METODELOGI
2.1 Alat dan Bahan
2.1.1 Alat
Tabel 1. Pehitungan kebutuhan alat dalam pengawetan kultur
No
Nama Alat
Tabung reaksi
Alginat:
1 tabung x 8 kelompok = 8 tabung (larfis)
1 tabung x 8 kelompok = 8 tabung (gliserol)
Jadi kebutuhan tabung reaksi yaitu 24 tabung
Erlenmeyer 100ml
Gelas piala
Gelas ukur
Pipet mikro
1 buah
Tips
1 kotak
Bunsen
Ose
10
11
Timbangan
3 buah
12
Sudip
13
Shaker
1 buah
14
Syringe
2 buah
15
Freezer
1 buah
16
Refrigerator
1 buah
2.1.2 Bahan
Tabel 2. Rekapitulasi data kebutuhan jumlah yang dibutuhkan
No
Jenis Bahan
Jumlah Kebutuhan
2ml x 8 kelompok
= 16 ml (untuk gliserol)
2ml x 8 kelompok
= 16 ml (untuk manik-manik)
Larfis 5 ml
5ml x 4 kelompok
= 20 ml ~ 50ml
Larfis 250 ml
Alginat 250 ml
7,5ml x 8 kelompok
Na alginat
4%
Air steril
196 ml
CaCl
2,5%
Suspensi untuk
manik-manik
Alkohol
Gliserol 2ml
= 60 ml ~ 100 ml
Khamir:
2ml suspensi x 2 tabung = 4ml suspensi x 8 kelompok
= 48ml ~ 50ml suspensi
-
Refrigerator
(kelompok)
Freezer
(kelompok)
Refrigerator
(kelompok)
Freezer
(kelompok)
Gliserol
1 dan 3
5 dan 7
2 dan 4
6 dan 8
Manikmanik
1 dan 3
5 dan 7
2 dan 4
6 dan 8
1 (larfis) dan 3
(gliserol)
5 (larfis)
dan 7
(gliserol)
2 (larfis) dan 4
(gliserol)
6 (larfis) dan 8
(gliserol)
Alginat
@2mli
Suspensi
@2-3ml
Suspensi
2-3ml
2,5ml
Suspensi
7,5ml Na-Alginat
Dipindahkan di syringe secara aseptis
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Hasil tertera pada lampiran
3.2 Pembahasan
Pengawetan kultur merupakan salah satu cara memperpanjang laju
pertumbuhan mikroba sehingga kulktur dapat disimpan dalam waktu yang cukup
lama. Pengawetan kultur pada umumnya dilakukan dengan imobilisasi kultur
yang dikombinasikan dengan pendinginan atau pembekuan. Pengawetan dengan
menggunakan kombinasi imobilisasi pendinginan dan pembekuan pada percobaan
ini dilakukan dilakukan terhadap kultur kapang ,khamir, dan bakteri.
3.2.1 Penyimpanan kultur dalam gliserol
Gliserol pada umumnya digunakan sebagai media dalam pengawetan atau
penyimpanan jangka pendek, jangka panjang atau sekedar sebagai media untuk
memindahkan mikroorganisme. Sebagai contoh dalam metode pembekuan
menggunakan nitrogen, media yang digunakan adalah 10 % (vol/vol) gliserol atau
5% (vol/vol) DMSO.
Gliserol dapat digunakan sebagai media karena gliserol dapat melindungi
aktivitas antimikroba dengan cara meningkatkan stabilitas struktur protein asli
dari mikroba sehingga dapat mencegah protein dari proses termal dan agregasi.
Selain itu gliserol dapat meningkatkan energi bebas dari kompleks yang
diaktifkan dan mengeser kesetimbangan energo tersebut. Gliserol ini dapat
menyerap air pada permukaan protein yang dapat mengakibatkan hidrasi yang
dapat melindungi protein dari kerusakan. Oleh karena itu giserol dapat
memperpanjang penyimpanan mikroorganisme.
Percobaan pertama yang dilakukan adalah penyimpanan kultur dalam gliserol
yng bisa dikatakan sebagai perlakuan pendahuluan. Pada perlakuan ini kultur
dimasukkan kedalam gliserol, dikocok kemudian disimpan. Gliserol ini berfungsi
sebagai cryoprotective agent yang dapat melindungi membran sel mikroba dari
kerusakan selama penyimpanan. Cryoprotective agent merupakan senyawa yang
dapat melakukan ikatan hidrogen dan dapat berionisasi, dimana dengan adanya
bahan pelindung dalam larutan dapat dapat menolong untuk mencegah injury sel
dengan menstabilkan kandungan membran sela selam prosedur pengawetan. Lalu
dilakukan uji viabilitas dengan menginokulasikannya pada media cair dengan
media NB untuk BAL, dan media PDB untuk khamir.
3.2.1 Penyimpanan kultur dalam imobilisasi manic-manik
Imobilisasi sel didefinisikan sebagai sel mikroorganisme yang secara fisik
ditempatkan dalam suatu ruang yang dapat menahan aktifitas katalitiknya serta
dapat digunakan berulang-ulang (Fardiaz, 1992). Sel tersebut dapat dalam
keadaan hidup, mati atau sela dalam masa pertumbuhan. Imobilisasi bisa dengan
menggumpalkan sel,mengisi sel atau menempelkan selnya pada bahan pendukung
sehingga dapat digunakan secara kontinyu. Imobilisasi dapat dilakukan dengan
beberapa metode yang dikategorikan menjadi tiga. Salah satunya adalah metode
penjeratan secara fisik namun tidak diikat secara kimiawi. Metode ini merupakan
metode yang paling umum digunakan. Dalam praktikum imobilisasi yang
dilakukan menggunakan metode penjeratan denga polimer manik-manik (polimer
nonorganik dan Na- alginat (polimer organik). Keuntungan menggunakan metode
ini adalah dapat dilakukan dalam kondisi ringan, tanpa menggunakan bahanbahan kimia yang dapat menginaktivasi enzim, dapat dibuat dengan mudah untuk
tujuan tertentu, sel-sel hidup dapat langsung dihitung dengan metode cawan untuk
pemeriksaan karakteristik sel-sel mikroba setelah imobil, dan cocok untuk
imobilisasi sel hidup. (chibata et al, 1983)
Imobilisasi dengan manik-manik dilakukan dengan menginokulasikan
suspensi mikroba kedalam tabung yang berisi manik-manik steril. Setelah dikocok
sisa cairan dibuang (dipipet secara aseptik). Pengocokan dilakukan supaya sel-sel
mikroba dalam suspensi dapat melekat dan terperangkap pada matriks manikmanik, baik bagian luar maupun bagian dalam. Sehingga sel-sel mikroba tidak
ikut terbuang saat cairan sisa kultur dikeluarkan. Kemudian manik-manik tersebut
disimpan pada kondisi dingin dan beku.
Penjeratan mikroba selain dilakukan pada manik-manik yang telah tersedia
juga dilakukan pada manik-manik sebagai polimer buatan. Diharapkan dengan
Na-alginat sel-sel mikroba dapat terjerat scara lattice. Keuntungan menggunakan
algina tadalah bersifat fleksibel (mampu menahan tekanan dari dalam), mudah
digunakan (karena tidak memerlukan pemanasan agar larut), dapat membentuk
gel pada suhu kamar sehingga kematian mikroba akibat pemanasan dapat
direduksi. Namun alginat memiliki kestabilan yang rendah, porositas yang tinggi,
dan bersifat biokompatibilitas (Smidsrod & skjak-braek,1990). Pada pecobaan ini
digunakan Na-alginat 5% dan 7%.
Setelah penyimpann pada suhu dingin dan beku semua kultur mikroba
diamati viabilitasnya dengan menginokulasikannya kedalam media PDB untuk
khamir dan media NB untuk BAL untuk selanjutnya diinokulasi.Hasil yang
diperoleh dari imobilisasi alginat yang disimpan di freezer hampir keseluruhannya
masih viable. Diketahui bahwa teknik pengawetan dengan suhu dingin ini
memiliki kelemahan yaitu beresiko tinggi terhadap kontaminasi dan terdapat
resiko kehilangan viabilitas kultur. Mungkin ini juga menjadi salah satu faktor
mengapa mikroba tidak viable.
3.2.4 Pengamatan hasil pengawetan kultur
Penyimpanan di suhu refrigerator dan suhu freezer
Hasil pengamatan dari uji viabilitas metode pengawetan kultur
BAB IV
SIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Metode pengawetan kultur aantara lain dengan cara opendinginan,
pembekuan, imobilisasi dan pengeringan kultur. Teknik pengawetan kultur dengan
imobilisasi ini kemudian dikombinasikan dengan pendinginan dan pembekuan.
Pada praktikum ini imobilisasi dilakukan dengan metode penjeratan pada polimer
manik-manik dan polimer alginat. Polimer-polimer tersebut digunakan sebagai
tempat terjerat dan melekatnya sel-sel mikroba. Dari data yang diperoleh pada
imobilisasi manik-manik secara keseluruhan masih viable yang ditandai adanya
kekeruhan sebagai hasil metabolit mikroba yang diawetkan. Sedangkan pada
imobilisasi alginat yang disimpan di freezer hanya satu yang tidak viable mungkin
karena terjadinya kontminasi. Sedangkan yang disimpan pada refrigerator tidak
ada yang masih viable mungkin terjadi karena suhu yang dibutuhkan oleh kultur
tidak sesuai sehingga pengawetan kulturnya menjagi gagal, kemudian teknik
pengawetan dengan suhu dingin ini juga memiliki kelemahan yaitu beresiko tinggi
terhadap kontaminasi dan terdapat resiko kehilangan viabilitas kultur. Mungkin ini
juga menjadi salah satu faktor mengapa mikroba tidak viable.
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Chibata, I., T.Tosa dan M. Fujirama. 1983. Immobilized Living Microbial Cells.
Annual Report on Fermentation Processes. Vol.6. Academic. Inc. London.
Fardiaz, S., 1992. Analisis Mikrobiologi Pangan. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Glicksman, M. 1982. Functional Properties of Hydrocolloids, in Food
Hydrocolloids. Vol.I (M. Glicksman, ed.), CRC Press, Boca Raton, FL,. pp.
47-99.
Smidsrod, o. Dan SkjakBraek, G. 1990. Alginate as Immobilization Matrix for
Cells. Trends in Biotechnology 8, 71-78.
LAMPIRAN