1.1 Pendahuluan
Bahan Pangan setelah dipanen secara fisiologis masih
hidup dan proses ini berlangsung terus sampai terjadi
pembusukan. Dilakukan pengawetan dengan suhu rendah
maupun suhu tinggi bertujuan untuk memperlambat proses
pembusukan.
Pendinginan
dan
pembekuan
adalah
proses
proses
kerusakan
fisiologis,
kerusakan
enzimatis
maupun
terganggu
keseimbangan
metabolismenya.
Proses
Sehingga
penyimpanan
suhu
rendah
dapat
pendinginan
dan
pembekuan
tidak
mampu
pemasakan,
pemanggangan.
Yang
penggorengan,
dimaksud
dengan
maupun
pengawetan
sterilisasi,
pasteurisasi
dan
blansing.
Lamanya
untuk
mematikan
mikroba
yang
terdapat
di
dan
mengetahui
suhu
rendah
pengaruhnya
pada
bahan
terhadap
pangan
proses
untuk
pengawetan
pangan.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk
mengertahui
proses
pengolahan
pangan
dengan
paling umum yang dapat disesuaikan baik untuk penyangraian secara batch
maupun continuous yaitu berupa drum horizontal yang dapat berputar
(Ciptadi dan Nasution, 1985).
2.3.3 Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah suatau proses pemanasan yang dilakukan pada suhu
krang dari 100C, tetapi dengan waktu yang bervariasi dari beberapa detik
sampai beberapa menit tergantung pada tingginya suhu yang digunakan.
Makin tinggi suhu pasteurisasi, makin singkat watu yang dibutuhkan untuk
pemanasannya. Tujuan utama dari proses pasteurisasi adalah untuk
menginaktifkan sel-sel vegetative mikroba pathogen, mikroba pembentuk
toksin maupun mikroba pembusuk. Pemanasan dalam proses pasteurisasi
dapat dilakukan dengan menggunakan uap air, air panas atau udara panas.
Tinggi suhu dan lamanya waktu pemanasan yang dibutuhkan
Dalam proses pasteurisasi tergantung dari ketahanan mikroba terhadap
panas. Namun perlu diperhatikan juga sensivitas bahan pangan yang
bersangkutan terhadap panas. Pada prinsipnya, pasteurisasi memadukan
antara suhu dan lamanya waktu pemanasan yang terbaik untuk suatu bahan
pangan. Pasteurisasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu metode 1) Low
Temperature Long atau disingkat LTLT dan 2) High Temperature Short Time
yang disingkat HTST. Metode LTLT dilakukan pada suhu 62,8C selama 30
menit, sedangkan HTST dilakukan pada suhu 71,7C selama 15 detik
(Koeswardhani, 2006).
2.3.4 Sterilisasi
Sterilisasi merupakan salah satu cara pengolahan bahan pangan yang
bersifat mengawetkan. Sterilisasi juga merupakan istilah untuk setiap proses
yang menghasilkan kondisi steril dalam bahan pangan. Jadi, sterilisasi adalah
cara atau langkah atau usaha yang dilakukan untuk membunuh semua
mikroba yang dapat hidup dalam bahan pangan (Koeswardhani,
2006).
Dalam proses sterilisasi, semakin rendah suhu yang digunakan maka
semakin lama waktu yang dibutuhkan. Namun, waktu pemanasan yang cukup
lama, lebih-lebih pada suhu tinggi, akan berakibat menurunnya nilai gizi.
Sterilisasi tersebut dikenal dengan istilah Ultra High Temperature atau
disingkat UHT, yaitu pemanasan yang dilakukan pada suhu sekitar 135C140C selama 6 - 10 detik atau 140C-150C selama 2 - 4 detik
(Koeswardhani, 2006).
2.4 Teknik enrobing pada produk pangan
Fellows (1990) menyatakan coating dan enrobing adalah kegiatan
setelah proses yang dilakukan dengan menyalut makanan dengan edible
coating. Menurut Krochta (1992) edible coating adalah lapisan tipis yang
terbuat dari bahan yang dapat dimakan, serta dapat berfungsi sebagai penahan
(barrier) perpindahan massa (seperti kelembaban, oksigen, lemak, dan
larutan), atau sebagai pembawa bahan makanan dan tambahan (aditif) juga
untuk meningkatkan kemudahan penanganan makanan. Sedangkan menurut
Gennadios dan Weller (1990), edible coating merupakan lapisan tipis yang
dapat dimakan, yang digunakan pada makanan dengan cara Pembungkusan,
pencelupan, dan penyikatan agar terjadi penahan (barrier) yang selektif untuk
menghambat perpindahan gas, uap air, dan bahan terlarut, sekaligus
memberikan perlindungan mekanis.
Asideu (1989) mengungkapkan produk coating dan enrobing dapat
diubah sesuai yang dikehendaki karena dapat melindungi dari kerusakan
mekanis. Keanekaragaman penyalut yang digunakan untuk memberikan suatu
bahan appearance yang berbeda dari penampilan sebelumnya, yaitu berupa
gloss dan color dapat menjadi keunggulan dari produk itu sendiri. Setelah
mengalami coating dan enrobing, bahan makanan biasanya akan mengikuti
ingredient yang dibawa oleh penyalutnya. Ketebalan dari coating dan
enrobing ditentukan oleh viskositas bahan. Semakin tinggi viskositas bahan
akan semakin tebal bumbu yang menyelimuti bahan makanan (Warsito,
2003). Proses coating dan enrobing menghasilkan perubahan pada warna,
rasa, tekstur, dan juga flavor. Menurut Deman (1989) warna penting bagi
banyak makanan. Warna memberikan petunjuk mengenai perubahan kimia
pada makanan, seperti reaksi browning.
Timnbangan analitik
Wajan
Kompor gas
Panci
Beaker glass
Stopwatch
Autoklaf
Termometer
3.1.2 Bahan
Kacang tanah
Pisang
Susu segar
Jus jambu
Nanas
Bayam
Telur ayam
Baskom sendok
Botol
Lemari es
Gelas plastik
Refrigenator
Freezer
plastik
Tissue
Wortel
Kubis
Minyak goreng
Tepung terigu
Gula
Garam
air
3.2.1 Penggorengan
Sampel
Pengamatan
(warna, rasa, tekstru dan aroma)
Penggorengan (5 menit)
Penirisan
Penimbangan
Pengamatan
3.2.2 Penyangraian
Sampel
Penimbangan
Penyangraian (5 menit)
Penirisan
Penimbangan
Pengamatan
(warna, tekstur, aroma, rasa)
3.2.3 Enrobing
Sampel
Penimbangan
Bahan coating
Sampel 1
Sampel 2
Penggorengan
(5 menit)
Penggorengan
(5 menit)
Penirisan
Penggorengan
(warna, aroma, tekstur, rasa)
3.2.4 Pasteurisasi
Sampel 200 ml
Pengamatan
Pengamatan
(warna, aroma, kekentalan, rasa)
3.2.5 Sterilisasi
Pengamatan
BAB V PEMBAHASAN
5.1.1 Penggorengan
Dalam perlakuan penggorengan disiapkan alat dan bahan yang
Sampel yang digunakan berupa susu segar dan jus buah jambu masingmasing sebanyak 100 ml. Sampel yang telah diukur menggunakan gelas ukur
dimasukkan kedalam gelas beker, kemudian diamati warna, aroma dan
kekentalannya. Setelah itu, susu maupun jus buah yang telah diamati,
disterilisasi dengan suhu 121C selama 15-20 menit. Perlakuan sterilisasi ini
dilakukan menggunakan autoklaf. Bahan tersebut dilakukan sterilisasi yang
bertujuan untuk membunuh semua mikroba yang dapat hidup dalam bahan
pangan sehingga umur simpan bahan pangan menjadi lebih lama. Setelah
sterilisasi selesai, diamati kembali warna, aroma, kekentalan dan rasanya.
5.2.1 Penggorengan
fisik dan berat kacang antara sebelum dan sesudah dilakukan penggorengan.
Warna kacang yang sebelumnya adalah coklat menjadi lebih tua setelah
dilakukan penggorengan. Tekstur kacang yang sebelumnya lunak menjadi
lebih keras. Rasa menjadi lebih pahit setelah dilakukan penggorengan, dan
aroma kacang menjadi gosong.
berbagai akibat, antara lain: rasa gurih pada bahan pangan bertambah karena
ada minyak yang berikatan dengan bahan pangan serta warna pada bahan
mengalami perubahan karena terjadi perubahan komponen kompleks menjadi
komponen lebih sederhana yang berwarna hitam atau gelap, flavor bahan
pangan berubah.Perubahan yang terjadi pada kacang sesuai dengan literatur
yang ada. Terdapat reaksi antara kacang dengan bahan lain yang digunakan
seperti minyak ataupun karena pengaruh panas saat perlakuan penggorengan.
Sehingga kacang mengalami perubahan.
mengalami penggorengan.
setelah dilakukan penggorengan berat kacang menjadi 19 gram. Hal itu dapat
diakibatkan karena pada saat penggorengan air yang ada pada bahan menguap
sehingga kacang mengalami penyusutan berat. Penggorengan menyebabkan
kehilangan air sekitar 5% dan kehilangan lemak yang cukup besar, tergantung
metode pemasakan (Abustam dan Ali, 2004).
5.2.2 Penyangraian
fisik dan berat kacang antara sebelum dan sesudah dilakukan penyangraian.
Warna kacang yang sebelumnya adalah coklat muda menjadi lebih tua setelah
dilakukan penyangraian. Hal ini terjadi karena terdapat proses browning
akibat panas pada proses penyangraian. Tekstur kacang yang sebelumnya
lunak menjadi lebih keras dan renyah. Rasa menjadi lebih manis namun agak
pahit setelah dilakukan penyangraian. Perubahan rasa terjadi akibat
penguapan komponen volatil yang terdapat kacang tanah karena reaksi panas
saat penyangraian. Volatil merupakan komponen yang mempengaruhi rasa
pada bahn pangan. dan aroma kacang menjadi agak gosong.
saat
penyangraian
terjadi
penguapan
air
akibat
sesuai
hasil
pengamatan,
berat
kacang
tidak
a.Enrobing
b.Tanpa Enrobing
Time
(HTST).
Metode
LTLT
menggunakan
suhu
a.Susu
jenis
pakan,
jumlah
lemak,
bahan
padat
dan
bahan
Bila
lemak
diambil
dari
susu
maka
susu
akan
mineral
lainnya.
(Buckle
et
al,1987)
kegiatan
lipase
pada
lemak
susu,
sebab-sebab
LTLT
rasa
susu
segar
hilang
pada
perlakuan
menjadi bau yang tidak sedap. Hal ini dipengaruhi oleh sifat
lemak air susu yang mudah menyerap bau disekitarnya.
Demikian juga bahan pakan ternak sapi dapat merubah
aroma air susu. Tetapi pada hasil pengamatan kali ini aroma
tidak mengalami perubahan.
b. Jus Jambu
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikun dan hasil pengamatan dapat di
6.2 Saran
1. Alat-alat praktikum yang ada di laboratorium lebih
DAFTAR PUSTAKA
UHT
Skripsi.Bogor:
Merek
Real
Departemen
Good
Ilmu
di
Kota
Sosial
Bogor.
Ekonomi
Tjitrosoepomo,G.2000.Morfologi
Tumbuhan.Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.