Anda di halaman 1dari 12

Nama Asisten: Steven Pandiangan

Tanggal Praktikum: 6 Desember 2018


Tanggal Pengumpulan: 31 Desember 2018

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK PENGAWETAN DAN EMERGING


PROCESS DALAM PENGOLAHAN PANGAN
Perhitungan Umur Simpan Metode Accelerated Shelf-Life Testing Arrhenius dan
Labuza

Dzil Arsyi Sabila Azhar (240210160073)

ABSTRAK

Apabila suatu produk tidak diketahui kapan terjadi kerusakannya akan


mengakibatkan produk-produk ini tidak dapat diketahui kapan terjadi rusak dan
tidak boleh dikonsumsi kembali oleh konsumen. Pengolahan pangan pada industri
komersial umumnya bertujuan memperpanjang masa simpan, mengubah atau
meningkatkan karakteristik produk. Berdasarkan hasil pengamatan, penyimpanan
susu pada suhu 13oC, 28oC dan 40oC mempengaruhi umur simpan pada beberapa
parameter yang mempengaruhu energi aktivasi. Semakin rendah suhu
penyimpanan maka semakin lama umur simpan produk susu pasteurisasi.
Kemasan metalized mempunyai umur simpan yang lebih lama yaitu 91 bulan.
Sedangkan umur simpan terrendah terdapat pada kemasan PE yang memiliki
umur simpan 3 bulan.

Kata Kunci: umur simpan, ASLT, metode Arrhenius, metode Labuza

ABSTRACT
If a product is not known when the damage occurs it will result in these products
can not be known when there is damage and may not be consumed again by
consumers. Food processing in the commercial industry generally aims to extend
the shelf life, change or improve product characteristics. Based on observations,
milk storage at 13oC, 28oC and 40oC affects the shelf life of several parameters
that affect the activation energy. The lower the storage temperature, the longer
the shelf life of pasteurized milk products. Metalized packaging has a longer shelf
life of 91 months. While the lowest shelf life is found on PE packaging which has
a shelf life of 3 months.

Keywords: shelf life, ASLT, Arrhenius method, Labuza method


PENDAHULUAN
Bahan-bahan dan produk hasil pertanain adalah bahan-bahan yang cepat
rusak selama dilakukan proses penyimpanan. Apabila bahan produk-produk ini
tidak diketahui kapan terjadi kerusakannya akan mengakibatkan produk-produk
ini tidak diketahui kapan terjadi rusak dan tidak boleh dikonsumsi kembali oleh
konsumen. Pihak industri akan terjadi kerugian, karena tidak diketahui daya tahan
produk tersebut, sehingga berimbas kepada ketidakjelasan terhadap jumlah
produksi. Adapun dari pihak konsumen akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,
seperti kasus keracunan, baik yang disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal
dari bakteri-bakteri patogen, seperti E. Coli, Staphylococcus aureus dan
Salmonella Thiphymurium atau disebabkan perubahan kimia bahan (Millati, dkk,
2014).
Pengolahan pangan pada industri komersial umumnya bertujuan
memperpanjang masa simpan, mengubah atau meningkatkan karakteristik produk
(warna, cita rasa, tekstur), mempermudah penanganan dan distribusi, memberikan
lebih banyak pilihan dan ragam produk pangan di pasaran, meningkatkan nilai
ekonomis bahan baku, serta mempertahankan atau meningkatkan mutu, terutama
mutu gizi, daya cerna, dan ketersediaan gizi. Kriteria atau komponen mutu yang
penting pada komoditas pangan adalah keamanan, kesehatan, flavor, tekstur,
warna, umur simpan, kemudahan, kehalalan, dan harga (Andarwulan dan
Hariyadi, 2004).
Buckle et al. (1987), menyatakan bahwa kemasan yang dapat digunakan
sebagai wadah penyimpanan harus memenuhi beberapa persyaratan, yakni dapat
mempertahankan mutu produk agar tetap bersih, dapat memperpanjang umur
simpan juga mempengaruhi komponen yang terkandung dalam produk pangan
tersebut. Beberapa proses penanganan produk pangan yang dapat menyebabkan
terjadinya perubahan mutu adalah perlakuan panas tinggi, pembekuan,
pengemasan, pencampuran, serta pemompaan.
Pengeringan dapat memperpanjang umur simpan. Namun, pada proses
pengeringan perlu diperhatikan agar air yang keluar dari bahan tidak merusak
struktur jaringan, sehingga mutu bahan pangan dapat dipertahankan. Perlakuan
panas seperti blanching, pasteurisasi, dan pemanasan dengan alat retort pada
buah-buahan dan sayuran dapat menurunkan umur simpan yang digolongkan
menjadi umur simpan kurang dari 3 bulan atau lebih dari 3 bulan (Huang dan
Bourne 1983; Togeby et al. 1986).
Umur simpan suatu produk dapat ditentukan dengan melihat kinetika laju
penurunan mutu suatu produk pada waktu tertentu. Kinetika penurunan mutu
produk-produk pangan dapat mengikuti ordo 0 dan ordo 1. Apabila laju
penurunan mutu suatu produk terjadi konstan atau linear selama waktu
penyimpanan, maka produk tersebut mengikuti kinetika laju penurunan mutu ordo
0. Adapun apabila laju penurunan mutu suatu produk tidak konstan atau tidak
linear atau bebas selama waktu penyimpanan, maka produk tersebut mengikuti
kinetika penurunan mutu ordo 1 (Millati dkk., 2014). Karena reaksi kimia pada
umumnya dipengaruhi oleh suhu, maka model Arrhenius mensimulasikan
percepatan kerusakan produk pada kondisi penyimpanan suhu tinggi di atas suhu
penyimpanan normal. Laju reaksi kimia yang dapat memicu kerusakan produk
pangan umumnya mengikuti laju reaksi ordo 0 dan ordo 1 (persamaan 1 dan 2).
Tipe kerusakan pangan yang mengikuti model reaksi ordo nol adalah
degradasi enzimatis (misalnya pada buah dan sayuran segar serta beberapa pangan
beku), reaksi pencoklatan non-enzimatis (misalnya pada biji-bijian kering, dan
produk susu kering), serta reaksi oksidasi lemak (misalnya peningkatan
ketengikan pada snack, makanan kering dan pangan beku). Sedangkan tipe
kerusakan bahan pangan yang termasuk dalam reaksi ordo satu adalah (1)
ketengikan (misalnya pada minyak salad dan sayuran kering), (2) pertumbuhan
mikroorganisme (misalnya pada ikan dan daging, serta kematian mikroorganisme
akibat perlakuan panas), (3) produksi off flavor oleh mikroba, (4) kerusakan
vitamin dalam makanan kaleng dan makanan kering, dan (5) kehilangan mutu
protein (makanan kering) (Labuza, 1982).
Penentuan umur simpan ini perlu dilakukan agar dapat menentukan dan
memperkirakan waktu kadaluarsa suatu bahan pangan dengan memperhatikan
karakter-karakter penurunan mutunya. Oleh karena itu pada praktikum kali ini
akan dibahas mengenai Perhitungan Umur Simpan dengan Metode ASLT
Arrhenius dan Labuza. Sampel yang digunakan yaitu susu pasteurisasi pada
metode Arrhenius, serta biskuit astor pada metode Labuza.

BAHAN DAN METODE

Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah inkubator, oven, pH meter,
cawan alumunium, neraca analitik, alumunium foil, Aw meter, desikator, dan
krustang.

Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah biskuit, yoghurt, garam
NaCl, NaOH, KCl, MgCl2, K2CO3, aquades (H2O), silica gel, lilin malam, plastik
Polipropilena (PP), PE, HDPE dan metallized.

Prosedur
Metode Arrhenius
Prosedur yang dilakukan dalam praktikum kali ini yaitu pertama-tama 30
ml sampel susu pasteurisasi dimasukkan ke dalam 10 vial untuk pengamatan
sebanyak 10 kali dan diberi label. Kemudian botol vial berisi sampel susu
disimpan dalam suhu yang berbeda-beda, yaitu 15oC, 25oC, dan 40oC. Sampel
susu diamati pH-nya setiap dua jam sekali selama 2 hari menggunakan pH meter
yang sudah dikalibrasi.
Kalibrasi pH meter
Pertama-tama pH meter dilepaskan dari botol buffer lalu dibilasi aquades.
Tekan CaL untuk mengkalibrasi pH meter menggunakan buffer dengan pH 7, jika
tanda pada pH meter sudah berkedip maka pH meter sudah terkalibrasi.
Selanjutnya pH meter dibilas lagi menggunakan aquades, lalu tombol CaL ditekan
lagi untuk mengkalibrasi dengan buffer pH 4. Jika tanda pada pH meter sudah
berkedip, maka kalibrasi sudah selesai. Nodul pH meter dibilas kembali dengan
aquades dan pH meter sudah siap untuk mengukur pH dari sampel.
Metode Labuza
Prosedur yang dilakukan dalam praktikum kali ini yaitu pertama-tama
sampel astor dimasukkan kedalam cawan alumunium yang sudah konstan, lalu
ditimbang menggunakan neraca analitik, setelah itu dimasukkan kedalam lima
inkubator yang berbeda sesuai jenis garam nya (NaCl, NaOH, BaCl2, MgCl2,
K2CO3), dan satu inkubator lagi untuk penyimpanan menggunakan aquades.
Kemudian dilakukan pengamatan setiap hari selama 4 hari terhadap RH dan juga
massa bahan tersebut, namun setiap kali pengamatan bahan tidak boleh tersentuh
tangan sehingga harus menggunakan krustang.
WVTR
Prosedur yang dilakukan yaitu pertama-tama disiapkan dua jenis kemasan
yaitu plastik Polipropilena (PP) dan metallized. Kemudian potong kemasan
dengan ukuran 5 x 5 cm, lalu timbang kemasan menggunakan neraca analitik.
Setelah itu, masukkan kemasan kedalam inkubator yang berisi garam NaCl, dan
dilakukan pengamatan setiap hari selama 4 hari terhadap RH dan juga massa
bahan tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pendugaan Umur Simpan Metode Arrhenius


Metode ASLT model Arrhenius banyak digunakan untuk pendugaan umur
simpan produk pangan yang mudah rusak oleh akibat reaksi kimia, seperti
oksidasi lemak, reaksi Maillard, denaturasi protein, dan sebagainya. Secara
umum, laju reaksi kimia akan semakin cepat pada suhu yang lebih tinggi yang
berarti penurunan mutu produk semakin cepat terjadi. Produk pangan yang dapat
ditentukan umur simpannnya dengan model Arrhenius di antaranya adalah
makanan kaleng steril komersial, susu UHT, susu bubuk/formula, produk
chip/snack, jus buah, mi instan, frozen meat, dan produk pangan lain yang
mengandung lemak tinggi (berpotensi terjadinya oksidasi lemak) atau yang
mengandung gula pereduksi dan protein (berpotensi terjadinya reaksi kecoklatan).
Praktikum perhitungan umur simpan dengan menggunakan metode
arrhenius kali ini digunakan sampel yoghurt yang diukur pH, tekstur dan
aromanya dengan perlakuan yang berbeda-beda, yaitu penyimpanan pada suhu
13oC, 28oC, dan 40oC. Sampel yoghurt kemudian diamati pH, aroma dan
teksturnya selama 7 hari.
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. pH meter
merupakan suatu alat yang berfungsi untuk menentukan kadar keasaman atau
dapat juga disebut sebagai alat untuk menentukan konsentrasi ion hidrogen dalam
larutan (Shmaefsky, 2006). Pada bagian ujung pH meter terdapat suatu elektroda
yang berfungsi untuk menangkap aliran listrik didalam larutan yang kemudian
menginterpretasikannya kedalam nilai pH pada penunjuk angka. Jika pH meter
sedang tidak digunakan maka elektroda harus dalam keadaan terendam dalam
larutan buffer ber-pH 4 (McQuarrie dan John, 1997). Sebelum digunakan, pH
meter harus dikalibrasi terlebih dahulu dengan larutan standar karena saat
penyimpanan mungkin terjadi perubahan standarisasi yang dapat menyebabkan
nilai pH yang terukur kurang akurat. Kalibrasi pH meter dilakukan dengan cara
membilas bagian elektroda pH meter yang sebelumnya terendam larutan buffer.
Kemudian tekan Cal pada monitor pH meter lalu dikalibrasi dengan buffer pH 4.
Elekroda dibilas kembali lalu tekan Cal dan kalibrasi lagi dengan buffer pH 7.
Elektroda dibilas kembali dan pH sampel dapat diukur. Elekroda pH meter harus
dibilas sebelum pergantian sampel agar pH yang terdeteksi lebih akurat. Setelah
dilakukan pengamatan pH, aroma dan tekstur selama 7 hari, didapatkan data pada
hasil pengamatan yang ditabulasikan pada lampiran
Data tersebut diolah kembali dan dihitung tabel ordo 0 dan tabel ordo 1.
Selanjutnya dibuat grafik lamanya waktu penyimpanan terhadap pH setiap suhu
pada lampiran 1. Grafik yang dibuat akan menunjukan persamaan regresi setiap
perlakuan suhu dan juga nilai R2 nya. Nilai R2 antara ordo 1 dan ordo 0
dibandingkan dan dilihat nilainya yang terbesar.
Berdasarkan hasil perhitungan, dapat diketahui bahwa umur simpan
produk susu pasteurisasi yang berupa yoghurt yang disimpan pada suhu 13oC,
28oC, dan 40oC terdapat pada beberapa parameter. Untuk parameter warna
mencapai 11,85 hari, sedangkan pada parameter tekstur mencapai 13,13 hari, dan
pada parameter pH mencapai 4,29 hari. Dari hasil tersebut dapat terlihat bahwa,
parameter pH memiliki umur simpan terrendah dan semakin tinggi suhu, umur
simpannya pun semakin sebentar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Harding
(1999) yang menyatakan bahwa lama penyimpanan produk susu pasteurisasi
dipengaruhi oleh suhu selama penyimpanan, produk susu pasteurisasi yang
disimpan pada suhu rendah akan mempunyai masa simpan lebih lama karena
bakteri umumnya tidak dapat tumbuh optimal pada suhu tersebut. Sedangkan
selama penyimpanan, terjadi peningkatan viskositas pada susu. Hal ini disebabkan
karena terjadinya clumping (gumpalan) dari globula-globula lemak.
Pendugaan Umur Simpan Metode Labuza
Kerusakan produk pangan dapat disebabkan oleh adanya penyerapan air
oleh produk selama penyimpanan. Produk pangan yang dapat mengalami
kerusakan seperti ini di antaranya adalah produk kering, seperti snack, biskuit,
kerupuk, permen, dan sebagainya. Kerusakan produk dapat diamati dari
penurunan kekerasan atau kerenyahan, dan/atau peningkatan kelengketan atau
penggumpalan. Laju penyerapan air oleh produk pangan selama penyimpanan
dipengaruhi oleh tekanan uap air murni pada suhu udara tertentu, permeabilitas
uap air dan luasan kemasan yang digunakan, kadar air awal produk, berat kering
awal produk, kadar air kritis, kadar air kesetimbangan pada RH penyimpanan, dan
slope kurva isoterm sorpsi air, faktor-faktor tersebut diformulasikan oleh Labuza
dan Schmidl (1985) menjadi model matematika (persamaan 4) dan digunakan
sebagai model untuk menduga umur simpan. Model matematika ini dapat
diterapkan khususnya untuk produk pangan kering yang memiliki kurva isoterm
sorpsi air (ISA) berbentuk sigmoid.
Model matematika tersebut dapat dilihat pada persamaan (5). Untuk
menentukan ∆P diperlukan data aktivitas air (aw) produk, dengan asumsi terjadi
kesetimbangan antara RH di dalam kemasan dengan aw produk. Model untuk
menduga umur simpan produk pangan yang mudah rusak karena penyerapan air
adalah dengan pendekatan metode kadar air kritis. Data percobaan yang diperoleh
dapat mensimulasi umur simpan produk dengan permeabilitas kemasan dan
kelembaban relatif ruang penyimpanan yang berbeda.
Produk pangan yang mengandung kadar sukrosa tinggi, seperti permen,
umumnya bersifat higroskopis dan mudah mengalami penurunan mutu selama
penyimpanan yang disebabkan oleh terjadinya penyerapan air. Umur simpan
produk seperti ini akan ditentukan oleh seberapa mudah uap air dapat bermigrasi
ke dalam produk selama penyimpanan dengan menembus kemasan. Semakin
besar perbedaan antara kelembaban relatif lingkungan penyimpanan dibandingkan
kadar air produk pangan, maka air semakin mudah bermigrasi.
Kurva ISA sukrosa dan produk pangan yang mengandung sukrosa tinggi
lebih sulit ditentukan, karena sifat higroskopis dari gula yang menyebabkan
penyerapan air berlangsung terus menerus dan tidak mencapai kondisi
kesetimbangan, terutama pada kelembaban relatif (RH) di atas 75% (Guo, 1997).
Kurva ISA produk pangan yang mengandung gula tinggi juga tidak berbentuk
sigmoid sehingga kadar air ksetimbangan dan kemiringan kurva sulit ditentukan
(Adawiyah, 2006). Oleh karena itu, penentuan umur simpan produk pangan yang
mengandung kadar gula tinggi tidak dapat menerapkan model persamaan (4).
Pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan memodifikasi model persamaan
(4) dengan mengganti slope kurva ISA (b) dan kadar air kesetimbangan (Me)
dengan perbedaan tekanan (∆P) antara di dalam dan di luar kemasan (Labuza dan
Schmidl, 1985). Hal ini didasarkan pada prinsip terjadinya migrasi uap air dari
udara ke dalam produk yang disebabkan oleh perbedaan tekanan udara antara di
luar kemasan dan di dalam kemasan.
Kadar air awal (Mo) dan Kadar air kritis (Mc)
Biskuit merupakan salah satu produk makanan kering yang dibuat dengan
cara memanggang adonan yang terbuat dari bahan dasar tepung terigu atau
substitusinya, minyak atau lemak dengan atau tanpa penambahan bahan pangan
lain yang diizinkan. Biskuit terbuat dari bahan dasar tepung terigu yang
ditambahkan dengan bahan–bahan tambahan lain, seperti gula, telur, margarin,
emulsifier, shortening, dan bahan citarasa. Biskuit mempunyai kadar air kurang
dari 5% sehingga membuat umur simpan biskuit lebih panjang, terlindung dari
kelembapan, dan menjadikan biskuit bahan pangan yang praktis bagi masyarakat.
Pada praktikum kali ini, kadar air awal dan kadar air kritis tidak diuji secara lab,
sehingga kadar air awal dan kadar air kritis biskuit diambil dari literatur. Kadar air
awal (Mo) biskuit adalah 2% dan kadar air kritis (Mc) adalah 5%. (Muliawati,
2011).
Kadar air kesetimbangan (Me) dan Kurva Isoterm Sorpsi Air
Kurva isoterm sorpsi air, kemiringan kurva (b), dan kadar air
kesetimbangan (Me) sampel biskuit ditentukan dengan cara mengkondisikan
sampel dalam beberapa larutan garam jenuh yang memberikan nilai RH yang
berbeda. Garam yang digunakan terdiri dari 5 jenis garam yaitu NaCl, NaOH,
MgCl, K2CO3, KCl, dan digunakan pembanding yaitu aquades atau H2O. Selama
penyimpanan sampel dalam larutan-larutan garam jenuh, sampel yang disimpan
pada RH rendah akan mengalami penurunan bobot, sedangkan pada RH tinggi
akan mengalami pertambahan bobot. Adanya penambahan dan pengurangan
bobot sampel menunjukkan fenomena karakteristik hidratasi.
Menurut Syarief dan Halid (1993), karakteristik hidratasi bahan pangan
dapat diartikan sebagai karakteristik fisik yang meliputi interaksi antara bahan
pangan dengan molekul air di udara sekitarnya. Interaksi molekul air dengan
sampel ini terjadi sebagai akibat dari perbedaan RH sampel dengan lingkungan.
Transfer uap air dari lingkungan ke sampel atau sebaliknya akan terjadi selama
penyimoanan tertentu sampai tercapai kondisi kesetimbangan. Terjadinya kondisi
kesetimbangan ini ditandai dengan hasil dari penimbangan yang konstan. Hasil
perhitungan kadar air kesetimbangan (Me) biskuit setelah dilakukan penyimpanan
pada beberapa larutan garam jenuh dengan suhu penyimpanan literature yaitu
25oC dapat dilihat pada lampiran.
Untuk didapat nilai Me nya, digunakan 5 model persamaan yaitu Hasley,
Claurie, Oswin, Chen-Clayton, dan Hunderson. Kelima model tersebut diuji
ketepatannya dengan menghitung nilai Mean Relative Determination (MRD) nya.
Jika nilai MRD < 5 (model tepat), jika 5 < MRD < 10 (model agak tepat), dan jika
MRD yang dihasilkan > 10 (model tidak tepat). Setelah didapatkan nilai Me
masing-masing model, kemudian dibuat grafik atau kurva isotherm sorpsinya.
Berdasarkan kurva tersebut, diketahui bahwa model Hasley lah yang
digunakan Me nya, karena nilai MRD yang dihasilkan kurang dari 5, hal itu
menandakan model tersebut tepat untuk digunakan. Menurut Labuza et al (1985)
pangan yang memiliki kadar air rendah umumnya memiliki kecenderungan kurva
isoterm sorpsi air yang sigmoid. Akan tetapi kemiringan kurva isoterm sorpsi air
yang sigmoid ini dapat berbeda-beda karena dipengaruhi oleh sifat alami bahan
pangan, suhu, kecepatan adsorpsi dan desorpsi yang terjadi selama penyimpanan
(Fennema, 1985).
Kadar air kesetimbangan wafer stik dihitung menggunakan persamaan-
persamaan dan model-model kurva isoterm sorpsi air. Kurva isoterm sorpsi air
percobaan yang makin berhimpit dengan kurva isoterm sorpsi air dari model-
model persamaan yang digunakan menggambarkan fenomena isoterm sorpsi air
yang makin baik pula.
Perhitungan WVTR
Variabel lain dalam penentuan umur simpan selain yang telah dilakukan
diatas adalah permeabilitas kemasan terhadap uap air, luas kemasan dalam satuan
meter2, berat padatan per kemasan dan teknanan uap jenuh penyimpanan pada
suhu 25oC. Permeabilitas kemasan diperoleh dengam membagi nilai WVTR dan
tebal kemasan dengan tekanan uap jenuh pada suhu pengujian 25oC yakni sebesar
23,76 mmHg.
Pada perhitungan WVTR ini digunakan empat jenis kemasan sampel yaitu
PP, PE, HDPE dan Metallized. Menurut literatur, nilai permeabilitas plastik PP
dan Metalized berturut-turut adalah 0,073 dan 0,017 gram/𝑚2 hari. mmHg (Fitria,
2007). Hasil praktikum menunjukkan hasil yaitu pada plastik PP nilai
permeabilitasnya sebesar 0,0781, kemasan PE nilai permeabilitasnya sebesar
0,0133, kemasan HDPE nilai permeabilitasnya sebesar 0,0036 sedangkan pada
kemasan Metallized hasilnya yaitu 0,00474.
Penentuan Umur Simpan
Umur simpan ditetapkan berdasarkan waktu pada saat kadar air produk
sama dengan kadar air kritis. Berdasarkan persamaan yang diturunkan Labuza
tentang umur simpan, terdapat beberapa faktor yang dibutuhkan untuk
menentukan umur simpan dengan pendekatan kadar air kritis produk. Faktor-
faktor tersebut adalah kadar air awal (Mo), kadar air kesetimbangan (Me), kadar
air kritis (Mc), konstanta permeabilitas uap air kemasan (k/x), luas kemasan
produk (A), bobot kering produk kemasan (Ws), tekanan uap air jenuh (Po) dan
kemiringan kurva isoterm sorpsi air (b). Dengan persamaan sebagai berikut:
ln (𝑀𝑒 − 𝑀𝑜)⁄(𝑀𝑒 − 𝑀𝑐)
𝜃=
𝐾 𝐴 𝑃𝑜
𝑥 𝑊𝑠 𝑏
Dari persamaan tersebut, didapat data hasil perhitungan. Dari hasil
perhitungan umur simpan sampel biskuit dengan kadar air kritis (Me) 0,08 yang
didapat dari pendekatan model Hasley pada kemasan PP umur simpannya adalah
13 bulan. Pada kemasan PE umur simpannya 6 bulan, kemasan HDPE umur
simpannya 30 bulan Sedangkan pada kemasan Metallized umur simpannya 91
bulan. Bila dibandingkan antara keempat kemasan, maka kemasan yang paling
baik digunakan untuk menyimpan sampel biskuit adalah kemasan metalized
karena umur simpannya lebih lama.

KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapat pada praktikum kali ini yaitu pada penyimpanan
arrhenius dilakukan untuk sampel yang mudah rusak seperti yoghurt dan semakin
rendah suhu penyimpanan maka semakin lama umur simpan produk yoghurt
tersebut. Kemasan metalized mempunyai umur simpan yang lebih lama yaitu 30
bulan. Kemudian diikuti kemasan HDPE, kemasan PP dan terakhir kemasan PE.
Pada kemasan PP umur simpannya hanya sekitar 3 bulan. Kemasan yang paling
baik digunakan pada penyimpanan biskuit adalah kemasan metalized.

DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah, D.R. 2006. Hubungan Sorpsi Air, Suhu Transisi Gelas dan Mobilitas
Air Serta Pengaruhnya Terhadap Stabilitas Produk Pada Model Pangan.
Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana IPB, Bogor

Andarwulan, N. dan P. Hariyadi. 2004. Perubahan Mutu (Fisik, Kimia,


Mikrobiologi) Produk Pangan Selama Pengolahan dan Penyimpanan Produk
Pangan. Pelatihan Pendugaan Waktu Kadaluwarsa (Self Life). Bogor: 1-2
Desember 2004. Pusat Studi Pangan dan Gizi. Institur Pertanian Bogor.

Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, dan M. Woofon. 1987. Ilmu Pangan.


UI Press. Jakarta.

Fennema OR. 1985. Food Chemistri 2nd ed. Marcell Decker, Inc. New york,
USA.

Fitria M. 2007. Pendugaan Umur Simpan Produk Biskuit dengan Metode


Akselerasi berdasarkan pendekatan kadar air kritis (skripsi). Bogor: Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Guo, W.X. 1997. Influence of Relative Humidity on The Stress Relaxation of


Sucrose Compact. Department of Pharmacy University of Toronto, Canada.

Harding, F. 1999. Milk Quality. Maryland: Aspen Publisher, Inc.

Huang, Y. T. and M. C. Bourna. 1983. Kinetics of Thermal Softening of


Vegetable. J. Texture Study 14 (1): 1-9.
Labuza TP, Contreras-Medellin R. 1982. Prediction of Moisture Protection
Requirements for Foods. Cereal Foods World. 26:335-339.

Labuza TP, Kaanane A. 1985. Effect of temperature on the moisture sorption


isotherms and water activity shift of teo dehydrated foods. J Food Sci
50:385-391.

Labuza, T. P. and Schmidl, M.K. 1985. Accelerated shelf life testing of foods.
Food Technology, 39 (9), 57-62, 64, 134.

McQuarrie, D.A. & John D.S. 1997. Physical Chemistry: A Molecular Approach.
USA: University Science Books.

Millati, Tanwirul, dkk. 2014. Penuntun Praktikum Teknologi Pengemasan dan


Penyimpanan. Fakultas Pertanian Universitas Lampung Mangkurat,
Banjarbaru.

Muliawati, Tania. 2011. Penentuan Masa Simpan Wafer Stick dalam Kemasan
Plastik Laminasi.

Shmaefsky, B.R. 2006. Biotechnology 101. USA: Greenwood Publishing Group.

Bdan Standarisasi Nasional. Susu Segar SNI 3141.1:2011. Jakarta: Badan


Standarisasi Nasional.

Syarief R, Halid H. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. PAU Rekayasa Proses


Pangan, IPB Bogor.
LAMPIRAN

Lampiran praktikum penentuan umur simpan Arrhenius

ln K terhadap 1/T
0
0.00315 0.0032 0.00325 0.0033 0.00335 0.0034 0.00345 0.0035 0.00355
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1
-1.2
-1.4 y = -1485.4x + 3.7959
R² = 0.9949
-1.6

Grafik 1. Warna Yoghurt

ln K terhadap 1/T
0
0.00315 0.0032 0.00325 0.0033 0.00335 0.0034 0.00345 0.0035 0.00355
-0.5

-1
y = -2255x + 5.1226
-1.5 R² = 0.9988

-2

-2.5

-3
Grafik 2. Aroma Yoghurt
ln K terhadap 1/T
0
0.00315 0.0032 0.00325 0.0033 0.00335 0.0034 0.00345 0.0035 0.00355
-0.2
-0.4
-0.6
y = -1686.3x + 4.3234
-0.8 R² = 0.9832
-1
-1.2
-1.4
-1.6
-1.8
Grafik 3. Tekstur Yoghurt

ln K terhadap 1/T
0
0.00315 0.0032 0.00325 0.0033 0.00335 0.0034 0.00345 0.0035 0.00355
-1
-2
-3 y = 4228.4x - 20.936
-4 R² = 0.6689
-5
-6
-7
-8
-9

Grafik 4. pH Yoghurt

Lampiran praktikum penentuan umur simpan Labuza

GRAFIK HASLEY
0.3000
hasley
0.2500 y = 0.3844x - 0.1091
y = 0.196x - 0.0109
R² = 0.8494
R² = 0.9461isoterm sorpsi awal
0.2000

0.1500 Linear (hasley)

0.1000 Linear (isoterm


sorpsi awal)
0.0500

0.0000
0.0000 0.2000 0.4000 0.6000 0.8000 1.0000
grafik 5. Metode Hasley

Anda mungkin juga menyukai