih dikaitkan dengan penyebab lain oleh kesehatan.
8
Barry Marshall dan Dr. J Robin Warren yang mempublikasikan temuan mereka
pada tahun 1983. Pasangan ini menerima Hadiah Nobel pada tahun 2005 untuk
pekerjaan mereka. Sebelum ini, tidak ada yang benar-benar tahu apa yang
menyebabkan sakit maag, meskipun yang dipercaya bahwa stress juga berperan
dalam menyebabkan terjadinya maag.
Dalam pimpinan Dr Marshall mencatat bahwa dokter lain telah
menghasilkan bukti infeksi H Pylori pada awal 1892. Marshall menulis bahwa
laporan sebelumnya diabaikan karena mereka bertentangan dengan kepercayaan
yang ada. Deskripsi pertama tentang H Pylori dating pada tahun 1892 dari Giullo
Bizzozero, yang mengidentifikasi bakteri toleran asam yang hidup diperut anjing.
Kemudian, sebuah teori akan dikembangkan bahwa tidak ada bakteri yang bisa
hidup diperut. Walaupun teorinya tidak memiliki dasar ilmiah, teori ini akan
menjadi batu sandungan bagi para ilmuwan, membuat mereka tidak bersemangat
untuk mencari penyebab infeksi lambung yang infektif. Pada tahun 1940, dua
dokter yaitu Dr. A Stone Freeberg dan Dr. Louis E. Barron menerbitkan sebuah
makalah yang menggambarkan bakteri spiral yang ditemukan pada sekitar
setengah dari pasien Gastroenterologi mereka yang menderita sakit maag. John
Lykoudis seorang dokter Yunani adalaah salah satu dokter pertama yang
mengobati radang perut sebagai penyakit menular. Antara tahun 1960 dan 1970 ia
merawat lebih dari 10.000 pasien maag di Athena dengan antibiotic. Lykoudis
mencoba menerbitkan makalah tentang temuannya, tetapi mereka bertentangan
dengan teori tradisional dan karyanya tidak pernah diterbitkan. Pengalaman
Lykoudis diikuti pada tahun 1975 oleh publikasi lebih lanjut dimakalah Gut yang
mencakup bakteri spiral yang hidup di perbatasan ulkus duodenal. Signifikansi
medis dari temuan Steer diabaikan tetapi ia terus menerbitkan makalah tentang H
Pylori, sebagian besar sebagai hobi. H Pylori dapat menginfeksi perut sebagian
orang tanpa menyebabkan tukak lambung. Dalam menyelidiki pembawa
asimpotamik H Pylori, para peneliti mengidentifikasi sifat genetic disebut
Interleuik-1 beta-31 yang menyebabkan peningkatan produksi asam lambung,
yang menghasilkan bisul jika pasien terinfeksi. Pasien tanpa sifat tersebut tidak
mengembangkan bisul perut sebagai respons terhadap infeksi H Pylori, tetapi
9
sebaliknya memiliki peningkatan risiko kanker lambung jika mereka terinfeksi.
Investigasi terhadap infeksi Gastrointestinal lainnya juga menunjukkan bahwa
gejalanya merupakan hasil interaksi antara infeksi dan mutasi genetic spesifik.
10
1) Sampel plasma diambil pada tahun 1959 dari seorang pria dewasa yang
tinggal di tempat yang sekarang menjadi Republik Demokratik Kongo.
2) HIV ditemukan dalam sampel jaringan dari remaja Afrika-Amerika berusia 15
tahun yang meninggal di St. Louis pada tahun 1969.
3) HIV ditemukan dalam sampel jaringan dari seorang pelaut Norwegia yang
meninggal sekitar tahun 1976.
Dua spesies HIV menginfeksi manusia yaitu HIV-2 dan HIV-1 yang lebih
ganas dan lebih mudah menular.HIV-1 adalah sumber dari sebagian besar infeksi
HIV diseluruh dunia, sementara HIV-2 tidak mudah ditularkan dan sebagian besar
terbatas pada Afrika Barat. Baik HIV-1 dan HIV-2 berasal dari primate. Asal usul
HIV-1 adalah simpanse umum pusat (Pan troglodytes) yang ditemukan di
Kamerun Selatan. Dipastikan bahwa HIV-2 berasal dari Mangebay Jelaga
(Cercocebus atys), Monyet dunia lama Guinea-Bissau, Gabon, dan Kamerun.
e) Cyclospora (1995)
Cyclospora adalah patogen Gastrointestinal yang menyebabkan demam,
diare, muntah, dan penurunan berat badan yang parah. Wabah penyakit terjadi di
Chicago pada tahun 1989 dan daerah lain di Amerika Serikat. Tetapi penyelidikan
oleh Pusat Pengendalian Penyakit tidak dapat mengidentifikasi penyebab infeksi.
Penemuan penyebabnya dilakukan oleh Bpk. Ramachandran Rajah, Kepala
Laboratorium Klinik medis di Kathmandu, Nepal. Pak Rajah berusaha mencari
tahu mengapa penduduk dan pengunjung setempat jatuh sakit setiap musim panas.
Ia mengidentifikasi organisme yang tampak tidak biasa dalam sampel tinja dari
pasien yang sakit. Tetapi ketika klinik mengirim slide organisme ke Pusat
Pengendalian Penyakit, itu di identifikasikan sebagai ganggang biru-hujau, yang
tidak berbahaya. Banyak ahli patologi telah melihat hal yang sama sebelumnya,
tetapi menganggapnya tidak relevan dengan penyakit pasien. Kemudian
organisme akan diidentifikasi sebagai jenis parasit khusus, dan pengobatan akan
11
dikembangkan untuk membantu pasien dengan infeksi. Di Amerika Serikat,
infeksi Cyclospora harus dilaporkan ke Center for Disease Control sesuai dengan
Chartable Disease Chart CDC.
3. Blastocystis (2006)
Protozoa ini adalah protozoa sel tunggal yang menginfeksi usus besar. Dokter
melaporkan bahwa pasien dengan infeksi menunjukkan gejala sakit perut, sembelit
dan diare. Satu studi menemukan bahwa 43% pasien IBS teridentifikasi Blastocystis.
Sebuah studi tambahan menemukan bahwa banyak pasien IBS yang tidak dapat
diidentifikasi oleh Blastocystis menunjukkan reaksi antibody yang kuat terhadaap
organisme, yang merupakan jenis tes yang digunakan untuk mendiagnosis infeksi
tertentu dan sulit dideteksi. Penelitian lain juga melaporkan bahwa teknik pengujian
khusus mungkin diperlukan untuk mengidentifikasi infeksi pada beberapa orang.
Sementara beberapa ilmuwan percaya pada temuan bahwa pasien IBS membawa
infeksi protozoa menjadi signifikan, penelitian lain telah melaporkan bahwa
keberadaan infeksi tidak signifikan secara medis. Para peneliti melaporkan bahwa
infeksi dapat resisten terhadap perawatan protozoa umum dalam studi laboratorium
karena itu mengidentifikasi infeksi Blastocystis telah menjadi penyebab utama diare
protozoa di Negara itu. Blastocystisadalah infeksi protozoa yang paling sering
diidentifikasi ditemukan pada pasien dalam penelitian Kanada 2006.
12
2. Manifestasi Klinik Penyakit Menular (Tifus Abdominalis)
a) Definisi Penyakit Tifus Abdominalis
Tifus Abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus
dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran
pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran yang disebabkan oleh
Salmonella typhi. 14 Tifus abdominalis adalah salah satu penyakit menular yang
biasanya ditemukan di daerah beriklim tropis. Penyakit ini merupakan penyakit
umum yang terjadi di seluruh dunia tetapi saat ini sudah jarang terjadi di banyak
negara maju. Tifus abdominalis atau Demam Tifoid atau Demam enterik awalnya
diambil dari nama seorang koki asal Irlandia, Mary Mallon disebut sebagai
Typhoid Mary. Penyakit tersebut menjadi terkenal karena kasus carrier yang
dibawanya menyebabkan terjadinya banyak kematian dan KLB tifoid di Amerika
Serikat pada awal tahun 1900-an.
(2) Antigen H (Antigen flagella) yang merupakan komponen protein dan berada
dalam flagella. Antigen ini tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan
tehadap panas dan alkohol.
13
(3) Antigen Vi (Virulen) merupakan polisakarida dan berada di kapsul yang melindungi
seluruh permukaan sel.
14
(1) Distribusi dan frekuensi
(a) Orang
Tifus abdominalis menginfeksi semua orang dan tidak ada perbedaan yang
nyata insidensi antara laki-laki dan perempuan. Berdasarkan umur,
proporsi penderita Tifus abdominalis lebih sering terjadi pada anak-anak.
Pada sebagian besar orang dewasa mengalami infeksi ringan dan akan
sembuh dengan sendirinya serta akan kebal pada serangan berikutnya.
Menurut penelitian Simanjuntak, C.H (1989) di Paseh, Jawa Barat sebesar
77% penderita Tifus abdominalis terdapat pada usia 3-19 tahun dengan
puncak tertinggi pada usia 10-15 tahun dengan insidens rate 687,9 per
100.000 penduduk, insidens rate pada umur 0-3 tahun sebesar 263 per
100.000 penduduk.
(b) Tempat dan Waktu
Tifus abdominalis tersebar di seluruh dunia. Penyebarannya tidak
dipengaruhi keadaan iklim, tetapi banyak dijumpai di negara-negara
sedang berkembang di daerah tropis.3 Pada tahun 2000, insidens rate Tifus
abdominalis di Amerika Latin 53 per 100.000 penduduk dan di Asia
tenggara 110 per 100.000 penduduk.
15
Salmonella typhi dapat menjadi carrier kronis dan mengekspresikan
mikroorganisme selama beberapa tahun.
16
(c) Faktor Environment
Tifus abdominalis merupakan penyakit infeksi yang dijumpai
secara luas di daerah tropis terutama daerah dengan kualitas sumber air
yang tidak memadai dengan standar higiene dan sanitasi yang rendah.
Penyebaran penyakit akan semakin meningkat apabila disertai dengan
kondisi tepat tinggal yang tidak sehat, kepadatan penduduk serta standar
higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah.Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan Lubis, R (2000) di RSUD DR. Soetomo
Surabaya dengan desain case control, menemukan bahwa kejadian Tifus
abdominalis beresiko 6,4 kali lebih besar (OR) pada kualitas air minum
yang tercemar coliform.
17
e) Gejala Klinis
Gejala-gejala yang timbul sangat bervariasi. Perbedaan tersebut tidak saja antara
berbagai bagian dunia tetapi juga di daerah dari waktu ke waktu. Gambaran
penyakit juga bervariasi mulai dari penyakit ringan yang tidak terdiagnosis
sampai gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi dan kematian. Pada
minggu pertama penyakit, keluhan dan gejala pada saat masuk rumah sakit
hampir sama dengan infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala,
nyeri otot, badan lesu, anoreksia, mual, muntah serta diare. Pada pemeriksaan
fisik hanya didapatkan peningkatan suhu tubuh. Suhu tubuh meninggi secara
bertingkat dari suhu normal sampai mencapai 38-40oC. Suhu tubuh lebih tinggi
pada sore hari dan malam hari dibandingkan pada pagi hari. Demam tinggi
biasanya disertai nyeri kepala hebat yang menyerupai gejala meningitis. Pada
saluran pencernaan terjadi gangguan seperti bibir kering dan pecah-pecah, lidah
terlihat kotor dan ditutupi selaput putih (coated tongue). Terjadi juga reaksi mual
berat sampai muntah. Hal ini disebabkan bakteri Salmonella typhi berkembang
biak di hati dan limpa. Selanjutnya terjadi pembengkakan yang menekan lambung
hingga menimbulkan rasa mual. Mual yang berlebihan menyebabkan makanan
tidak dapat masuk secara sempurna dan biasanya keluar melalui mulut. Pada
beberapa kasus Tifus abdominalis, penderita disertai dengan gejala diare.
f) Diagnosis
Ada dua cara untuk mendiagnosis penyakit Tifus abdomianalis yaitu secara klinis
dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis klinis sering tidak tepat karena gejala
klinis khas Tifus abdominalis tidak ditemukan atau gejala yang sama terdapat
pada penyakit lain. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan laboratrium
untuk membantu menegakkan diagnosis Tifus abdominalis.
(1) Pemeriksaan darah tepi
Diagnosis Tifus abdominalis dengan pemeriksaan darah tepi akan
mendapatkan gambaran lekopenia dan limfositosis relatif pada permulaan
sakit. Disamping itu, pada pemeriksaan ini kemungkinan terdapat anemia dan
trombositopenia ringan. Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan
18
bahwa jumlah dan jenis leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai nilai
sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk dipakai dalam
membedakan antara penderita Tifus abdominalis atau bukan. Akan tetapi,
adanya leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis
Tifus abdominalis.
g) Komplikasi
(1) Komplikasi intestinal
(a) Perdarahan usus
Terjadi pada 10-15% , sekitar 25% penderita tifus abdominalis dapat
mengalami perdarahan minor yang tidak membutuhkan transfusi darah.
Pendarahan hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami syok tetapi
tidak sembuh dengan sendirinya.
(b) Proforasi usus
Terjadi pada sekitar 1-5% dari penderita yang di rawat. Biasanya timbul
pada minggu ketiga, tetapi dapat terjadi pada minggu pertama. Penderita
tifus abdominalis dengan perforasi usus mengeluh nyeri perut yang hebat
dapat di sertai dengan tekanan darah turun nadi bertambah cepat bahkan
sampai syok.
19
(2) Komlikasi Ekstraintestinal
(a) Komplikasi kardiovaskuler, miokarditis, thrombosis, tromboflebitis, syok.
(b) Komplikasi hematologi , anemia hemolitik, koagulasi, intravaskuler
diseminata(KID), trombosiponia.
(c) Komplikasi respirasi, bronchitis, pnemeumonia, empiema, dan pleuritis.
(d) Komplikasi neuropsikiatri, delirium, ensefalopati, psikotik, meningitis,
gangguan koordinasi.
(e) Komplikasi tulang. Osteomielitis, periositis dan arthritis.
(f) Komplikasi hepar dan kandungan empedu, hepatitis, kolesistitis.
(g) Komplikasi ginjal, glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis.
h) Pencegahan
Pencegahan Adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk mengurangi angka
kesakitan dan kematian akibat penyakit Tifus abdominalis. Pencegahan terdiri
dari beberapa tingkatan yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder dan
pencegahan tersier.
(1) Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang
sehat agar tidak sakit dengan cara mengendalikan penyebab-penyebab
penyakit dan faktor risikonya. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan
cara imunisasi dengan vaksin yang dibuat dari strain Salmonella typhi yang
dilemahkan, mengonsumsi makanan sehat untuk meningkatkan daya tahan
tubuh, memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat agar
menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
(2) Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya yang dilakukan untuk menemukan kasus
secara dini, pengobatan bagi penderita dengan tepat serta mengurangi akibat-
akibat yang lebih serius. Pencegahan sekunder dapat berupa:
(a) Pencarrian penderita maupun carrier secara dini melalui peningkatan
usaha survailans tifus abdominalis.
20
(b) Perawatan
Penderita Tifus abdominalis perlu dirawat yang bertujuan untuk isolasi
dan pengobatan. Penderita harus tetap berbaring sampai minimal 17
hari demam atau kurang lebih 14 hari. Keadaan ini sangat diperlukan
untuk mencegah terjadinya komplikasi. Penderita dengan kesadaran
menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu- waktu
tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan
dekubitus. Defekasi dan buang air kecil pada penderita Tifus
abdominalis perlu diperhatikan karena dapat terjadi konstipasi dan
retensi air kemih.
(c) Diet
Penderita Tifus abdominalis sebaiknya mengonsumsi makanan yang
cukup cairan, berkalori, tinggi protein, lembut dan mudah dicerna
seperti bubur nasi. Pemberian makanan tersebut dimaksudkan untuk
menghindari komplikasi perdarahan usus dan perforasi usus karena usus
perlu diistirahatkan. Tidak dianjurkan mengonsumsi bahan makanan
yang mengandung banyak serat dan mengahasilkan banyak gas.
Pemberian susu dilakukan 2 kali sehari. Jenis makanan untuk penderita
dengan kesadaran menurun adalah makanan cair yang dapat diberikan
melalui pipa lambung. Untuk penderita dengan komplikasi perforasi
usus, tidak dianjurkan makanan yang dapat mengiritasi lambung seperti
makanan pedas dan asam.
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit menular atau penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan
oleh agent infeksius (virus, bakteri, dan parasit) melalui transmisi agent dari orang
yang terinfeksi, hewan atau reservoir lainnya ke pejamu (host) yang rentan baik
secara langsung maupun tidak langsung melalui perantara seperti media air,
udara, vektor, tanaman dan sebagainya. Penyakit menular timbul akibat dari
beroperasinya berbagai factor baik dari agent dan lingkungan. Bentuk ini
tergambar dalam istilah yang dikenal luas. Yaitu penyebab majemuk (multiple
causation of disease) sebagai lawan dari penyebab tunggal (single causation).
Epidemiologi Penyakit menular merupakan epidemiologi yang berusaha
untuk mempelajari distribusi dan factor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
penyakit menular di masyarakat.
Pada Abad ke-19 (Vibrio Cholera 1849-1884) bakteri ini pertama kali
dilaporkan pada tahun 1849 oleh Gabriel Pouchet yang menemukannya dalam
tinja dari pasien dengan kolera, tetapi tidak peduli terhadap kejadian tersebut.
Ilmuan pertama yang memahami pentingnya Vibrio Cholerae adalah ahli anatomi
Italia Filippo Pacini, yang menerbitkan gambar rinci dalam “pengamatan
mikroskopis dan pengurangan patologis pada kolera” pada 1854. Dia menerbitkan
makalah lebih lanjut pada tahun 1866, 1871, 1876 dan 1880, yang diabaikan oleh
komunitas ilmiah. Dia dengan tepat menggambarkan bagaimana bakteri tersebut
menyebabkan diare dan mengembangkan perawatan yang terbukti efektif
Pada abad ke 20 Pada tahun 1954-1955, wabah infeksi Giardia terjadi di
Oregon (AS), yakni 50.000 orang. Hal ini didokumentasikan dalam komunikasi
oleh Dr. Lyle Veazie, yang tidak diterbitkan sampai 15 tahun kemudian di New
England of Medicine. Dalam komunikasi itu, Veazie mencatat bahwa ia tidak
dapat menemukan penerbit untuk laporannya tentang epidemic. Komunikasi
tersebut diterbitkan kembali dalam Simposium EPA tentang Penularan Giardiasis
di tempat air pada tahun 1979, dan versi tersebut menyertakan kutipan berikut
22
dari Direktur Dewan Kesehatan Negara Bagian Oregon, yang menyatakan bahwa
diare dari Giardia masih dikaitkan dengan penyebab lain oleh kesehatan.
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis berharap pada pembaca agar
menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan baik dari bentuk
maupun isinya. Maka dari itu, penulis menyarankan agar pembaca harus benar-
benar memahami isi dari makalah ini agar dapat mengetahui bagaimana sejarah
perkembangan epidemiolgi penyakit menular dan manifestasi klink.
23
DAFTAR PUSTAKA
Isna's blog: Emfisema - Definisi, ,Manifestasi Klinis, Etiologi, Patofisiologi,
Komplikasi, Pemeriksaan dan Penatalaksanaan serta Asuhan Keperawatannya
http://isna2464.blogspot.com/2014/04/emfisema-definisi-manifestasi-klinis.html
https://translate.googleusercontent.com/translate_e?client=srp&depth=1&hl=id&nv=
1&rurl=translate.google.com&sl=en&sp=nmt4&tl=id&u=https://en.m.wikipedia.org/
wiki/History_of_emerging_infectious_diseases&xid=1759,15700019,157000043,157
000186,157000191,157000256,157000259,157000262,167000265&usg=ALKJrhgbR
b4JXqPc7XVgVgsbwy4DUe0bMg.
24