Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

MIKROBIOLOGI SAYURAN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Mikrobiologi Pangan
Dosen Pengampu : Agustina Senjayani, M.Si

Disusun oleh :
Kelompok 4 (4P3)
Alisa Sandrina Ramadhani (11190920000044)
Aldira Larasati (11190920000046)
Aini Fakhirah Khalda (11190920000062)
Robby Muhammad Zein (11190920000116)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sayuran merupakan bahan pangan yang mutunya tidak konsisten dengan tingkat
kontaminan yang cukup tinggi (Tambunan, 2014). Kotaminasi mikroba dapat terjadi pada
sayuran selama proses produksi hingga penanganan pasca panen. Mikroba dalam sayuran
dapat berasal dari tanan, air, ataupun lingkungan sekitar lainnya seperti alat panen atau
pengangkunan dan penyimpanan. Cemaran mikroba dalam jumlah yang cukup tinggi
membuat sayuran tidak aman untuk dikonsumsi. Syarat mutu cemaran mikroba yang
terdapat dalam SNI untuk produk hortikultura mencakup total mikroba, bakteri koliform, E.
coli, Salmonella, S. aureus, Vibrio sp., C. perfringens, kapang dan kamir yang terkandung
didalamnya (Tambunan, 2014).
Kerusakan sayuran segar dapat disebabkan oleh keberadaan nutrisi yang dibutuhkan oleh
mikroba dalam sayuran. Mikroba dapat masuk ke dalam sayuran melalui pori-pori atau
bagian sayuran yang telah terpotong. Kelembaban dan suhu yang tinggi pun mendukung
pertumbuhan mikroba yang mengakibatkan kebusukan pada sayuran. Sayuran yang
mengalami pembusukan akan mengalami perubahan warna menjadi pucat atau menghitam,
tekstur dapat menjadi lembek/berair atau mengering, rasa dan aroma menjadi asam dan tidak
sedap.
Oleh karena itu, dalam praktikum ini akan diamati bagaimana perubahan kerusakan
sayuran dalam beberapa hari baik yang disimpan dalam suhu ruang maupun suhu rendah
(dalam lemari pendingin).
1.2. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk empelajari kerusakan mikrobiologis pada sayuran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2014) mendefinisikan sayur sebagai daun-daunan,
tumbuh-tumbuhan polong atau bijian dan sebagainya yang dapat dimasak. Sayuran
merupakan bahan pangan yang sangat memberi manfaat bagi tubuh, terutama untuk
mendukung kebutuhan akan vitamin (Budiyono, 2004). Sayuran memiliki nutrisi yang
cukup untuk pertumbuhan mikroba seperti kapang, kamir, ataupun bakteri.
Mikroba merupakan makhluk hidup yang dapat tumbuh pada lingkungan yang sesuai
dengan pertumbuhannya. Mikroba yang bersifat pathogen dapat menyebabkan bahaya yang
tergolong dalam bahaya mikrobiologis (Rahayu dkk, 2012).
2.2 Penurunan Mutu Pangan
Secara umum, beberapa masalah keamanan pangan di Indonesia, antara lain sebagai
berikut: (a) Standar keamanan dan mutu pangan rendah; (b) Standar keamanan dan mutu
pangan rendah; (c) Laporan penyakit kurang (banyak penyakit akibat kontaminasi yang
tidak terdaftar); (d) Pengetahuan, kemampuan, responsibilitas produsen rendah; (e)
Kewaspadangan konsumen terhadap pangan yang dikonsumsinya cenderung rendah
(Rahayu dkk, 2012).
Herawati (2008) menyatakan, terdapat 6 faktor yang mengakibatkan terjadinya
penurunan mutu pada produk pangan, yaitu massa oksigen, uap air, cahaya,
mikroorganisme, kompresi atau bantingan, bahan kimia toksik atau off flavour. Faktor-faktor
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya penurunan mutu lebih lanjut, seperti oksidasi lipida,
kerusakan vitamin, kerusakan protein, perubahan bau, rekasi pencoklatan, perubahan unsur
organoleptic, dan kemungkinan terbentuknya racun.
2.3 Kerusakan Mikrobiologis pada Sayuran
Berdasarkan Rahayu dkk (2012), kadar air dari sayuran yang tinggi serta jumlah lemak
dan karbohidrat yang sedikit menandakan bahwa air tersebut terdapat dalam bentuk yang
bebas sehingga dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba perusak. Contoh kerusakan
oleh mikroba terdapat pada sayuran yang terkena busuk lunak atau soft rots akibat aktivitas
enzim protopektinase, timbulnya bintik-bintik atau noda, dan sayuran yang mengalami
busuk asam (sour rot). Berikut merupakan mikroba yang menyebabkan kerusakan
mikrobiologis pada sayuran:
a. Busuk lunak (Soft Rots): Erwinia carotovora, Pseudomonas (P.fluorescens dan
P.marginalis), Bacillus, dan Clostridium.
b. Penyakit bintik-bintik atau noda: Botrytis cinerea (bintik abu-abu), Penicillium (bintik
biru), Trichothecium roseum (bintik merah), Cadosporium dan Trichoderma (bintik
hijau).
c. Busuk asam (Sour Rot): Geotrichum candidum.
BAB III
METODOLOGI
3.1. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sarung tangan, alat ukur
(penggaris/meteran/timbangan), wadah, alat pencatat/perekam. Sarung tangan dipakai oleh
setiap praktikum untuk mengambil sayuran yang ingin diteliti. Timbangan/penggaris
diperlukan untuk mengukur berat atau tingkat setelah kerusakan sayuran. Wadah berfungsi
sebagai alas ketika menimbang atau mengukur sayuran. Hasil pengukuran berat dicatat
dengan alat pencatat sedangkan alat perekam berfungsi untuk bukti dengan adanya hasil
yang sudah diteliti dengan media seperti ponsel, kamera dan lainnya.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu berbagai jenis sayuran yang mengalami
kerusakan mikrobiologis pada sayuran baik yang disimpan dalam suhu ruang maupun dalam
alat pendingin, diamati tingkat kerusakan pada hari pertama (H1) dan tiga hari setelahnya
(H1+3).
3.2. Waktu Pelaksanaan
Praktikum dilaksanakan selama tiga hari dalam satu minggu, yakni sebagai berikut:
Hari, Tanggal Kegiatan
Rabu, 24 Maret 2021 Pengukuran kerusakan sayuran Hari ke-1
Sabtu, 27 Maret 2021 Pengukuran kerusakan sayuran Hari ke-4
3.3. Prosedur kerja
1) Gunakan sarung tangan untuk mengambil sayuran
2) Siapkan sayuran (baik yang disimpan di suhu ruang maupun di lemari pendingin)
3) Amati, identifikasi dan rekam data jenis kerusakan dan tingkat kerusakan awal (warna,
tekstur, aroma, kesegaran), perkirakan tingkat kerusakan per luas atau berat (cm²/gr) pada
jenis sayuran yang diamati. Simpan kembali ke tempat penyimpanan awal (suhu ruang,
lemari pendingin)
4) Amati perubahan yang terjadi pada H1+3, identifikasi dan rekam data perubahan.
5) Kumpulkan data dalam satu kelompok, analisis hasilnya
6) Lengkapi dengan kajian literatur kandungan nutrisi dan jenis mikroba perusak
7) Simpulkan dan sajikan rekomendasi berdasarkan hasil temuan praktikum kelompok
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengamatan
Berdasarkan pengamatan yang kami lakukan pada H1 dan H4 dalam waktu satu minggu,
kami memperoleh hasil sebagai berikut :
 Data Pengamatan Hari Ke-1
Ukuran daerah
Ukuran
Bahan pangan yang mengalami Tingkat kerusakan
keseluruhan
kebusukan
Tekstur lembek,
sudah terlihat tidak
Tomat (suhu 5 cm
3 cm segar, kulit
ruang) (diameter)
mengkeriput, tidak
Alisa ada aroma apapun.
Sandrina R. Kering dan keras,
terdapat bercak
Wortel (lemari
4 cm 9 cm hitam di beberapa
pendingin)
bagian, tidak ada
aroma apapun.
Warna menggelap,
tekstur kering, aroma
Cabai (suhu ruang) 4 cm 10,5 cm
masih sama,
Aini Fakhirah kesegaran menurun.
K. Warna memucat,
Cabai (lemari tekstur kering, aroma
3 cm 10 cm
pendingin) masih sama,
kesegaran menurun.
Produk mulai layu,
terdapat bercak
Kubis (suhu ruang) 15 gram -
kecoklatan pada
ujung-ujung.
Aldira
Larasati Produk mulai layu,
Pakcoy (lemari daun berlubang di
8 gram - beberapa tempat,
pendingin)
terdapat bintik atau
noda berwarna
kuning.
Sebagian warna
timun menggelap,
Timun (suhu
6,5 cm 14,8 cm bau mulai tidak
ruang)
sedap, serta tekstur
Robby M. timun mulai lembek
Zein Sebagian warna
timun juga
Timun (lemari
11,5 cm 14 cm menggelap, aroma
pendingin)
timun masih sama,
kesegaran menurun.

 Data Pengamatan Hari Ke-4


Ukuran daerah
Ukuran
Bahan pangan yang mengalami Tingkat kerusakan
keseluruhan
kebusukan
Tekstur semakin
lembek, kulit
Tomat (suhu 5 cm
4 cm mengkeriput, mulai
ruang) (diameter)
tercium aroma tidak
sedap.
Alisa Kering dan keras,
Sandrina R. terdapat bercak
hitam di beberapa
Wortel (lemari
4 cm 9 cm bagian, tidak ada
pendingin)
aroma apapun (tidak
ada perubahan sejak
hari pertama).
Sebagian warna
menghitam, tekstur
Cabai (suhu ruang) 9,5 cm 10,5 cm semakin kering,
aroma mulai asam,
Aini Fakhirah
sudah tidak segar.
K.
Sebagian warna
Cabai (lemari memucat, tekstur
4 cm 10 cm
pendingin) semakin kering,
aroma mulai asam,
sudah tidak segar.
Produk
menunjukkan tanda-
tanda layu dengan
tekstur sedikit
Kubis (suhu ruang) 7 gram - lembek, bercak
kecoklatan semakin
terlihat terutama
pada ujung batang
Aldira kubis.
Larasati Produk
menunjukkan tanda-
tanda semakin
kering dan layu,
Pakcoy (lemari
7 gram - daun berlubang dan
pendingin)
bintik atau noda
berwarna kuning
masih ada namun
tidak bertambah.
Warna timun hampir
keseluruhan sudah
Timun (suhu menggelap, tekstur
8 cm 14,8 cm
ruang) melembek, aroma
tidak sedap pada
Robby M. timun.
Zein Warna juga semakin
menggelap, tekstur
Timun (lemari sudah mulai
12,9 cm 14 cm
pendingin) melembek, aroma
tidak sedap, keadaan
sudah tidak segar.

4.2. Pembahasan
a) Sayuran berlubang karena telat digigit oleh ulat. Sayur yang berlubang akan lebih mudah
membusuk karena sudah terkontaminasi oleh bakteri atau kuman yang berasal dari tubuh
ulat yang memakannya.
b) Sayuran menjadi kering dan layu karena kehilangan kadar air akibat kelembabannya yang
berkurang selama diletakkan didalam kulkas. Selain membuat layu, kehilangan kadar air
juga menyebabkan warna sayur menguning.
c) Kubis memiliki masa simpan yang singkat dan cepat mengalami penurunan mutu. Bercak
coklat timbul akibat terlalu lama disimpan pada suhu ruangan (4 hari) dan terkena paparan
sinar matahari langsung.akibatnya, terjadi penurunan mutu kubis yang ditandai dengan
terjadinya penurunan bobot dan kesegaran.
d) Kerusakan yang terjadi pada pakcoy yang disimpan dalam kondisi suhu rendah terjadi
karena jaringan penyusunnya menjadi lemah, hal ini disebabkan oleh proses metabolisme
yang tidak berjalan normal. Kerusakan terjadi akibat proses fisik dan biokimia dalam sel
yang mengalami gangguan fungsi sehingga mengakibatkan permukaan pakcoy luka dan
rentan mengalami pembusukkan. Alternaria spp. merupakan salah satu jenis patogen yang
tumbuh pada jaringan yang rusak dan akan menyerang jaringan yang sudah lemah pada
suhu rendah.
e) Suhu ruangan yang cukup tinggi membantu bakteri busuk lunak untuk dapat berkembang
di dalam kubis. Bagian yang terinfeksi bakteri busuk lunak akan berwarna coklat, melunak
dan mengeluarkan bau yang khas.
f) Suhu penyimpanan yang panas membuat penurunan pH semakin cepat selama
penyimpanan, sedangkan suhu penyimpanan yang dingin membuat penurunan pH semakin
lambat selama penyimpanan. Hal ini disebabkan temperatur tinggi meningkatkan laju
penurunan pH selama penyimpanan, begitupun sebaliknya. Penurunan pH selama
penyimpanan disebabkan karena aktivitas mikroba yang menggunakan zat-zat gizi untuk
kebutuhan energinya dan hasil sampingan zat-zat gizi ini diubah menjadi asam organik
sehingga menyebabkan penurunan pH. Penurunan pH selama penyimpanan disebabkan
oleh perubahan natrium benzoat menjadi asam benzoat dan juga aktivitas bakteri asam
laktat (Rahmi dkk, 2016).
g) Tinggi rendahnya kadar air juga memengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada bahan
pangan, misalnya pada tomat, yang merupakan salah satu bahan pangan dengan kandungan
air yang cukup banyak. Semakin banyak air yang diserap, maka akan meningkatkan water
activity (Aw)-nya, dan bahan pangan jadi lebih mudah dirusak oleh mikroorganisme.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dijabarkan dari waktu yang sudah ditentukan
yaitu H1dan H4, dapat disimpulkan bahwa beragam kerusakan sayuran adanya akibat
sayuran tersebut sudah digigit oleh ulat sehingga sayuran berlubang dan mudah membusuk
karena sudah terkontaminasi oleh bakteri atau kuman yang berasal dari tubuh ulat yang
memakannya, dan ada pula faktor yang menyebabkan kerusakan pada sayuran akibat
kehilangan kadar air akibat kelembabannya yang berkurang selama diletakkan didalam
kulkas, serta suhu ruangan yang cukup tinggi membantu bakteri busuk lunak untuk dapat
berkembang di dalam sayuran. Bagian yang terinfeksi bakteri busuk lunak akan berwarna
coklat, melunak dan mengeluarkan bau yang khas.

5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka terdapat beberapa saran untuk mengurangi atau
mencegah terjadinya kerusakan mikrobiologis pada sayuran, diantaranya yaitu:

1. Untuk memperlama daya simpan perlu dilakukan pencegahan kerusakan mikrobiologis


dengan menghindari kerusakan mekanis dan menjaga kebersihan ditempat penyimpanan

2. Dalam penanganan pasca panen, sisa-sisa hasil panen sebelumnya di tempat


penyimpanan bisa jadi media patogen yang menjadi sumber inokulum. Untuk
mengurangi terjadinya infeksi pada hasil tanaman baru, sisa sisa tersebut harus
dibersihkan sebelum tempat penyimpanan digunakan kembali. Untuk mencegah
kontaminasi bisa dilakukan pencucian dan penyelupan fungisida dengan konsentrasi
rendah.
LAMPIRAN

 Aini Fakhirah Khalda


Hari ke-1

Hari ke-4

 Alisa Sandrina Ramadhani


Hari ke-1

Hari ke-4
 Aldira Larasati
Hari ke-1

Hari ke-4

 Robby Muhammad Zein


Hari ke-1

Hari ke-4
DAFTAR PUSTAKA
Budiyono, Moch. Agus Krisno. 2004. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang.

Departemen Pendidikan Nasional. 2014. Kamus Besar Bahasa Indonesia Cetakan ke Delapan
Belas Edisi IV. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Herawati, H. 2008. Penentuan Umur Simpan Pada Produk Pangan. Prosiding Jurnal Litbang
Pertanian. Hlm. 124 – 130.

Rahayu, W. P., C. C. Nurwitri. 2012. Mikrobiologi Pangan. PT Penerbit IPB Press. Bogor.

Rahmi, dkk. 2016. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Terhadap Karakteristik Produk
Cabai Merah Giling. Fakultas Pertanian, Universitas Jambi.

Tambunan, Rolina Zahhara. 2014. Kontaminasi mikroba pada sayuran. Diakses pada 29 Maret
2021 melalui https://www.slideshare.net/rolinazahharatambunan/tugas-1-mikrobiologi-
keamanan-pangan.

Anda mungkin juga menyukai