Anda di halaman 1dari 15

PENGAWETAN SUHU RENDAH DAN PENGARUHNYA

TERHADAP NILAI GIZI dan MUTU PANGAN

Disusun Oleh:
PUTRI ALIFIA MAULIDINA
P07131118082

KELAS B

PROGRAM STUDI DIV GIZI

POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

2018/ 2019
2
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pengawetan adalah cara yang digunakan untuk membuat bahan pangan memiliki daya
simpan yang lama dan mempertahankan sifat-sifat fisik dan kimia makanan.Dalam
pengawetan bahan pangan harus diperhatikan jenis bahan pangan yang diawetkan,keadaan
bahan pangan,cara pengawetan.

   Salah satu pengawetan yang akan kita bahas pada makalah saat ini adalah pengawetan
dengan suhu rendah. Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau
menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah
dan sayuran tetap berlangsung setelah panen, sampai buah dan sayuran itu membusuk; dan
pertumbuhan bakteri di bawah suhu 1000C akan semakin lambat dengan semakin rendahnya
suhu. Proses metabolisme sendiri terganggu apabila terjadi perubahan suhu. Sehingga
penyimpanan suhu rendah dapat memperpanjang masa hidup jaringan-jaringan dalam bahan
pangan karena penurunan aktivitas respirasi dan aktivitas mikroorganisme. Lambatnya
pertumbuhan mikroba pada suhu yang lebih rendah ini menjadi dasar dari proses
pendinginan dan pembekuan dalam pengawetan pangan. Proses pendinginan dan
pembekuan tidak mampu membunuh semua mikroba, sehingga pada saat dicairkan kembali
(thawing), sel mikroba yang tahan terhadap suhu rendah akan mulai aktif kembali dan dapat
menimbulkan masalah kebusukan pada bahan pangan yang bersangkutan.

Metode ini sering digunakan sebagai alternatif pengawetan karena bahan pangan tidak
akan kehilangan nutrisi yang terkandung di dalamnya, selain itu rasa dan tekstur dari bahan
pangan yang diawetkan dengan cara ini. Selain itu sifat fisik dan sifat kimia dari bahan
pangan tidak akan berubah seperti pengawetan yang dilakukan melalui proses kimia atau
fermentasi.

Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan makanan tidak dapat menyebabkan


kematian mikroba sehingga bila bahan pangan dikeluarkan dari tempat penyimpanan dan
dibiarkan mencair kembali (thawing) pertumbuhan mikroba pembusuk dapat berjalan
dengan cepat.

3
B. RUMUSAN MASALAH
1.    Bagaimana pengaruh pendinginan dan pembekuan terhadap nilai gizi pangan
(Protein, Lemak, Vitamin, Enzim) ?
2.    Bagaimana pengaruh pendinginan dan pembekuan terhadap mutu pangan (Mutu
sensorik, Mutu Mikroorganisme)?
3.    Apa saja produk-produk pangan hasil pendinginan dan pembekuan dilihat dari
kelompok bahan makanan, serta pengaruh pendinginan atau pembekuan terhadap
nilai gizi dan mutu ?
4.    Bagaimana pengemasan yang baik dan benar setelah pengawetan untuk setiap
golongan bahan makanan ?

C. TUJUAN

1.    Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pendinginan dan pembekuan terhadap


nilai gizi pangan.
2.    Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pendinginan dan pembekuan terhadap
mutu pangan.
3.    Untuk mengetahui apa saja produk-produk pangan hasil pendinginan dan
pembekuan dilihat dari kelompok bahan makanan, serta pengaruh pendinginan
atau pembekuan terhadap nilai gizi dan mutu.
4.    Untuk mengetahui bagaimana pengemasan yang baik dan benar setelah
pengawetan untuk setiap golongan bahan makanan.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengaruh Pendinginan dan Pembekuan Terhadap Nilai Gizi Pangan

1. Pengaruh Pembekuan terhadap Protein

Oleh karena pembekuan hanya menyebabkan sedikit perubahan nilai gizi protein,
maka dimungkinkan untuk mendenaturasi protein dengan perlakukan demikian. Hal ini
dapat dilihat dalam proses pendadihan bahan-bahan yang berprotein terutama selama
pembekuan dan pencairan yang berulang-ulang. Walaupun nilai biologis protein yang
mengalami denaturasi, sebagai bahan pangan manusia, tidak banyak berbeda dengan
protein asli, kenampakan dan kualitas bahan pangan tersebut mungkin akan berubah sama
sekali karena perlakuan-perlakuan yang demikian. Selama penyimpanan beku jika
seandainya enzim tidak diinaktifkan, proteolisis mungkin terjadi di dalam jaringan hewan.

2. Pengaruh Pembekuan terhadap Lemak

Deteriorasi oksidatif lemak dan minyak bukanlah hal yang asing lagi pada bahan
pangan. Lemak dalam jaringan ikan cenderung lebih cepat menjadi tengik daripada lemak
dalam jaringan hewan. Pada suhu –10o C ketengikan yang berkembang dalam jaringan
berlemak yang beku sangat berkurang. Lemak yang tengik cenderung mempunyai nilai gizi
yang lebih rendah daripada lemak yang segar. Untuk mencegah proses tersebut maka
proses pembekuan merupakan pencegahan yang sangat baik hampir pada semua makanan
berlemak.

3. Pengaruh Pembekuan terhadap Vitamin

Kehilangan vitamin-vitamin berlangsung terus sepanjang pelaksanaan pengolahan,


misalnya selama blansing dan pencucian, pemotongan dan penggilingan. Terkenanya
jaringan-jaringan oleh udara akan menyebabkan hilangnya vitamin C karena oksidasi.
Umumnya kehilangan vitamin C terjadi bilamana jaringan dirusak dan terkena udara.
Selama penyimpanan dalam keadaan beku kehilangan vitamin C akan berlangsung terus.
Makin tinggi suhu suhu penyimpanan makin besar terjadinya kerusakan zat gizi. Dalam
bahan pangan beku kehilangan yang lebih besar dijumpai terutama pada vitamin C
daripada vitamin yang lain. Blansing untuk menginaktifkan enzim adalah penting untuk
melindungi tidak hanya vitamin-vitamin akan tetapi juga kualitas bahan pangan beku pada
umumnya. Secara komersial sudah lama dilakukan penambahan asam askorbat pada buah-
buahan sebelum pembekuan guna melindungi kualitas. Vitamin B1 peka peka terhadap
panas dan rusak sebagian selama blansing untuk menginaktifkan enzim. Kehilangan lebih

5
lanjut tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit selama penyimpanan beku pada suhu dibawah
nol pada buah-buahan, sayuran, daging, dan unggas. Selama preparasi untuk pembekuan
kandungan vitamin B2 dalam bahan pangan menjadi berkurang, akan tetapi selama
penyimpanan beku kerusakan zat gizi hanya sedikit atau tidak rusak sama sekali. Vitamin-
vitamin yang larut dalam lemak dan karoten sebagai prekusor vitamin A selama
pembekuan bahan pangan mengalamin sedikit perubahan, walaupun terjadi kehilangan
selama penyimpanan. Blansing pada jaringan tanaman dapat memperbaiki stabilitas
penyimpanan karoten. Penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku tanpa dikemas
dapat menjurus ke arah terjadinya oksidasi dan perusakan sebagian besar zat gizi, termasuk
vitamin.

4. Pengaruh Pembekuan terhadap Enzim

Aktivitas enzim tergantung pada suhu. Aktivitas enzim mempunyai pH optimum dan
dipengaruhi oleh kadar substrat. Aktivitas suatu enzim atau system enzim dapat dirusakan
pada suhu mendekati 200o F. Enzim masih mempunyai sebagian aktivitasnya pada suhu
serendah –100o F. Walaupun kecepatan reaksinya sangat rendah pada suhu tersebut. Sistem
enzim hewan cenderung mempunyai kecepatan reaksi optimum pada suhu sekitar 98o F.
Sistem enzim tanaman cenderung mempunyai suhu optimum pada suhu yang sedikit lebih
rendah. Pembekuan menghentikan aktivitas mikrobiologis. Aktivitas enzim hanya
dihambat oleh suhu pembekuan. Pengendalian enzim yang termudah dapat dikerjakan
dengan merusak dengan perlakuan pemanasan yang pendek (balansing) sebelum
pembekuan dan penyimpanan.

B.   Pengaruh Pendinginan dan Pembekuan Terhadap Mutu Pangan


 Pengaruh pendinginan terhadap makanan :
1. Penurunan suhu mengakibatkan penurunan proses kimia, mikrobiologi, dan
biokimia yang berhubungan dengan kelayuan, kerusakan, pembusukan , dll.

2. Pada suhu kurang dari 0 oC , air akan membeku kemudian terpisah dari larutan dan
membentuk es. Jika kristal es yang terbentuk besar dan tajam akan merusak tekstur
dan sifat pangan , tetapi di lain pihak kristal es yang besar dan tajam juga
bermanfaat untuk mereduksi atau mengurangi mikroba jumlah mikroba.

3. Pembentukan kristal es menjadi bagian penting dalam mekanisme pengawetan


dengan pembekuan. Sebuah kristal es yang terbentuk misalnya, dapat menarik
seluruh air bebas dalam sel bakteri. Kristal-kristal ekstra seluler dapat menyebabkan
pembekuan isi sel melalui perforasi. Tanpa kristal es ekstra seluler, sel masih bisa
betahan (belum membeku) pada suhu – 25 oC, tetapi jika terdapat kristal es tersebut
sel membeku pada – 5 oC.

6
 Perubahan selama pendinginan :
a) Perubahan karakteristik sensori
1. Selama pendinginan, produk pangan dapat mengalami kehilangan air atau
menyerap air sehingga terjadi perubaan tekstur dan penampakan.
2. Kehilangan air dapat menyebabkan menurunkan kerenyahan produk,
perubahan warna menjadi kusam pada produk unggas.
3. Produk gel seperti jeli atau puding serta yoghurt dapat mengalami sineresis
selama penyimpanan yaitu produk memisah dan terbentuk lapisan air.
4. Sebagian besar buah-buahan dan sayuran segar mengalami penurunan aroma
dan cita rasa selama penyimpanan.
5. Sebagian besar perubahan aroma dan cita rasa pada penyimpanan dingin
disebabkan karena aktivitas mikroba.

b) Pengaruh Pembekuan pada Jaringan

Hampir semua bahan pangan dapat dibekukan. Hanya bahan makanan kering
yang hampir tak mengandung air seperti keripik, kerupuk yang tak membeku walau
disimpan pada suhu di bawah nol derajat Celsius. Bahan-bahan makanan seperti tahu,
telur, wortel, kacang polong, ikan, kubis akan membeku sempurna. Tetapi tidak
semua bahan tersebut akan kembali ke bentuk semula ketika dilelehkan.
 Pada waktu pelelehan kembali, sebagian air akan keluar dari sel-sel jaringan
tersebut. Kondisi itu akan berakibat kurang baik terhadap bentuk, tekstur serta sifat
fisiko-kimia lainnya. Akan tetapi, hal ini tidak akan terjadi pada bahan-bahan pangan
yang memunyai jaringan dengan dinding sel yang kuat dan elastis. Dinding sel ini
dapat menahan pemuaian, sehingga pada saat meleleh, air masih tetap pada
tempatnya. Fenomena ini dapat dilihat pada bahan pangan seperti daging-dagingan
dan ikan.
Pada waktu thawing terjadi kerusakan sel yang irreversible yang
mengakibatkan mutu menjadi jelek setelah thawing, terjadi khususnya sebagai hasil
pembentukan kristal es yang besar dan perpindahan air selama  pembekuan dari
dalam sel ke bagian luar sel yang dapat mengakibatkan kerusakan sel karena
pengaruh tekanan osmotis. Pembekuan yang cepat dan penyimpanan dengan fluktuasi
suhu yang tidak terlalu besar, akan membentuk kristal-kristal es kecil di dalam sel dan
akan mempertahankan jaringan dengan kerusakan minimum pada membrane sel.

c) Pengaruh Pembekuan Terhadap Mikroorganisme

Pertumbuhan mikroorganisme dalam makanan pada suhu di bawah kira-kira   12oC


belum dapat diketahui dengan pasti. Jadi penyimpanan makanan beku pada suhu

7
sekitar 18oC dan di bawahnya akan mencegah kerusakan mikrobologis, dengan
persyaratan tidak terjadi perubahan suhu yang besar.
Mikroorganisme psikofilik mempunyai kemampuan untuk tumbuh pada suhu
lemari es terutama di antara 0o dan 5oC. Jadi penyimpanan yang lama pada suhu ini
baik sebelum atau sesudah pembekuan dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan oleh
mikroba.
Walaupun jumlah mikroba biasanya menurun selama pembekuan dan
penyimpanan beku (kecuali spora), makanan beku tidak steril dan acapkali cepat
membusuk seperti produk yang tidak dibekukan jika suhu cukup tinggi dan lama
penyimpanan pada suhu tersebut cukup lama. Pembekuan dan penyimpanan makanan
beku juga mempunyai pengaruh yan nyata pada kerusakan sel mikroba. Jika sel yang
rusak atau luka tersebut mendapat kesempatan menyembuhkan dirinya, maka
pertumbuhan yang cepat akan terjadi jika lingkungan sekitarnya memungkinkan.
Suhu rendah tidak membunuh mikroorganisme tetapi menghambat
perkembangbiakannya. Dengan demikian pertumbuhan mikroorganisme semakin
berkurang seiring dengan semakin rendahnya suhu, dan akhirnya di bawah “suhu
pertumbuhan minimum” perkembangbiakannya akan berhenti.  

                        Pemakaian suhu rendah untuk mengawetkan bahan pangan tanpa mngindahkan syarat-syarat
yang diperlukan oleh masing- masing bahan, dapat mngakibatkan kerusakan-kerusakan sebagai
berikut :
1.  Chilling injury
Chilling injury terjadi karena :
a.    kepekaan bahan terhadap suhu rendah
b.    daya tahan dinding sel
c.    burik-burik bopeng (pitting)
d.    Jaringan bahan menjadi cekung dan transparan
e.    Pertukaran bau / aroma
     Di dalam ruang pendingin dimana disimpan lebih dari satu macam komoditi atau
produk, kemungkinan terjadi pertukaran bau/aroma. Contoh: apel tidak dapat
didinginkan bersama-sama dengan seledri, kubis, ataupun bawang merah.

2.    Kerusakan oleh bahan pendingin / refrigeran


     Bila lemari es menggunakan amonia sebagai refrigeran, misalnya terjadi kebocoran
pada pipa dan ammonia masuk ke dalam ruang pendinginan, akan mengakibatkan
perubahan warna pada bagian luar bahan yang didinginkan berupa warna coklat atau
hitam kehijauan.

8
3.    Kehilangan air dari bahan yang didinginkan akibat pengeringan
     Kerusakan ini terjadi pada bahan yang dibekukan tanpa dibungkus atau yang
dibungkus dengan pembungkus yang kedap uap air serta waktu membungkusnya
masih banyak ruang-ruang yang tidak terisi bahan.

4. Denaturasi protein
        Denaturasi protein berarti putusnya sejumlah ikatan air dan berkurangnya kadar
protein yang dapat diekstrasi dengan larutan garam. Gejala denaturasi protein terjadi
pada daging, ikan, dan produk-produk air susu. Proses denaturasi menimbulkan
perubahan-perubahan rasa dan bau, serta perubahan konsistensi (daging menjadi liat
atau kasap). Semua bahan yang dibekukan, kecuali es krim, sebelum dikonsumsi
dilakukan “thawing”, maka untuk bahan yang telah mengalami denaturasi protein
pada waktu pencairan kembali, air tidak dapat diabsorpsi (diserap) kembali.

C.   Produk-produk Pangan Hasil Pendinginan dan Pembekuan


1.    Sayur-sayuran (Contoh : Tomat)

     Pada pendinginan tomat terlihat berkeriput dan kesegarannya pun berkurang. Pada
warna terjadi perubahan dari merah menjadi lebih orange. Hal ini dapat terjadi karena tomat
telah mengalami pemasakan karena pendingin tidak dapat menghilangkan kerja dari suatu enzim
hanya dapat memperlambat kerja enzim tersebut sehingga daya tahan simpan lebih lama. Hal ini
dapat disebabkan karena tomat juga masih melakukan transpirasi. Aktivitas tersebut tidak
dibarengi oleh aktivitas fotosintesis sehingga senyawa tertentu dirombak dan air menguap tanpa
ada pasokan baru. Hal tersebut menyebabkan susut berat pada buah tomat. Susut berat komoditas
ini berakibat pada penampilan komoditas yang semakin lama keriput dan melunak. Proses
respirasi yang menyebabkan pembusukan terjadi perubahan-perubahan kimia dalam buah tomat

9
dari pro-vitamin A menjadi vitamin A, pro-vitamin C-menjadi Vitamin C, dan dari karbohidrat
menjadi yang menghasilkan CO2, H2O, dan etilen. Akumulasi produk-produk respirasi inilah
yang menyebabkan pembusukan. Respirasi ini tidak dapat dihentikan namun bisa dihambat yaitu
dengan menyimpannya pada suhu dan kelembaban rendah. Penyimpanan suhu rendah dapat
dilakukan secara sederhana dalam es, namun di tempat ini kelembabannya tinggi. Mengingat
barang-barang mudah menguap juga tersimpan di dalam lemari es proses respirasi buah tidak
dapat dihambat dengan sempurna.
     Pembungkusan produk dengan plastik dapat menimbulkan udara termodifikasi yang
menguntungkan karena udara mengalami perubahan komposisi sehingga dapat memperpanjang
umur simpan produk. Kardus dari karton bergelombang biasanya menjadi dingin secara lambat
jika disimpan di dalam ruang pendingin sehingga dapat menghilangkan peningkatan panas secara
perlahan. Kemasan dan penyimpanan pada suhu rendah merupakan kombinasi yang baik untuk
mempertahankan mutu buah selama disimpan, dapat melindungi buah dari kelayuan, pengerutan,
dan kelunakan buah.

2.    Buah-buahan (Contoh : Pisang)

Pisang mengalami penurunan kesegaran yang lumayan banyak. Warna nya pun berubah
dari kuning segar menjadi kehitaman, diduga karena pisang sudah mengalami kematangan atau
bahkan dan proses pelayuan yang diakibatkan oleh tingginya aktifitas respirasi pada bahan dan
juga akibat dari gas etilen yang mempercepat proses pelayuan dan mengakibatkan perubahan
warna. Aroma yang ditimbulkan menjadi aroma busuk. Tekstur yang dihasilkan menjadi sangat
lunak karena tingkat kekerasan buah menurun akibat proses pemasakan. Pemasakan mengubah
komposisi dinding sel dan menyebabkan menurunnya tekanan turgor sel dan kekerasan buah
menurun (Hartanto dan Sianturi, 2008). Pektin yang larut di lamela tengah menyebabkan
terpisahnya dinding sel saat stadium mulai kuning hingga kuning penuh (Ratule et al., 2007) dan
mengalami penurunan bobot.

10
3.    Daging (Contoh : Daging Ayam)

Pada daging ayam penampakannya tidak berubah. Kesegarannya semakin lama


disimpan semakin terlihat tidak segar dan berbau busuk. Pada warna dari krem menjadi krem
pucat. Hal ini menandakan bahwa ayam telah membusuk. Pada awalnya pun ayam sudah tidak
terlihat segar karena ayam sebelumnya di taruh di suhu ruang, sehingga muda terjadi
pembusukan. Pada aroma pun semakin lama disimpan semakin berbau busuk. Pada bobot terjadi
sedikit penyusutan. Ayam merupakan bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan atau
pembusukan. Oleh karena itu ayam lebih baik disimpan pada suhu pembekuan.

4.    Ikan (Contoh : Ikan Lemuru atau Sardinella Lemuru)

     Hasil analisis menunjukkan bahwa lama penyimpanan pada suhu rendah dapat meningkatkan
kadar air dalam daging ikan lemuru. Hal ini diduga karena adanya denaturasi protein pada
daging ikan lemuru. Lama penyimpanan berpengaruh pada kadar air dan kadar lemak pada ikan
lemuru. Semakin lama penyimpanan pada suhu rendah -3oC semakin tinggi kadar air pada daging
ikan lemuru namun semakin berkurang kadar lemaknya.
     Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) mudah mengalami kerusakan dan pembusukan yang
disebabkan karena kandungan lemak yang cukup tinggi (1- 24%) dan tidak kompaknya tekstur
ikan sehingga diperlukan penanganan berupa pengolahan dan pengawetan yaitu salah satunya
pengalengan. 

11
6. Susu (Contoh : Yoghurt)
     Suhu penyimpanan yoghurt yang dianjurkan adalah 50C dan tidak dianjurkan disimpan pac
suhu kamar karena akan mengalami fermentasi terus menerus. Semakin rendah suhu
penyimpanan yoghurt maka semakin tinggi kadar lemaknya. “Kadar protein yang tertinggi yaitu
pada susu sapi dan susu kental manis dengan perlakuan suhu 5°C, sedangkan yang terrendah
adalah susu skim dengan perlakuan suhu kamar”, hal ini menunjukkan bahwa kadar protein
berpengaruh pada tingkatan suhu penyimpanan (suhu rendah) dan jenis susu yang digunakan.
Sedangkan kadar air tertinggi saat penyimpanan suhu kamar.
     Semakin rendah suhu penyimpanan yoghurt semakin bagus mutu yang dihasilkan, karena
digemari oleh masyarakat umum.
     Pengemasan memegang peranan penting dalam pengawetan suatu produk makanan Salah satu
kemasan yoghurt yang baik adalah menggunakan plastik polipropilen, yang termasuk jenis
plastik olefin dan polimer dari propilen. Beberapa keuntungan dari plastik polipropilen antara
lain :
a.    Ringan, mudah dibentuk, tembus pandang dalam bentuk film dan dan tidak transparan
dalam bentuk kemasan kaku ;
b.    Kekuatan tarik lebih besar dari polietilen ;
c.    Lebih kaku dari polietilen dan tidak gampang sobek;
d.    Permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas sedang, tidak baik untuk makanan
yang peka terhadap oksigen, dan
e.    Tahan terhadap suhu tinggi sampai dengan 150oC.

6.    Telur

       Menurut Bobyda (2009) di suhu kamar, telur ayam kampung hanya mempunyai masa
simpan lebih pendek yaitu delapan hari sedangkan pada suhu chilling bisa bertahan sampai tiga
minggu, menurut Fardiaz (1993) hal ini disebabkan Karena penyimpan telur pada suhu chilling
dapat memperlambat reaksi metabolisme dan pertumbuhan bakteri dibanding di suhu kamar
kecepatan metabolisme dan pertumbuhan bakteri dipercepat. Penyimpanan telur ayam kampung

12
pada suhu chilling mempunyai angka lempeng total bakteri lebih sedikit dibandingkan
penyimpanan pada suhu kamar.
      Telur segar bisa dipertahankan mutunya dalam relative waktu yng lama bila disimpan
didalam ruangan dingin yng mempunyai kelembaban sekitar 80-90 % serta kecepatan peredaran
udara sekitar 1-1,5 m/s. dalam hal ini telur bisa disimpan sedekat mungkin di atas titik beku telur
yakni -20oC. suhu yang rendah ini akan memperlambat hilangnya kadar CO 2 serta air didalam
telur dan penyebaran air sari putih ke kuning telur.
     Pengemasan telur dapat dilakukan secara kering dengan menggunakan bahan-bahan seperti
sekam, pasir dan serbuk gergaji. Jika pengemasnya padat, cara ini akan memperlambat hilangnya
air dan CO2. Kelemahan cara ini adalah manambah berat dan volume, yang dapat menaikkan
ongkos angkut dan ruang penyimpanan. Disamping itu, pengemasan kering tidak banyak
memberikan perlindungan terhadap mikroba selama penyimpanan.

D.   Pengemasan Bahan Pangan Dingin dan Beku


Metode kemasan makanan beku tidak boleh terbatas oleh metode yang kaku. Kemasan
harus dapat tahan panas sebagaimana kemasan biasa ikut dipanaskan kembali bersama
makanan di dalamnya. Prinsip dasar yang perlu diperhatikan dalam memilih kemasan
makanan beku, kemasan haruslah;

o kemasan mudah digunakan,


o melindungi kesegaran makanan,
o informasi nutrisi harus terpampang jelas pada kemasan,
o kelenturan kemasan harus dapat melindungi isi dari kontaminasi udara luar,
o kemasan harus aman dari penggunaan,
o kemasan harus dapat tahan dalam suhu yang panas maupun dingin.

BAB III

13
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi-reaksi metabolisme, dimana pada


umumnya stiap penurun suhu 8°C kecepatan reaksi akan berkurang menjadi kira-kira
setengahnya. Karena itu penyimpanan bahan pangan pada suhuu rendah dapat memperpanjang
masa hidup dari jaringan-jaringan di dalam bahan pangan tersebut.
Beberapa cara dalam proses pengawetan dan pengolahan bahan pangan dengan
menggunakan suhu rendah , yaitu pendinginan, dan pembekuan. pengaruh pendinginan dan
pembekuan terhadap nilai gizi yaitu denaturasi protein serta menurunnya kadar vitamin C dalam
suatu bahan pangan. Sedangkan, pengaruh suhu rendah terhadap mutu bahan pangan sangat
beragam, mulai dari penyimpanan yang meningkatkan mutu hingga kerusakan yang ditimbulkan
akibat suhu yang sangat rendah, tergantung dari bahan pangan yang di awetkan.
            Pengemasan setiap bahan pangan sangat beragam juga, dilihat dari jenis bahan pangan
yang akan dikemas, lama penyimpanan, serta tingkatan suhu untuk proses penyimpanan mulai
dari pendinginan hingga pembekuan.

B. SARAN

Dalam pengawetan dengan suhu rendah sebaiknya dipilih bahan pangan yang memang
harus diawetkan dengan suhu yang rendah agar tidak merusak kandungan fisik serta kimia dari
bahan pangan.

DAFTAR PUSTAKA

14
Rombe Topan Buntu, dkk.   Vol 6, No 1 (2017). ANALISIS BEBAN PENDINGINAN PRODUK
MAKANAN MENGGUNAKAN COLD BOX MESIN PENDINGIN LUCAS NULLE TYPE
RCC2
Lubis, Nenni. 2009. “Pengawetan Makanan Yang Aman”. Makalah. Medan:
FakultasKedokteran, Universitas Sumatera Utara.

Anonim.https://lordbroken.wordpres s.com/2011/10/01/penyimpananbahan-pangan-suhu-
rendahpendinginan-pembekuan/ diakses pada hari jumat, 13 januari 2017,

Anonim. 2011. PENYIMPANAN BAHAN PANGAN SUHU RENDAH (PENDINGINAN


& PEMBEKUAN). Diambil dari
link :https://lordbroken.wordpress.com/2011/10/01/penyimpanan-bahan-pangan-suhu-rendah-
pendinginan-pembekuan/ (09 Maret 2018)

2002 digitized by USU digital library

Nurul Miwing Wahyuni, 2011. Pengaruh Penyimpanan Suhu Rendah Pada Bahan Pangan
Terhadap Ketahanan Mikroba
Izatul Rufaidah Mu’minah, 2017. Pendinginan Dan Pembekuan

15

Anda mungkin juga menyukai