Anda di halaman 1dari 17

Nilai :

LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK PASCAPANEN
(Pembersihan, Sortasi, dan Grading Bahan Hasil Pertanian)

Oleh:
Nama : Shida Habsari
NPM : 240110150106
Hari, Tanggal Praktikum : Rabu, 22 Maret 2017
Waktu/Shift : Pukul 08.00 09.40 WIB / Shift B2
Co. Ass :1. Adryani Tresna W.
2. Eki Dwiyan Saputra
3. Mizanul Hakam
4. Umaya Nur Uswah

LABORATORIUM PASCAPANEN DAN TEKNOLOGI PROSES


DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Nasi merupakan makanan pokok untuk sebagian besar penduduk Indonesia.
Berbagai macam beras memiliki jenis dan juga harga yang berbeda-beda. Salah satu
yang menyebabkan perbedaan harga tersebut adalah komposisi beras yang terdapat
dalam sekumpulan kategori beras. Beras dengan komposisi beras utuh yang banyak
akan memiliki harga yang mahal, sedangkan beras yang isinya didominasi dengan
beras menir atau beras patah, harganya dipastikan akan lebih murah.
Salah satu kendala kualitas produk hasil pertanian Indonesia adalah
kurangnya penanganan pascapanen yang membuat bahan tersebut menjadi tidak
menarik dan cepat rusak. Untuk menaikan kualitas suatu bahan hasil pertanian perlu
dilakukan penanganan berupa pembersihan bahan tersebut dari material yang tidak
diperlukan dan melakukan pemilihan terhadap bahan yang kualitasnya kurang
bagus agar tidak tercampur dengan bahan yang kualitasnya bagus. Maka dari itu,
dilakukan percobaan mengenai penanganan pascapanen dengan cara pembersihan,
sortasi, dan grading bahan hasil pertanian.

1.2 Tujuan Praktikum


Tujuan dilaksanakannya praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
1. Mengukur dan mengamati proses sortasi dan grading bahan hasil
pertanian.
2. Melakukan perhitungan kualitas dan variabel kualitas untuk mengkaji
kelas kualitas (grade), kerusakan yang tampak (visible) dan kerusakan
yang tak tampak (invisible damager), bahan asing (foreign materials),
keretakan (sound grain and crack).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Beras
Beras adalah bagian bulir padi (gabah) yang telah dipisah dari sekam. Sekam
(Jawa merang) secara anatomi disebut 'palea' (bagian yang ditutupi) dan 'lemma'
(bagian yang menutupi). Pada salah satu tahap pemrosesan hasil panen padi, gabah
ditumbuk dengan lesung atau digiling sehingga bagian luarnya (kulit gabah)
terlepas dari isinya. Bagian isi inilah, yang berwarna putih, kemerahan, ungu, atau
bahkan hitam, yang disebut beras. (Dinas Pertanian, 2010)
Beras umumnya tumbuh sebagai tanaman tahunan. Tanaman padi dapat
tumbuh hingga setinggi 1 - 1,8 m. Daunnya panjang dan ramping dengan panjang
50 - 100 cm dan lebar 2 - 2,5 cm. Beras yang dapat dimakan berukuran panjang 5 -
12 mm dan tebal 2 - 3 mm.
Beras dimanfaatkan terutama untuk diolah menjadi nasi, makanan pokok
terpenting warga dunia. Beras juga digunakan sebagai bahan pembuat berbagai
macam penganan dan kue-kue, utamanya dari ketan, termasuk pula untuk
dijadikan tapai. Selain itu, beras merupakan komponen penting bagi jamu beras
kencur dan param. Minuman yang populer dari olahan beras adalah arak dan air
tajin. (Dinas Pertanian, 2010)

2.2 Kadar Air


Kadar air bahan hasil pertanian memegang peranan yang sangat penting
dalam menjaga kualitas dari bahan hasil pertanian tersebut. Terjadinya kerusakan
pada bahan hasil pertanian selepas panen secara biologis, fisiologis, dan kimia
disebabkan karena masih tingginya kadar air di dalam bahan. Informasi kadar air
dari suatu bahan hasil pertanian sangat diperlukan untuk mengetahui kondisinya,
apakah telah memenuhi syarat dalam proses penanganan pascapanen, misalnya
untuk proses perontokkan, penyimpanan, dan lain-lain. (Yafie, 2009)
Dalam perhitungan-perhitungan teknik, kadar air basis kering lebih sering
dipakai karena pembagi pada perhitungan kadar air basis kering adalah bahan
setelah dikeringkan yang tidak mengandung air sehingga beratnya tetap dan
perubahan penurunan kandungan air lebih terlihat dengan jelas. Penentuan kadar
air dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu metode praktis dan
metode dasar. (Yafie, 2009)

2.3 Mutu Beras


Mutu beras yang sangat bergantung pada mutu gabah yang akan digiling dan
sarana mekanis yang digunakan dalam penggilingan. Selain itu, mutu gabah juga
dipengaruhi oleh genetik tanaman, cuaca, waktu pemanenan, dan penanganan
pascapanen. Pemilihan beras merupakan ungkapan selera pribadi konsumen,
ditentukan oleh faktor subjektif dan dipengaruhi oleh lokasi, suku bangsa atau etnis,
lingkungan, pendidikan, status sosial ekonomi, jenis pekerjaan, dan tingkat
pendapatan. Beras yang mempunyai cita rasa nasi yang enak mempunyai hubungan
dengan selera dan preferensi konsumen serta akan menentukan harga beras. Secara
tidak langsung, faktor mutu beras diklasifikasikan berdasarkan nama atau jenis
(brand name) beras atau varietas padi. Respons konsumen terhadap beras bermutu
sangat tinggi. Agar konsumen mendapatkan jaminan mutu beras yang ada di
pasaran maka dalam perdagangan beras harus diterapkan sistem standardisasi mutu
beras. (Soerjandoko, 2010)
Tabel 1. Standar Mutu Beras Giling Dalam Negeri
Mutu Mutu Mutu Mutu Mutu
Komponen Mutu Satuan
I II III IV V
Derajat sosoh (minimum) (%) 100 100 100 95 85
Kadar air (maksimum) (%) 14 14 14 14 15
Beras kepala (maksimum) (%) 95 89 78 73 60
Butir patah (maksimum) (%) 5 10 20 25 35
Butir menir (maksimum) (%) 0 1 2 2 5
Butir merah (maksimum) (%) 0 1 2 3 3
Butir kuning (maksimum) (%) 0 1 2 3 5
Butir kapur (maksimum) (%) 0 1 2 3 5
Benda asing (maksimum) (%) 0 0,02 0,02 0,05 0,20
Butir gabah (maksimum) (%) 0 1 1 2 5
Sumber : (BSN. SNI 6128:2008, Beras)
Beras harus diuji mutunya sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI)
mutu beras giling pada laboratorium uji yang terakreditasi dan dibuktikan
berdasarkan sertifikat hasil uji (Suismono, 2002).
SNI untuk beras giling bertujuan untuk mengantisipasi terjadinya manipulasi
mutu beras di pasaran, terutama karena pengoplosan atau pencampuran
antarkualitas atau antarvarietas. Tujuan pengujian mutu beras adalah untuk
melakukan pengukuran atau identifikasi secara kuantitatif terhadap karakter fisik
beras dan menentukan klasifikasi mutu beras yang diinginkan pasar dan konsumen.
(Soerjandoko, 2010)
Untuk menentukan mutu beras yang baik, diadakannya pengelompokkan
beras berdasarkan jenis-jenisnya. Jenis pengujian mutu beras meliputi beras kepala,
beras patah, butir menir, butir kapur, serta butir kuning dan rusak dengan penjelasan
sebagai berikut:
Beras kepala, yaitu butir beras sehat maupun cacat yang mempunyai ukuran
lebih besar atau sama dengan 75% bagian dari butir beras utuh.
Beras patah, yaitu butir beras sehat maupun cacat yang mempunyai ukuran
lebih besar dari 25% sampai dengan lebih kecil 75% bagian dari butir beras
utuh.
Butir menir, yaitu butir beras sehat maupun cacat yang mempunyai ukuran
lebih kecil dari 25% bagian butir beras utuh.
Butir kapur, yaitu butir beras yang separuh bagian atau lebih berwarna putih
seperti kapur dan bertekstur lunak yang disebabkan faktor fisiologis.
Butir kuning, yaitu butir beras utuh, beras kepala, beras patah, dan menir yang
berwarna kuning atau kuning kecoklatan (BPTP Sumatera Selatan, 2006).

2.4 Grading
Grading adalah proses untuk mengelompokkan produk utama kedalam
berbagai kelas mutu. Contoh hasil dari grading dari penangan beras adalah beras
utuh, beras kepala, beras patah dan menir. Secara umum, grading dalam
penanganan pascapanen bahan hasil pertanian merupakan lanjutan dari proses
sortasi. Dalam penerapannya, faktor yang digunakan untuk menilai dan
mengelompokkan kelas mutu suatu bahan dapat lebih dari satu. Antara lain : derajat
sosoh, persentase beras utuh, beras kepala, beras patah dan menir, tingkat kadar air
beras, persentase beras, persentase butir kapur, butir kuning, dan butir merah.
(Famino, 2012)
Buah-buahan dan sayuran biasanya disortasi berdasarkan warna, kerusakan,
ukuran, dan berat. Sortasi buah-buahan dan sayuran terdiri dari dua macam, yaitu
secara manual dan mekanis. Umumnya, sortasi yang dilakukan secara manual
adalah sortasi yang didasarkan pada warna dan kerusakan. Sedangkan yang
didasarkan pada ukuran dan berat biasanya dilakukan secara mekanis.

2.5 Pembersihan
Pengertian pembersihan dalam penganan bahan hasil pertanian adalah
mengeluarkan/memindahkan benda asing (kotoran) dan bahan-bahan yang tidak
diinginkan dari bahan utama (produk yang diinginkan). Secara umum, pembersihan
dapat dilakukan melalui dua cara yaitu:
a. Metoda kering (dry method) yang diantaranya meliputi:
Penyaringan (sceering)
Pemungutan dengan tangan (hand picking). (Nurjanah dan Widyasanti,
2017)

b. Metode basah (wet method) yang diantaranya meliputi:


Perendaman (soaking)
Perendaman bahan hasil pertanian di dalam air atau cairan lain yang diam
atau mengalir akan efektif jika kotoran pada permukaan yang tidak
diinginkan pada bahan hanya sedikit. Metode ini seringkali digabungkan
dengan metode yang lain sebagai perlakuan awal (precleaner).
Penyemprotan (water sprays)
Pembersihan kotoran dengan menyemprotan air cocok untuk banyak
bahan, tetapi intensitas dan tipe distribusi semprotannnya harus dipilih
secara hati-hati, sebagai contoh semprotan air untuk kentang yang
bertekanan tinggi dan memusat jika digunakan untuk daun selada maka
akan merusak daun selada tersebut.
Silinder berputar (rotary drum)
Pencuci tipe silinder berputar ini merupakan pencuci komersial karena
mekanisme pencucinya sederhana, memiliki kapasitas yang tinggi,
hasilnya bersih dan hanya sedikit kerusakan yang terjadi pada bahan.
Pencuci ini dapat menggunakan rendaman air atau penyemprot atau kedua-
keduanya. Pada prinsipnya, kinerja pencuci ini tergantung pada kecepatan
putaran silinder, kekasaran atau kerutan pada permukaan bahan dan waktu
pencucian.
Pembersihan bersikat (brush washer)
Pencuci ini seringkali digunakan dan sangat efektif terutama untuk
menghilangkan pasir atau tanah liat dan residu pestisida yang melekat pada
bahan hasil pertanian.
Pembersihan bergetar (shuffle or shaker washer)
Pencuci ini memiliki mekanisme gerakan bolak-balik yang bertenaga.
Karena gerakannya bolak-balik, maka pencuci ini harus dibuat kasar (tidak
rata) dan pemeliharaanya harus hati-hati untuk menghindari gangguan
mekanik. (Nurjanah dan Widyasanti, 2017)

2.6 Sortasi
Sortasi adalah pemisahan bahan yang sudah dibersihkan ke dalam berbagai
fraksi kualitas berdasarkan karakteristik fisik (kadar air, bentuk, ukuran, berat jenis,
tekstur, warna, benda asing/ kotoran), kimia (komposisi bahan, bau dan rasa,
ketengikan), dan kondisi biologisnya (jenis dan jumlah kerusakan oleh serangga,
jumlah mikroba dan daya tumbuh khusus untuk benih). Hampir semua jenis bahan
hasil pertanian melewati tahap penyortiran (sortasi). Beberapa jenis sortasi
berdasarkan sifat fisiknya adalah sebagai berikut:
Sortasi berdasarkan berat
Berat adalah metode yang paling tepat dari penyortiran, karena tidak
tergantung pada geometri produk. Telur, buah, atau sayuran dapat dipisahkan
menjadi kategori berat dengan menggunakan pegas atau alat elektronik
pengukur berat. Kerugian dari sortasi berdasarkan berat adalah
dibutuhkannya banyak waktu untuk menyortasi suatu unit dan metode yang
lain lebih tepat dengan benda yang lebih kecil seperti sereal ataupun kacang
polong.
Sortasi berdasarkan ukuran
Sortasi berdasarkan ukuran dirasakan kurang tepat jika dibandingkan dengan
sortasi berdasarkan berat, tetapi jika dilihat dari biayanya sortasi ini jauh lebih
murah. Ukuran dan bentuk unit bahan hasil pertanian sulit untuk ditentukan
secara pasti.
Sortasi berdasarkan bentuk
Sortasi bentuk berguna dalam kasus dimana unit bahan hasil pertanian
terkontaminasi oleh partikel dengan ukuran dan bentuk yang hampir sama
dengan bahan tersebut.
Sortasi berdasarkan warna
Penyortiran bahan berdasarkan warna masih digunakan, tetapi untuk
biayanya dikategorikan mahal karena memerlukan pelatihan untuk operator
dan sewa tempat untuk ruangan melakukan sortasi. (Mahaelani, 2012)
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Alat yang digunakan pada saat praktikum yaitu:
1. Moisture tester
2. Pinset
3. Rice Standart Chart
4. Sampling homogenizer
5. Timbangan analitik
6. Wadah plastik

3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada saat praktikum yaitu:
1. Beras 50 gr

3.2 Prosedur Praktikum


Prosedur dalam melakukan praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan beras dan menimbang seberat 50 gram.
2. Mengukur kadar air beras dengan menggunakan moisture tester.
3. Memilah beras berdasarkan keutuhan dari beras tersebut: butir utuh, butir
patah, butir menir, butir hijau/mengapur, butir kuning/rusak, benda asing,
dan gabah.
4. Mengamati kualitas bahan dengan membandingkan sampel dengan Rice
Standard Chart.
5. Menimbang kembali beras yang telah disortasi ke dalam beberapa
pengelompokkan.
6. Menghitung besarnya nilai persentase berdasarkan bobot beras dari total
bobot keseluruhan itu sendiri.
BAB IV
HASIL

4.1 Tabel Hasil Pengukuran


Tabel 1. Data Hasil Pengamatan
No Pengamatan Bobot (Kg) Persentase Standar SNI
Bobot (%) (%)

1 Derajat Sosoh - 93,224 Min 95


2 Butir Utuh 20,6739 x 10-3 41,348 Min 35
3 Butir Patah 14,0388 x 10-3 28,077 Min 25
4 Butir Menir 11,6145 x 10-3 23,23 Max 2
5 Butir Hijau/Mengapur 3,2196 x 10-3 6,44 Max 3
6 Butir Menguning/Rusak 0,1685 x 10-3 0,337 Max 3
7 Benda Asing 0 0 Max 0,05
8 Gabah 0 0 Max 2 butir
Total 49,7153 x 10-3 99,43

Tabel 2. Data Kadar Air


No. Sampel Beras Nilai Kadar Air (%)
1 Beras 1 12,7
2 Beras 2 12,8
3 Beras 3 12,9

4.2 Perhitungan
4.2.1 Perhitungan Kadar Air Rata-rata pada Beras
KA1 + KA2 + KA3
Kadar air rata rata =
3
12,7 + 12,8 + 12,9
=
3
= 12,8 %
4.2.2 Perhitungan Massa Total Hasil Pengamatan
Massa Total = Massa butir utuh + massa butir patah + massa butir menir +
massa butir hijau atau mengapur + massa butir kuning atau
rusak + massa benda asing + massa gabah
= (20,6379 + 14,0388 + 11,6145 + 3,2196 + 0,1685 + 0 + 0) x
10-3 Kg
= 49,7153 x 10-3 Kg

4.2.3 Perhitungan Massa Beras yang Hilang


Massa Beras yang Hilang = Massa awal Massa total
= (50 49,7153) x 10-3 Kg
= 0,2847 x 10-3 Kg

4.2.4 Perhitungan Derajat Sosoh


Derajat Sosoh
(Massa awal (butir mengapur + butir menguning + benda asing + gabah)) 103
= 100%
Massa awal
(50 (3,2196 + 0,1685 + 0 + 0)) 103
= 100%
50 103
= 93,224 %

4.2.5 Perhitungan Persentase Tiap Butir


massa butir utuh 20,6738
Butir utuh = 100% = 100% = 41,348 %
massa total 50
massa butir patah 14,0388
Butir patah = 100% = 100% = 28,077 %
massa total 50
massa butir menir 11,6145
Butir menir = 100% = 100% = 23,23 %
massa total 50
massa butir hijau 3,2196
Butir hijau = 100% = 100% = 6,44 %
massa total 50
massa butir kuning 0,1685
Butir kuning = 100% = 100% = 0,337 %
massa total 50
massa benda asing 0
Benda asing = 100% = 50 100% = 0 %
massa total
massa gabah 0
Gabah = 100% = 50 100% = 0 %
massa total
4.2.6 Perhitungan Rendeman
massa benda asing + massa gabah
Rendeman Pembersihan = 100%
massa awal
0+0
= 100%
50

=0%
massa utuh+butir patah+butir hijau+butir rusak
Rendeman Sortasi = 100%
massa awal
20,6739 + 14,0388 + 11,6145 + 3,2196 + 0,6185
= 100%
50

= 99,43%
massa butir utuh + massa butir patah
Rendeman Grading = 100%
massa awal
20,6739 + 14,0388
= 100%
50

= 6,942 %
BAB V
PEMBAHASAN

Pada praktikum teknik pascapanen kali ini, praktikan mempelajari tentang


pembersihan, sortasi, dan grading pada bahan hasil pertanian. Bahan hasil pertanian
yang digunakan adalah beras sebanyak 50 gram yang diberikan kepada masing-
masing kelompok untuk dilakukan pengelompokkan sesuai dengan jenisnya, yakni:
butir utuh, butir patah, butir menir, butir hijau atau mengapur, butir kuning atau
rusak, benda asing, dan gabah. Sebelum dilakukan sortasi atau pemisahan
berdasarkan jenisnya, terlebih dahulu dilakukan pengukuran kadar air pada beras
dengan menggunakan moisture tester. Pengukuran kadar air dilakukan sebanyak
tiga kali pengukuran. Dari pengukuran tersebut didapatkan nilai kadar airnya yakni
12,7 %, 12,8 %, dan 12,9 %, sehingga kadar air rata-ratanya menjadi 12,8 %. Dari
literatur yang praktikan dapatkan, kadar air maksimal yang diperbolehkan untuk
beras standar SNI adalah sebesar 14 %. Ini artinya beras sampel tersebut memiliki
kadar air yang cukup, karena tidak melebihi batas standar yang telah ditetapkan.
Hasil yang diperoleh kelompok praktikan setelah melakukan sortasi adalah
massa butir utuh 20,67 gr, massa butir patah 14,04 gr, massa butir menir 11,61 gr,
massa butir hijau atau mengapur 3,22 gr, massa butir menguning atau rusak 0,17
gr, dan tidak ditemukan adanya benda asing dan gabah pada sample beras yang
digunakan. Hasil pengukuran untuk massa akhirnya adalah sebesar 49,7153 gram,
maka massa beras yang hilang dapat didapatan dari selisih massa awal dan massa
akhir yaitu 0,2847 gram. Kehilangan butiran-butiran beras pada saat praktikum
sangat mungkin sekali terjadi, karena adanya kelalaian dari praktikan.
Dari data hasil pengamatan massa beras berdasarkan jenisnya masing-masing
dapat dicari nilai persentase massa-nya. Persentase massa butir utuh adalah 41,348
%, persentase massa butir patah adalah 28,077%, persentase massa butir menir
adalah 23,23%, persentase massa butir hijau atau mengapur adalah 6,44%,
persentase massa butir menguning atau rusak adalah 0,337%, dan masing-masing
0% untuk persentase massa benda asing dan gabah.
Jika dilihat dari hasil pengukuran dapat disimpulkan bahwa sampel beras
yang diuji memiliki karakteristik fisik yang cukup baik. Diketahui dari nilai butir
utuh yang mencapai 41,348 %, nilai tersebut melebihi angka persentase minimal
standar SNI yang diberikan yakni bernilai 35 %. Juga dilihat dari jumlah butir hijau/
mengapur, butir kuning/ rusak, benda asing, maupun gabah, yang masing-masing
tidak melebihi nilai maksimal yang diperbolehkan. Namun, apabila melihat
persentase derajat sosoh setelah dilakukan perhitungan, nilainya 93,224 % kurang
dari standar SNI yang dianjurkan yaitu 95%. Lalu, pada jumlah butir patah dan butir
menir yang dihasilkan, nilainya melebihi standar SNI yang dianjurkan. Kerusakan
pada beras tersebut mungkin saja terjadi karena adanya kecerobohan pada saat
transportasi maupun pembersihan yang kurang baik sehingga menimbulkan patah
pada beras. Variasi persentase beras patah juga bisa disebabkan oleh lokasi
pertanaman padi atau penanganan pascapanen yang berbeda. Beras patah bisa
terjadi jika pada saat digiling, gabah masih agak basah atau terlalu kering. Sisa
patahan beras yang kecil akan membentuk butir menir. Beras patah juga dapat
disebabkan oleh proses penyosohan. Batu sosoh yang baru dapat menghasilkan
beras patah tinggi, sedangkan batu sosoh yang sudah halus menghasilkan beras
patah yang lebih sedikit. Jadi, beras dengan kualitas yang baik adalah beras yang
memenuhi standar SNI, tidak terdapat gabah, bebas hama dan tidak berbau.
Praktikum kali ini sudah berjalan dengan baik walaupun masih terdapat
kekurangan-kekurangan. Beberapa kekurangannya yaitu kesalahan praktikan saat
sortasi masih terdapat beras yang tercecer dan hilang sehingga massa awal beras
tidak sama dengan massa akhirnya. Praktikan juga masih ragu saat membedakan
butir patah dengan butir menir yang sekilas serupa, hal tersebut disebabkan
praktikan tidak cermat dalam melakukan sortasi karena jumlah beras yang di sortasi
terlalu banyak sehingga menyebabkan ketidaktelitian.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini adalah:
1. Sortasi dan grading adalah sama-sama proses pemilahan bahan
perbedaannya grading berdasarkan permintaan konsumen atau berdasarkan
nilai komersilnya.
2. Kriteria dalam pemilihan pada beras di antaranya, butir utuh, butir patah,
butir menir, butir kapur, buting kuning/rusak, gabah, dan benda asing.
3. Kadar air rata-rata yang didapat pada beras adalah 12,8%.
4. Derajat sosoh beras 93,224 % kurang dari standar SNI yang dianjurkan yaitu
95%.
5. Massa awal beras yaitu 50 gr, massa akhir beras yaitu 49,7153 gr, sehingga
massa beras yang hilang sebesar 0,2847 gr.
6. Sample beras yang digunakan didominasi oleh butir utuh yaitu 41,348%.

6.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan setelah melakukan praktikum ini adalah:
1. Mempelajari materi yang akan dipraktekan terlebih dahulu agar dapat
meminimalisir kesalahan selama praktikum.
2. Menjaga dan memastikan kondisi alat percobaan dalam kondisi baik agar
tidak menyulitkan praktikan selama praktikum.
3. Menjaga kondisi laboratorium tetap kondusif selama melaksanakan
praktikum agar tidak mengganggu praktikan lain.
4. Kerjasama diantara anggota kelompok lebih ditingkatkan agar praktikum
berjalan dengan cepat, baik dan lancar.
5. Alat praktikum sebaiknya diperbanyak agar dapat mengefisiensikan waktu
dan praktikan dapat mencoba semua bahan untuk di praktikumkan.
DAFTAR PUSTAKA

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Selatan. 2006. Laporan


Pelatihan dan Pedoman Penanganan Pascapanen Padi, Palembang, 27-28
Februari 2006. Kerja Sama IRRI - SSFFMP - BPTP Sumatera Selatan. hlm.
9-13.

Nurjanah, Sarifah dan Asri Widyasanti. 2017. Penuntun Praktikum Teknik


Pascapanen. Jatinangor: FTIP Unpad.

Suismono. 2002. Standardisasi mutu untuk perdagangan beras di Indonesia.


Majalah Pangan 39(XI): 37-47.

Soerjandoko. 2010. Teknik Pengujian Mutu Beras Skala Laboratorium. Subang:


Buletin Teknik Pertanian Vol. 15.

Dinas Pertanian. 2010. Beras. Available at:


http://agricenter.jogjaprov.go.id/index.php?action=generic_content.main&id
_gc=178 (Diakses pada tanggal 24 Maret 2017 pukul 19.11 WIB).

Famino. 2012. Sortasi dan Grading. Available at:


www.scribd.com/doc/22536062/Sortasi-Dan-Grading (Diakses pada tanggal
24 Maret 2017 pukul 19.38 WIB).

Mahaelani, Pusita. 2012. Sortasi Grading. Available at:


https://www.scribd.com/doc/102263865/Sortasi-Grading (Diakses pada
tanggal 24 Maret 2017 pukul 19.44 WIB).

Yafie, Muhammad. 2009. Pengeringan Bahan Hasil Pertanian. Available at:


https://www.scribd.com/doc/243604984/ (Diakses pada tanggal 24 Maret
2017 pukul 19.20 WIB).
LAMPIRAN

Dokumentasi Praktikum

Gambar 1. Pengukuran Nilai Kadar Gambar 2. Bahan Praktikum


Air Menggunakan
Moisture Tester

Gambar 4. Menimbang Beras Butir


Gambar 3. Beras yang Telah di Patah dengan Timbangan
Sortasi Analitik

Anda mungkin juga menyukai