SINTESIS
1. PROMOSI KESEHATAN
b. Pembatasan kecacatan
1) Pencegahan Tersier
Pada tahap ini upaya yang dilakukan adalah mencegah agar cacat yang
diderita tidak menjadi hambatan sehingga indiviu yang menderita dapat
berfungsi optimal secara fisik, mental, dan sosial.
Kegiatan Berbasis Masyarakat
2. TB
Tuberkulosis merupakan salah satu penyebab utama kematian dimana sebagian besar
infeksi terjadi pada orang antara usia 15 dan 54 tahun yang merupakan usia paling
produktif, hal ini menyebabkan peningkatan beban sosial dan keuangan bagi
keluarga pasien.
3. Diare
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan
konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dengan frekuensi lebih
sering dari biasanya (tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Ditjen PP&PL, Kemenkes
RI, 2011).
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua
faktor yang dominan yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Apabila faktor
lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan
perilaku manusia yang tidak sehat yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat
menimbulkan kejadian penyakit diare ( Kemenkes RI, 2011).
3. 8 Pencegahan Diare
1. Perilaku Sehat
Pemberian ASI
Makanan Pendamping ASI
Menggunakan Air Bersih yang Cukup
Mencuci Tangan
Menggunakan Jamban
Membuang Tinja Bayi yang Benar
Sarana Pembuangan Air Limbah
Pemberian Imunisasi Campak
2. Penyehatan Lingkungan
Penyediaan Air Bersih
Pengelolaan Sampah
a. PENYELENGGARAAN:
Penanggulangan penyakit menular serta akibat yang ditimbulkannya
merupakan tanggung jawab dari pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
Penyelenggaraan Penanggulangan Penyakit Menular dilaksanakan melalui upaya
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan. Pemerintah atau
Pemerintah Daerah dapat menetapkan program penanggulangan sebagai prioritas
nasional atau daerah dengan kriteria:
a. Penyakit endemis local
b. Penyakit menular potensial wabah
c. Fatalitas yang ditimbulkan tinggi/angka kematian tinggi
d. Memiliki dampak sosial, ekonomi, politik, dan ketahan yang luas
e. Menjadi sasaran reduksi, eliminasi
Program Penanggulangan Penyakit Menular diselenggarakan melalui upaya
kesehatan dengan mengutamakan kesehatan masyarakat. Pemerintah dalam
menyelenggarakan program penanggulangan Penyakit Menular dapat membentuk
satuan kerja/unit pelaksana teknis yang memiliki tugas dan fungsi meliputi:
a. Penyiapan penetapan dan rekomendasi jenis penyakit menular yang
memerlukan karantina
b. Focal point Kementerian Kesehatan di daerah; dan
c. Investigasi terhadap tempat atau lokasi yang dicurigai sebagai sumber
penyebaran Penyakit Menular.
Program Penanggulangan Penyakit Menular yang diselenggarakan oleh satuan
kerja/unit pelaksana teknis harus dikelola oleh Pejabat Kesehatan Masyarakat.
3.2.1 Kegiatan:
Penanggulangan Penyakit Menular dilakukan melalui upaya pencegahan,
pengendalian, dan pemberantasan.
o Upaya pencegahan dilakukan untuk memutus mata rantai penularan,
perlindungan spesifik, pengendalian faktor risiko, perbaikan gizi
masyarakat dan upaya lain sesuai dengan ancaman Penyakit Menular.
o Upaya pengendalian dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan
faktor risiko penyakit dan/atau gangguan kesehatan.
o Upaya pemberantasan dilakukan untuk meniadakan sumber atau agen
penularan, baik secara fisik, kimiawi dan biologi.
b. Surveilans kesehatan:
Surveilans kesehatan dilakukan untuk:
o Tersedianya informasi tentang situasi, kecenderungan penyakit, dan
faktor risikonya masalah kesehatan masyarakat dan factor-faktor yang
mempengaruhinya sebagai bahan pengambilan keputusan dalam
rangka pelaksanaan program penanggulangan secara efektif dan
efisien.
o Terselenggaranya kewaspadaan dini terhadap kemungkinan terjadinya
KLB/wabah dan dampaknya.
o Terselenggaranya investigasi dan penanggulangan KLB/wabah; dan
o Dasar penyampaian informasi kesehatan kepada para pihak yang
berkepentingan sesuai dengan pertimbangan kesehatan.
o Surveilans kesehatan diselenggarakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3.2.3 Strategi:
1. Strategi dalam penyelenggaraan Penanggulangan Penyakit Menular
meliputi:
a. Mengutamakan pemberdayaan masyarakat,
b. Mengembangkan jejaring kerja, koordinasi, dan kemitraan serta kerja
sama lintas program, lintas sektor, dan internasional,
c. Meningkatkan penyediaan sumber daya dan pemanfaatan teknologi,
d. Mengembangkan sistem informasi, dan
e. Meningkatkan dukungan penelitian dan pengembangan.
Dalam hal situasi Penyakit Menular menunjukkan gejala ke arah KLB atau
wabah, Pejabat Kesehatan Masyarakat wajib segera menyampaikan laporan
kewaspadaan dini dan kesiapsiagaan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
1. Pendanaan
Penanggulangan Penyakit Menular bersumber dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, swasta,
dan/atau lembaga donor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
2. Teknologi
- Dalam penyelenggaraan Penanggulangan Penyakit Menular Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan masyarakat harus memanfaatkan dan
mengembangkan teknologi yang diperlukan untuk upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perorangan.
- dan pengembangan teknologi didukung oleh penelitian, penapisan
teknologi, dan pengujian laboratorium
- Pemanfaatan dan pengembangan dilaksanakan dengan tidak menimbulkan
dampak negatif pada manusia dan lingkungan.
Pemotong batu mengolah batu mentah menjadi massa dan balok (dengan
memotong, membentuk, memecahkan, memproses, memoles, penghapusan bagian,
dll.) ke dalam ukuran, pola, dan tingkat penyelesaian yang diinginkan; ini dilakukan
dengan menggunakan manual dan alat kerja mekanis, untuk tujuan bangunan,
dekorasi, pembuatan patung dan tujuan serupa.
Hazard yang mungkin timbul dari pekerjaan penduduk sebagai pemecah batu
1. Accident Hazard
- Jatuh, baik dari ketinggian atau karena runtuhnya perancah
- Tergelincir, tersandung dan jatuh pada level di tempat kerja
- Cidera yang disebabkan oleh benda jatuh, alat kerja, balok batu, dll.
- Overexertion atau gerakan tegang di sepanjang pengangkatan beban berat
- Cedera akibat bekerja dengan peralatan mekanis dan pneumatik, atau dari dipukul
oleh alat kerja manual
- Cidera mata akibat penetrasi ricochets dan serpihan batu ke dalam mata
2. Physical Hazard
- Gangguan pendengaran yang parah sebagai akibat dari kebisingan berlebihan yang
dihasilkan saat memecahkan dan memproses batu
- Paparan terhadap faktor lingkungan, termasuk panas atau dingin yang ekstrem yang
bisa menyebabkan dermatitis
- Potensi paparan radiasi laser saat menggunakan mesin laser untuk ukiran prasasti di
batu nisan atau patung.
3. Chemical Hazard
- Peradangan kulit (dermatitis dan eksim) dan reaksi alergi sebagai akibatnya kontak
langsung dengan debu, lem, bahan pemoles, plester, pelarut, kapur, semen, minyak,
dll.
- Pigmentasi dan peradangan kulit sebagai akibat dari paparan ricocheting partikel
- Sklerosis sistemik lanjut sebagai hasil dari paparan debu kuarsa silika gratis
- Bahaya berkembangnya silikosis sebagai hasil dari paparan yang berkepanjangan
terhadap silikat bebas debu
- Paparan debu berbahaya, esp. untuk partikel tersuspensi
- Paparan debu mineral dapat menyebabkan pneumoconiosis
- Paparan lem yang mengandung pelarut organik; dan / atau memimpin (ini relevan
untuk pekerja batu yang memasang patung dan mengukir prasasti, ke mana kadang-
kadang timah cair dilemparkan).
4. Biological Hazard
Tidak ada bahaya khusus, kecuali kemungkinan tertular penyakit parasit, dan / atau
reaksi alergi yang disebabkan oleh gigitan kutu dan / atau serangga lain yang
tumbuh di lokasi pekerjaan batu (tergantung pada geografi dan topografi wilayah).
5. Ergonomic, psychosocial and organizational factors
- Nyeri punggung dan masalah muskuloskeletal lainnya yang disebabkan oleh
aktivitas berlebihan dan postur tubuh yang salah saat mengangkat dan
memindahkan benda berat
- Membawa beban berat dapat menyebabkan sakit punggung dan cedera pada disk di
antara tulang belakang
- Perasaan kelelahan total, sebagai akibat dari melakukan pekerjaan fisik di tempat
yang bising
- Gangguan sistem muskuloskeletal dan nyeri pinggang, yang disebabkan oleh
bekerja di posisi jongkok dan / atau postur tidak nyaman lainnya saat mengerjakan
batu
- Pengembangan sindrom getaran tangan-lengan [HAVS].
Gambar 1.2
Jamban sehat efektif untuk memutus mata rantai penularan penyakit. Jamban sehat
harus dibangun, dimiliki, dan digunakan oleh keluarga dengan penempatan (di dalam
rumah atau di luar rumah) yang mudah dijangkau oleh penghuni rumah.
Bangunan Bawah
Merupakan bangunan penampungan, pengolah, dan pengurai kotoran/tinja yang berfungsi
mencegah terjadinya pencemaran atau kontaminasi dari tinja melalui vektor pembawa
penyakit, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Terdapat 2 (dua) macam bentuk bangunan bawah jamban, yaitu:
- Tangki Septik, adalah suatu bak kedap air yang berfungsi sebagai penampungan
limbah kotoran manusia (tinja dan urine). Bagian padat dari kotoran manusia
akan tertinggal dalam tangki septik, sedangkan bagian cairnya akan keluar dari
tangki septik dan diresapkan melalui bidang/sumur resapan. Jika tidak
memungkinkan dibuat resapan maka dibuat suatu filter untuk mengelola cairan
tersebut.
- Cubluk, merupakan lubang galian yang akan menampung limbah padat dan cair
dari jamban yang masuk setiap harinya dan akan meresapkan cairan limbah
tersebut ke dalam tanah dengan tidak mencemari air tanah, sedangkan bagian
padat dari limbah tersebut akan diuraikan secara biologis.
- Bentuk cubluk dapat dibuat bundar atau segi empat, dindingnya harus aman dari
longsoran, jika diperlukan dinding cubluk diperkuat dengan pasangan bata, batu
kali, buis beton, anyaman bambu, penguat kayu, dan sebagainya.
Berdasarkan Permenkes no. 3 Tahun 2014 tentang STBM menyatakan bahwa
standar dan persyaratan bangunan jamban terdiri dari:
Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung berjarak 10-15
meter dari sumber air minum
Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus
Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga tidak
mencemari tanah di sekitarnya
Mudah dibersihkan dan aman penggunaannya
Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna
Cukup penerangan
Lantai kedap air
Ventilasi cukup baik
Tersedia air dan alat pembersih
5. ODGJ
Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara
fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan
sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan
kontribusi untuk komunitasnya.
Orang Dengan Gangguan Jiwa yang selanjutnya disingkat ODGJ adalah orang
yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi
dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat
menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai
manusia.
Pemasungan adalah segala bentuk pembatasan gerak ODGJ oleh keluarga atau
masyarakat yang mengakibatkan hilangnya kebebasan ODGJ, termasuk hilangnya hak atas
pelayanan kesehatan untuk membantu pemulihan.
Penanggulangan Pemasungan adalah upaya pencegahan, penanganan, dan
rehabilitasi bagi ODGJ dalam rangka penghapusan Pemasungan.
Rehabilitasi adalah bagian dari rangkaian proses terapi untuk pemulihan ODGJ
melalui pendekatan secara fisik, psikologis dan sosial. Gangguan mental menurut WHO,
terdiri dari berbagai masalah, dengan berbagai gejala. Namun, mereka umumnya dicirikan
oleh beberapa kombinasi abnormal pada pikiran, emosi, perilaku dan hubungan dengan
orang lain. Contohnya adalah skizofrenia, depresi, cacat intelektual dan gangguan karena
penyalahgunaan narkoba, gangguan afektif bipolar, demensia, cacat intelektual dan
gangguan perkembangan termasuk autisme.
Pada konteks kesehatan jiwa, dikenal dua istilah untuk individu yang mengalami
gangguan jiwa. Pertama, Orang dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) merupakan orang
yang memiliki masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan perkembangan, dan/atau
kualitas hidup sehingga memiliki risiko mengalami gangguan jiwa. Kedua, Orang dengan
Gangguan Jiwa (ODGJ) adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku,
dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/ atau perubahan
perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam
menjalankan fungsi orang sebagai manusia.
Konsep upaya kesehatan mental di Indonesia yaitu kegiatan untuk mewujudkan
derajat kesehatan mental yang optimal bagi setiap individu, keluarga dan masyarakat
dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang diselenggarakan
secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan oleh pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat. Pelaksanaan upaya kesehatan jiwa berdasarkan asas keadilan,
perikemanusiaan, manfaat, transparansi, akuntabilitas, komprehensif, perlindungan, serta
non diskriminasi.
Upaya preventif kesehatan jiwa bertujuan untuk mencegah terjadinya masalah kejiwaan,
mencegah timbul dan/atau kambuhnya gangguan jiwa, mengurangi faktor risiko akibat
gangguan jiwa pada masyarakat secara umum atau perorangan, serta mencegah timbulnya
dampak masalah psikososial yang dilaksanakan di lingkungan keluarga, lembaga dan
masyarakat.
Upaya kuratif dilaksanakan melalui kegiatan pemberian pelayanan kesehatan terhadap
ODGJ yang mencakup proses diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat sehingga ODGJ
dapat berfungsi secara wajar di lingkungan keluarga, lembaga dan masyarakat. Tujuan
upaya kuratif adalah untuk penyembuhan dan pemulihan, pengurangan penderitaan,
pengendalian disabilitas, dan pengendalian gejala penyakit. Kegiatan penatalaksanaan
kondisi kejiwaan pada ODGJ dilaksanakan di fasilitas pelayanan bidang kesehatan jiwa.
Secara keseluruhan, tujuan (goal) rencana aksi kesehatan mental ini adalah untuk
mempromosikan kesehatan mental, mencegah gangguan mental, menyediakan pelayanan,
meningkatkan pemulihan, mempromosikan Hak Asasi Manusia dan menurunkan
kematian, kesakitan, dan kecacatan pada orang dengan gangguan mental..
Target global yang ditetapkan untuk setiap tujuan memberikan dasar bagi tindakan
keseluruhan dan pencapaian yang terukur terhadap tujuan global. Rencana aksi bergantung
pada enam prinsip dan pendekatan lintas sektoral berikut:1
a. pencegahan Pemasungan;
b. penanganan Pemasungan; dan
c. Rehabilitasi.
5.4 Rehabilitasi
6. Covid-19
Coronavirus adalah keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit mulai dari gejala
ringan sampai berat. Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit jenis baru
yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Virus penyebab COVID-19
ini dinamakan Sars-CoV-2.
Masa inkubasi virus rata-rata 5-6 hari dengan masa inkubasi terpanjang 14 hari.
1) Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yaitu demam (≥38oC)
atau riwayat demam; disertai salah satu gejala/tanda penyakit pernapasan seperti:
batuk/sesak nafas/sakit tenggorokan/pilek/pneumonia ringan hingga berat DAN
tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan DAN
pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau
tinggal di negara/wilayah yang melaporkan transmisi lokal*.
2) Orang dengan demam (≥380C) atau riwayat demam atau ISPA DAN pada 14 hari
terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi
COVID-19.
3) Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat** yang membutuhkan perawatan di
rumah sakit DAN tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang
meyakinkan.
1) Orang yang mengalami demam (≥380C) atau riwayat demam; atau gejala
gangguan sistem pernapasan seperti pilek/sakit tenggorokan/batuk DAN tidak ada
penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan DAN pada 14 hari
terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di
negara/wilayah yang melaporkan transmisi lokal*.
2) Orang yang mengalami gejala gangguan sistem pernapasan seperti pilek/sakit
tenggorokan/batuk DAN pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki
riwayat kontak dengan kasus konfirmasi COVID-19.
Orang Tanpa Gejala (OTG)
Seseorang yang tidak bergejala dan memiliki risiko tertular dari orang konfirmasi COVID-
19. OTG merupakan kontak erat dengan kasus konfirmasi COVID-19.
Kontak Erat adalah seseorang yang melakukan kontak fisik atau berada dalam ruangan
atau berkunjung (dalam radius 1 meter dengan kasus pasien dalam pengawasan atau
konfirmasi) dalam 2 hari sebelum kasus timbul gejala dan hingga 14 hari setelah kasus
timbul gejala.
Kasus Konfirmasi
Pasien yang terinfeksi COVID-19 dengan hasil pemeriksaan tes positif melalui
pemeriksaan PCR.
Gambar 2.1
Pencegahan penularan
• Jarak sosial (Social distancing): Jarak sosial adalah jarak interaksi sosial minimal 2
meter, tidak berjabat tangan, dan tidak berpelukan sehingga penularan virus dapat dicegah.
Jarak sosial ini sepertinya membuat interaksi menjadi semakin jauh, rasa sepi dan
terisolasi. Hal ini dapat diatasi dengan meningkatkan intensitas interaksi sosial melalui
media sosial yang tidak berisiko terkena percikan ludah.
adalah jarak antar orang dimanapun berada minimal 2 meter, artinya walaupun tidak
berinteraksi dengan orang lain jarak harus dijaga dan tidak bersentuhan. Tidak ada
jaminan baju dan tubuh orang lain tidak mengandung virus COVID-19 sehingga jarak
fisik dapat mencegah penularan.
• Cuci tangan dengan sabun pada air yang mengalir sebelum dan sesudah memegang
benda. Tangan yang memegang benda apa saja mungkin sudah ada virus COVID-19,
sehingga cuci tangan pakai sabun dapat menghancurkan kulit luar virus dan tangan bebas
dari virus. Hindari menyentuh mulut, hidung dan mata, karena tangan merupakan cara
penularan yang paling berbahaya.
• Pakai masker kain yang diganti setiap 4 jam. Pada situasi pandemi tidak diketahui
apakah orang lain sehat atau OTG (yang tidak memperlihatkan tanda dan gejala pada hal
sudah mengandung virus corona), jadi pemakaian masker kain bertujuan tidak menularkan
dan tidak ketularan.
• Setelah pulang ke rumah. Pada situasi yang terpaksa harus ke luar rumah, maka saat
pulang ke rumah upayakan meninggalkan sepatu di luar rumah, lalu segera mandi dan
pakaian segera dicuci. Oleh karena itu setiap orang diminta tinggal di rumah (stay at
home) artinya bekerja dari rumah, belajar dari rumah, beribadah dari rumah, dan semua
aktifitas dilakukan di rumah. Hindari pertemuan-pertemuan seperti pesta ulang tahun,
pesta perkawinan, ibadah berjamaah, dan kerumunan orang banyak
Peran Kesmas Pada Masyarakat/Komunitas Sehat & Orang Dengan Gejala (ODP),
sbb :
a) Melakukan upaya promosi kesehatan yaitu peningkatan imunitas fisik dan ketahanan
mental, serta pencegahan penularan dan pencegahan masalah kesehatan jiwa dan
psikososial melalui media sosial pada komunitas dan masyarakat umum
c) Memantau dan cek anggota masyarakat/ komunitas yang tidak melakukan upaya
promosi kesehatan dan pencegahan
d) Memantau dan cek anggota masyarakat/ komunitas yang menunjukkan gejala terjadi
penularan COVID-19 dan/atau gejala masalah kesehatan jiwa dan psikososial.
e) Melakukan Psychological First Aid (PFA) dan follow up PFA 1x pada anggota
masyarakat/ komunitas yang membutuhkan (bagi tenaga kesmas yang telah mendapat
pelatihan PFA). Setelah follow up dan gejala belum membaik, maka perlu dirujuk
DETEKSI Respon
PDP ODP OTG
Melakukan Tatalaksana Tatalaksanasesua Melakukan
surveilans sesuai kondisi: i kondisi pasien pendataan
Influenza Like kontak erat
- Ringan: Isolasi Notifikasikasusda
Illness (ILI) (OTG)
diri di rumah lam waktu 1x24
dan pneumonia menggunakan
jam ke Dinkes
melalui Sistem formulir
- Sedang: Rujuk
Kab/Kota
Kewaspadaan
ke RS Darurat
menggunakan Notifikasi
Dini dan
formulir kasus dalam
Respon - Berat: Rujuk ke
waktu 1x24
(SKDR) RS Rujukan
Melakukanpenyel
jam ke Dinkes
termasuk
idikan
Saat melakukan Kab/Kota
kluster
epidemiologi
rujukan menggunakan
pneumonia
berkoordinasi
berkoordinasi dengan formulir
dengan Dinkes
Melakukan RS
Kab/Kota Melakukan
surveilans
Rujukan pasien pemantauan
aktif/pemantau
Melakukanpeman
memperhatikan (cek kondisi
an terhadap
tauan (cek
kasus setiap
pelaku
perjalanan dari prinsip PPI kondisi kasus hari, jika
wilayah/negara setiap hari, jika terjadi
Notifikasi 1x24
terjangkit terjadi perburukan
jam secara berjenjang
selama 14 hari perburukan segera rujuk
menggunakan
sejak segera rujuk RS RS
formulir
kedatangan ke darurat/rujukan) darurat/rujuka
wilayah n)
Melakukan
Mencatatdanmela
berdasarkan
penyelidikan
porkan hasil Mencatat
informasi dari
epidemiologi
pemantauan dan
Dinkes
berkoordinasi dengan
secara rutin melaporkan
setempat
Dinkes Kab/Kota
menggunakan hasil
(menunjukkan
formulir pemantauan
HAC) Mengidentifikasi
secara rutin
kontak erat yang
Edukasipasienunt
Melakukan menggunakan
berasal dari
uk isolasi diri di
komunikasi formulir
masyarakat maupun
rumah. Bila
risiko termasuk
petugas kesehatan
gejala mengalami Edukasi
penyebarluasan
perburukan pasien untuk
media KIE Melakukan
segera ke isolasi diri di
mengenai pemantauan PDP
fasyankes rumah.
COVID- 19 yang isolasi rumah
kepada
Melakukankomu Bila gejala
Mencatat dan
masyarakat
nikasi risiko, mengalami
melaporkan hasil
keluarga dan perburukan
Membangu pemantauan kontak
masyarakat segera ke
n dan secara rutin
fasyankes
memperkuat menggunakan
Pengambilanspes
jejaring kerja formulir
imen dan Melakukan
surveilans
berkoordinasi komunikasi
Edukasi PDP
dengan
dengan Dinkes risiko,
ringan untuk isolasi
pemangku
setempat terkait keluarga dan
kewenangan, diri di rumah. Bila pengiriman masyarakat
lintas sektor gejala mengalami spesimen.
Pengambil
dan tokoh perburukan segera ke
an spesimen
masyarakat fasyankes
dan
Melakukan berkoordinasi
komunikasi risiko dengan Dinkes
baik kepada pasien, setempat
keluarga dan terkait
masyarakat pengiriman
spesimen.
Pengambilan
spesimen pada PDP
ringan berkoordinasi
dengan Dinkes
setempat terkait
pengiriman spesimen
1. Puskesmas
c. Melakukan pemeriksaan Rapid Test dan pengambilan spesimen untuk konfirmasi RT-
PCR d. Membangun dan memperkuat kerja sama surveilans dengan tokoh masyarakat dan
lintas sektor
e. Memberitahukan kepada RT/RW apabila ada keluarga yang menjalani karantina rumah
agar mereka mendapatkan dukungan dari masyarakat di sekitarnya.
f. Memonitor keluarga yang memiliki anggota keluarga yang lanjut usia atau memiliki
penyakit komorbid.
g. Mengajak para tokoh masyarakat agar melakukan disinfeksi tempat-tempat umum yang
banyak dikunjungi masyarakat.
1. Jika Merasa Tak Sehat Masyarakat yang merasa tidak sehat dan mengalami gejala
seperti demam, batuk/pilek, sakit tenggorokan, gangguan pernapasan, diimbau untuk
beristirahat atau bila keluhan berlanjut, maka segera berobat ke fasilitas pelayanan
kesehatan (fasyankes). Yang harus dilakukan saat ke fanyankes yaitu: gunakan masker,
ikuti etika batuk/bersin yang benar serta tidak menggunakan transportasi massal atau
umum.
- Jika tidak memenuhi kriteria Pasien Dalam Pengawasan (PDP) COVID-19, maka akan
dirawat inap atau rawat jalan tergantung diagnosa dan keputusan dokter di fasilitas
pelayanan kesehatan.
- Jika memenuhi kriteria Pasien Dalam Pengawasan (PDP) COVID-19, maka akan dirujuk
ke salah satu rumah sakit rujukan yang siap untuk penanganan didampingi oleh nakes
yang menggunakan alat pelindung diri (ADP). (4d)
3. Di RS Rujukan, Spesimen PDP Diambil untuk Pemeriksaan LAB dan Pasien Berada di
Ruang Isolasi Spesimen akan dikirim ke Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
(Balitbangkes) di Jakarta. Hasil pemeriksaan pertama akan keluar dalam 24 jam. Jika
Negatif Jika hasilnya negatif, akan dirawat sesuai dengan penyebab penyakit. Jika Positif
Dinyatakan sebagai penderita COVID-19 - Sampel akan diambil setiap hari. Akan
dikeluarkan dari ruang isolasi jika pemeriksaan sampel 2 kali berturut-turut hasilnya
negatif.
Gambar 2.2 Alur rujukan ke RS penanganan COVID-19
DAFTAR PUSTAKA:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2020. Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Coronavirus Disease.
World Health Organization (WHO). 2020. Global surveillance for human infection
with novelcoronavirus (2019-ncov). https://www.who.int/publications-
detail/global-surveillance-forhuman-infection-with-novel-coronavirus-(2019-
ncov). Diakses pada 19 Mei 2020.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2014 Penanggulangan Penyakit Menular.
(diakses melalui https://katigaku.top/wp-content/uploads/2018/12/6.-
PMK_No._82_2014_ttg_Penanggulangan_Penyakit_Menular_.pdf pada tanggal 19
Mei 2020).
Direktorat Jenderal Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit. 2018. Rencana Aksi
Program Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit 2015-2019 (Revisi I - 2018). Jakarta:
Bakti Husada.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2020. Promotif Dan Preventif Dalam Bidang
Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit (P2P). [artikel] (diakses melalui
http://p2p.kemkes.go.id/rakontek-2020-promotif-dan-preventif-dalam-bidang-pencegahan-
dan-pengendalian-penyakit-p2p/ pada tanggal 18 Mei 2020)
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2014 Penanggulangan Penyakit Menular.
(diakses melalui https://katigaku.top/wp-content/uploads/2018/12/6.-
PMK_No._82_2014_ttg_Penanggulangan_Penyakit_Menular_.pdf pada tanggal 19
Mei 2020).
Direktorat Jenderal Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit. 2018. Rencana Aksi
Program Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit 2015-2019 (Revisi I - 2018). Jakarta:
Bakti Husada.