Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PATI, GULA DAN SUKROKIMIA

Oleh:
FEBI NURADINA
1710516220007

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU

2020
PENDAHULUAN

Latar belakang

Pati adalah karbohidrat yang terdiri atas amilosa dan amilopektin. Pati dapat
diperoleh dari biji-bijian, umbi-umbian, sayuran, maupun buah-buahan. Sumber
alami pati antara lain adalah jagung, labu, kentang, ubi jalar, pisang, barley, beras,
sagu, amaranth, ubi jalar, ganyong dan sorgum. Pemanfaatan pati masih sangat
terbatas kerena sifat fisik dan kimianya kurang sesuai untuk digunakan secara
komersial. Salah satu komoditi yang banyak mengandung pati adalah ubi kayu
dan berpotensi sebagai bahan pangan yang cukup baik dalam diversifikasi pangan
di Indonesia. Salah satu produk yang dihasilkan berbahan dasar pati ubi kayu
adalah tapioka (Koswara, 2009).
Pati yang sering digunakan dalam industri makanan dan farmasi ada dua
macam yaitu pati alami (native starch) dan pati termodifikasi. Pati dalam bentuk
alami (native starch) adalah pati yang belum mengalami perubahan sifat fisik dan
kimia atau diolah secara kimia-fisika. Pati ini banyak digunakan sebagai bahan
pengisi (filler) dan pengikat (binder) pada industri farmasi dan industri makanan,
walaupun demikian pati ini mempunyai keterbatasan. Pati alami menyebabkan
beberapa permasalahan yang berhubungan dengan retrogradasi, kestabilan rendah,
dan ketahanan pasta yang rendah. Untuk memperbaiki dan mensiasati
keterbatasan tersebut, maka dilakukan modifikasi pati baik secara fisik maupun
secara kimia (Fortuna et al., 2001).
Variasi sifat fungsional pati di dalam suatu spesies menyebabkan masalah
dalam pengolahan karena inkonsistensi bahan baku. Karakterisasi dan studi
kompratif sifat fungsional dan kimia pati dalam suatu varietas di perlukan untuk
memprediksi kesamaan dan perbedaan perilakunya pada tahap aplikasi. Aplikasi
pati dalam suatu produk dipengaruhi oleh kemampuannya untuk memebentuk
karakteristik produk akhir yang diinginkan. Perbedaan karakteristik fisikokimia
seperti bentuk granula, rasio amilosa/amilopektin, karakteristik molekuler pati dan
keberdaan komponen lain merupakan penyebab perbedaan sifat fungsional
(Copeland et al., 2009).
Pati merupakan komponen utama dalam ubi kayu. Pati merupakan
karbohidrat yang tersedia dalam jumlah besar sebagai makanan cadangan dalam
tanaman. Terdapat sebagai granula dalam platisda sel dan terpisah dari sitoplasma.
Pati yang terkandung dalam ubi kayu mencapai 64 sampai 72 % dari total
karbohidrat, sedangkan kandungan amilosa mencapai 17 sampai 20 % dari pati
tersebut (Wijayanti dan Kumalasari, 2011).
Tapioka atau pati ketela pohon merupakan hasil ekstraksi ubi kayu yang
telah mengalami proses ekstraksi sempurna dan dilanjutkan dengan proses
pengeringan. Tapioka ini mempunyai sifat-sifat yang sangat potensial untuk
dimanfaatkan dalam industri pangan antara lain sebagai pengental (thickener),
pengisi (filler), bahan pengikat (binder) dan sebagai bahan penstabil (stabilizer),
bahan pembentuk edible film serta dalam industri farmasi (Tri dan Agusto, 1990).
Tapioka diperoleh dengan proses pengendapan filtrat ubi kayu. Proses
pengolahan yang ada saat ini memiliki kelemahan yaitu proses pengolahan
tapioka masih dilakukan secara tradisional karena pada umumnya industri tapioka
yang ada di Indonesia adalah industri skala kecil dan menengah. Hal ini
menyebabkan mutu tapioka yang dihasilkan tidak seragam, baik dari bentuk fisik
maupun keamanan pangan tidak terjamin (Supraprti, 2005).

Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui proses ekstraksi pati
dari berbagai macam bahan, rendemen pati yang dihasilkan, kadar air, granula pati
dan mengetahui sifat fisik pati (warna, densitas kamba, densitas padat, kelarutan,
swelling water) serta sifat kimia dan fisikokimia pada pati.
METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 19 Februari – 11 Maret 2020


pukul 09.50 WITA sampai dengan selesai. Praktikum dilaksanakan di
Laboratorium Kimia dan Lingkungan Industri, Fakultas Pertanian, Universitas
Lambung Mangkurat, Banjarbaru.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah pisau, blender, baskom, saringan, ayakan


80 mesh, gelas beker, tabung reaksi, timbangan analitik, oven, mikroskop,
penangas air, cawan, sendok, termometer, pipet tetes, gelas ukur, pengaduk,
Bahan-bahan yang digunakan adalah air, ubi kayu, jagung pipilan, batang
sagu atau ubu jalar (masing-masing bahan sebanyak 1 kg), pati hasil praktikum
sebelumnya, aquades, tapioka komersial sebagai standar, gula, dan garam

Prosedur Kerja

Prosedur kerja pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut :


1. Ekstraksi Pati

Bahan yang telah disiapkan dikupas, dicuci dan diiris hingga ukurannya
menjadi kecil. Kemudian dihaluskan menggunakan blender atau parutan
dengan menambahkan air sebanyak 4 kali lebih banyak dibandingkan
dengan bahan yang telah dikecilkan tadi.

Diekstraksi bahan sebanyak 3 kali lalu diendapkan selama 6-24 jam .

Disaring dan dilakukan pencucian terhadap pati yang mengendap.


Pengendapan, penyaringan dan pencucian dilakukan sebanyak 3 kali.
Kemudian dibagi menjadi 2 bagian yang sama. Dicuci lagi untuk satu
bagian, dan satunya tidak dicuci.

Dikeringkan 2 bagian pati tersebut dalam oven selama 24 jam dengan


suhu 50°C. Selanjutnya pati digiling dan diayak.

Hasil
2. Kadar Air dan Sifat Fisik Pati
a. kadar air
Dikeringkan cawan aluminium dengan oven pada suhu 105°C selama 15
menit. Kemudian didinginkan dalam desikator selama 10 menit

Ditimbang sekitar 2,0 g beras atau tepung beras ke dalam cawan tersebut.
Kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105°C selama 6 jam.

Didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai beratnya konstan.

Hasil
b. Perbandingan warna
Ditimbang 10 gr pati dari masing-masing bahan.

Dibandingkan dengan standar tapioca komersial.

Hasil

c. Densitas kamba

Dimasukkan sampel ke dalam gelas ukur sampai volume tertentu tanpa


dipadatkan, kemudian ditimbang beratnya.

Dihitung dengan cara membagi berat sampel dengan volume ruang yang
ditempati dalam satuan gram /ml.

Hasil

d. Densitas padat

Dimasukkan sampel ke dalam gelas ukur sampai volume tertentu


dengan dipadatkan, kemudian berat ditimbang.

Dihitung dengan cara membagi berat sampel dengan volume ruang yang
ditempati dalam satuan gram /ml.

Hasil
e. Kelarutan (Solubility) dan Swelling Power
Disiapkan yaitu 0,5 g sampel dicampur dengan 50 ml aquades dalam
labu erlenmeyer 100 ml.

Ditempatkan sampel pada penangas air pada suhu 90 ̊C selama 2 jam


dengan pengadukan kontinyu.

Diambil 30 ml larutan yang jernih kemudian diletakkan pada cawan


petri dan oven bersuhu 100 ̊C hingga bobotnya tetap, kemudian
ditimbang dan dihitung kenaikan bobotnya.

Hasil

3. Granula Pati

Ditimbang masing-masing jenis pati sebanyak 3 gram, lalu dilarutkan


dalam 30 ml aquades.

Diaduk rata lalu larutan dibagi menjadi 3 bagian. Satu bagian


dipanaskan pada suhu 5 C selama 5 menit, satu bagian dipanaskan
sampai terjadi gelatinisasi, dan satu bagian lagi tanpa perlakuan.

Disiapkan mikroskop, sampel diambil secukupnya dengan pipet tetes


kemudian diletakkan pada kaca preparat lalu ditutup dengan kaca
penutup kemudian diamati dibawah mikroskop.

Hasil

4. Sifat Kimia dan Fisikokimia Pati

Dalam beker glass, suspensi pati dibuat sebanyak 50 ml, dengan


konsentrasi 10 % (5 g pati/ 50 ml) masing-masing dibuat 3 perlakuan
yaitu A) tanpa penambahan gula, B) dengan penambahan gula 5% (2,5
gr gula) dan C) penambahan garam 2% (1 gr garam).

A
A

Tiap-tiap suspensi pati dipanaskan diatas hot plate sambil dilakukan


pengadukan secara perlahan-lahan. Catat perubahan yang terjadi selama
pemanasan sampai mengental.

Diamati suhu pada saat mulai terjadi pemanasan sampai mulai mengental
dan jernih serta saat suhu gelatinisasi sempurna terjadi.

Dicatat waktu dan suhu mulai mengental dan waktu dan suhu ketika
semua suspensi pati telah mengental dan jernih.

Selanjutnya gel pati dipindahkan dalam gelas plastic bertutup (telah


diketahui beratnya) dan kemudian ditimbang.

Setelah dingin, dilakukan pengamatan terhadap sifat fisik gel yang


dihasilkan antara lain kekeruhan, ketegaran/ tekstur, kelengketan
(adhesivitas) gel.

Disimpan gel pati dalam kulkas selama 3 hari.

Dilakukan pengamatan setiap hari terhadap sifat fisik gel yang meliputi
retrogradasi dan sineresis. Retrogradasi dapat dilihat dari perubahan
tekstur gel, sedang sineresis diamati dengan keluarnya air dari gel
(setelah diamati air dibuang dan selanjunya dilakukan penimbangan gel).
Pengurangan berat merupakan jumlah air yang keluar dari gel (sineresis).

Hasil
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil yang diperoleh pada praktikum kali ini adalah:


Tabel 1. Karakteristik pati
Karakteristik Ubi Kayu 1 Ubi Kayu 2 Jagung 1 Jagung 2 Ubi Jalar 1 Ubi Jalar 2
Warna Putih Putih Kuning Kuning Putih Putih
kecoklatan keabuan
Rendemen 11 11,2 21,8 15,2 12,56 9,33
(%)
Kadar Air (%) 43,19 37,17 21,39 16,25 22,27 24,87
Densitas 0,25 0,304 0,366 0,232 0,282 0,262
Kamba
(g/mL)
Densitas 0,66 0,502 0,526 0,626 0,494 0,488
Padat
(g/mL)
Kelarutan (%) 5980 5931,03 2000 5723,33 5886,66 5489,28
Swelling - - - - - -
Power (%)

Tabel 2. Hasil Pengujian Skoring


Skoring
No. Jenis Sampel
Warna Aroma
1. Jagung 1 5 2
2. Jagung 2 5 2
3. Ubi Kayu 1 1 1
4. Ubi Kayu 2 1 1
5. Ubi Jalar 1 5 1
6. Ubi Jalar 2 5 5

Keterangan :
1 : Sama
2 : Agak sama
3 : Cukup sama
4 : Kurang sama
5 : Tidak sama
Tabel 3. Granula Pati
No. Sampel Gambar
1. Ubi kayu 1x pencucian tanpa
perlakuan

2. Ubi kayu 1x pencucian dengan


perlakuan suhu 50°C

3. Ubi kayu 1x pencucian dengan


perlakuan suhu gelatinisasi

4. Ubi kayu 2x pencucian tanpa


perlakuan

5. Ubi kayu 2x pencucian dengan


perlakuan suhu 50°C
6. Ubi kayu 2x pencucian dengan
perlakuan suhu gelatinisasi

7. Jagung 1x pencucian tanpa


perlakuan

8. Jagung 1x pencucian dengan


perlakuan suhu 50°C

9. Jagung 1x pencucian dengan


perlakuan suhu gelatinisasi

10. Jagung 2x pencucian tanpa


perlakuan
11. Jagung 2x pencucian dengan
perlakuan suhu 50°C

12. Jagung 2x pencucian dengan


perlakuan suhu gelatinisasi

13. Ubi jalar 1x pencucian tanpa


perlakuan

14. Ubi jalar 1x pencucian dengan


perlakuan suhu 50°C
15. Ubi jalar 1x pencucian dengan
perlakuan suhu gelatinisasi

16. Ubi jalar 2x pencucian tanpa


perlakuan

17. Ubi jalar 2x pencucian dengan


perlakuan suhu 50°C

18. Ubi jalar 2x pencucian dengan


perlakuan suhu gelatinisasi
a. Ubi kayu 1 kali pencucian
Tabel.4 Dipanaskan dengan hot plate
Suhu Suhu Semua
Suhu Awal
Sampel Mulai Waktu Suspensi Pati Waktu (s)
Pemanasan
Mengental Mengental & Jernih
P1A (Tanpa) 30oC 67oC 07:17 72oC 01:01
o o o
P1B (Gula) 32 C 68 C 07:52 72 C 01:48
P1C (Garam) 33oC 78oC 04:28 83oC 01:58

Tabel.5 Setelah didinginkan


Sifat Fisik Gel
Sampel
Kekeruhan Tekstur Kelengketan Gel
P1A (Tanpa) Bening Kekeruhan Padat Tidak terlalu lengket
P1B (Gula) Bening Kekeruhan Agak cair Agak lengket
P1C (Garam) Bening Kekeruhan Agak cair Lengket

Tabel.6 Retrogradasi (Penyimpanan selama 3 hari)


Hari Ke- Sampel Perubahan Tekstur Gel Warna Gel
P1A (Tanpa) Padat Putih keruh
1 P1B (Gula) Lembek Putih keruh
P1C (Garam) Sangat lembek Putih keruh
P1A (Tanpa) Lembek Putih keruh
2 P1B (Gula) Sangat lembek Putih keruh
P1C (Garam) Lembek, gel rusak (terpisah) Putih keruh
P1A (Tanpa) Lembek Putih keruh
3 P1B (Gula) Sangat lembek Putih keruh
P1C (Garam) Lembek, gel rusak (terpisah) Putih keruh

Tabel.7 Sineresis (Penyimpanan selama 3 Hari)


Jumlah Air yang
Hari Ke- Sampel Berat Gel Warna Air Warna Gel
Keluar dari Gel
P1A (Tanpa) 33,61 gr Tidak ada Tidak ada Putih keruh
1 P1B (Gula) 41,32 gr Tidak ada Tidak ada Putih keruh
P1C (Garam) 42,38 gr Tidak ada Tidak ada Putih keruh
P1A (Tanpa) 33,19 gr Tidak ada Tidak ada Putih keruh
2 P1B (Gula) 40,31 gr 2,1 ml Tidak ada Putih keruh
P1C (Garam) 41,22 gr Tidak ada Tidak ada Putih keruh
P1A (Tanpa) 33,41 gr Tidak ada Tidak ada Putih keruh
3 P1B (Gula) 40,14 gr Tidak ada Tidak ada Putih keruh
P1C (Garam) 41,13 gr Tidak ada Tidak ada Putih keruh
b. Ubi kayu 2 kali pencucian
Tabel.8 Dipanaskan dengan hot plate
Suhu Semua
Suhu Awal Suhu Mulai
Sampel Waktu Suspensi Pati Waktu
Pemanasan Mengental
Mengental & Jernih
P2A (Tanpa) 31oC 69oC 6:51 72oC 2:01
P2B (Gula) 31oC 65oC 7:00 o
72 C 2:29
P2C (Garam) 30oC 69oC 8:31 75oC 6:70

Tabel.9 Setelah didinginkan


Sifat Fisik Gel
Sampel
Kekeruhan Tekstur Kelengketan Gel
P2A (Tanpa) Bening kekeruhan Padat Lengket
P2B (Gula) Bening kekeruhan Padat Lengket
P2C (Garam) Bening kekeruhan Kental Lengket

Tabel.10 Retrogradasi (Penyimpanan selama 3 hari)


Hari Ke- Sampel Perubahan Tekstur Gel Warna Gel
P2A (Tanpa) Kenyal Putih
1 P2B (Gula) Kenyal Putih
P2C (Garam) Kenyal Putih
P2A (Tanpa) Kenyal Putih
2 P2B (Gula) Kenyal Putih
P2C (Garam) Kenyal Putih
P2A (Tanpa) Kenyal lembek Putih
3 P2B (Gula) Kenyal lembek Putih
P2C (Garam) Kenyal lembek Putih

Tabel.11 Sineresis (Penyimpanan selama 3 Hari)


Jumlah Air yang
Hari Ke- Sampel Berat Gel Warna Air Warna Gel
Keluar dari Gel
P2A (Tanpa) 44,5881 gr - - Putih
1 P2B (Gula) 47,6184 gr - - Putih
P2C (Garam) 44,2066 gr - - Putih
P2A (Tanpa) 44,4070 gr - - Putih
2 P2B (Gula) 47,2127 gr - - Putih
P2C (Garam) 44,1870 gr - - Putih
P2A (Tanpa) 43,7849 gr - - Putih
3 P2B (Gula) 46,8039 gr - - Putih
P2C (Garam) 43,6623 gr - - Putih
c. Ubi Jalar
Tabel.12 Dipanaskan dengan hot plate
Suhu Semua
Suhu Awal Suhu Mulai
Sampel Waktu Suspensi Pati Waktu
Pemanasan Mengental
Mengental & Jernih
P3A (Tanpa) 35oC 73oC 16:35 74oC 04:39
P3B (Gula) 32oC 72oC 11:50 71oC 02:23
P3C (Garam) 35oC 73oC 22:22 74oC 00:20

Tabel.13 Setelah didinginkan


Sifat Fisik Gel
Sampel
Kekeruhan Tekstur Kelengketan Gel
P3A (Tanpa) Keruh (Kekuningan) Kental Lengket
P3B (Gula) Keruh (Kekuningan) Kental Lengket
P3C (Garam) Keruh (Kekuningan) Kental Lengket

Tabel.14 Retrogradasi (Penyimpanan selama 3 hari)


Hari Ke- Sampel Perubahan Tekstur Gel Warna Gel
P3A (Tanpa) Agak Keras (Kenyal) Agak Putih
1 P3B (Gula) Agak Keras (Kenyal) Agak Putih
P3C (Garam) Agak Keras (Kenyal) Agak Putih
P3A (Tanpa) Kenyal Abu-abu
2 P3B (Gula) Kenyal Abu-abu
P3C (Garam) Kenyal Abu-abu
P3A (Tanpa) Kenyal Sedikit Kuning
3 P3B (Gula) Kenyal Sedikit Kuning
P3C (Garam) Kenyal Sedikit Kuning

Tabel.15 Sineresis (Penyimpanan selama 3 Hari)


Hari Jumlah Air yang
Sampel Berat Gel Warna Air Warna Gel
Ke- Keluar dari Gel
P3A (Tanpa) 40,88 gr 0,5 ml Keruh Agak Putih
1 P3B (Gula) 51,4 gr 0,8 ml Keruh Agak Putih
P3C (Garam) 43,11 gr 0,9 ml Keruh Agak Putih
P3A (Tanpa) 39,3 gr 2,5 ml Jernih Abu-abu
2 P3B (Gula) 47,13 gr 4,3 ml Jernih Abu-abu
P3C (Garam) 40,05 gr 0,8 ml Jernih Abu-abu
P3A (Tanpa) 37 gr 2 ml Jernih Sedikit
Kuning
P3B (Gula) 42 gr 1,3 ml Jernih Sedikit
3
Kuning
P3C (Garam) 39 gr 1,5 ml Jernih Sedikit
Kuning
Pembahasan

Indonesia memiliki hasil pertanian berupa umbi-umbian yang cukup tinggi,


diantaranya ubi kayu (singkong), jagung dan ubi jalar. Pemanfaatan hasil
pertanian ini di kalangan masyarakat digunakan sebagai sumber karbohidrat
dengan cara mengolahnya secara sederhana untuk dikonsumsi langsung. Dalam
industri pangan, komoditi ubi kayu (singkong), jagung, dan ubi jalar ini telah
diolah dengan teknologi lebih tinggi untuk meningkatkan nilai ekonomis dari hasil
pertanian ini.
Singkong, ubi jalar, dan jagung dalam industri pangan, dapat diolah menjadi
tepung atau patinya diekstrak untuk digunakan sebagai bahan pengisi, pengental,
dan pembuatan gel, pembentuk film dan sebagai agen penstabil makanan. Namun
pati alami yang berasal dari singkong, ubi jalar, dan jagung memiliki keterbatasan
fungsi karena sifat pati yang tidak tahan terhadap panas, kondisi asam dan tidak
tahan terhadap pengadukan sehingga fungsinya sebagai pengental atau pengisi
tidak akan maksimal.
Pati sudah banyak digunakan secara luas dalam berbagai bidang industri
selain industri makanan. Produk-produk pangan olahan yang dapat dihasilkan dari
pati antara lain beberapa produk kue, soun, sebagai bahan pengental produk
makanan, dan lain-lain. Prosedur atau cara kerja dalam ekstraksi pati dapat
dilakukan dengan dua cara, yakin ekstraksi cara basah dan ekstraksi cara kering.
Ekstraksi cara basah adalah pengambilan pati tanpa pengeringan bahan terlebih
dulu, tetapi langsung digiling dengan penambahan sejumlah air. Sedang ektraksi
caa kering adalah bahan dikeringkan lebih dulu dan dibuat tepung kemudian baru
diekstrak patinya dengan penambahan sejumlah air.
Ubi kayu atau singkong berasal dari Brazilia. Dalam sistematika tumbuhan,
ubi kayu termasuk ke dalam kelas Dicotyledoneae. Ubi kayu berada dalam famili
Euphorbiaceae yang mempunyai sekitar 7.200 spesies, beberapa diantaranya
adalah tanaman yang mempunyai nilai komersial, seperti karet (Hevea
brasiliensis), jarak (Ricinus comunis dan Jatropha curcas), umbi-umbian
(Manihot spp), dan tanaman hias (Euphorbia spp).
Ubi jalar atau ketela rambat atau “sweet potato” berasal dari Benua
Amerika. Para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi
jalar adalah Selandia Baru, Polinesia, dan Amerika bagian tengah. Nikolai
Ivanovich Vavilov, seorang ahli botani Soviet, memastikan daerah sentrum primer
asal tanaman ubi jalar adalah Amerika Tengah. Ubi jalar mulai menyebar ke
seluruh dunia, terutama negara-negara beriklim tropika pada abad ke-16. Orang-
orang Spanyol menyebarkan ubi jalar ke kawasan Asia, terutama Filipina, Jepang,
dan Indonesia.
Jagung (Zea mays ssp. mays) adalah salah satu tanaman pangan penghasil
karbohidrat yang terpenting di dunia, selain gandum dan padi. Bagian jagung yang
biasa dimakan manusia adalah bijiannya, baik masih muda ketika isinya belum
mengering maupun setelah tua dan mengering. Bijian kering dapat dihaluskan
menjadi tepung jagung (maizena). Maizena merupakan bahan untuk berbagai kue
dan penganan olahan serta untuk bahan baku pembuatan mie bihun. Tepung
jagung merupakan bahan makanan populer yang biasa digunakan sebagai bahan
pengental sup atau saus, dan digunakan untuk membuat sirup jagung dan pemanis
lainnya. Tepung jagung digunakan sebagai bahan pengental pada makanan
berbasis cairan (seperti sup). Tepung jagung dapat membentuk adonan ketika
dicampur dengan air dingin. Nugget ayam menggunakan tepung jagung untuk
meningkatkan penyerapan minyak dan kerenyahan ketika penggorengan. Tepung
jagung dapat diolah menjadi bioplastik. Tepung jagung juga digunakan sebagai
bahan anti lengket pada proses transportasi gula dan produk yang terbuat dari
lateks, seperti sarung tangan medis (Bilge dkk., 2004).
Proses ekstraksi pati diawali dengan pengupasan bahan baku pati lalu dicuci
sampai kotoran hilang. Pencucian harus diperhatikan dan harus dilakukan dengan
bersih karena pencucian yang tidak bersih akan mempengaruhi kandungan pati.
Semakin banyak zat pengotor yang terbawa pada proses pembuatan pati maka
kemurnian pati akan semakin rendah. Tahap setelah pencucian bahan baku pati
yaitu pemarutan. Tahap pemarutan yaitu tahap dimana proses penghancuran
bahan baku pati dilakukan. Pentingnya tahap ini yaitu untuk mengecilkan ukuran
dan memecah ukuran granula pati sehingga memudahkan tahap selanjutnya yaitu
ekstraksi. Tahap ekstraksi dilakukan untuk memisahkan ampas yang berupa serat-
serat dan kotoran. Pada tahap ini menghasilkan bubur pati, yang selanjutnya
dilakukan pengepresan dan penyaringan, maka akan terpisah antara ampas dan
suspensi pati. Suspensi pati diendapkan sehingga didapatkan endapan pati.
Endapan pati kemudian dikeringkan dengan oven dan digiling menggunakan
blender. Hasil penggilingan tersebut dinamakan pati.
Pada praktikum pertama dilakukan ekstraksi pati pada ubi kayu, jagung, dan
ubi jalar. Dapat diketahui bahwa rendemen paling tinggi dihasilkan oleh jagung 1
yaitu 21,8%, namun hal ini masih jauh dari standar rendemen pengolahan pati
jagung yaitu antara 60-70%. Sedangkan untuk rendemen ubi kayu menurut
Koswara (2009), untuk industri rumah tangga dapat menghasilkan rendemen 15–
25% dengan kadar air 18 %.
Pada praktikum kedua, uji kadar air pati dari Jagung 2 memiliki kadar air
paling rendah yaitu 16,25%. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat
penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur,
dan citarasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan
kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi
mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak,
sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 2002).
Pada uji densitas kamba, pati Jagung 2 memiliki nilai yang rendah yaitu
0,232 gr/mL. Densitas kamba merupakan sifat fisik bahan pangan berupa biji-
bijian dan tepung. Suatu bahan dinyatakan kamba jika densitas kambanya kecil.
Pengetahuan tentang densitas kamba diperlukan terutama dalam kebutuhan ruang
baik dalam pengemasan, penyimpanan maupun pengangkutan. Parameter densitas
kamba ini banyak digunakan untuk mengkarakterisasi wadah untuk produk
pangan terutama produk sejenis tepung-tepungan. Nilai densitas kamba yang
besar menunjukkan bahwa untuk satuan berat yang sama pati akan membutuhkan
ruang yang kecil dalam penyimpanannya. Pada uji densitas padat, pati ubi kayu 1
memiliki nilai densitas padat yang tinggi yaitu 0,66 gr/mL. Densitas padat adalah
pengukuran setiap massa per satuan volumenya. Semakin tinggi densitas suatu
benda, maka semakin besar pula massa setiap volumenya. Pada uji kelarutan,
jagung 1 memiliki nilai kelarutan yang tinggi yaitu 2000%. Hasil yang didapat
kemungkinan terdapat kesalahan dalam pengukuran sehingga kurang akurat
Kelarutan merupakan berat pati yang terlarut dan dapat diukur dengan cara
mengeringkan dan menimbang sejumlah larutan supernatan. Semakin tinggi nilai
kelarutan bahan menunjukkan bahwa bahan tersebut semakin mudah larut dalam
air. Pada uji tidak berhasil karena pehitungan yang didapat tidak akurat. Swelling
power merupakan kenaikan volume dan berat maksimum pati selama mengalami
pengembangan di dalam air. Swelling power menunjukkan kemampuan pati untuk
mengembang dalam air. Swelling power yang tinggi berarti semakin tinggi pula
kemampuan pati mengembang dalam air.
Pada praktikum ketiga yaitu membahas granula pati. Dalam bentuk aslinya,
pati merupakan butir-butir kecil yang disebut granula pati. Granula pati
mempunyai ukuran, bentuk, keseragaman dan bentuk hilum yang khas dan
berbeda-beda tergantung dari jenis patinya, sehingga dapat digunakan untuk
identifikasi jenis pati. Dalam granula, campuran dari molekul struktur linear dan
bercabang, tersusun secara radial dalam sel yang konsentrik dan membentuk
cincin dan lamella. Terbentuknya lamella dalam pati, diduga sebagai akibat dari
adanya pelapisan molekul pada granula, sedangkan hilum merupakan titik dari
mulai berkembangnya granula. Granula pati tersusun oleh tiga komponen utama
yaitu amilosa, amilopektin dan bahan antara yang merupakan komponen minor
berupa lemak dan protein. Secara umum granula pati biji-bijian mengandung
bahan antara yang lebih banyak bila dibandingkan dengan granula pati umbi-
umbian dan umbi batang. Dari uji mikroskop yang dilakukan dapat diketahui
bahwa pada semua pati yang tanpa perlakuan jika dilihat dengan mikroskop
bentuk granulanya masih terlihat jelas. Pada pati yang diberi perlakuan suhu 50 oC
dapat dilihat granula patinya mengembang. Sedangkan pada pati yang
tergelatinisasi dapat dilihat granula pati mengembang dan pecah.
Pada praktikum keempat yaitu membahas sifat kimia dan fisikokimia pati.
Dapat diketahui pada ubi kayu 1 pada saat pemanasan pati mulai mengental pada
suhu 67-78oC dan mulai tergelatinisasi pada suhu 71-83oC. Pati berwarna bening
kekeruhan dengan tekstur padat dan agak cair. Pati dengan penambahan gula dan
garam menjadi agak lengket dan lengket. Perubahan tekstur gel retrogradasi
semakin hari semakin lembek terutama pada pati yang ditambahkan garam gelnya
terpisah. Pada uji sineresis tidak didapat air yang keluar namun beratnya semakin
berkurang.
Pada pati ubi kayu 2 dapat diketahui pati mulai mengental pada suhu 65-
69oC dan mulai tergelatinisasi pada suhu 72-75oC. Pati berwarna bening
kekeruhan dengan tekstur padat dan lengket. Perubahan tekstur gel retrogradasi
semakin hari semakin lembek pada pati yang ditambahkan garam. Pada uji
sineresis tidak didapat air yang keluar namun beratnya semakin berkurang.
Pada pati ubi jalar diketahui pati mulai mengental pada suhu 72-73oC dan
mulai tergelatinisasi pada suhu 71-74oC. Pati berwarna kuning keruh dengan
tekstur kental dan lengket. Tidak ada perubahan tekstur gel retrogradasi. Pati pada
hari pertama berwarna agak putih, pada hari kedua berwarna abu-abu, dan pada
hari ketiga berwarna agak kuning. Pada uji sineresis air yang keluar setiap hari
bertambah namun berat gelnya semakin berkurang.
Granula pati tidak larut dalam air dingin tetapi akan mengambang dalam air
panas. Apabila suspense pati dipanaskan sampai suhu 60-70oC granula pati yang
berukuran relative besar akan membengkak sangan cepat. Jika suhu pemanasan
terus meningkat, granula yang lebih kecil ikut membengkak hingga seluruh
granula pati membengkak secara maksimal. Jika pati dipanaskan dengan air, maka
pati akan mengalami peningkatan kelarutan yang diikuti oleh peningkatan
viskositas dan pada akhirnya akan membentuk pasta. Fenomena ini dikenal
dengan istilah gelatinisasi pati. Jika pemanasan dilanjutkan selama jangka waktu
tertentu kemudian didinginkan, maka perubahan viskositas pati akan membentuk
profil yang berbeda-beda, tergantung pada jenis pati.
Suhu gelatinisasi untuk pati asli merupakan kisaran temperatur, semakin
besar kisaran suhunya sangat dipengaruhi oleh ikatan granula yang bervariasi
sesuai dengan jenis pati. Kisaran suhu gelatinisasi pati jagung 70-89 oC, kentang
57-87 oC, gandum 50-86 oC, tapioka 68-92 oC, Corn waxy 68-90 oC (Smith, 1982
dalam Swinkels, 1985).
Sineresis adalah keluarnya cairan dari gel pati yang dipotong atau disimpan
lama. Pada pati yang dipanaskan dan telah dingin kembali sebagian air masih
berada di bagian luar granula yang membengkak. Peristiwa sineresis pada pati
yang dipanaskan dan telah dingin kembali terdapat sebagian air masih berada di
bagian luar granula yang membengkak. Air ini mengadakan ikatan yang erat
dengan molekul-molekul pati pada permukaan butir-butir pati yang membengkak.
Sebagian air pada pasta yang telah masak tersebut berada dalam rongga-rongga
jaringan yang terbentuk dari butir pati dan endapan amilosa. Bila gel dipotong
dengan pisau atau disimpan untuk beberapa hari, air tersebut dapat keluar dari
bahan, peristiwa ini disebut sineresis.
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil pada praktikum kali ini adalah:


1. Pati adalah karbohidrat yang terdiri atas amilosa dan amilopektin.
2. Kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan
khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan
pangan.
3. Densitas kamba merupakan sifat fisik bahan pangan berupa biji-bijian dan
tepung. Suatu bahan dinyatakan kamba jika densitas kambanya kecil.
4. Densitas padat adalah pengukuran setiap massa per satuan volumenya.
Semakin tinggi densitas suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap
volumenya.
5. Kelarutan merupakan berat pati yang terlarut dan dapat diukur dengan cara
mengeringkan dan menimbang sejumlah larutan supernatan. Semakin tinggi
nilai kelarutan bahan menunjukkan bahwa bahan tersebut semakin mudah
larut dalam air.
6. Swelling power menunjukkan kemampuan pati untuk mengembang dalam
air. Swelling power yang tinggi berarti semakin tinggi pula kemampuan pati
mengembang dalam air.
7. Granula pati jika suhu pemanasannya terus meningkat, granula yang lebih
kecil ikut membengkak hingga seluruh granula pati membengkak secara
maksimal.
8. Sineresis adalah keluarnya cairan dari gel pati yang dipotong atau disimpan
lama.

Saran

Sebaiknya pada saat praktikum hasil perhitungan dihitung dengan teliti


sehingga hasil lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA

Bilge Altunaker; Sepil Sahin; Gulum Sumnu (2004). "Functionality of batters


containing different starch types for deep-fat frying of chicken
nuggets". European Food Research and Technology. 218 (4): 318–322.
Copeland L, Blazek J, Salman H, Tang MC. 2009. Form and functionality of
starch. Food Hydrocolloids 23:1527-1534.
Fortuna T., Juszczak L., and Palasiński M. 2001. Properties of Corn and Wheat
Starch Phosphates Obtained from Granules Segregated According to Their
Size, EJPAU, Vol. 4.
Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi Modifikasi Pati. Ebook Pangan. Universitas
Muhamadiyah Semarang. Semarang.
Smith. 1982. Introduction to Fish Physiology. Publication Inc., England.

Suprapti, L. 2005. Teknologi Pengolahan Pangan Tepung Tapioka dan


Pemanfaatannya. PT Gramedia Pustaka. Jakarta.
Tri, R. dan Agusto, W.M. 1990. Tepung Tapioka (Perbaikan). Subang: BPTTG
Puslitbang Fisika Terapan- LIPI, Hal. 10-13.
Wijayanti, F. dan R. Kumalasari. 2011. Analisa Biaya Beras Jagung Instan
Berserat Sebagai Upaya Diversifikasi Pangan Pokok. Buku Program:
Seminar Nasional Sains dan Teknologi IV, November 2011. Universitas
Lampung, 4: 7-12.

Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai