Anda di halaman 1dari 31

Dzil Arsyi Sabila

240210160073

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Pengawetan pada suhu rendah dapat menghambat kerusakan bahan


pangan, antara lain kerusakan fisiologis, kerusakan enzimatis maupun kerusakan
mikrobiologis. Pengawetan suhu rendah dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
pendinginan (refrigerasi) dan pembekuan (Hudaya S, 2008). Pendinginan dan
pembekuan merupakan teknologi pengawetan pangan yang didasarkan pada
pengambilan panas dari bahan. Pengambilan suhu dari produk menyebabkan suhu
produk menurun. Secara umum, penurunan suhu mengakibatkan penundaan
seluruh perubahan yang dapat terjadi selama penyimpanan. Akibatnya, reaksi
biokimia dan perubahan akibat pertumbuhan mikroba menjadi lambat atau
menurun. Dampaknya adalah daya simpan poduk menjadi lebih panjang.
Pengawetan bahan pangan diperlukan untuk dapat mengendalikan/
memperlambat kerusakan yang ditimbulkan oleh berbagai faktor sehingga
manusia dapat memiliki persediaan makanan. Pengawetan terdiri dari berbagai
macam metode. Salah satunya adalah pengawetan / penyimpanan dengan suhu
rendah. Pada suhu rendah, laju pertumbuhan mikroorganisme serta laju reaksi
kimia dan biokimia berlangsung lebih lambat sehingga kerusakan yang
ditimbulkannya juga akan diperlambat, serta mencegah terjadinya reaksi-reaksi
kimia dan hilangnya kadar air dari bahan pangan. Sifat inderawi dan nilai gizi dari
bahan pangan yang disimpan di suhu rendah hampir tidak dapat dibedakan dengan
produk segar.
Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan kali ini akan dilakukan
pengawetan atau pengolahan dengan suhu rendah yaitu pendinginan dan
pembekuan. Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui cara pengawetan
dengan menggunakan suhu rendah yaitu pendinginan dan pembekuan, serta
menerapkan konsep penggunaan suhu rendah dalam kehidupan sehari-hari.
Sampel yang digunakan dalam praktikum ini adalah wortel, jagung, daging ayam,
daging sapi, ikan, pisang dan anggur.

4.1 Pendinginan
Pendinginan adalah penyimpanan pada suhu rendah dimana suhunya di
atas titik beku yaitu antara -2 oC dan 16oC. suhu dalam lemari es umumnya
Dzil Arsyi Sabila
240210160073

berkisar antara 4 oC – 7oC tetapi unit-unit pendinginnya biasanya memiliki suhu


yang lebih rendah tergantung pada jenis produk yang disimpan. Hal ini mungkin
karena bahan pangan memiliki titik beku sekitar -2,2oC karena cairan sel bukanlah
air murni. Pada suhu rendah sebagian reaksi metabolisme berlangsung lambat
tetapi ada pula yang sama sekali terhenti bila suhu penyimpanan berada di bawah
suhu kritis tertentu.
Setiap komoditi bahan pangan memiliki suhu optimum masing-masing.
Hal itu disebabkan karena komposisi dari bahan pangan tersebut berbeda dimana
memerlukan daya simpan yang berbeda pula. Apabila bahan pangan tersebut
disimpan pada suhu yang tidak sesuai (terlalu dingin) maka akan menimbulkan
gejala kerusakan yang dikenal dengan chilling injury. Selain itu kerusakan yang
timbul pada proses refrigerasi dapat ditimbulkan karena kerusakan fisiologis
ataupun kerusakan patologis karena serangan penyakit. Sampel pada proses
pendinginan kali ini diambil dari beberapa komoditi yaitu komoditi buah, sayur,
biji-bijian, daging dan ikan. Prosedur pendinginan di awali dengan persiapan
sampel seluruh komoditi kemudian disortasi, dipilih bagian yang baik dan yang
buruknya. Sampel selanjutnya dicuci dengan air bersih yang mengalir hingga air
tersebut keluar menjadi air kotor tujuan dari mencuci dengan air mengalir adalah
menghilangkan residu pestisida yang menempel dan mengering dalam sampel.
Kemudian dilakukan penirisan agar tidak ada air yang menempel sehingga tidak
mempercepat pembusukan. Selanjutnya sampel dikemas menggunakan plastik.
Sampel disimpan didalam lemari pendingin selama 1 minggu dan dilakukan
pengamatan.

4.1.1 Pendinginan Sayuran dan Biji-bijian


Sayuran memiliki vitamin, terutama vitamin C yang tinggi dan juga kadar
air yang tinggi (De Man, 1999; Winarno, 2002; Almatsier, 2015; Thompson et al.,
2011). Kandungan nutrisi yang beragam serta tingginya kandungan air pada
sayur-mayur mengakibatkan kerentanan sayur-mayur akan mengalami kerusakan
seperti kerusakan akibat mikroba, kerusakan flavor hingga tekstur dan warna
(Aked J., 2002) Enzim-enzim yang sangat berperan dalam pengerusakan sayur
ialah polifenoloksidase merupakan enzim penyebab pencokelatan enzimatis,
lipoksigenase yang merupakan enzim penyebab ketengikan, asam akskorbik
Dzil Arsyi Sabila
240210160073

oksidase menjadi enzim penyebab penguraian vitamin C, serta katalase dan


peroksidase yang merubah komponen ATP, penyebab diskolorisasi, penghasil gas
etilen dan penghasil senyawa asam indol-3-asetat yang menyebabkan kerusakan
pada sayuran (De Man, 1999; Tjahjadi & Martha, 2014). Salah satu metode yang
mudah untuk mengatasi kerusakan dan pembusukan akan sayur-mayur setelah
panen ialah dengan melakukan pendinginan terhadap sayur-mayur tersebut.
Biji-bijian dapat diartikan sebagai kelompok padi-padian atau serealia.
Dalam pengertian ini biji-bijian dihasilkan oleh famili rerumputan yang kaya
karbohidrat sehingga dapat dikonsumsi sebagai makanan pokok. Contoh dari biji-
bijian serealia yaitu padi (Oryza sativa), jagung (Zea mays), gandum (Triticum
sp.), cantel atau sorghum (Sorghum sp.), serta biji-bijian lain yang jarang
dijumpai di Indonesia seperti : barley (Hordeum vulgare), rye (Secale cereale),
dan padi liar (Zizania aquatic) (Nurnafitrisni, 2010).
Produksi biji-bijian khususnya jagung di Indonesia memiliki potensi pasar
yang cukup baik, namun pada kenyataannya banyak produk biji-bijian di tingkat
petani yang tidak terserap oleh industri yang disebabkan oleh beberapa hal yakni
kadar air tinggi, rusaknya komoditas, warna biji yang tidak seragam, adanya biji
yang pecah, serta kotoran lain yang berimplikasi pada rendahnya mutu biji-bijian
khususnya jagung yang dihasilkan. Umumnya produk hasil pertanian bersifat
bulky, segar dan mudah rusak. Hasil pertanian setelah dipanen merupakan bahan
biologis yang masih akan melangsungkan proses respirasi, dan apabila tidak
dikendalikan dengan baik, maka hasil respirasi dari bahan tersebut dapat
menurunkan mutu dari komoditas itu sendiri. Kerusakan hasil pertanian dapat
disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor dalam (internal) dan faktor luar
(eksternal). Kerusakan tersebut mengakibatkan penurunan mutu baik secara
kuantitatif maupun kualitatif yang berupa susut berat karena rusak, memar, cacat
dan lain-lain. Kelemahan lain yang juga mempengaruhi fluktuasi dan
kontinuitasnya adalah hasil pertanian biasanya musiman (Kristanto, 2008).
Sehingga untuk menimalisir kerusakan dari komoditi baik biji-bijian maupun
sayuran dapat digunakan penyimpanan pada suhu rendah. Berikut ini tabel hasil
pengamatan penyimpanan biji-bijian dan sayuran pada suhu pendinginan selama 1
minggu.
Dzil Arsyi Sabila
240210160073

Tabel 1. Hasil Pengamatan Pendinginan Wortel dan Jagung


Sampel Hari Perlakuan Warna Aroma Tekstur Kesegaran Berat Gambar

Oranye Khas
Kukus Lunak Segar ++++ 61 gram
+++ wortel ++
0

Oranye Khas
Rebus Lunak Segar ++++ 66 gram
++++ wortel ++

Orange Khas
Kukus Lunak Segar +++ 61 gram
+++ wortel ++
1
Orange Khas
Rebus Lunak Segar +++ 66 gram
++++ wortel ++

Orange Khas
Kukus Lunak Segar + 65 gram
++ wortel
Wortel
2

Orange Khas
Rebus Lunak Segar + 60 gram
++++ wortel

Orange Tidak Lunak Tidak 59,50


Kukus
+ beraroma berlendir Segar gram
5
Lunak
Orange Tidak Tidak 64,89
Rebus berlendir
++ beraroma Segar gram
+
Lunak
Tidak Tidak 58,79
Kukus Orange berlendir
beraroma Segar gram
++
7
Lunak
Orange Tidak Tidak 64,52
Rebus berlendir
+ beraroma Segar gram
+++
Jagung 0 Kukus Kuning Khas Keras Segar ++ 106
pucat + jagung ++ ++ gram
Dzil Arsyi Sabila
240210160073

Sampel Hari Perlakuan Warna Aroma Tekstur Kesegaran Berat Gambar


Rebus Kuning Khas Keras Segar +++ 113
cerah jagung +++ ++ gram
+++

1 Kukus Kuning Khas Keras + Segar + 104


pucat + jagung ++ gram

Rebus Kuning Khas Keras + Segar ++ 113


cerah jagung +++ gram
+++

2 Kukus Kuning Khas Keras + Segar + 103


pucat + jagung + gram

Rebus Kuning Khas Keras + Segar ++ 111


cerah jagung ++ gram
++

5 Kukus 103.5
gram

Rebus 113.1

7 Kukus Kuning Asam keras Tidak segar 102


pucat menyengat gram
+++
Rebus Kuning Khas keras Segar + 110
cerah + jagung + gram

Sumber : (Dokumentasi Pribadi, 2018)


Dzil Arsyi Sabila
240210160073

Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 1, setelah penyimpanan dalam


pendingin selama semingu wortel mmengalami beberapa perubahan diantaranya
warna wortel semakin pudar, aroma wortel juga semakin berkurang, tekstur wortel
semakin lunak dan berlendir, kesegaran semakin berkurang dan berat wortel juga
semakin menurun. Hal itu disebabkan oleh gas etilen yang terkandung pada
sayuran yang dapat menyebabkan diskolorisasi, aroma, tekstur dan kesegaran
pada bahan pangan (Tjahjadi & Martha, 2014). Perubahan warna pada suatu
bahan pangan dapat disebabkan kurangnya pigmen pada kulit bahan pangan
tersebut, pada wortel pigmen yang menyebabkan warna orange adalah pigmen
karotenoid. Salah satu faktor yang mempengaruhi kandungan β- karoten adalah
umur simpan, semakin lama masa simpan maka semakin banyak β-karoten yang
terdegradasi, sehingga pada hari ke tujuh didapatkan warna wortel yang lebih
pudar dari sebelumnya. Adapun tekstur pada bahan pangan juga mempengaruhi
pada massa wortel. Massa tomat lebih banyak berkurang, hal itu disebabkan oleh
pelayuan akibat adanya proses transpirasi (Tranggono & Sutardi, 1990).
Tingginya transpirasi akibat kemasan yang tidak disertai aliran udara,
menyebabkan penurunan kualitas tekstur dan massa dari wortel (Surhaini &
Indriyani, 2009). Pelunakan terjadi akibat Rhizopus stolonifer yang tumbuh pada
wortel sehingga mempengaruhi penurunan massa dan tekstur (Sukarminah et al.,
2008).
Adapun berdasarkan Tabel 1, jagung yang disimpan selama seminggu
dalam pendingin juga mengalami beberapa perubahan diantaranya warna jagung
semakin pudar, aroma jagung pun semakin berkurang, tekstur jagung pun
berkurang kekerasannya, begitupun dengan kesegaran dan bobot jagung yang
berkurang. Pada tabel 1 dapat dilihat data phasil pengamatan jagung pada hari ke-
5 tidak dicantumkan karena kesalahan praktikan yang lupa untuk menuliskan
organoleptik dari jagung tersebut.

4.1.2 Pendinginan Buah-Buahan


Buah-buahan merupakan salah satu komoditas hortikultura yang
memegang peranan penting bagi pembangunan pertanian di Indonesia. Fungsi
buah-buahan sangat penting bagi proses metabolisme tubuh karena mengandung
Dzil Arsyi Sabila
240210160073

banyak vitamin serta mineral. Dewasa ini, masyarakat mulai memperhatikan


untuk mengkonsumsi buah-buahan yang banyak mengandung zat gizi. Hal ini
berarti bahwa buah-buahan memiliki prospek yang cerah untuk dikembangkan.
Jenis buah-buahan yang memiliki prospek cerah untuk dikembangkan di
Indonesia terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu : kelompok mangga, jeruk, rambutan
& pisang; kelompok durian, manggis, salak, nangka & nenas; dan kelompok apel,
anggur, pepaya, duku & melon (Poerwanto, 2004).
Buah pisang termasuk buah klimakterik yang ditandai dengan
meningkatnya laju respirasi pada saat buah menjadi matang, dan hal ini
berhubungan dengan meningkatnya laju produksi etilen. Pada buah klimakterik,
etilen berperan dalam perubahan fisiologis dan biokimia yang terjadi selama
pematangan (Lelievre dkk., 1997; Giovannoni, 2001). Pemberian etilen eksogen
pada buah klimakterik dapat mempercepat proses pematangan dan menghasilkan
buah dengan tingkat kematangan yang seragam (Kader, 2002). Hasil pengamatan
disajikan pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Hasil Pengamatan Pendinginan Pisang
Kesega-
Sampel Hari Warna Aroma Tekstur Berat Gambar
ran
Pisang
dengan
kemasan
berlubang
Pisang :
dengan
kemasan
berlubang :
kuning cerah
Lunak,
++ Khas
diujung Segar
Pisang 0 pisang 190 gram
lembek +++
Pisang segar +++
dan kesat Pisang
dengan
kemasan dengan
tanpa kemasan
lubang : tanpa
kuning cerah lubang:
Dzil Arsyi Sabila
240210160073

Kesega-
Sampel Hari Warna Aroma Tekstur Berat Gambar
ran
Pisang
Pisang dengan
Pisang
dengan kemasan
dengan Pisang
kemasan Pisang Pisang berlubang
kemasan dengan
berlubang dengan dengan :
berlubang : kemasan
: Khas kemasan kemasan
kuning cerah berlubang
pisang berlubang berlubang
++ : 144
segar +++ : Lunak + : Segar
gram
++
1 Pisang
Pisang Pisang Pisang
dengan Pisang
dengan dengan Pisang dengan
kemasan dengan
kemasan kemasan dengan kemasan
tanpa kemasan
tanpa tanpa tanpa tanpa
lubang : tanpa
lubang: lubang: lubang: lubang:
kuning dan lubang:
Khas Lunak ++ Segar
ada bagian 152 gram
pisang
hitam
segar ++

Pisang
dengan
kemasan
berlubang
Pisang Pisang Pisang Pisang :
Pisang
dengan dengan dengan dengan
dengan
kemasan kemasan kemasan kemasan
kemasan
berlubang berlubang berlubang berlubang
berlubang:
: Khas : Lunak : tidak : 140,91
40% hitam
pisang + ++ segar gram
60% kuning
2
Pisang Pisang Pisang Pisang Pisang
Pisang
dengan dengan dengan dengan dengan
dengan
kemasan kemasan kemasan kemasan kemasan
kemasan
tanpa tanpa tanpa tanpa tanpa
tanpa lubang:
lubang: lubang: lubang: lubang: lubang:
50% kuning
Khas Lunak tidak 151,12
50% hitam
pisang ++ +++ segar gram

Pisang Pisang Pisang Pisang Pisang Pisang


dengan dengan dengan dengan dengan dengan
5
kemasan kemasan kemasan kemasan kemasan kemasan
berlubang: berlubang berlubang berlubang berlubang berlubang
Dzil Arsyi Sabila
240210160073

Kesega-
Sampel Hari Warna Aroma Tekstur Berat Gambar
ran
Coklat + : Khas : Lunak :tidak : 142,98 :
pisang +++ segar + gram
Pisang manis +
dengan Pisang Pisang Pisang
kemasan Pisang dengan dengan dengan
tanpa lubang: dengan kemasan kemasan kemasan
Coklat ++ kemasan tanpa tanpa tanpa Pisang
dan ada tanpa lubang :L lubang : lubang : dengan
bagian hitam lubang unak tidak 151,79 tanpa
Khas ++++ segar ++ gram lubang
pisang
manis

Pisang
dengan
kemasan
Pisang
berlubang
dengan Pisang Pisang Pisang
:
kemasan dengan dengan dengan
Pisang
berlubang kemasan kemasan kemasan
dengan
: Khas berlubang berlubang berlubang
kemasan
pisang : Lunak : tidak : 140,51
berlubang:
matang + ++++ segar ++ gram
Hitam +
7
Pisang Pisang Pisang Pisang
Pisang Pisang
dengan dengan dengan dengan
dengan dengan
kemasan kemasan kemasan kemasan
kemasan kemasan
tanpa tanpa tanpa tanpa
tanpa lubang: tanpa
lubang: lubang: lubang: lubang:
Hitam ++ lubang:
Khas Lunak tidak 151,45
pisang +++++ segar +++ gram
matang +

Sumber : (Dokumentasi Pribadi, 2018)

Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 1, pisang yang disimpan pada


suhu dingin dengan plastik tanpa lubang lebih cenderung mengalami kerusakan,
daripada pisang yang disimpan dengan plastik berlubang. Hal itu disebabkan oleh
masih dapat berlangsungnya respirasi pada penyimpanan dingin, dan juga
dipengaruhi oleh tingginya laju produksi etilen pada pisang sehingga masih
Dzil Arsyi Sabila
240210160073

mampu mengalami perubahan warna pada pisang (Utama, 2011). Adapun


perubahan warna pada pisang dipengaruhi oleh dekomposisi warna hijau dengan
adanya dekomposisi klorofil oleh sistem enzim (berupa peroksidase dan katalase)
bersama atau tidak dengan klorofilase pada kloroplas yang menghasilkan warna
kuning pada pisang (Chitarra, 2005; De Man, 1999; Belitz et al., 2009; Mishra &
Gamage, 2007). Munculnya flek coklat dan bintik coklat pada kulit buah
diakibatkan adanya pembentukan gula dari pati pada daging buah. Adapun bintik
coklat pada pisang menjadi indikator dari tekstur (kekerasan) pada pisang karena
semakin banyak bintik dan flek, menandakan bahwa terjadi penurunan tingkat
kekerasan atau tekstur pada pisang (Lynn, 2013). Aroma pisang yang muncul
pada Tabel 2, dipengaruhi oleh adanya isopentil asetat. Beberapa senyawa ester
dari pentanol seperti asetat, propionat dan asam butirat juga berkontribusi untuk
memberikan aroma khas pada pisang (Belitz et al., 2009). Menurut Belitz, et al.
(2009), kontribusi penting sebagai pelengkap dari aroma pisang itu dihasilkan
oleh eugenol (I), O-metileugenol (II) dan elemicin (III). Adapun penurunan massa
pada pisang yang disimpan pada plastik tidak berlubang yang sangat signifikan
diakibatkan oleh adanya transpirasi dan bekerjanya berbagai enzim pada buah
tersebut sehingga mengalami penurunan massa yang sangat besar disamping
pelunakan tekstur dan adanya kehilangan air pada buah pisang (de Fekte &
Cardini, 1964; Paliyath & Murr, 2008; Wills et al., 1981).

4.1.5 Pendinginan Daging dan Ikan


Daging sendiri umumnya diperoleh daripada karkas. Dimana karkas
sendiri terdiri dari otot, tulang, lemak dan juga kulit pada hewan. Otot rangka
terbuat dari ribuan silinder serat otot, yang sering berjalan di sepanjang waktu.
Serat tersebut terikat bersama oleh jaringan ikat melalui pembuluh darah dan saraf
yang sedang berjalan. Daging sendiri dikelompokan menjadi tiga jenis, yakni
daging merah, daging putih dan juga daging intermediate. Daging merah sendiri
umumnya ditemukan pada kelompok mamalia. Daging merah memiliki
kandungan air berkisar pada 65%-85%, kemudian kandungan protein rata-ratanya
sebesar 18,5% (berkisar 16 – 22%), kandungan lemak yang sebesar 3% atau
berkisar antara 1% hingga 13%, karbohidrat rata-ratanya sebesar 1%, substansi
Dzil Arsyi Sabila
240210160073

yang mengandung nitrogen sebesar 1,7% atau berkisar 1 – 2% dan juga substansi
yang bukan protein seperti mineral, vitamin, dan sebagainya rata-rata sebesar
0,85 % (Brewer, 2010).
Daging putih berasal dari kelompok unggas, seperti ayam, bebek, itik, dan
unggas lainnya. Warna daging putih berasal dari sedikitnya pigmen mioglobin
pada daging, dan lebih bertipe pada metabolisme glikolitik. Sementara daging
intermediate merupakan daging yang komposisi kimianya berada di tengah-
tengah antara daging merah dengan daging putih (Bell & Weaver, 2002).
Ikan merupakan komoditas yang mudah dan cepat membusuk, sehingga
ikan memerlukan penanganan yang cepat dan cermat dalam upaya
mempertahankan mutunya sejak ikan diangkat dari air. Pendinginan merupakan
perlakuan yang paling umum dalam mempertahankan mutu hasil perikanan
terutama dalam tahap penanganan. Dalam penanganan ikan segar diupayakan
suhu selalu rendah mendekati 0o C dan dijaga pula jangan sampai suhu naik akibat
terkena sinar matahari atau kekurangan es. Penanganan ikan harus dilakukan
secepat mungkin untuk menghindari kemunduran mutu ikan sehingga diperlukan
bahan dan media pendinginan yang sangat cepat dalam menurunkan suhu ikan
pada pusat thermal ikan. Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
tingkat kesegaran ikan. Tingkat kesegaran ikan akan semakin cepat menurun atau
ikan akan mudah menjadi busuk pada suhu tinggi dan sebaliknya pembusukan
dapat dihambat pada suhu rendah (Suparno et al.1993 dalam Sulastri, 2011) Hasil
pengamatan disajikan pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Hasil Pengamatan Pendinginan Daging Ayam dan Ikan
Keseg
Sampel Hari Warna Aroma Tekstur Berat Gambar
aran
Merah muda Kenyal Segar 137,89
0 Amis +
pucat ++ ++++ gram

Merah muda Amis Kenyal Segar 135


1
Daging pucat ++ ++ + gram
Ayam

Merah muda Amis Kenyal Tidak 133


2
pucat ++ ++ +++ segar gram
Dzil Arsyi Sabila
240210160073

Merah muda Amis Kenyal Tidak 130,81


5
pucat ++ ++ +++ segar gram

Merah muda Amis Kenyal Tidak 128


7
pucat +++ +++ ++++ segar gram

Badan:
Abu-abu 60%
Kenyal
Putih 10% Amis Segar 203
0 agak
Hitam 30% ++ ++++ gram
keras
Insang: merah
segar
Badan:
Abu-abu 50%
Putih 10% Segar 200
1 Amis Keras
Hitam 40% ++++ gram
Insang: merah
segar
Badan:
Abu-abu 50%
Ikan Segar 195
2 Putih 20% Amis Keras +
++ gram
Hitam 30%
Insang: merah
Badan:
Abu-abu 40%
Putih 30% Agak 182
5 Amis Keras
Hitam 30% segar gram
Insang: merah
segar
Badan:
Putih 40%
Lembek Tidak 210
7 Hitam 60% Amis
+ segar gram
Insang: merah
pucat

Berdasarkan Tabel 5, penyimpanan daging ayam pada suhu dingin


menyebabkan perubahan yang terjadi pada daging tersebut. Penurunan massa
(penyusutan bobot) dipengaruhi oleh denaturasi suhu rendah atau dikenal dengan
istilah denaturasi dingin. Denaturasi ini terjadi pada suhu di bawah titik beku air.
Denaturasi dingin terjadi karena perubahan struktur alami dari protein itu sendiri
melalui perubahan struktur air dan juga ikatan lainnya dan gugus non-polar dari
protein. Adapun saat suhu diturunkan, interaksi antara air dan gugus amino
Dzil Arsyi Sabila
240210160073

hidrofobik menjadi kecil. Sehingga air bereaksi dengan molekul air lainnya dan
membentuk ikatan hidrogen dan asam-asam amino pada protein daging yang
tergolong hidrofobik akan menjauh dari air dan mengubah struktur asli dari
protein itu sendiri (Rauf, 2015). Tak hanya merubah atau menurunkan massa saja,
denaturasi protein juga membuat daging hewan tersebut menjadi kenyal/lembek
sehingga sangat tidak layak konsumsi karena tekstur bahan mentahnya yang sudah
sangat tidak memenuhi standar. Tidak semua data per harinya mengalami
penurunan, terkadang pada pengamatan akan massa bahan di setiap metodenya,
terjadi kenaikan massa. Hal tersebut dipengaruhi oleh adanya kesalahan saat
penimbangan dimana neraca tidak dinetralkan/dikalibrasikan (dibuat angka 0) saat
proses penimbangan.
Adapun pada daging ayam, tidak mengalami perubahan warna yang
signifikan. Hal itu dikarenakan pigmen mioglobin pada ayam lebih rendah
daripada daging sapi sehingga untuk mengetahui daging ayam tergolong segar
atau tidaknya melalui perubahan warna sangatlah sulit (Bell & Weaver, 2002).
Aroma pada daging ayam yang disimpan suhu dingin dihasilkan oleh bakteri-
bakteri yang tergolong mesofil, seperti Micrococcus, Enterococcus,
Staphylococcus, Bacillus, Clostridium, Lactobacillus, bakteri koliform, dan
bakteri lainnya yang bersifat enterik. Sementara pada daging yang disimpan pada
suhu beku, Pseudomonas sp. merupakan bakteri paling dominan selain
Aeromonas, Brochotrix thermospacta, Alcaligenes dan bakteri-bakteri lainnya.
Jumlah mikroba pada daging mentah sangatlah bervariasi dan didominasi oleh
bakteri, dimana jumlah mikroorganisme pada daging sendiri sebesar 104 sel
/g dan
jenis Salmonella 1sel/25 g daging. Daging ayam pada dasarnya mengandung bakteri
Salmonella yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan kadar pH daging ayam lebih
tinggi sebesar 6,0, berprotein tinggi, dan rendah karbohidrat (Sopandi & Wardah,
2014).
Adapun berdasarkan Tabel 5, ikan yang disimpan selama seminggu dalam
pendingin juga mengalami beberapa perubahan diantaranya warna ikan semakin
pucat, aroma amis pada ikan pun semakin berkurang, tekstur ikan pun berkurang
kekerasannya, begitupun dengan kesegaran dan bobot ikan yang berkurang.
Dzil Arsyi Sabila
240210160073

4.2 Pembekuan
Pembekuan bahan pangan adalah penyimpanan pada suhu dibawah titik
beku bahan pangan tersebut atau penyimpanan bahan pangan dalam keadaan
beku. Pembekuan yang baik biasanya dilakukan pada suhu -2oC sampai -24oC.
Pembekuan cepat dilakukan pada suhu -24oC sampai -40oC, dengan kecepatan
pembekuan 3-l0 m/detik. Bahan pangan yang telah dibekukan dapat disimpan di
ruang penyimpanan pada suhu -l8oC sampai -25oC. Fluktuasi suhu dalam ruang
penyimpanan dapat mempengaruhi mutu produk. Penurunan mutu bahan pangan
selama penyimpanan beku terutama disebabkan oleh adanya perubahan-
perubahan kimia dan fisik, bukan oleh aktivitas mikroba. Sampel yang digunakan
adalah wortel, jagung, buncis, kentang, daging dan sosis. Pengamatan dilakukan
sebanyak 4 kali selama 1 minggu. Pengamatan mencakup aspek-aspek
organoleptik yaitu warna, aroma, tekstur, dan kesegaran. Selain itu berat juga
menjadi salah satu aspek yang diamati.

4.2.1 Pembekuan Sayuran


Sampel nabati berupa sayuran yang dibekukan yaitu wortel. Setelah
ditrimming dan dikecilkan ukurannya sampel ditimbang. Sampel selanjutnya
diblansing dengan menggunakan uap (blansing kukus) atau air panas (blansing
rebus). Proses blansing baik rebus maupun kukus dilakukan selama 3 menit.
Setelah dilakukan proses pemanasan bahan pangan, biasanya dilanjutkan dengan
proses pendinginan dengan cara direndam di air es yang bertujuan untuk
mencegah pelunakan jaringan yang berlebihan sekaligus dan sebagai proses
pencucian setelah blansing. Proses pendinginan dilakukan segera setelah proses
blansing selesai. Bahan dibenamkan ke dalam air es selama beberapa waktu,
biasanya lamanya waktu untuk proses pendinginan sama dengan lama waktu yang
digunakan untuk blansing. Waktu pendinginan ini tidak boleh terlalu lama, karena
dapat menyebabkan meningkatnya kehilangan komponen larut air karena lisis
kedalam air pendingin.
Setiap bahan pangan memiliki waktu proses blansing yang berbeda-beda
untuk inaktivasi enzim, tergantung pada jenis bahan tersebut, metode blansing
yang digunakan, ukuran bahan dan suhu media pemanas yang digunakan. Tujuan
proses blansing yaitu menginaktifkan enzim-enzim yang terdapat dalam sayuran
Dzil Arsyi Sabila
240210160073

yang dapat menyebabkan perubahan flavor dan rasa serta warna dalam
penyimpanan atau menonaktifkan enzim peroksidase, katalase oksidase,
fenolase dan enzim pembuat warna cokelat lainnya, mengurangi kadar
oksigen dalam sel, mengurangi jumlah mikroba dan memperbaiki warna
(Buckle, 1987), mengerutkan dan melemaskan bahan pangan, sehingga
memudahkan pengolahan selanjutnya, menurunkan kontaminasi mikroba awal,
menghilangkan kotoran-kotoran pada permukaan bahan dan mengusir udara atau
mengurangi kadar oksigen dari jaringan bahan pangan. Hasil pengamatan
disajikan pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Hasil Pengamatan Pembekuan Wortel
Kesega-
Sampel Hari Perlakuan Warna Aroma Tekstur Berat Gambar
ran

Oranye Khas Agak 71,91


Kukus Segar ++
+ wortel lunak gram

Oranye Khas 59,36


Rebus Lunak Segar ++
++ wortel + gram

Khas 68
Kukus Oranye Lunak + Segar +
wortel gram

Wortel Oranye Khas Lunak 55


Rebus Segar +
+ wortel ++ gram

khas
Oranye Kurang 60
Kukus wortel Lunak+
++ segar gram
berkurang
2
Khas
Oranye Kurang 74
Rebus wortel Lunak
+ segar gram
berkurang

Khas
Orange Kurang 57,4
5 Kukus wortel Lunak +
+ Segar gram
berkurang
Dzil Arsyi Sabila
240210160073

Kesega-
Sampel Hari Perlakuan Warna Aroma Tekstur Berat Gambar
ran
Rebus - - - - - -

Khas
Oranye Lunak Kurang 58.54
Kukus wortel
++ ++ segar gram
berkurang
7

Lunak
Oranye Berbau +++, Kurang 67.9
Rebus
+++ asam Berlendi segar gram
r ++
Sumber : (Dokumentasi Pribadi, 2018)
Hasil pengamatan menunjukkan wortel pada hari ketujuh telah mengalami
kerusakan ditandai dengan teksturnya yang lunak dan berlendir serta aroma yang
berbau asam menyengat. Seharusnya wortel yang didiamkan pada suhu beku lebih
tahan lama daripada yang disimpan dalam suhu dingin karena proses respirasi dan
aktivitas biokimia dalam wortel tersebut terhambat oleh pembekuan sehingga
pembusukan tertahan cukup lama dibandingkan dengan pendinginan. Pada
pembekuan akan terjadi beberapa proses. Mula-mula terjadi pembentukan kristal
es yang biasanya berlangsung cepat pada suhu dibawah 0oC. Kemudian diikuti
proses pembesaran dari kristal-kristal es yang berlangsung cepat pada suhu -2oC
sampai -7oC. Pada suhu yang lebih rendah lagi, maka pembesaran kristal-kristal es
dihambat karena kecepatan pembentukan kristal es meningkat. Secara normal,
pembesaran kristal-kristal es dimulai di ruang ekstraseluler, karena viskositas
cairannya relatif lebih rendah. Bila pembekuan berlangsung secara lambat, maka
volume ekstra seluler lebih besar sehingga terjadi pembentukan kristal-kristal es
yang besar di tempat itu. Kristal es yang besar akan menyebabkan kerusakan pada
dinding sel. Kadar air bahan makin rendah, maka akan terjadi koagulasi protein
terutama pada bahan nabati. Proses ini bersifat irreversible.
Berdasarkan hasil pengamatan pada proses pembekuan, sampel yang
diberi perlakuan mengalami perubahan organoleptik seperti perubahan pada
warna, aroma, tekstur, kesegaran dan berat atau bobot. Tabel hasil pengamatan
menunjukkan wortel pada suhu beku mengalami perubahan warna tapi sangat
sedikit. Meskipun demikian, warna dan kenampakan merupakan atribut mutu
Dzil Arsyi Sabila
240210160073

yang sangat penting bagi hasil pertanian yang berasal dari pohon yang tidak
mengalami pemucatan, yang dibekukan, dan yang dipotong-potong, sebab hasil
pertanian itu akan menjadi perang oleh pengaruh enzim bila tidak dibekukan lagi
(Pantastico, 1986). Selama penyimpanan beku, konsentrasi bahan-bahan dalam sel
termasuk enzim dan substratnya meningkat, jadi kecepatan aktivitas enzim dalam
jaringan beku cukup nyata, walaupun pada suhu rendah. Melindungi produk
terhadap udara dengan pengemasan dan penyimpanan pada suhu yang lebih
rendah, akan sangat mengurangi laju oksidasi dan perubahan warna.
Selama proses pembekuan, terjadi pula perubahan aroma dan tekstur.
Karena tekstur yang sudah berubah maka akan berubah pula aroma yang
dikeluarkan. Salah satu contoh aroma yang khas yaitu pada irisan wortel yang
menunjukkan bahwa kandungan komponen volatil yang terkandung di dalam
irisan wortel lebih banyak. Aroma tersebut terbentuk dari komponen prekusor
ketika bereaksi dengan enzim pembentuk flavor (Alabran dan Mubrouk, 1973).
Semakin lama waktu penyimpanan maka aroma produk terbaik cenderung
semakin sedikit disukai oleh panelis. Selama penyimpanan beku terbentuk kristal-
kristal es pada irisan wortel beku. Pada saat produk di thawing (dilelehkan)
kristal-kristal es itu mencair dan melarutkan komponen-komponen pembentuk
aroma sehingga aromanya sedikit berubah. Seperti perubahan citarasa, perubahan
aroma juga disebabkan oleh proses oksidatif oleh oksigen atau enzim pada produk
lemak (Ilyas, 1993). Pembekuan secara cepat akan menghambat kecepatan difusi
air ke ruang ekstraseluler, akibatnya air akan berkristal di ruang intraseluler,
sehingga massa kristal es akan terbagi rata dalam seluruh jaringan. Kristal es yang
terbentuk berukuran kecil-kecil. Keadaan ini mengakibatkan kehilangan air pada
waktu thawing akan berkurang.
Semakin rendah suhu penyimpanan, maka ada kecenderungan kadar air
semakin besar. Hal ini disebabkan oleh pendinginan yang dapat memperlambat
kecepatan reaksi-reaksi metabolisme, dimana pada umumnya setiap penurunan
suhu 8°C kecepatan reaksi akan berkurang menjadi kira-kira setengahnya
(Wiersema, 1989). Perubahan tekstur juga terjadi pada proses pembekuan. Karena
sebelum pembekuan dillakukan proses blansing maka tekstur dari setiap sampel
memang sudah renyah atau mungkin lunak atau bahkan lembek namun kadaan ini
Dzil Arsyi Sabila
240210160073

akan terus stabil apabila sayur tidak disimpan terlalu lama dengan suhu yang
sangat rendah. Hal tersebut disebabkan karena pada saat pembekuan terbentuk
kristal-kristal es pada produk. Pada saat produk di thawing (dilelehkan), kristal-
kristal es tersebut mencair dan membebaskan zat alir (drip) sehingga teksturnya
menurun. Oleh karena itu, sebaiknya menggunakan pembekuan cepat dan proses
thawing. Menurut Ilyas (1993), penyebab utama dari perubahan tekstur adalah
ketidak mampuan pada jaringan produk yang dibekukan untuk menahan air. Air
pada produk beku mudah bebas selama pelelehan dan pemasakan. Ketahanan
terhadap suhu ini mempengaruhi tekstur dari sampel. Perubahan kesegaran dapat
terjadi pada proses pembekuan. Hal tersebut dapat dikarenakan adanya aktivitas
mikroba yang mempengaruhi kesegaran sayuran, kemudian dapat pula
dikarenakan waktu penyimpanan yang terlalu lama. Penyimpanan yang terlalu
lama justru dapat mengkibatkan kebusukan yang diawali dengan menurunya
kesegaran pada sayuran.
Berdasarkan hasil pengamatan, sampel mengalami susut bobot. Perubahan
susut bobot yang semakin tinggi menunjukkan bahwa tingkat kesegaran bahan
pertanian sudah semakin berkurang. Penyebab utama susut bobot hasil pertanian
adalah terjadinya evaporasi. Evaporasi ini dikarenakan penyimpanan irisan wortel
beku di freezer akan kehilangan air karena udara di dalam ruang pendingin terlalu
kering (RH-nya rendah) maka air dari sampel yang ada di ruang pendingin akan
menguap untuk mencapai keseimbangan dan sampel memiliki kadar air yang
tinggi sehingga terjadi evaporasi. Akibatnya, terjadi pengerutan atau layu,
pengeringan, pengerasan dan susut bobot (Ryall dan Lipton,1983). Kehilangan air
dari komoditas selain dipengaruhi oleh suhu dipengaruhi juga oleh kelembaban
nisbi lingkungan sekitarnya. Susut bobot yang berlebihan dari komoditas
menyebabkan pelayuan dan pengeriputan sehingga kesegarannya pun berkurang.
Susut bobot yang semakin besar dengan semakin lamanya penyimpanan terjadi
bukan hanya kehilangan air selama proses transpirasi, tetapi dapat diakibatkan
oleh kehilangan karbon selama respirasi komoditas (Saesarsono, 1981). Beberapa
sampel mengalami kenaikan bobot dikarenakan thawing yang dilakukan
menyebabkan air dari luar komoditi masuk dan ikut membeku ketika kembali
disimpan pada lemari pembeku.
Dzil Arsyi Sabila
240210160073

Pertumbuhan mikroorganisme dalam makanan pada suhu di bawah kira-


kira -12°C belum dapat diketahui dengan pasti. Jadi penyimpanan makanan beku
pada suhu sekitar 18°C dan di bawahnya akan mencegah kerusakan mikrobologis,
dengan persyaratan tidak terjadi perubahan suhu yang besar. Mikroorganisme
psikofilik mempunyai kemampuan untuk tumbuh pada suhu lemari es terutama di
antara 0°C dan 5°C. Jadi penyimpanan yang lama pada suhu-suhu ini baik
sebelum atau sesudah pembekuan dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan oleh
mikroba. Walaupun jumlah mikroba biasanya menurun selama pembekuan dan
penyimpanan beku (kecuali spora). Contohnya, bakteri jenis Streptococcus dan
Leuconostoc yaitu jenis koliform dan enterococcus. Biasanya bakteri yang
tumbuh pada sayuran beku adalah bakteri psikrofilik.

4.2.2 Pembekuan Daging


Sampel yang digunakan adalah daging ayam, daging sapi dan ikan.
Pertama sampel dimasukkan ke wadah dengan alas tisu dan dilakukan
penimbangan. Setelah itu dimasukkan ke dalam plastik dan disimpan dalam
freezer. Pengamatan dilakukan selama satu minggu dengan mengamati warna,
aroma, tekstur, kesegaran, dan berat sampel. Hasil pengamatan disajikan pada
Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Hasil Pengamatan Pembekuan Daging Ayam, Daging Sapi dan Ikan
Kesegar
Sampel Hari Warna Aroma Tekstur Berat Gambar
an

Merah muda Khas


Segar 87
0 pucat daging Lunak
++++ gram
kecoklatan segar

Khas
Daging Merah muda Segar 81
1 daging Lunak +
Sapi pucar + +++ gram
segar

Merah Muda Khas Lunak 81


2 Segar
pucat++ daging ++ gram
Dzil Arsyi Sabila
240210160073

Merah Muda Tidak Lunak Tidak 76,20


5
pucat+++ beraroma +++ Segar gram

Merah Muda Agak Lunak Tidak 73,88


7
pucat++++ amis +++ Segar gram

Putih sedikit Segar 143


0 Amis + Kenyal
kemerahan +++++ gram

Putih sedikit Segar 140


1 Amis+ Kenyal
kemerahan ++++ gram

Putih sedikit Tidak Segar 141,21


Daging 2 Kenyal
kemerahan beraroma +++ gram
Ayam

Tidak 130,74
5 Pink pucat Lembek Segar
beraroma gram

Tidak Lembek Tidak 135,36


7 Pink pucat +
beraroma + segar gram

Badan:
Hitam 40%
Abu-abu 30% Segar 200
0 Keras Amis ++
Putih 30% ++++ gram
Insang:
merah hati
Badan :
Hitam 30%
Ikan Abu – abu 30% Segar 207
1 Keras Amis ++
Putih 40% +++ gram
Insang:
Merah hati

Badan :
Hitam 30%
Amis Segar 208
2 Abu – abu 30% Keras
+++ ++ gram
Putih 40%
Insang:
Dzil Arsyi Sabila
240210160073

Merah hati

201.8
5
gram

Badan :
Hitam 30%
Abu – abu 30%
Amis+++ Tidak 200
7 Putih 40% keras
+ segar gram
Insang:
Merah agak
pucat

Sumber : (Dokumentasi Pribadi, 2018)

Hasil pengamatan menunjukkan sampel daging sapi lebih cepat


mengalami pembusukan daripada sampel daging ayam dan ikan. Karena
berdasarkan tabel hasil pengamatan, daging sapi mulai tidak segar pada hari
kelima, sedangkan pada daging ayam dan ikan mulai tidak segar pada hari
ketujuh. Kemudian ditemukan pula pada sampel ikan pada hari ketujuh masih
memiliki tekstur yang keras. Pembusukan pada bahan pangan hewani tidak
disebabkan oleh respirasi namun karena mikroorganisme pembusuk dan enzim
dalam bahan tersebut. Menurut Lukman (2010), Pembusukan daging dapat
disebabkan oleh aktivitas enzim-enzim dalam daging (autolisis), kimiawi
(oksidasi) dan mikroorganisme. Pembusukan makanan oleh mikroba terjadi lebih
cepat daripada pembusukan karena enzim intraseluler dan ekstraseluler. Makanan
mentah dan yang telah diproses mengandung berbagai macam kapang, khamir,
dan bakteri yang mempunyai kemampuan untuk berkembang biak dan
menyebabkan kebusukan. Perkembangbiakan mikroba ini menjadi sangat penting
pada proses pembusukan karena bakteri memerlukan waktu yang cepat, diikuti
oleh khamir dan kapang. Mikroorganisme pembusuk memperoleh kebutuhan dari
makanan untuk tumbuh yang berasal dari karbon, nitrogen, vitamin, dan mineral.
Ketersediaan zat-zat ini dalam makanan bervariasi tergantung temperatur,
ketersediaan air, tekanan osmose, pH, potensial oksidasi reduksi, dan tekanan
atmosfer.
Dzil Arsyi Sabila
240210160073

Kerusakan yang terjadi di dalam daging dapat dicegah dengan


menggunakan beberapa cara pengawetan antara lain pendinginan, pembekuan,
pengasinan, pengasapan, pengeringan, irradiasi dan penambahan bahan-bahan
lain. Cara-cara tersebut prinsipnya adalah untuk menekan aktivitas mikrobia dan
mengurangi proses enzimatis yang dapat mempercepat kerusakan daging (Buckle
et al., 1987)
. Produk daging beku merupakan suatu alternatif pilihan pengawetan
daging supaya tahan lama, karena selain proses kerusakan daging dapat terhambat
juga proses pembekuan tidak merubah daging ke bentuk olahan yang lain,
sehingga ketersediaan daging segar dapat terjamin. Pembekuan daging adalah
salah suatu cara dari pengawetan daging yaitu dengan membekukan daging di
bawah titik beku cairan yang terdapat di dalam daging, titik beku daging pada
temperatur -20 s/d -30C (Desrosier, 1969). Proses pembekuan daging dapat
menghambat pertumbuhan mikrobia, proses proteolitik, proses hidrolisis, proses
lipolitik dan sedikit proses oksidatif (Tranggono et al.,1990).
Lama pelayuan daging sebelum dibekukan, temperatur pembekuan dan
bahan pengemas yang digunakan merupakan faktor-faktor yang perlu diperhatikan
agar dapat dihasilkan daging beku yang berkualitas tinggi. Pada pelayuan daging
terjadi denaturasi protein yang mengakibatkan keempukan daging meningkat,
tetapi sebaliknya water holding capacity (WHC) daging menurun yang
mengakibatkan cooking lost meningkat (Lawrie, 1979). Lama pelayuan daging
sebelum dibekukan akan meningkatkan jumlah cairan daging segar (weep) dan
cairan daging beku (drip) yang keluar pada saat pencairan kembali (thawing),
yang akan menyebabkan terjadinya penurunan kandungan gizi daging karena
sebagian zat-zat dalam daging ikut terlarut dalam drip (Lawrie, 1979 dan Judge et
al.,1989).
Lama pelayuan daging berhubungan dengan selesainya proses rigormortis
(proses kekakuan daging), dalam hal ini apabila proses rigormortis belum selesai
dan daging terlanjur dibekukan maka akan menurunkan kualitas daging atau
daging mengalami proses coldshortening (pengkerutan dingin) ataupun thaw rigor
(kekakuan akibat pencairan daging) pada saat thawing sehingga akan dihasilkan
daging yang tidak empuk/alot (Buckle et al.,1987).
Dzil Arsyi Sabila
240210160073

Temperatur pembekuan yang digunakan akan mempengaruhi kecepatan


pembekuan cairan daging. Daging yang membeku dengan cepat akan
menghasilkan kristal es yang lembut (halus) yang terletak dalam jaringan daging,
dan akan menghasilkan drip yang lebih sedikit pada saat thawing sehingga
penurunan gizi daging dapat dicegah, berbeda dengan pembekuan lambat akan
menghasilkan drip yang lebih banyak sehingga akan menurunkan kualitas daging
beku (Lawrie, 1979).
Berdasarkan tabel 6, ikan yang disimpan dalam suhu beku juga mengalami
beberapa perubahan. Namun perubahan yang dialami ikan pada suhu beku lebih
lama daripada perubahan yang dialami ikan pada penyimpanan suhu dingin. Pada
kondisi suhu beku ini bahan pangan menjadi awet karena mikroba tidak dapat
tumbuh dan enzim tidak aktif. Bahan pangan seperti daging dapat disimpan antara
12 sampai 18 bulan, ikan dapat disimpan selama 8 sampai 12 bulan (Munzir,
2009).

4.2.3 Pembekuan Buah-buahan


Anggur merupakan salah satu buah - buahan yang mempunyai sifat mudah
rusak dan tidak tahan lama jika disimpan dalam keadan segar (Rismunandar,
2003). Untuk menjaga agar produk selepas panen lebih tahan lama, maka proses
metabolisme yang terjadi harus ditekan serendah mungkin. Beberapa faktor luar
yang dapat dikendalikan untuk menjaga keawetan produk adalah menjaga
kelembaban, suhu penyimpanan dan kandungan gas tertentu dalam ruang
penyimpanan sehingga kesegarannya dapat tahan lama, akibatnya dapat diterima
oleh konsumen (Ashari, 1995).
Menurut Winarno dan Aman (1981) anggur merupakan buah non
klimaterik, yaitu pada proses pematangan pola respirasinya akan meningkat,
kemudian turun secara perlahan-lahan. Oleh karena itu jika buah anggur dipanen
belum cukup umur, maka akan mempunyai kualitas rendah, yaitu rasanya belum
manis, adanya perubahan fisik yang meliputi warna, tekstur, susut berat, tebal
tipisnya lapisan lilin sehingga daya tarik buah menjadi kurang bagus, disamping
itu nilai gizinya terutama vitamin C akan rendah. Dalam keadaan seperti inilah
Dzil Arsyi Sabila
240210160073

buah tersebut kurang dapat diterima oleh konsumen atau pengelola buah
(Sjaifullah, 1997).
Perlakuan terakhir pada praktikum kali ini yaitu penyimpanan suhu beku
pada sampel buah-buahan. Sampel yang dipilih dari komoditi buah-buahan untuk
penyimpanan pada suhu beku adalah anggur. Sebelum dimasukkan ke dalam
freezer anggur dicuci dan ditimbang lalu dimasukkan ke dalam plastik yang diberi
lubang dan plastik yang tidak diberi lubang. Kemudian anggur diamati warna,
aroma, tekstur, kesegaran dan susut bobotnya. Hasil pengamatan disajikan dalam
tabel 6 berikut.
Tabel 6. Hasil Pengamatan Pembekuan Buah
Kese-
Sampel Hari Warna Aroma Tekstur Berat Gambar
garan
Plastik:
128
gram
Merah Tak Segar
0 Kesat
keunguan beraroma ++++ Plastik
bolong:
121
gram

Plastik :
Plastik : Plastik:
Merah muda
Kenyal Plastik : 130
70%
++ Segar gram
Ungu 30%
Anggur
1
Anggur segar Plastik Plastik Plastik
Plastik bolong :
bolong : bolong : bolong:
Merah muda
Kenyal Segar 117
60%
++ gram
Ungu 40%

Plastik : Plastik : Plastik:


Plastik :
Merah tua 90% Lembek 119
Segar
Kuning 10% gram
++
Tidak Plastik
2
Plastik bolong : beraroma bolong : Plastik
Plastik
Merah tua 60% Lembek bolong:
bolong :
Merah 30% mengeru 102
Segar +
Kuning 10% t gram
Dzil Arsyi Sabila
240210160073

Kese-
Sampel Hari Warna Aroma Tekstur Berat Gambar
garan
Plastik :
Plastik :
Lembek Plastik:
Merah tua 60% Plastik :
mengeru 102
Merah 30% Segar
t gram
Kuning 10%
Tidak
5 Plastik
beraroma Plastik Plastik
Plastik bolong : bolong :
bolong : bolong:
Merah tua 40% Agak
Lembek 89,45
Merah 40% segar
mengeru gram
Kuning 20%
t ++
Plastik :
Plastik : Lembek Plastik :
Plastik:
Merah tua 30% mengeru Tidak
111,6
Kuning 70% t ++ segar
gram
Tidak
7
Plastik bolong : beraroma Plastik Plastik
Plastik
Merah tua 20% bolong : bolong :
bolong:
Merah 40% Lembek Tidak
85 gram
Kuning 40% mengeru segar
t +++
Sumber : (Dokumentasi pribadi, 2008)

Berdasarkan hasil pengamatan, anggur yang disimpan dalam plastik


berlubang lebih cepat mengalami pembusukan dibanding anggur yg disimpan
dalam plastik tidak berlubang. Hal tersebut tidak sesuai dengan literatur yang ada,
karena menurut literatur bahan pangan yg disimpan sebenarnya masih mengalami
respirasi, jadi seharusnya yang mengalami pembusukan lebih cepat adalah yang
dikemas dngan plastik tanpa lubang. Namun hal tersebut bisa saja terjadi karena
kesalahan praktikan saat thawing, praktikan terlalu menekan permukaan anggur
dengan maksud agar thawing berjalan dengan cepat, namun pada saat itu
sebenarnya terjadi proses yang menyebabkan anggur yg dikemas dengan plasik
berlubang mengalami pembusukan lebih cepat. Pada anggur juga terjadi beberapa
perubahan pada setelah disimpan selama tujuh hari dalam suhu beku. Warna
anggur berubah menjadi kekuningan, tekstur anggur menjadi lembek dan
mengkerut, kesegaran dan susut bobot pada anggur pun berkurang.
Dzil Arsyi Sabila
240210160073

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat dari praktikum kali ini adalah:


1. Perlakuan terbaik penyimpanan buah, baik pisang maupun anggur lebih
baik disimpan dengan cara dikemas menggunakan plastik berlubang di
suhu dingin.
2. Perlakuan terbaik untuk penyimpanan wortel yaitu ketika disimpan pada
suhu dingin.
3. Sayur yang harus disimpan pada kondisi beku, harus diblansing dengan
blansing rebus.
4. Perlakuan terbaik untuk pembekuan jagung adalah potong sisir dan
blansing rebus.
5. Penyimpanan daging ayam, daging sapi dan ikan lebih baik disimpan pada
suhu beku.

5.2 Saran
Dalam melakukan pengamatan, sebaiknya dilakukan dengan parameter
yang sama antara praktikan satu dengan lainnya sehingga tidak menimbulkan
perbedaan pada tabulasi data hasil pengamatan dan didapatkan hasil yang lebih
akurat.
Dzil Arsyi Sabila
240210160073

DAFTAR PUSTAKA

Aked, J. 2002. Maintaining the Post-Harvest Quality of Fruits and Vegetables.


Dalam W. Jongen, ed. Fruit and Vegetable Processing: Improving Quality.
Woodhead Publishing Limited, Cambridge.

Alabran, D. M. dan A. M. Mabrouk. 1973. Carrot flavor. Sugars and free


nitrogenous compounds in fresh carrots. J. Agric. Food Chem. 21 (2): 205-
208.

Ashari, Sumeru. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Jakarta: Penerbit


Universitas Indonesia.

Belitz, H.-D., W. Grosch, & P. Schieberle. 2009. Food Chemestry. Springer-


Verlag Berlin Heidelberg, Leipzig.

Bell, D.A., & W. D. Weaver, Jr. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg
Production. Springer ScÎence+Business Media, New York.

Buckle, K. A., Edwards, R. A., Fleet, G. H., and Wotton, M. 1987. Ilmu Pangan.
Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press.
Jakarta.

De Fekte, M.A.R., & C.E. Cardini. 1964. Mechanism of Glucose Transfer from
Sucrose into the Starch Granule of Sweet Corn. Arch. Biochem. Biophys,
104 : 173-184.

De Man, J.M. 1999. Principles of Food Chemistry. Ed. 3. Aspen Publishers, Inc,
Maryland.

Desrosier, N. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI Press, Jakarta.

Giovannoni,J. 2001. Molecular biology of fruit maturation and ripening.


Annu.Rev.Plant Physiol. 52:725-749

Hudaya S. 2008. Pengawetan dengan Penggunaan Suhu Rendah. Available online


at http://www.gogreen.web.id (diakses pada 03 Mei 2017 pukul 22.46
WIB)

Ilyas S. 1993. Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan Jilid I Teknik Pendinginan


Ikan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta.

Judge, M.D., E.D. Aberle, J.C. Forres, H.B. Hendrick and R.A. Markel, 1989.
Principles of meat Science. 2nd ed. Kendall/Hunt Publishing Co.,
Dubuque, Iowa
Dzil Arsyi Sabila
240210160073

Kader, A.A. 2002. Postharvest Biology and Technology: An Overview. In: Kader,
A.A. (ed) Postharvest Technology of Horticultura Crops. 3rd ed. Pub.No.
3311. Oakland: University of California.

Kristanto, A. 2008. Teknologi Pascapanen untuk Peningkatan Mutu Jagung.


www.google.co.id. [20 Agustus 2015].

Lawrie, R. A. 1979. Meat Science, 3rd edition. Pregamon Press, Oxford.

Lelievre,J.M., A. Latche, B.Jones, M.Bouzayen dan J.C.Pech, 1997. Ethylene and


fruit ripening. Physiol,Plant. 101: 727-739.

Lukman, D.W. 2010. Nilai pH Daging. Bagian Kesehatan Masyarakat


Veteriner.Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lynn, D. 2013. Is Eating a Banana With Brown Spots Bad for You? Available at:
http://www.livestrong.com/article/466183-is-eating-a-banana-with-brown-
spots-bad-for-you/ (Diakses pada 02 Mei 2017).

Mishra, V.K., & T.V. Gamage. 2007. Postharvest Physiology of Fruit and
Vegetables. Dalam M.S. Rahman, ed. Handbook of Food Preservation.
CRC Press, Boca Raton.

Nurnafitrisni, A. 2010. Serealia dan Kacang-kacangan. Laporan Praktikum


Pengetahuan Bahan Pangan. Fakultas Teknik. Universitas Pasundan.
Bandung. 21 hlm.

Poerwanto,R. 2004. Pembangunan Sentra Produksi Buah berbasis Mutu. Penebar


Swadaya. Jakarta.

Paliyath, G., & D.P. Murr. 2008. Biochemistry of Fruits. Dalam G. Paliyath, D.P.
Murr, A.K. Handa & S. Lurie, ed. Postharvest Biology and Technology of
Fruits, Vegetables, and Flowers. Wiley-Blackwell Publishing, Iowa.

Rismunandar. 1989. Membudidayakan Tanaman Buah-buahan. Bandung: PT


Sinar Baru.

Rauf. 2015. Kimia Pangan. Yogyakarta. Andi. 255 hal.

Ryall A L dan W A Lipton. 1983. Handling, Transportation and Storage of Fruits


and Vegetables. Connecticut: AVI Publishing Company Inc.

Saesarsono, W. 1981. Penyimpanan Buah-buahan, Sayur-sayuran, dan Bunga-


bungaan. Jurusan Teknologi Industri, FATETA, IPB, Bogor.

Sjaifullah, 1997. Petunjuk Memilih Buah. Jakarta: PT Swadaya

Sopandi, T. & Wardah, 2014. Mikrobiologi Pangan. Penerbit Andi, Yogyakarta.


Dzil Arsyi Sabila
240210160073

Sukarminah, E., D. M. Sumanti, & I. Hanidah. 2008. Mikrobiologi Pangan.


Jurusan Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran, Bandung.

Surhaini & Indriyani. 2009. Pengaruh Jenis Plastik dan Cara Kemas Terhadap
Mutu Tomat Selama dalam Pemasaran. Jurnal Agronomi 13(2) : 44-50.

Thompson, J.L., M.M. Manore, & L.A. Vaughan. 2011. The Science of Nutrition.
Ed. 2. Pearson Educational, Inc., San Fransisco.

Tjahjadi, C. & Martha, H. 2014. Pengantar Teknologi Pangan. Jurusan


Tekonologi Industri Pangan, Fakultas Teknologi Industri Pertanian,
Universitas Padjajaran, Jatinangor, Sumedang.

Tranggono & Sutardi. 1990. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Pusat Antar
Universitas–Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta.

Utama, I.M.S. 2011. Penanganan Pascapanen Buah dan Sayuran Segar. Dalam
Forum Konsultasi Teknologi, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi
Bali. Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Provinsi Bali, Denpasar.

Wills, R.H. et al. 1981. Postharvest, An Introduction to The Physiology and


Handling of Fruits and Vegetables. New South Wales University Press,
Kensington, Australia.

Winarno, F.G., 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Winarno dan Aman, 1981. Fisiologi Lepas Panen. Bogor: Penerbit Sastra Hudaya.
Dzil Arsyi Sabila
240210160073

LAMPIRAN
JAWABAN PERTANYAAN
Pendinginan
1. Mengapa tomat yang akan disimpan dalam lemari es tidak boleh dicuci?
Jawab: Tomat tidak boleh dicuci saat disimpan pada lemari es karena
dapat menyebabkan kerusakan pada tomat dan juga menyebabkan
pertumbuhan kapang akibat kadar air yang tinggi.
2. Mengapa dalam menyimpan telur, bagian yang lebar harus diatas?
Jawab: Penyimpanan telur harus dilakukan dengan bagian yang lebar pada
telur harus diatas dikarenakan untuk mencegah adanya perbesaran volume
kantung udara yang dapat menyebabkan kerusakan pada telur.
3. Mengapa kantung plastik utuk mengemas sayuran dan buah-buahan harus
diberi lubang?
Jawab: Karena sayur dan buah dapat berespirasi dengan baik dan menegah
tumbuhnya kapang pada sayur dan buah.
Pembekuan
1. Mengapa sayuran yang akan dibekukan harus diblansing terlebih dahulu?
Jawab: Karena sayuran dapat bertahan lebih lama dari kerusakan yang
disebabkan oleh proses enzimatis, sehingga dengan adanya blansing, dapat
menginaktifkan enzim pada sayuran.
2. Apa yang dimaksud dengan peristiwa thawing?
Jawab: Thawing merupakan tahapan proses yang dilakukan untuk
mencairkan kristal es pascapembekuan. Proses thawing sendiri diperlukan
untuk mempermudah mengolah daging yang berada pada kondisi beku.
Menurut James, et al., (2010), proses thawing sendiri memiliki waktu yang
berbeda-beda yang tergantung pada:
1. Ukuran dan bentuk dari produk, terutama pada aspek ketebalan.
2. Perubahan dalam entalpi.
3. Konduktivitas termal produk.
4. Suhu awal dan suhu akhir produk.
5. Kemampuan untuk kembali dari koefisien pindah panas.
6. Suhu dari media thawing.
Dzil Arsyi Sabila
240210160073

3. Apa tujuan dari pemberian gula atau sirup dalam pembekuan buah-
buahan?
Jawab: Tujuan dari pemberian gula atau sirup dalam pembekuan buah
ialah untuk mencegah adanya reaksi enzimatis pada buah-buahan selama
penyimpanan beku.

Anda mungkin juga menyukai