Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI BAHAN MAKANAN

PEMBUATAN SAYUR-SAYURAN KERING

Disusun oleh :

Malino Putra Pratama (14521057)

Ferdiana Anindityas S (15521072)

Panji Harry S (15521169)

Intan Indira O (15521209)

Wahyu Aldino (15521218)

Nastiti Octaviani (15521239)

Endah Saraswati (15521241)

Deviana Hayuningtyas (15521253)

Aditya Abdurrahman K (15521261)


Pembuatan Sayur-Sayuran Kering

I. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui proses pengolahan buah dan sayuran kering.
2. Mengetahui pengaruh perlakuan blanching dalam pengeringan terhadap mutu sayur-
sayuran kering.
3. Mengetahui pengaruh perendaman terhadap mutu sayuran kering.

II. DASAR TEORI

Sayuran merupakan salah satu sumber pro-vitamin A dan vitamin C, sumber


kalsium serta zat besi, sedikit kalori dan elemen mikro. Karena sifat dan kandungan
gizinya, sayuran digolongkan sebagai bahan pangan yang mudah rusak atau busuk
(perishable). Usaha penanganan pascapanen sayuran harus dilakukan secara hati-hati
untuk menekan kehilangan (loss) mutu dan di Indonesia kehilangan atau susut kualitas
dan kuantitas sayuran mencapai 25-40% (Muchtadi dalam Sinaga dan Histifarina,
2000).

Pascapanen merupakan salah satu kegiatan penting dalam menunjang


keberhasilan agribisnis. Meskipun hasil panennya melimpah dan baik, tanpa
penanganan pasca panen yang benar maka resiko kerusakan dan menurunnya mutu
produk akan sangat besar. Produk hortikultura bersifat mudah rusak, mudah busuk dan
tidak tahan lama. Hal ini menyebabkan pemasarannya sangat terbatas dalam waktu
maupun jangkauan pasarnya sehingga butuh penanganan pascapanen yang baik dan
benar (Setiadi, 2008).

Dengan sifatnya yang tidak tahan lama dan mudah rusak, maka dilakukan upaya
untuk memperpanjang daya simpannya, dengan meminimalkan kerusakan mutu yang
mungkin terjadi selama proses pengolahan. Salah satu cara adalah melalui teknologi
pengeringan. Metode ini mempunyai beberapa keuntungan yaitu memperkecil sayuran
yang bersifat voluminous (bulky) sehingga mempermudah pengangkutan, proses
pengeringan relatif mudah dan bernilai tinggi. Dalam penanganan pascapanen sayuran
diperlukan teknologi pengeringan yang mampu mempertahankan atau meminimalkan
perubahan kandungan nutrisi, vitamin, aroma, rasa dan sifat rehidrasi yang baik
(Agustinisari, 2004).

Pengeringan merupakan salah satu jenis pengawetan makanan tertua dan


keberadaannya sangat penting dalam setiap aspek pada pemrosesan pangan.
Pengeringan bahan-bahan alam yang peka terhadap suhu seperti buah-buahan dan
sayur-sayuran serta kandungan gizi didalamnya, membutuhkan metode khusus untuk
mencegah produk pangan tersebut terdegradasi oleh suhu, reaksi oksidasi, maupun
reaksi pencoklatan enzimatik.

Dasar proses pengeringan yaitu terjadinya penguapan air ke udara dari bahan
yang dikeringkan. Penguapan dilakukan dengan menurunkan kelembaban udara dalam
ruangan dan mengalirkan udara panas ke sekeliling bahan, sehingga kandungan uap air
bahan lebih besar dari tekanan uap air udara. Perbedaan tekanan menyebabkan
terjadinya uap air dari bahan ke udara.

Dalam proses pengeringan menurut Gaman dan Sherrington dalam Fitriani


(2008), hal yang paling penting adalah suhu yang digunakan tidak terlalu tinggi, karena
akan menyebabkan perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki. Jika suhu yang
digunakan terlalu tinggi akan menyebabkan case hardening yaitu suatu keadaan dimana
bagian luar bahan menjadi keriput dan keras, sedangkan air terperangkap di dalamnya.
Air ini tidak bisa menerobos bahan dengan proses difusi secara normal.

Menurut Winarno dkk (1980), pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu pengeringan secara alami dengan sinar matahari dan pengeringan buatan dengan
alat pengering seperti oven. Lamanya waktu pengeringan bervariasi dan tergantung
pada jenis makanan, besarnya potongan dan tipe pengering.

Pada umumnya pengelolaan untuk maksud pengawetan dilakukan lebih intensif


bila dibandingkan dengan pemasakan biasa, sehingga kehilangan nutrisi, perubahan
tekstur maupun perubahan warna dapat dihindari. Pemanasan pada suhu tertentu
(blansing) dapat menjadi alternatif perlakuan dalam upaya mengurangi penurunan gizi,
sifat fisik dan sifat sensori dari produk sayuran kering. Perlakuan pendahuluan sebelum
pengeringan yang umum dilakukan adalah blanching (Sebayang, 2005). Blanching
merupakan proses pemanasan bahan pangan dengan menggunakan uap air dengan suhu
tinggi dalam waktu yang singkat.
Kecukupan blansing ditentukan oleh hilangnya aktivitas katalase dan peroksidase,
karena enzim-enzim secara universal terdapat dalam sayuran dan bersifat tahan panas.
Peroksidase mempunyai kemampuan untuk reaktivasi setelah blansing (nyata setelah 24
jam), karena itu sebaiknya blansing dilakukan pada suhu yang lebih tinggi atau waktu
yang lebih lama dari hasil penetapan inaktivasi katalase dan peroksidase.

Selain menginaktivasi enzim, blanching juga ditujukan untuk menghilangkan


udara dari jaringan sayuran atau buah-buahan, mengurangi jumlah mikroba,
memudahkan pengisian karena bahan menjadi lunak, serta mencegah perkembangan
baud an warna yang tidak dikehendaki selama pengeringan dan penyimpanan (Susanto
dan Yunianta, 1987). Udara yang keluar dari jaringan sayuran atau buah-buahan akan
membuat pergerakan air tidak terhambat sehingga proses pengeringan menjadi cepat.

III. ALAT DAN BAHAN

1. Alat
a. Pisau
b. Talenan
c. Sendok
d. Baskom
e. Loyang
f. Cabinet dryer
g. Timbangan Bahan
2. Bahan
a. Bunga kol
b. Cabai
c. Air
d. Garam

IV. CARA KERJA


1. Bahan (cabai dan bunga kol) ditimbang 200 g, disortasi dan dicuci hingga bersih
kemudian dipotong-potong.
2. Bunga kol yang hendak dikeringkan diberi perlakuan :
a. direndam air biasa (I)
b. direndam air garam (II)

3. Bunga kol yang sudah direndam di-steam blancing.


4. Lakukan perlakuan yang sama untuk cabai, yaitu dipotong dan diberi perlakuan:
a. di-blanching (III)
b. tidak di-blanching (IV)
5. Bahan (cabai dan bunga kol) kemudian dikeringkan menggunakan cabinet dryer
hingga kering.

V. HASIL PENGAMATAN

Kelompok I : Brokoli tidak direndam dengan air garam + steam blancing

Kelompok II : Brokoli menggunakan air rendaman garam + steam blancing

Kelompok III : Cabai tidak menggunakan air garam + steam blancing

Kelompok IV : Cabai direndam menggunakan air garam + tidak di steam-blancing

Warna Aroma Tekstur

1. Tidak cerah 1. Tidak kuat 1. Tidak kering


2. Sedikit cerah 2. Sedikit kuat 2. Sedikit kering
3. Agak cerah 3. Agak kuat 3. Agak kering
4. Cerah 4. Kuat 4. Kering
5. Sangat cerah 5. Sangat kuat 5. Sangat kering

Rasa
Uji Pengamatan Hari ke – 0
Organoleptik I II III IV 1. Sangat tidak suka
Warna 2 3 3 2
Aroma 2 3 3 4 2. Tidak suka
Rasa 3 4 2 3 3. Agak suka
Tekstur 1 1 2 3
Total 8 11 10 12 4. Suka
Rata-rata 2 2,75 2,5 3 5. Sangat suka
Uji Pengamatan Hari ke – 2
Organoleptik I II III IV
Warna 2 1 3 2
Aroma 1 1 4 3
Rasa 1 1 3 3
Tekstur 1 1 2 3
Total 5 4 12 11
Rata-rata 1,25 1 3 2,75

Uji Pengamatan Hari ke – 4


Organoleptik I II III IV
Warna 1 2 1 1
Aroma 2 1 2 3
Rasa 1 1 2 3
Tekstur 3 2 3 2
Total 7 6 8 9
Rata-rata 1,75 1,5 2 2,25

VI. PEMBAHASAN

Sayuran kering merupakan salah satu produk hasil olahan sayur-sayuran segar.
Produk ini mempunyai prospek yang baik untuk produksi dalam maupun luar negri
karena sayuran kering umur simpannya lebih lama, biaya angkut lebih murah serta
mudah untuk digunakan. Selain itu di daerah yang jauh dari sentra produksi sayuran,
produk sayuran kering dapat menjadi salah satu alternatif pemenuhan kebutuhan akan
sayur-sayuran.

Pada praktikum pengolahan sayuran kering ini bahan yang digunakan adalah
cabai merah dan bunga kol. Menurut Hartuti dan Sinaga (1997), cabai merah
(Capsicum annuum L.) termasuk salah satu komoditi sayuran yang mempunyai nilai
ekonomi yang cukup tinggi karena peranannya yang cukup besar untuk memenuhi
kebutuhan domestik sebagai komoditi ekspor dan industri pangan maupun industri
obat-obatan. Setelah dipanen, cabai masih mengalami proses kehidupan yaitu proses
pernafasan yang secara alami tidak dihentikan, serta mudah mengalami perubahan
mertabolisme karena kandungan airnya yang tinggi, sehingga tidak dapat lama
disimpan dalam bentuk segar. Sementara bunga kol merupakan sayuran yang memiliki
begitu banyak kandungan nutrisi seperti vitamin (C, B1, B2, B3, B6), folat, mineral
(kalsium, magnesium, fosfor), dan juga mengandung serat serta gula alami lebih rendah
(Anonim, 2013).

Cabai dan bunga kol yang akan dikeringkan awalnya disortasi kemudian dicuci
hingga bersih dan ditimbang beratnya sesuai dengan keinginan. Sortasi bahan biasanya
dilakukan untuk mengeliminasi produk yang luka, busuk atau cacat sebelum
penanganan berikutnya. Memisahkan produk busuk akan menghindarkan penyebaran
infeksi ke produk lainnya. Sementara pembersihan dengan pencucian bertujuan untuk
menghilangkan kotoran seperti debu, insekta atau residu penyemprotan yang dilakukan
sebelum panen (Utama, 2001).

Bahan yang sudah bersih selanjutnya dipotong. Pemotongan bahan bertujuan


untuk memperluas permukaan bahan sehingga proses pengeringan sayuran akan lebih
cepat dan bagian sayuran yang kering merata pada seluruh bagian produk. Setelah
bahan dipotong, untuk bunga kol diberi dua jenis perlakuan berbeda, yaitu direndam
dengan larutan air garam dan direndam dengan air biasa. Garam memberikan sejumlah
pengaruh bila ditambahkan pada jaringan tumbuh-tumbuhan yang masih segar.
Pertama-tama, garam akan berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme
pencemar tertentu. Mikroorganisme pembusuk atau proteolitik dan juga pembentuk
spora adalah mikroorganisme yang paling mudah terpengaruh walau dengan kadar
garam yang rendah sekalipun (yaitu sampai 6%) (Buckle, dkk, 1987). Selain itu,
perendaman dengan air biasa maupun air garam juga dapat meminimalkan bahan
melakukan kontak langsung dengan udara sehingga dapat meminimalkan terjadinya
pencoklatan (browning).

Proses selanjutnya bunga kol di-steam blanching, sementara untuk cabai merah
diberi dua jenis perlakuan berbeda, yaitu cabai merah blanching dan cabai merah yang
tidak di-blanching. Tujuan blansir adalah untuk mempercepat waktu pengeringan,
mencegah perubahan warna (browning) dan memperpanjang daya simpan. Selain itu,
pada cabai juga dapat mencegah warna kusam dan permukaan yang keriput akibat
proses pengeringan (Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian, 2009). Setelah tahap
blansir, bahan-bahan tersebut kemudian dimasukkan kedalam cabinet dryer untuk
dikeringkan.

Penilaian sifat sensoris produk sayuran kering dalam praktikum ini menggunakan
parameter warna, aroma dan tekstur. Peranan warna dalam mutu bahan pangan
sangatlah penting, karena umunya konsumen atau pembeli sebelum mempertimbangkan
nilai gizi dan rasa, pertama-tama akan tertarik oleh keadaan warna bahan yang terlihat.
Bila warna bahan makanan kurang cocok dengan selera atau menyimpang dari bahan
normal, bahan makanan tersebut tidak akan dipilih oleh konsumen walaupun rasa, nilai
gizi dan faktor-faktor lainnya normal (I Gusti, 1996). Berdasarkan data pengamatan,
pada hari ke-0, produk yang memiliki kualitas paling baik untuk kategori bunga kol
adalah kelompok-II dengan perlakuan direndam air garam dan di steam blancing,
dengan score total 11 dengan rata-rata 2,75. Sedangkan untuk kategori cabai, produk
yang memiliki kualitas baik yaitu kelompok-IV dengan perlakuan direndam
menggunakan air garam dan tidak di steam blancing.

Untuk hari ke-2, produk yang memiliki kualitas paling baik untuk kategori bunga
kol adalah kelompok-I dengan perlakuan tidak direndam air garam dan di steam
blancing dengan score total 5 dan rata-rata 1,25. Sedangkan untuk kategori cabai,
produk yang memiliki kualitas baik yaitu kelompok-III dengan perlakuan tidak di
rendam air garam dan di steam blancing dengan score total 12 dan rata-rata 3.

Untuk hari ke-4, produk yang memiliki kualitas paling baik untuk kategori bunga
kol adalah kelompok-I dengan perlakuan tidak direndam air garam dan di steam
blancing dengan score total 7 dan rata-rata 1,75. Sedangkan untuk kategori cabai,
produk yang memiliki kualitas baik yaitu kelompok-IV dengan perlakuan direndam air
garam tetapi tidak di steam blancing, dengan score total 9 dan rata-rata 2,25.
VII. KESIMPULAN

1. Buah dan sayuran kering merupakan salah satu produk olahan buah dan sayur segar
yang melalui proses pengeringan untuk maksud pengawetan dengan cara menguapkan
air dari bahan pangan serta dapat diberi perlakuan pendahuluan berupa perendaman
dan blanching
2. Blanching dapat mempengaruhi mutu sayuran kering, yaitu berpengaruh pada warna,
aroma dan tekstur sayuran kering
3. Perendaman dapat mempengaruhi mutu sayuran kering, yaitu berpengaruh pada
warna, aroma dan tekstur sayuran kering
DAFTAR PUSTAKA

Agustinisari, Iceu, Widaningrum dan Ridwan Rachmat. 2004. Mutu Bayam (Amaranthus
tricolor L) Hasil Pengeringan Teknologi Far Infra Red (FIR) Selama Penyimpanan.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Inovatif Pascapanen untuk Pengembangan
Industri Berbasis Pertanian. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen
Pertanian.

Anonim. 2013. http://www.tipscaramanfaat.com/kandungan-gizi-dan-manfaat-bunga-kol-


untuk-kesehatan-405.html. Diakses pada tanggal 27 Mei 2018.

Asgar, A. dan D. Musaddad. 2006. Optimalisasi Cara, Suhu, dan Lama Blansing Sebelum
Pengeringan pada Wortel. Jurnal Hortikultura 16(3): 245-252.

Buckle, et al. 1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian. 2009. Standar Prosedur Operasional (SPO)


Pengolahan Cabe. Departemen Pertanian, Jakarta.

Estiasih, Teti dan Kgs Ahmadi. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi Aksara, Malang.

Fitriani, Shanty. 2008. Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan terhadap Beberapa Mutu
Manisan Belimbing Wuluh (Avverhoa bilimbi L.) Kering. J. Sagu 7(1):32-37

Hartuti, Nur dan R.M. Sinaga. 1997. Pengeringan Cabai. Balai Besar Penelitian Tanaman
Sayuran, Bandung.

Histifarina, Dian dan R.M. Sinaga. 1996. Pengaruh Perendaman dan Suhu Pengeringan
terhadap Mutu Tepung Bawang Putih (Allium sativum L.). Prosiding Seminar Ilmiah
Nasional Komoditas Sayuran.

I Gusti, N. A. 1996. Pigmen Pada Pengolahan Buah dan Sayur (Kajian Pustaka). Majalah
Ilmiah Teknologi Pertanian Vol 2(1): 57-59.
Luh, B.S. dan M.C. Lorenzo. 1988. Freezing of Vegetables. Di dalam Luh, B.S. dan J.G.
Woodroof (eds.). 1988. Commercial Vegetable Processing, 2nd ed. An AVI Book, Van
Nostrand Reinhold, New York.

Santosa, B.A.S, Narta dan D.S. Damardjati. 1998. Pembuatan Brondong dari Berbagai Jenis
Beras. Agritech. Majalah Ilmu dan Teknologi Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, UGM. 18(1):24-28.

Sinaga R.M. dan D. Histifarina. 2000. Peningkatan Mutu Bawang Putih Irisan Kering dengan
Prosedur Perendaman dalam Natrium Bisulfit. J. Hort (4):307-313.

Susanto dan Yunianta. 1987. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Pertanian. Universitas
Brawijaya, Malang.

Utama, I Made S. 2001. Makalah “Penanganan Pascapanen Buah dan Sayuran Segar”.
Dibawakan pada “Forum Konsultasi Teknologi” Dinas Pertanian Tanaman Pangan
Provinsi Bali tanggal 21 November 2001.

Winarno, dkk. 1980. Pengantar Teknologi Pertanian. PT. Gramedia, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai