Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada mulanya proses thermal dalam pengolahan dan pengaweta bahan pangan
dimaksudkan untuk menghilangkan atau mengurangi aktivitas biologis yang tidak diinginkan
dalam bahan pangan, seperti aktivitas enzim dan mikrobiologis. Ternyata selama proses
thermal berlangsung, terjadi juga secara simultan kerusakan zat gizi seperti vitamin dan
faktor faktor yang mempengaruhi mutu bahan pangan seperti warna, tekstur dan cita rasa.
Adanya kenyataan ini menyebabkan proses thermal berkembang menjadi suatu proses
optimasi yang bertujuan bukan hanya untuk memperpanjang masa simpan bahan pangan
dalam wadah tertutup, tetapi juga sedapat mungkin berusaha agar proses ini masih dapat
mempertahankan zat gizi serta mutu bahan pangan seoptimal mungkin.

Prinsip proses thermal secara umum ada tiga yaitu ; (1) Mencegah atau
memperlambat kerusakan oleh karena mikroba, (2) Mencegah atau memperlambat laju proses
dekomposisi (autolysis) bahan pangan, dan (3) Mencegah kerusakan yang disebabkan oleh
faktor lingkungan termasuk serangan hama. Mencegah atau memperlambat kerusakan
mikroba dapat dilakukan dengan cara : (a) mencegah masuknya mikroorganisme (bekerja
secara aseptis), (b) mengeluarkan mikroorganisme misalnya dengan cara filtrasi, (c)
menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme, misalnya dengan penggunaan suhu
rendah, pengeringan, penggunaan kondisi anaerobic atau penggunaan pengawet kimia, (d)
membunuh mikroorganisme dengan cara sterilisasi dan radiasi.

1.2. Tujuan
1. Mengetahui pengertian pengolahan suhu tinggi,

2. Mengetahui kisaran suhu yang aman untuk pengolahan pangan,

3. Mengetahui syarat dan kondisi penyimpanan bahan pangan pada suhu tinggi,

4. Mampu menjelaskan aplikasi pengolahan dengan suhu tinggi.

1
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Pengertian
Pengolahan dan Pengawetan pada Suhu Thermal adalah Pengolahan dan Pengawetan
produk makanan menggunakan pemanasan yang tinggi dan sangat tinggi dalam
pengolahannya guna untuk mematikan mikroba berbahaya. Biasanya digunakan untuk
memperpanjang daya simpan.

2.2 Prinsip
Mematikan mikroba penyebab kebusukan dan membahayakan makanan,
Meminimalkan penurunan gizi makanan akibat dari pengolahan suhu tinggi,
Mempertahankan faktor faktor inderawi atau organoleptik seperti cita rasa.

2.3 Jenis Proses Thermal dan Penggunaannya


Ada 3 (tiga) jenis proses thermal yang penting dalam pengolahan dan pengawetan
bahan pangan yaitu blanching, pasteurisasi dan strilisasi komersial.

a. Blanching

Blanching adalah proses pemanasan bahan pangan dengan uap atau air panas langsug
pada suhu kurang dari 100oC selama kurang dari 10 menit. Meskipun bukan untuk tujuan
pengawetan, proses thermal ini merupakan suatu tahap proses yang sering dilakukan pada
bahan pangan sebelum bahan pangan tersebut dikalengkan, dikeringkan, atau dibekukan.
Tergantung dari proses selanjutnya, tujuan blanching dapat berbeda beda. Didalam proses
pengeringan atau pembekuan yang mungkin dapat berubah warna, tekstur, citarasa maupun
nilai gizinya selama penyimpanan. Didalam pengalengan fungsi blanching adalah untuk
melayukan jaringan tanaman agar mudah dikemas, menghilangkan gas dari dalam jaringan,
menginaktifkan enzim dan menaikkan suhu awal sebelum disterilisasi.

Ada beberapa tujuan blanching selain menonaktifkan enzim yaiu (a) membersihkan
bahan dari kotoran dan mengurangi jumlah bakteri dalam bahan, (b) memperlunak bahan,
mempermudah pengisian bahan ke dalam wadah, (c) mengeluarkan gas gas yang terdapat
dalam ruang sel sehingga mengurangi terjadinya pengkaratan kaleng dan memperoleh
keadaan vakum yang baik dalam headspace kaleng.

Cara melakukan blanching adalah dengan meredam dalam air panas atau dengan uap
panas (mengukus bisa diartikan juga steam blanching). Suhu blanching biasanya mencapai

2
82-93oC selama 3-5 menit untuk sayuran sedangkan untuk ikan dan daging berkisar suhu
100oC.

Beberapa faktor yang mempengaruhi blanching adalah (a) tipe bahan (buah dan
sayur(, (b) ukuran dan jumlah bahan yang akan di blanching, (c) suhu blanching, (d) metod
pemanasan. Pengaruh blanching pada bahan pangan adalah (1) panas yang diterima bahan
selama blanching dapat mempengaruhi kualitas gizi dan sensori, (2) beberapa mineral dan
vitamin yang larut dalam air dan komponen komponen lain yang larut akan hilang selama
blanching, (3) blanching dapat mempengaruhi warna dan bahan pangan menjadi off flavor.

Cara Melakukan Blanching

Proses blanching dilakukan dengan memanaskan bahan pangan pada suhu kurang
dari 100oC dengan menggunakan air panas atau uap air panas. Contoh
proses blanching yaitu mencelupkan sayuran atau buah di dalam air mendidih selama 3
sampai 5 menit atau mengukusnya selama 3 sampai 5 menit.

Setelah dilakukan proses pemanasan bahan pangan, biasanya dilanjutkan dengan


proses pendinginan yang bertujuan untuk mencegah pelunakan jaringan yang berlebihan
sekaligus dan sebagai proses pencucian setelah blanching. Proses pendinginan dilakukan
segera setelah proses blanching selesai. Bahan dibenamkan ke dalam air es selama
beberapa waktu, biasanya lamanya waktu untuk proses pendinginan sama dengan lama
waktu yang digunakan untuk blanching. Waktu pendinginan ini tidak boleh terlalu lama,
karena dapat menyebabkan meningkatnya kehilangan komponen larut air karena lisis
kedalam air pendingin. Untuk meminimalkan kehilangan komponen larut air karena lisis
kedalam air pendingin, maka proses pendinginan dapat dilakukan dengan menggunakan
udara dingin sebagai media pendinginnya

Setiap bahan pangan memiliki waktu proses blanching yang berbeda-beda untuk inaktivasi
enzim, tergantung pada jenis bahan tersebut, metode blanching yang digunakan, ukuran
bahan dan suhu media pemanas yang digunakan. Pada Tabel dibawah ini dapat dilihat lama
waktu blanching dari beberapa jenis bahan pangan :

Idealnya, lama waktu yang diperlukan untuk proses blanching adalah pas tidak
terlalu lama atau terlalu sebentar. Proses blanching yang berlebihan akan menyebabkan
produk menjadi matang, kehilangan flavor, warna, dan nutrisi-nutrisi penting yang

3
terkandung didalamnya karena komponen-komponen tersebut dapat rusak dan terlarut
kedalam media pemanas (pada proses blanching dengan air panas atau steam).

Sebaliknya, waktu blanching yang terlalu sebentar akan mendorong meningkatnya


aktivitas enzim perusak dan menyebabkan kerusakan mutu produk yang lebih besar
dibandingkan dengan yang tidak mengalami proses blanching.

b. Pasteurisasi

Pasteurisasi adalah proses thermal yang dilakukan pada suhu kurang dari 100 oC, akan
tetapi dengan waktu yang bervariasi dari mulai beberapa detik sampai beberapa menit
tergantung dari tingginya suhu tersebut. Makin tinggi suhu pasteurisasi, makin singkat proses
pemanasannya. Pasteurisasi umumnya suatu proses thermal yang dikombinasikan dengan
proses pengawetan lainnya seperti proses fermentasi atau penyipanan pada suhu rendah
(refrigerasi).

Tujuan utama proses thermal dalam pasteurisasi adalah untuk menginaktifkan sel sel
vegetaive dan mikroba pathogen. Selain itu pasteurisasi bertujuan : (1) untuk memperpanjang
daya simpan bahan atau produk, (b) dapat menimbulkan citarasa yang lebih baik pada
produk.

Mikroba terutama mikroba non pathogen dan pembusuk masih ada pada bahan yang
dipasteurisasi dan bisa berkembang biak. Oleh karena itu daya tahan simpannya tidak lama.
Contohnya susu yang sudah dipasteurisasi bila disimpan dalam lemari es kira kira tahan
seminggu. Karena itu untuk tujuan pengawetan, pasteurisasi harus dikombinasikan dengan
cara pengawetan lainnya misalnya dengan pendinginan.

Metode Pasteurisasi : (1) Pasteurisasi dengan suhu dan waktu singkat (High
Temperature Short Time / HTST), yaitu proses pemanasan selama 15-16 detik pada suhu
75oC dengan alat Plate Heat Exchanger (2) Pasteurisasi dengan suhu rendah dan waktu lama
(Low Temperature Long Time / LTLT) yaitu proses pemanasan pada suhu 61 oC selama 30

4
menit, (3) Pasteurisasi dengan suhu sangat tinggi (Ultra High Temperature) yaitu
memanaskan pada suhu 131oC selama 0,5 detik.

Pasteurisasi biasa dilakukan pada susu dan pada sari buah dan suhu yang digunakan
dibawah 100oC. Contohnya pasteurisasi susu dilaukan pada suhu 61-63oC selama 30 dtik dan
pasteurisasi sari buah dilakukan pada suhu 63-74 oC selama 15-30 menit. Pasteurisasi pada
sari buah dan sirup dapat dilakukan dengan cara hot water bath. Pada cara hot water bath
wadah yang telah diisi dengan bahan dan ditutup (sebagian atau rapat) dimasukkan ke dalam
panci terbuka yang diisi dengan air beberapa cm (2,5-5,0 cm) di bawah permukaan wadah.
Kemudian air dalam panci dipanaskan sampai suhu di bawah 100 oC (71-85oC) sehingga
aroma, flavor tidak banyak berubah.

c. Sterilisasi Komersial

Berbeda dengan sterilisasi absolute yang berarti bebas dari mikroorganisme.


Sterilisasi komersial berarti produk telah mengalami proses sterillisasi dimana tidak ada lagi
mikroorganisme hidup, akan tetapi mungkin masih terdapat spora bakteri yang setelah proses
sterilisasi bersifat dominan.

Dari ketiga proses thermal diatas, jelas bahwa karakteristik utama masing masing
proses berbeda beda. Blanching mempunyai karakteristik menginaktifkan nzim, pasteurisasi
untuk menginaktifkan sel vegetative mikroba pathogen atau pembusuk, sedangkan sterilisasi
komersial untuk menginaktifkan spora mikroba pembusuk khususnya yang anaerobik.

Sterilisasi dengan pemanasan dibedakan atas :

(a) Sterilisasi dengan pemijaran, digunakan untuk alat laboratorium seperti jarum ose,
jarum platina dsb. Caranya dipanaskan dengan membakar alat alat tersebut di atas lampu
lampu spirtus sampai pijar.

(b) Sterilisasi dengan udara panas, sering disebut sterilisasi kering, dilakukan untuk
mensterilkan alat alat yang terbuat dari gelas. Pemanasan dilakukan pada suhu 170-180 oC
selama 1,5-2 jam. Sterilisasi dilakukan dalam oven.

(c) Sterilisasi dengan uap air panas, tidak dilakukan pada bahan bahan yang berupa
cairan. Bahan bahan yang disterilkan dengan cara ini pada umumnya adalah medium kultur
yang tidak tahan panas yang tinggi

5
(d) Sterilisasi dengan uap air bertekanan, digunakan untuk mensterilkan alat alat atau
bahan bahan yang tidak rusak karna pemanasan dengan tekanan tinggi. Sterilisasi dilakukan
dalam autoklaf.

Lamanya waktu sterilisasi bahan dipengaruhi oleh resistensi mikroorganisme dan


enzim terhadap panas, kondisi pemanasan, pH bahan, ukuran wadah/ kemasan yang
disterilkan dan keadaan fisik bahan.

Dalam pengolahan bahan pangan yang lazim dinamakan pengalengan, tidak mungkin
dilakukan sterilisasi dengan pengertian yang mutlak. Pemanasan dilakukan sedemikian rupa
sehingga mikroba yang berbahaya mati tetapi sifat sifat bahan pangan tidak banyak
mengalami prubahan perubahan sehingga tetap bernilai gizi. Sehubungan dengan hal ini di
kenal dengan 2 macam istilah yaitu :

1) Sterilisasi biologis, yaitu suatu tingkat pemanasan yang meengakibatkan


musnahnya segala macam kehidupan yang ada pada bahan yang dipanaskan,

2) Sterilisasi komersial yaitu suatu tingkat pemanasan, dimana semua mikroba yang
bersifat pathogen dan pembentuk racun telah mati.

Pada produk sterilisasi masih terdapat spora spora mikroorganisme tertentu yang tahan suhu
tinggi, spora spora tersebut dalam keadaan penyimpanan yang normal tidak dapat
berkembang biak. Jika spora tersebut diberi kondisi tertentu, maka spora akan tumbuh dan
berkembang biak.

d. Hot Filling

Hot Filling adalah teknik proses thermal yang banyak diterapkan untuk produk
pangan berbentuk cair, seperti saus, jam da sambal. Dari segi tujuan proses, hot filling banyak
dilakukan untuk produk pangan yang memiliki pH rendah (pangan asam/diasamkan) untuk
tujuan pasteurisasi. Pengertian hot filling adalah melakukan pengemasan bahan dalam
kondisi panas setelah proses pasteurisasi ke dalam kemasa steril (misalnya botol atau gelas
jar) lalu ditutup rapat (hermetis) dan didinginkan. Biasanya proses hot filling dikombinasikan
dengan pengawetan lain, misalnya penambahan gula, garam, bahan pengawet atau
pendinginan. Di antara produk pangan yang dapat diproses dengan hot filling adalah saus,
sambal, jem dsb.

6
2.4 Kelebihan dan Kekurangan setiap Jenis Thermal
Blanching

Kekurangan Blanching :

Mengubah tekstur, warna, dan flavor

Meningkatkan kehilangan padatan terlarut (blansing dengan perebusan)

Menurunkan zat gizi

Kelebihan Blanching

Meninaktifkan enzim

Memperlunak bahan

Pasteurisasi

Kekurangan Pasteurisasi :

Proses pasteurisasi dengan penanganan suhu yang tidak tepat dapat mengakibatkan loss
nutrition, yaitu hilangnya nutrisi-nutrisi penting yang terkandung dalam susu. Penanganan
suhu yang salah juga dapat mengakibatkan bakteri pathogen yang tetap hidup di dalam susu,
sehingga mengakibatkan ketahanan susu menjadi berkurang, serta beresiko menyebarnya
bakteri ke dalam tubuh manusia

Kelebihan Pasteurisasi

Proses Pasteurisasi dapat membunuh bakteri patogen, yaitu bakteri yang


berbahaya karena dapat menimbulkan penyakit pada manusia. Bakteri pada susu
yang bersifat patogen misalnya Mycobacterium tuberculosis dan Coxiella bunetti
dan mengurangi populasi bakteri.
Proses Pasteurisasi dapat memperpanjang daya simpan bahan atau produk
Proses Pasteurisasi dapat menimbulkan citarasa yang lebih baik pada produk
Pada susu proses ini dapat menginaktifkan enzim fosfatase dan katalase yaitu
enzim yang membuat susu cepat rusak.

Sterilisasi

Kelebihan Sterilisasi Filtrasi

7
Kecepatan pada penyaringan sejumlah kecil larutan

Efektif untuk mensterilkan materi-materi yang tidak tahan panas

Penggunaan penyaring tertentu

Peralatan yang digunakan murah

Kekurangan Sterilisasi Filtrasi

mempunyai kecenderungan meng-absorbsi beberapa senyawa aktif tertentu selama


proses penyaringan

Kemungkinan kerusakan bentuk penyaring sehingga kesterilan hasil yang di peroleh


tidak pasti

Tidak dapat menyaring virus

Hanya sekali pakai

Kelebihan Sterilisasi Panas Lembab

Dapat digunakan untuk sterilisasi hampir semua alat, termasuk alat ukur

Kekurangan Sterilisasi Panas Lembab

Waktu yang dibutuhkan untuk proses sterilisasi sedikit karena ada bantuan panas dan
uap

Ada tetesan uap air pada alat dan bahan yang disterilkan

Sangat bergantung pada adanya kelembapan dan temperatur yang ditingkatkan

Kelebihan Sterilisasi Panas Kering

Tidak ada uap air yang menetes pada alat dan bahan yang disterilkan

8
Peralatan yang digunakan murah

Kekurangan Sterilisasi Panas Kering

Memerlukan temperatur yang tinggi dan waktu yang lama.

Belum tentu dapat membunuh semua bakteri

2.5 Klasifikasi Bahan Pangan untuk Proses Thermal


Didalam memilih dan menetapkan proses thermal yang akan digunakan untuk
mengawetkan bahan pangan, faktor jenis pangan yang akan diproses sangat memegang
peranan penting khususnya dalam mempengaruhi ketahanan panas bakteri. Meskipun ada
beberapa faktor bahan pangan yang mempengaruhi ketahanan panas dan pertumbuhan
bakteri, satu faktor yang paling penting adalah sifat keasaman yang menyatakan dengan pH
netral. Kenaikan keasaman dan kebasaan mempercepat pembunuhan oleh panas akan tetapi
perubahan pH asam lebih efektif dari pada perubahan ke arah basa.

Oleh karena adanya faktor keasaman terhadap ketahanan panas bakteri tersebut, maka
ditentukan pH 4,5 sebagai batas yang harus diperhatikan. Penetapan batas ini didasarkan
karena Clostridium botullinum , bakteri pembentuk toksin yang paling berbahaya tidak akan
tumbuh pada pH 4,5 atau dibawahnya. Berdasarkan batas ini, bahan pangan dapat
diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu (1) bahan berasam rendah jika pH diatas 4,5 dan
(2) bahan panagan berasam tinggi diperluas lagi menjadi golongan bahan pangan asan yang
ber pH antara 4,0 dan 4,5 dan golongan bahan pangan berasam tinggi bila pH di bawah 4,0

9
Tabel 1 : Ketahanan panas beberapa bakteri yang pening dalam sterilisasi komersial

Ketahanan Panas
Golongan Bakteri
D Z
Bahan Pangan Berasam Rendah (pH di atas 4,5)
Termofilik (spora)
o Golongan Flat Sour 4,0 - 5,0 14 22
(B. stearothermopillus)
o Golongan Pembusuk 3,0 4,0 16 22
(C. thermosaccharolyticum)
o Golongan pembentuk bau sulfide 2,0 3,0 16 22
(C. nigrificans)
Mesofilik (spora)
o PA (Putrefactive Anaerob) 0,1 0,2 14 18
o Botulinum 0,1 0,15 14 18
Bahan Pangan Asam (pH 4,0-4,5)
Termofilik (spora)
Baccilus coaguans 0,01- 0,07 14 18
Mesofilik
B. polymyxa dan B. Macarens 0,1 0,5 12 16
Anaerob butirat (C. Pasteurianum) 0,1 0,5 12 16
Bahan Pangan Berasam Tinggi (pH< 4,0)
Lactobacillus sp, Leuconostoc sp, kapang 0,5 1,0 8 10
dan khamir
Keterangan :

D = Waktu dalam menit yang dibutuhkan paada suhu tertentu untuk memusnahkan 90% dari spora
atau sel vegetative

Z = Jumlah derajat F yang dibutuhkan untuk menurunkan satu siklus logadri kurva destruksi panas

10
Tabel 2. Ketahanan Panas Beberapa Bakteri yang Penting dalam Proses Pasteurisasi

Ketahanan Panas
Golongan Bakteri
D Z
Bakteri Pathogen dan Pembentuk Toxin
o Mycobacterium tuberculosis 0,20 0,30 8 - 10
o Brucella sp 0,10 0,20 8 10
o Coxiela burnetti 0,50 0,60 8 10
o Salmonella sp 0,02 0,25 8 10
o Salmonella senftenberg 0,80 1,00 8 12
o Staphylococcus aureua 0,20 2,00 8 12
o Streptococcus pyogenes 0,20 2,00 8 12
o Clostridium botulinum Tipe E 0,10 3,00 9 16
Mikroba Pembusuk
o Bakteri (tidak membentuk spora, 0,5 3,00 8 12
khamir dan kapang)

2.6 Pengukuran Penetrasi Panas


Dalam menghitung proses thermal dari suatu proses sterilisasi makanan kaleng perlu
dilakukan suatu pengukuran penetrasi panas yang terjadi selama proses pemanasan dan
pendinginan berlangsung. Pengukuran ini pada umumnya dilakukan dengan menggunakan
thermokopel tembaga konstanta yang dipasang dalam kaleng. Thermokopel dipasang pada
titik yang mengalami pemanasan paling lambat dalam kaleng. Titik ini disebut cold point
bervariasi tergantung dari jenis produk dan jenis serta ukuran kaleng. Umumnya untuk
produk yang bersifat menghantarkan panas secara konduksi titik terdingin terletak pada titik
tengah geometris kaleng. Sedangkan untuk yang bersifat konveksi, cold point terletak pada
poros kira kira tinggi di atas dasar kaleng. Jika cold point masih diragukan ketepatannya,
dapat dilakukan percobaan pendahuluan dengan pemasangan termokopel pada posisi yang
berbeda beda.

Beberapa data yang harus di catat pada waktu pengukuran penetrasi panas adalah :

Tanggal Pengukuran,
Jenis Produk,
Ukuran Kaleng,
Posisi Termokopel,
Posisi Kaleng dalam retort,
Waktu uap dialirkan ke retort,
pH produk,
Waktu retort mencapai suhu proses
Suhu air dingin,
Head space,
Vakum,

11
Berat bersih dan berat setelah ditiriskan,
Konsentrasi sirup,
Suhu retort selama pemanasan dan pendinginan.

Sebelum retort ditutup, kaleng yang akan diperiksa di kocok dahulu agar suhunya merata
di seluruh isi kaleng di catat pada setiap periode waktu, misalnya setiap 1,2,5 dan 10 menit
tergantung dari cepat tidaknya panas mengalir ke dalam kaleng. Pada akhir pengamatan akan
didapatkan data suatu hubungan antara waktu proses dan suhu isi kaleng selama pemanasan
dan pendinginan berlangsung. Tergantung dari metode apa yang digunakan dalam kalkulasi
proses thermal, data hubungan antara proses dan suhu isi kaleng selama pemanasan da
pendinginan berlangsung. Tergantung dari metode apa yang digunakan dalam kalkulasi
proses thermal, data hubungan antara proses da suhu isi kaleng dapat diplot membentuk suatu
kurva.

2.7 Perambatan Panas


Panas merupakan suatu bentuk energi yang diartikan sebagai pertukaran energi
diantara 2 macam benda yang berbeda suhunya. Perambatan panas atau perpindahan panas
dapat terjadi secara :

Konduksi
Konduksi terjadi jika energi berpindah dengan jalan sentuhan antar molekul atau
perambatan panas terjadi dimana panas dialirkan dari satu partikel ke partikel lainnya
tanpa adanya gerakan atau sirkulasi. Umumnya konduksi terjadi pada bahan
berbentuk padat seperti daging, ikan, sayur sayuran, buah buahan dan lain lain.

Konveksi
Konveksi terjadi jika energi berpindah melalui aliran dalam media cair atau
perambatan panas dimana panas dialirkan dengan cara pergerakan atau sirkulasi
molekul dari zat yang satu ke zat yang lainnya. Pemanasan secara konveksi
berlangsung secara cepat. Umumnya konveksi terjadi pada bahan berbentuk cair
seperti buah, sirup, air dan lain lain.

Radiasi
Selain 2 cara di atas perambatan panas bisa berlangsung secara radiasi dimana panas
dialirkan secara pancaran berlangsung tanpa media, misalnya sinar matahari.

2.8 Aplikasi Pengolahan Dengan Suhu Tinggi


Pengalengan makanan adalah suatu proses pengawetan makanan dengan mengepak
bahan makanan tersebut di dalam wadah gelas tahan panas (gelas kerr/jar) atau kaleng yang

12
ditutup secara hermitis sehingga kedap udara, dipanaskan sampai suhu yang cukup untuk
menghancurkan/destruksi mikroorganisme pembusuk dan pathogen di dalam bahan,
kemudian didinginkan dengan cepat, untuk mencegah overcooking dari bahan pangan serta
menghindari aktifnya kembali bakteri tahan panas (thermophillic bacteria). Tetapi diusahakan
agar bahan pangan yang dikenai panas tidak membeikan efek kerusakan nilai gizi pangan
tersebut.

Dalam proses pengalengan sayur dan buah ini alat yang digunakan antara lain
stainless steel, gelas jars, plain tin cans, water bath dan retort atau autoclave. Sedangkan
bahan yang dipergunakan adalah nanas dan wortel. Kondisi mutu nanas yang digunakan
harus cukup matang karena masih berwarna hijau, flavournya kurang baik sedangkan bila
terlalu matang teksturnya akan lunak. Wortel pun digunaka harus baik berwarna merah
merata dan belum terlalu tua (Fibrous or woody). Selain bahan utama tersebut juga
digunakan garam dan NaOH.

Tahapan Proses Pengalengan Sayur dan Buah :

Persiapan : nanas dicuci bersih dan dikupas


Pengisian / Filling : Nanas dimasukkan ke dalam kaleng yang sudah disterilkan
Exhausting : Kaleng yang sudah diisi tersebut di exhaust dengan cara memanaskan
didalam water bath sampai 2/3 bagian kaleng
Sterilisasi : Setelah siap tutup kaleng dan segera masukkan ke dalam retort
Pendinginan cepat : Setelah proses sterilisasi selesai, kaleng atau gela jars segera
didinginkan cepat dalam air mengalir sampai suhu kira kira 100 oF kemudian dilap
bersih lalu disimpan untuk di amati

2.9 Peralatan yang Digunakan untuk Proses Pemanasan


Alat Pemanas yang umum digunakan antara lain ketel pasteurisasi dan ketel
sterilisasi. Alat alat pemanas sederhana yang pakai dalam kehidupan sehari hari rumah tangga
misalnya alat pemasak nasi (dandang atau kukusan) dan panci bertekanan (pressure cooker)
sedangkan di pabrik pengolahan menggunakan autoclave.

Dandang atau kukusan dapat dipakai untuk keperluan pasteurisasi dan sterilisasi.
Waktu yang diperlukan untuk sterilisasi dengan alat ini lebih lama dibandingkan dengan alat
alat yang lebih modern. Hal ini disebabkan suhu yang dapat dicapai oleh alat alat sederhana
hanya sekitar 100-105oC

Beberapa jenis autoclave yang sering digunakan adalah :

13
Autoclave statis atau jenis vertical
Suhu maksimum yang bisa digunakan adalah 121oC bila digunakan suhu lebih tinggi
maka makanan akan rusak karena kontak dengan dinding kaleng yang panas. Hal ini
terjadi terutama pada makanan yang bersifat padat, tetapi juga pada makanan yang
bersifat cair.
Autoclave agitasi atau jenis horizontal
Pada autoclave jenis ini waktu pemanasan lebih singkat karena itu terutama
digunakan pada bahan yang bersifat cair atau semi cair. Kualitas bahan yang
dihasilkan lebih baik. Head space mempengaruhi agitasi di dalam kaleng, maka suhu
dinding kaleng atau gelas lebih rendah. Dengan demikian suhu pengolahan dapat
lebih tinggi dari 121oC dan waktu pengolahan menjadi lebih singkat.

14
2.10 Kemasan untuk Pengolahan Pangan dengan Proses Thermal
Jenis kemasan yang dapat dipakai untuk proses pengalengan makanan adalah kaleng,
botol dan kemasan lentur. Kemasan yang paling banyak digunakan adalah kaleng dan botol.

1. Kaleng (tin-plate)
Kaleng adalah lembaran besi yang dilapisi dengan timah putih, pada kebanyakan
kaleng timah putihnya kurang dari 0,25%. Kaleng merupakan wadah yang tepat untuk
sebagian besar bahan pangan. Bagian dalam dari kaleng kadang kadang diberi lagi
suatu bahan lapisan yang dikenal sebagai enamel untuk jenis jenis makanan tertentu.

Fungsi utama pelapisan dengan enamel agar makanan dan kalengnya mempunyai
penampakan yang menarik. Enamel harus mempunyai sifat sifat sebagai berikut :
1. Tidak beraacun, bebas dari bau bauan dan flavour lain
2. Tahan terhadp suhu pengolahan
3. Tidak bereaksi dengan makananya, tahan terhadap keasaman dan tidak
bereaksi dengan pigmen.

Sifat korosif bahan terhadap kaleng biasa dipengaruhi oleh adanya oksigen. Korosi
dipercepat jika kaleng terjadi pengkaratan atau lubang kecil dari laporan timah
putihnya. Oleh karena itu penting sekali mengeluarkan udara dari dalam produk yang
dikalengkan dengan gas Nitrogen atau di vakum. Keuntungan penggunaan tin plate
yaitu :
Kuat dan Tegar
Dapat dibenuk dengan kecepatan tinggi menjadi kaleng dengan berbagai
macam ukuran
Memiliki ketahanan terhadap karat, asal disimpan dalam kondisi penyimpanan
normal
Memiliki kenampakan yang menarik
Tahan terhadap tekanan dan suhu pengolahan yang tinggi
Mudah diberi dekorasi
Kaleng dapat menjaga bahan pangan yang ada di dalamnya. Makanan yang
ada di dalam wadah yang tertutup secara hermetis dapat dijaga terhadap
kontaminasi oleh mikroba, serangga, atau bahan asing lain yang mungkin
dapat menyebabkan kebusukan atau penyimpangan penampakan dan cita
rasanya.
Kaleng dapat juga menjaga bahan pangan terhadap perubahan kadar air yang
tidak diinginkan.
Kaleng dapat menjaga bahan pangan terhadap penyerapan oksigen, gas-gas
lain, bau-bauan, dan partikel-partikel radioaktif yang terdapat di atmosfer.
Kaleng dapat menjaga terhadap cahaya, khususnya untuk bahan pangan
berwarna yang peka terhadap reaksi fotokimia.

15
Kelemahan produk kaleng, adalah :

Karena diolah dengan suhu tinggi, produk pengalengan aseptik


umumnya kehilangan cita rasa segarnya.
Pemanasan suhu tinggi juga menurunkan nilai gizi produk. Khususnya
komponen yang mudah rusak oleh panas. Misalnya, vitamin dan lemak tak
jenuh. Fortifikasi (penambahan) vitamin dapat dilakukan untuk mengganti
kehilangan selama proses.
Produk kaleng juga umumnya kehilangan sifat segar. Lihat saja teksturnya.
Umumnya lebih lunak dari bahan segarnya. Satu lagi yang tidak
menguntungkan ialah timbulnya rasa taint kaleng (rasa seperti besi) yang
terkadang cukup mengganggu. Rasa ini timbul terutama bila coating kaleng
tidak sempurna.
2. Botol
Botol merupakan kemasan yang terbuat dari gelas, umumnya digunakan untuk bahan
makanan yang bersifat asam yang hanya memerlukan perlakuan panas ringan atau
untuk bahan pangan yang bersifat sangat korosif seperti saus tomat dan acar. Ditinjau
dari sudut pengolahan, penggunaan botol memerlukan kondisi sebagai berikut :
Autoclave yang digunakan harus tipe statis
Medium pindah panas yang digunakan harus berupa air yang super heated
dengan uap sehingga suhu mencapai 115 126oC dan tekanan 20-30 psi agar
tutup botol tidak lepas
Menaikkan suhu harus lebih lambat
Proses thermal harus menggunakan suhu yang lebih rendah dan waktu
pemanasan yang lebih lama
Kecepatan pendinginan harus lebih lambat dan dikerjakan dalam autoclave
dengan cara menurunkan suhu dan tekanan secara berangsur angsur mencapai
suhu 65oC baru dipindahkan ke ruang pendinginan.

16
2.11 Kerusakan yang Terjadi selama Penyimpanan Kemasan
Thermophilic Gas Spoilage

Kerusakan ini biasanya disebabkan oleh bakteri anaerob pembentuk spora, seperti genus
Clostridium.

Tipe kerusakan ini terjadi pada kaleng-kaleng dengan makanan berasam rendah yang proses
sterilisasinya kurang memadai.

Flat Sour Spoilage

Tidak terbentuk gas sehingga kaleng tetap terlihat normal yaitu tidak kembung. Beberapa
contoh kerusakan semacam ini adalah:

Busuk asam, Bakteri dari genus Bacillusini dapat hidup secara anaerob pada pangan berasam.

Dapat melakukan fermentasi dan menghasilkan asam serta memberikan rasa yang tidak enak
pada makanan.

Carbondioxide Spoilage

Bakteri yang tidak membentuk spora dapat masuk ke dalam kaleng sesudah sterilisasi, baik
melalui kebocoran air pendingin atau penutupan yang kurang baik. Pada keadaan ini, kaleng
sering kali berlendir dan berbuih.

2.12 Kerusakan Produk Pangan akibat Proses Thermal Pangan


Perubahan Warna

Kombinasi suhu dan waktu yang digunakan dalam pengalengan mempengaruhi pigmen
dalam produk pangan. Sebagai contoh pigmen oksimioglobin yang berwarna coklat, dan
mioglobin yang berwarna keunguan di ubah menjadi miohemigromogen yang berwarna
merah-cokelat. Reaksi pencoklatan maillard dan karamelisasi berperan terhadap warna
produk yang disterilisasi. Perubahan tersebut pada daging dikehendaki. Garam nitrit atau
nitrat di tambahkan pada produk olahan daging untuk mengurangi resiko pertumbuhan
C.botulinum, juga untuk mendapatkan warna daging yang cerah dari nitrit oksidamioglobin
dan metmioglobin nitrit.
Pada sayuran dan buah-buahan, klorofil diubah menjadi faeofitin, karatenoid
berisisomerisasi dari 5,6 etoksida menjadi 5,8 etoksida yang mempunyai intensitas warna

17
lebih rendah serta antosianin didegradasi menjadi berwarna cokelat. Selama penyimpanan
perubahan warna produk pangan yang dikalengkan terjadi. Sebagai contoh, jika besi atau
timah dari kemasan kaleng beraksi dengan antosianin berbentuk pigmen berwarna ungu. Jika
leukoantisianin yang tidak berwarna bereaksi dengan logam tersebut berbentuk kompleks
antosianim yang berwarna merah muda. Pada produk susu, perubahan warna yang terjadi
diakibatkan oleh sedikit karamelisasi dan reaksi Maillard.

Perubahan Bau dan Cita Rasa

Daging kaleng mengalami perubahan yang kompleks seperti pirolisissilkan,


diaminasi, dan dekarboksilasi asam amino, degradasi, reaksi maillard dan karamelisasi
karbohidrat berbentuk furfural dan hidroksimetilfurfural, serta oksidasi dan dekarboksilasi
lipid. Interaksi antar komponen tersebut menghasilkan lebih dari 600 senyawa cita rasa dan
bauh.

Pada sayuran dan buah-buahan, perubahan terjadi akibat reaksi kompleks yang
menjakup dekradasi, rekominasi dan folatilisasi aldehid, keton, gula,lakton, asam amino, dan
asam-asam organic. Pada susu, pembentukan cita rasa matang (cooked flavor) disebabkan
oleh denaturasi protein whey membentuk hydrogen sulfida dan pembentukan lakton dan
metilketon akibat oksidasi lipid. Pada proses UHT, perubahan tersebut lebih sedikit terjadi
dan cita rasa serta bauh alami produk dan bahan pangan dapat dipertahankan.

Perubahan Tekstur Dan Viskositas

Pada daging kaleng, perubahan tekstur disebabkan koagulasi dan penurunan daya ikat
air dari protein. Akibatnya, terjadi pengerutan dan daging menjadi kaku. Pelunakan terjadi
akibat hidrolisikolagen, pelarutan gelatin yang berbentuk dari hasil hidrolisis kolagen, dan
pelelehan fraksi lemak yang terdispersi dalam jaringan daging. Poli fosfat biasa ditambahkan
pada daging untuk meningkatkan daya ikat air. Polifosfatase dapat mengurangi pengerutan
dan meningkatkan keempukan daging. Pada buah dan sayur-sayuran, pelunakan disebabkan
oleh hidrolisis senyawa-senyawa pectin, gelatinisasi pati, pelarutan persial hemiselulosa,
yang dikombonasikan dengan penurunan turgor (tekanan sel). Garam kalsium dapat
ditambahkan pada proses blansing seperti telah dijelaskan untuk meningkatkan kekerasan
buah dan sayuran kaleng garam kalsium yang digunakan dapat beragam bergantung pada
jenis bahan. Misalanya, kalsium hidroksida digunakan untuk ceri, kalsium klorida untuk
tomat, dan kalsium laktat untuk apel. Penggunaan jenis garam kalsium yang berbeda

18
disebabkan oleh perbedaan proporsi peptin yang didemitilasi. Pada proses pengalengan
daging, waktu relative lama di butuhkan untuk hidrolisis kolagen dan suhu relative rendah
dibutuhkan untuk mencegah daging menjadi kaku.

Perubahan Nilai Gizi

Faktor penting yang harus di perhatikan pada proses pengolahan adalah perubahan
nilai gizi. Pengalengan menyebabkan hidrolisis karbohidrat dan lipid, tetapi kedua komponen
tersebut tetap mempunyai ketersediaan hayati yang baik dan nilai gizinya tidak berubah.
Protein terkoagulasi dan biasannya penurunan asam amino terjadi sebesar 10-20%.
Keturunan kadar lisin setara dengan suhu yang digunakan. Penurunan kadar triptofan kadar
lisin setara dengan suhu yang digunakan. Penurunan triptofan dan metionin menurunkan nilai
biologi protein sebesar 6-9%.

Penurunan kadar vitamin terjadi terutama pada tiamin (50-75%), dan asam pantotenat
(20-35%). Pada buah-buahan dan sayuran kaleng penurunan vitamin terjadi pada hampir
semua vitamin larut air terutama asam askorbat. Penurunan tersebut beragam bergantuk pada
jenis produk pangan, kadar residu oksigen dalam kemasan, dan metode pesparasi sebelum
pengalengan (missal pengupasan dan pengirisan atau bansing). Pada sejumlah produk,
sejumlah vitamin larut dalam sirup atau medium lain ynag juga dikomsumsi, sehingga terjadi
penurunan pada proses sterilisasi metode UHT, penurunan vitamin hanya sedikit terjadi

Sterilisasi pada daging tiruan yang dibuat dari kedelai dapat meningkatkan nilai
gizinya berkaitan dengan inerfiktasi komponen antitrypsin. Antitrypsin merupakan protein
yang dapat berikatan dengan enzim tripsin dalam pencernaan sehingga menurunkan
ketersediaan hayati protein. Dan setelah sterilisasi dilakukan secara baik, dipaparkan
Purwiyatno lebih lanjut, ada tiga syarat yang harus dipenuhi untuk mempertahankan
kesegaran produk, yakni perlakuan pemanasan yang cukup, pengemasan dan pengkeliman
(penyegelan) kemasan secara hermetis (kedap), dan penanganan kemasan dengan baik
dengan memastikan integritas sambungan dan penutupan tetap terjaga sebelum, selama, dan
setelah pemanasan.

19
2.13 Pengaruh Pengolahan Terhadap Nilai Gizi
Pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi Protein

Pengolahan bahan pangan berprotein yang tidak dikontrol dengan baik dapat
menyebabkan terjadinya penurunan nilai gizinya. Secara umum pengolahan bahan pangan
berprotein dapat dilakukan secara fiisik, kimia atau biologis. Secara fisik biasanya dilakukan
dengan penghancuran atau pemanasan, secara kimia dengan penggunaan pelarut organik,
pengoksidasi, alkali, asam atau belerang dioksida; dan secara biologis dengan hidrolisa
enzimatis atau fermentasi. Diantara cara pengolahan tersebut, yang paling banyak dilakukan
adalah proses pengolahan menggunakan pemanasan seperti sterilisasi, pemasakan dan
pengeringan. Pada pengolahan dan penggunaan panas yang tinggi, protein akan mengalami
beberapa perubahan. Perubahan perubahan ini termasuk rasemisasi (Rasemisasi
menyebabkan penurunan daya cerna protein karena kurang mampu dicerna oleh tubuh),
hidrolosis, desulfurasi dan deamidasi. Kebanyakan perubahan kimia ini bersifat ireversibel
dan beberapa reaksi dapat menghasilkan senyawa toksik.

Pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi Karbohidrat

Pemasakan karbohidrat diperlukan untuk mendapatkan daya cerna pati yang tepat,
karena karbohidrat merupakan sumber kalori. Pemasakan juga membantu pelunakan dinding
sel sayuran dan selanjutnya memfasilitasi daya cerna protein. Bila pati dipanaskan, granula-
granula pati membangkak dan pecah dan pati tergalatinisasi. Pati masak lebih mudah dicerna
daripada pati mentah.

Pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi Lemak

Pada umumnya setelah proses pengolahan bahan pangan, akan terjadi kerusakan
lemak yang terkandung di dalamnya. Tingkat kerusakannya sangat bervariasi tergantung suhu
yang digunakan serta lamanya waktu proses pengolahan. Makin tinggi suhu yang digunakan,
maka kerusakan lemak akan semakin intens. Asam lemak esensial terisomerisasi ketika
dipanaskan dalam larutan alkali dan sensitif terhadap sinar, suhu dan oksigen. Proses oksidasi
lemak dapat menyebabkan inaktivasi fungsi biologisnya dan bahkan dapat bersifat toksik.

Pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi Vitamin

Stabilitas vitamin pada pengolahan panas relative bervariasi. Vitamin A akan stabil
dalam kondisi ruang hampa udara, namun akan cepat rusak ketika di panaskan dengan adanya

20
oksigen terutama pada suhu yang tinggi. Vitamin tersebut akan rusak seluruhnya apabila
dioksidasi dan dihedrogenasi.

2.14 Mikroba Penyebab Kebusukan Makanan Kaleng


Kebusukan makanan kaleng dapat disebabkan oleh kapang, khamir dan bakteri.
Tanda-tanda kebusukan makanan kaleng oleh mikroorganisme dapat dilihat dari (a)
penampakan abnormal dari kaleng (kembung, basah atau label yang luntur), (b) penampakan
produk yang tidak normal serta bau yang menyimpang; (c) produk hancur dan pucat; dan (d)
keruh atau tanda-tanda abnormal lain pada produk cair. Dari ketiga jenis mikroba tersebut,
bakteri merupakan penyebab kerusakan yang utama.

a. Kerusakan oleh kapang

Kapang mempunyai kisaran pH pertumbuhan yang luas, yaitu 1.5-11.0. Kebanyakan kapang
dapat hidup pada aw> 0.70. Kebusukan makanan kaleng yang disebabkan oleh kapang sangat
jarang terjadi, tetapi mungkin saja terjadi. Kebanyakan kapang tidak tahan panas sehingga
adanya kapang pada makanan kaleng disebabkan oleh kurangnya pemanasan (under process)
atau karena terjadi kontaminasi setelah proses. Kapang memerlukan oksigen untuk tumbuh
sehingga pertumbuhan pada kaleng hanya mungkin terjadi apabila kaleng bocor.

Kapang lebih tahan asam, sehingga kapang terutama membusukkan makanan asam, seperti
buah-buahan asam dan minuman asam. Kapang seperti Bysochamys fulva, Talaromyces
flavus, Neosartorya fischeri dan lain-lain telah diketahui sebagai penyebab kebusukan
minuman sari buah kaleng dan produk-produk yang mengan-dung buah. Spora kapang-
kapang ini ternyata mampu bertahan pada pemanasan yang digunakan untuk mengawetkan
produk tersebut. Spora kapang ini tahan terha-dap pemanasan selama 1 menit pada 92oC
dalam kondisi asam atau pada makanan yang diasamkan. Akan tetapi untuk mencapai
konsistensi yang seperti ini, kapang tersebut memerlukan waktu untuk membentuk spora,
sehingga sanitasi sehari-hari terhadap peralatan sangat penting untuk mencegah pertumbuhan
kapang ini dan pembentukan sporanya. Pada umumnya kapang yang tumbuh pada makanan
yang diolah dengan panas tidak menyebabkan penyakit pada manusia.

b. Kerusakan oleh khamir

Khamir mempunyai kisaran pH pertumbuhan 1.5-8.5. Namun kebanyakan khamir lebih


cocok tumbuh pada kondisi asam, yaitu pada pH 4-4.5, sehingga kerusakan oleh khamir lebih
mungkin terjadi pada produk-produk asam. Kebanyakan khamir dapat hidup pada a w>0.80.

21
Suhu lingkungan yang optimum untuk pertum-buhan khamir adalah 25-30oC dan suhu
maksimum 35-47oC. Beberapa khamir dapat tumbuh pada suhu 0oC atau lebih rendah.
Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik, tetapi khamir fermentatif dapat tumbuh secara
anaerobik meskipun lambat.

Khamir hanya sedikit resisten terhadap pemanasan, dimana kebanyakan khamir dapat
terbunuh pada suhu 77oC. Oleh karena itu, khamir dapat dengan mudah dibunuh dengan suhu
pasteurisasi. Jika makanan kaleng busuk karena pertumbuhan khamir, maka dapat diduga
pemanasan makanan tersebut tidak cukup atau kaleng telah bocor. Pada umumnya kebusukan
karena khamir disertai dengan pembentukan alkohol dan gas CO2 yang menyebabkan kaleng
menjadi kembung. Khamir dapat membusukkan buah kaleng, jam dan jelly serta dapat
menggembungkan kaleng karena produksi CO2. Seperti halnya kapang, khamir yang tumbuh
pada makanan yang diolah dengan pemanasan tidak menyebabkan penyakit pada manusia.

c. Kerusakan oleh bakteri

Kebanyakan bakteri dapat hidup pada aw >0.90, sehingga kerusakan oleh bakteri terutama
terjadi pada produk-produk yang berkadar air tinggi. Beberapa bakteri memerlukan oksigen
untuk pertumbuhannya, yang disebut bakteri aerobik. Untuk beberapa bakteri lainnya,
oksigen bersifat racun. Bakteri ini dinamakan anaerob. Contoh bakteri yang bersifat
anaerobik adalah Clostridium. Ada juga bakteri yang dapat tumbuh pada kondisi tanpa dan
dengan adanya oksigen. Kelompok ini disebut fakultatif anaerobik, contohnya Bacillus. Tabel
1 memperlihatkan beberapa jenis bakteri pembentuk spora yang dapat menyebabkan
kerusakan makanan berda-sarkan suhu pertumbuhan dan tingkat keasaman bahan pangan.

22
2.15 Mekanisme Pengalengan Makanan
a. Penanganan Bahan Kemasan

Standar pengalengan makanan secara komersial sangat tinggi. Namun apabila terjadi
kecerobohan serta kesalahan dalam penanganan kaleng atau kemasan selama pengolahan atau
penyimpanan, maka akan menyebabkan kebocoran baik yang terjadi selama pemanasan atau
sesudahnya.

b. Penanganan Kaleng Kosong

Penanganan kemasan kaleng sebelum pengolahan meliputi penanganan kaleng kosong.


Penanganan kaleng yang kasar dapat menyebabkan kebocoran kaleng. Kesempurnaan bentuk
kaleng perlu mendapat perhatian, karena tonjolan bagian permukaan atau mulut kaleng yang
berhubungan dengan tutup dapat mengakibatkan ketidak sempurnaan proses penutupan dan
dapat mengakibatkan terjadinya kebocoran.

c. Penanganan Selama Penutupan Kaleng (double seam)

Hal penting yang perlu diperhatikan dalam hal penanganan kaleng adalah bahwa selalu ada
kemungkinan bakteri akan masuk kembali dan mencemari produk yang telah di sterilisasi.
Oleh karena itu integritas sambungan dan penutupan kaleng merupakan faktor penting.

d. Penanganan Selama Proses Termal

Pemeriksaan alat pengangkutan kaleng menuju retort harus diperiksa secara periodik untuk
meyakinkan kelancaran proses dan tidak merusakkan kemasan kaleng.

e. Penanganan Selama Pendinginan/Cooling

Prosedur pendinginan perlu dibakukan, terutama untuk mengontrol perubahan atau perbedaan
tekanan yang terjadi karena proses pendinginan yang terlalu tiba-tiba.

f. Penanganan Kaleng Setelah Pendinginan

Setelah pendinginan, kaleng dalam keranjang retort dikeluarkan dari retort. Pada tahap
selanjutnya, kebersihan atau sanitasi peralatan yang kontak dengan kemasan kaleng menjadi
sangat penting.

23
2.16 Tahapan-Tahapan Proses Pengalengan Bahan Pangan Nabati
Meliputi sortasi, pencucian, pengupasan, pemotongan, blanching, pengisian,
exhausting, penutupan, processing (sterilisasi), pendinginan dan penyimpanan.

1. Proses sortasi dan pencucian

Dalam tahap proses sortasi dilakukan pemilihan buah yang akan dikalengkan yang
bermutu baik, tidak busuk, cukup tua akan tetapi tidak terlalu matang. Buah yang kelewat
matang tidak cocok untuk dikalengkan karena tekstur buahnya akan semakin lunak, sehingga
menyebabkan tekstur yang hancur setelah pemanasan dalam autoklaf. Setelah bahan disortasi,
bahan kemudian dicuci atau dibersihkan dengan menggunakan air bersih. Hal ini dilakukan
untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada bahan sehingga diharapkan akan
menurunkan populasi mikroba, menghilangkan sisa-sisa insektisida, mengurangi atau
menghilangkan bahan-bahan sejenis malam yang melapisi kulit buah-buahan.

2. Proses pengupasan kulit, pembuangan biji dan pemotongan

Bagian yang akan dikalengkan adalah bagian buah yang lazim dimakan/ dikonsumsi,
yang biasanya berupa daging buah. Oleh karena itu, bagian-bagian yang tidak berguna,
seperti kulit, biji, bongkol, dsb dilakukan pembuangan. Bagian daging buah yang akan
dimakan kemudian dilakukan proses pemotongan, sesuai dengan ukuran yang dikehendaki
dan ukuran kaleng. Pemotongan atau pengecilan ukuran dilakukan dengan untuk
mempermudah pengisian bahan ke dalam kaleng dan menyeragamkan ukuran bahan yang
akan dimasukan. Selain itu, pengecilan ukuran juga bertujuan untuk mempermudah penetrasi
panas. Jika pemotongan dilakukan dengan sembarangan, maka akan mengakibatkan
diskolorisasi, yaitu timbulnya warna yang gelap atau hilangnya warna asli maupun
pemucatan warna.

3. Proses blansir

Pemblansiran merupakan cara lain yang dapat digunakan untuk membunuh mikroba
patogen. Blansir adalah suatu cara perlakuan panas pada bahan dengan cara pencelupan ke
dalam air panas atau pemberian uap panas pada suhu sekitar 82-93 derajat Celsius. Waktu
blansir bervariasi antara 1-11 menit tergantung dari macam bahan, ukuran, dan derajat
kematangan. Blansir merupakan pemanasan pendahuluan bahan pangan yang biasanya
dilakukan untuk makanan sebelum dikalengkan, dibekukan, atau dikeringkan. Proses blansir
ini berguna untuk:

24
a. membersihkan jaringan dan mengurangi jumlah mikroba awal

b. meningkatkan suhu produksi produk atau jaringan

c. membuang udara yang masih ada di dalam jaringan

d. menginaktivasi enzim

e. menghilangkan rasa mentah

f. mempermudah proses pemotongan (cutting, slicing, dan lain-lain)

g. mempermudah pengupasan

h. memberikan warna yang dikehendaki

i. mempermudah pengaturan produk dalam kaleng.

Enzim dan mikroorganisme sering menimbulkan perubahan-perubahan yang tidak


dikehendaki pada bahan pangan, seperti pencokelatan enzimatis, perubahan flavor, dan
terjadinya pembusukan. Blansir akan menginaktifkan enzim, baik oksidasi maupun hidrolisis,
serta menurunkan jumlah mikroba pada bahan. Di dalam proses blanching buah dan sayuran,
terdapat dua jenis enzim yang tahan panas yaitu enzim katalase dan peroksidase, kedua enzim
ini memerlukan pemanasan yang lebih tinggi untuk menginaktifkannya dibandingkan enzim-
enzim lain. Apabila tidak ada lagi aktivitas enzim katalase atau peroksidase pada buah dan
sayuran yang telah diblansir, maka enzim-enzim lain yang tidak diinginkan pun telah
terinaktivasi dengan baik. Lamanya proses blansir dipengaruhi beberapa faktor seperti ukuran
bahan, suhu, serta medium blansir.

Pencegahan kontaminasi mikroba juga dapat dilakukan dengan penyimpanan bahan pangan
dengan baik. Bahan baku segar seperti sayuran, daging, susu sebaiknya disimpan dalam
lemari pendingin. Proses pemasakan juga dapat membunuh mikroba yang bersifat patogen.

Proses blansir dapat dilakukan dengan cara mencelup potongan-potongan buah dalam air
mendidih selama 510 menit. Lama pencelupan tergantung jenis dan banyak sedikitnya buah
yang akan diolah. Secara umum, proses blansir perlu memperhatikan hal-hal berikut :

25
4. Proses pengisian

a. Pembuatan medium

Medium yang dipergunakan untuk pengalengan ini ada 2 macam, yaitu medium larutan gula
yang dipergunakan untuk pengalengan buah dan cincau. Medium yang dipergunakan untuk
untuk sop sayur adalah kuah sop yang telah dimasak dengan rempah-rempah.

Medium digunakan dapat berupa sirop, larutan garam, kaldu atau saus tergantung produk
yang akan dikalengkan. Penambahan medium ini dilakukan untuk mempercepat penetrasi
panas dan mengurangi terjadinya korosi kaleng dengan berkurangnya akumulasi udara.

b. Proses memasukkan potongan buah ke dalam kaleng

Potongan buah yang telah diblansir kemudian dimasukkan ke dalam kaleng. Penyusunan
buah dalam wadah diatur serapi mungkin dan tidak terlalu penuh. Pada saat pengisian perlu
disisakan suatu ruangan yang disebut dengan head space.

c. Proses pengisian medium

Kemudian dituangkan larutan sirup, larutan garam, kaldu atau saus. Sama halnya dengan
pada saat pengisian buah, pengisian sirop juga tidak dilakukan sampai penuh, melainkan
hanya diisikan hingga setinggi sekitar 1-2 cm dari permukaan kaleng. Perlu diusahakan
bahwa pada saat pengisian larutan tersebut, semua buah dalam kondisi terendam.

5. Proses exhausting

Kaleng yang telah diisi dengan buah (dan sirop) kemudian dilakukan proses exhausting.
Tujuan exhausting adalah untuk menghilangkan sebagian besar udara dan gas-gas lain dari
dalam kaleng sesaat sebelum dilakukan penutupan kaleng. Exhausting penting dilakukan
untuk memberikan kondisi vakum pada kaleng setelah penutupan, sehingga mengurangi
kemungkinan terjadinya kebocoran kaleng karena tekanan dalam kaleng yang terlalu tinggi
(terutama pada saat pemanasan dalam retort) sebagai akibat pengembangan produk dan
mengurangi kemungkinan terjadinya proses pengkaratan kaleng dan reaksi-reaksi oksidasi
lainnya yang akan menurunkan mutu.

Tingkat kevakuman kaleng setelah ditutup juga dipengaruhi oleh perlakuan blansir, karena
blansir membantu mengeluarkan udara/gas dari dalam jaringan. Exhausting dapat dilakukan
dengan berbagai cara, antara lain dengan cara:

26
(i) melakukan pengisian produk ke dalam kaleng pada saat produk masih dalam

kondisi panas,

(ii) memanaskan kaleng beserta isinya dengan tutup kaleng masih terbuka, atau secara
mekanik dilakukan penyedotan udara dengan sistem vakum.

6. Proses penutupan kaleng

Setelah proses exhausting kaleng segera ditutup dengan rapat dan her-metis pada suhu yang
relatif masih tinggi. Semakin tinggi suhu penutupan kaleng, maka semakin tinggi pula tingkat
kevakumannya (semakin rendah tekanannya). Proses penutupan kaleng juga merupakan hal
yang sangat penting karena daya awet produk dalam kaleng sangat tergantung pada
kemampuan kaleng (terutama bagian-bagian sambungan dan penutupan) untuk
mengisolasikan produk di dalamnya dengan udara luar. Penutupan yang baik akan mencegah
terjadinya kebocoran yang dapat mengakibatkan kebusukan. Penutupan kaleng yang
dilakukan sedemikian rupa, diharapkan baik udara, air maupun mikroba dari luar tidak dapat
masuk (menembus) ke dalam, sehingga keawetannya dapat dipertahankan.

7. Proses sterilisasi

Setelah proses penutupan kaleng selesai, maka kaleng dimasukkan ke dalam keranjang yang
dipersiapkan untuk proses sterilisasi. Proses sterilisasi dilakukan dalam autoclave, untuk
koktail buah dan cincau digunakan suhu 100C dengan tekanan 0,8 bar selama 30 menit
sedangkan untuk sayuran digunakan suhu 115-121C dengan tekanan 1,05 bar selama 45-60
menit.

8. Proses pendinginan

Setelah proses sterilisasi, kaleng kemudian didinginkan dengan air dingin. Pendinginan pasca
sterilisasi menjadi penting karena timbul perbedaan tekanan yang cukup besar yang dapat
menyebabkan rekontaminasi dari air pendingin ke dalam produk. Untuk itu perlu dipastikan
bahwa air pendingin yang digunakan memenuhi persyaratan mikrobiologis. Untuk industri
besar, proses pendinginan biasanya dilakukan secara otomatis di dalam retort, yaitu sesaat
setelah katup uap dimatikan maka segera dibuka katup air dingin. Untuk ukuran kaleng yang
besar, maka tekanan udara dalam retort perlu dikendalikan sehingga tidak menyebabkan
terjadinya kaleng-kaleng yang menggelembung dan rusak. Pendinginan dilakukan secepatnya
setelah proses sterilisasi selesai untuk mencegah pertumbuhan kembali bakteri, terutama

27
bakteri termofilik. Pendinginan dimulai dengan membuka saluran air pendingin dan menutup
keran - keran lainnya.

Air pendingin dapat dialirkan melalui dua saluran, yaitu bagian bawah dan bagian atas retort.
Pemasukan air mula-mula dilakukan secara perlahanlahan agar tidak terjadi peningkatan
tekanan secara drastis. Peningkatan tekanan secara drastis tersebut harus dicegah karena
dapat menyebabkan kaleng menjadi penyok atau rusak pada bagian pinggirnya disebabkan
kaleng tidak mampu menahan kenaikan tekanan tersebut. Air dialirkan dari bagian bawah
dahulu agar secara bertahap dapat meng-kondensasikan sisa uap yang ada dan baru bagian
atas dibuka. Pada saat retort telah penuh dengan air, aliran dapat lebih deras dialirkan. Selama
proses pendinginan berlangsung, perlu dilakukan pengontrolan tekanan secara terus menerus
untuk mencegah terjadinya koleps pada kaleng, yaitu terjadinya penyok pada kaleng
disebabkan tekanan yang terlalu tinggi. Proses pendinginan dinyatakan selesai bila suhu air
dalam retort telah men-capai 38-42C. Aliran air pendingin kemudian dihentikan dan air
dikeluarkan. Tutup retort dibuka dan keranjang diangkat dari retort.

9. Pengeringan

Setelah kaleng dikeluarkan dari retort, maka kaleng dikeringkan dan dibersihkan, untuk
mencegah korosi atau pengkaratan pada sambungan kaleng. Pengeringan dan pembersihan
kaleng ini perlu dilakukan untuk mencegah rekontaminasi (debu atau mikroba) yang lebih
mudah menempel pada kaleng yang basah.

10. Penyimpanan

Setelah itu disimpan dalam suhu ruang untuk mengetahui daya simpan dan efektifitas
sterilisasi. Pengamatan dilakukan selama 1 minggu dan kaleng disimpan pada suhu 40-50oC.
Jika dalam 1 minggu tersebut ada kaleng yang menggembung, maka proses sterilisasi tidak
berjalan dengan baik dan hal ini ditandai dengan masih adanya aktivitas mikroorganisme.
Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa sebagian besar produk masih dalam
keadaan baik setelah disimpan selama 1 minggu. Meskipun keseluruhan proses pengalengan
bisa dikatakan aseptis, namun tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya kerusakan, baik
karena berlalunya masa simpan (kadaluwarsa) ataupun karena kurang sempurnanya proses
pengalengan bisa dikatakan aseptis, namun tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya
kerusakan, baik karena berlalunya masa simpan (kadaluwarsa) ataupun karena kurang
sempurnanya proses pengalengan.

28
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kerusakan tersebut, yaitu antara lain:

1. Pengkaratan tinplate, terutama pada bahan pangan bersifat asam, karena pelepasan
hidrogen.

2. Reaksi kimia, misalnya reaksi kecoklatan nonezimatis atau pembebasan timah oleh nitrat
dan sebagainya.

3. Penggelembungan karena adanya CO2.

4. Operasi autoklaf yang salah terutama setelah pendinginan.

5. Exhausting yang kurang dan pengisian berlebih akan membawa akibat berlebihnya
tekanan selama pemanasan.

6. Pertumbuhan mikroba sebagai akibat tidak adanya pemanasan atau pemanasan yang
kurang sempurna, pembusukan bahan sebelum diolah, pencemaran sesudah diolah sebagai
hasil lipatan kaleng yang cacat atau pendinginan yang kurang.

7. Fluktuasi tekanan atmosfer.

8. Suhu dan waktu pemanasan yang tidak memadai selama sterilisasi dapat mengakibatkan
tumbuhnya Clostridium botulinum. Clostridium botulinum merupakan bakteri termofilik
(tahan panas) yang dapat hidup dalam kondisi anaerobik (tidak ada oksigen).

2.17 Kerusakan pada Produk Kaleng


Kerusakan pada produk kaleng, khususnya produk pengalengan ikan dibagi menjadi
dua yaitu kerusakan yang disebabkan karena kesalahan pengolahan dan kebocoran kaleng.
Pada dasarnya kerusakan utama pada makanan kaleng ditimbulkan oleh kurang sempurnanya
proses termal dan pencemaran kembali sesudah pengolahan. Kerusakan makanan kaleng
dapat disebabkan tiga hal yaitu keadaan terlipatnya sambungan-sambungan kaleng,
kontaminasi bakteriologis dari air pencuci atau air pendingin, peralatan pengalengan bekerja
kurang baik (Fadli,2011).

Menurut Anggraini et al., (2013), kerusakan-kerusakan yang terjadi pada pengalengan


sebagai berikut :

a. Flipper, yaitu kaleng terlihat normal, tetapi bila salah satu tutupnya ditekan dengan jari,
tutup lainnya akan menggembung.

b. Kembung sebelah atau springer, yaitu salah satu tutup kaleng terlihat normal, sedangkan
tutup lainnya kembung. Tetapi jika bagian yang kembung ditekan akan masuk ke dalam,
sedangkan tutup lainnya yang tadinya normal akan menjadi kembung.

29
c. Kembung lunak, yaitu kedua tutup kaleng kembung tetapi tidak keras dan masih dapat
ditekan dengan ibu jari.

d. Kembung keras, yaitu kedua tutup kaleng kembung dan keras sehingga tidak dapat
ditekan dengan ibu jari. Pada kerusakan yang sudah lanjut dimana gas yang terbentuk sudah
sangat banyak, kaleng dapat meledak karena sambungan kaleng tidak dapat menahan tekanan
gas dari dalam.

Menurut Mayasari (2013), kerusakan yang dapat terjadi pada bahan pangan yang dikemas
dengan kemasan kaleng terutama adalah kerusakan kimia, meski demikian kerusakan
biologis juga dapat terjadi. Kerusakan kimia yang paling banyak terjadi pada makanan yang
dikemas dengan kemasan kaleng adalah hydrogen swell yang terjadi karena adanya tekanan
gas hidrogen yang dihasilkan dari reaksi antara asam pada makanan dengan logam pada
kaleng kemasan. Kerusakan lainnya adalah :

a. Interaksi antara bahan pembuat kaleng yaitu Sn dan Fe dengan makanan yang dapat
menyebabkan perubahan yang tidak diinginkan. Kerusakan tersebut dapat berupa perubahan
warna dari bagian dalam kaleng, perubahan warna pada makanan yang dikemas, off-flavor
pada makanan yang dikemas, kekeruhan pada sirup, perkaratan atau terbentuknya lubang
pada logam, kehilangan zat gizi.

b. Kerusakan mikrobiologis pada makanan kaleng dapat disebabkan oleh meningkatnya


resistensi mikroba terhadap panas setelah proses sterilisasi rusaknya kaleng setelah proses
sterilisasi sehingga memungkinkan masuknya mikroorganisme ke dalam kaleng. Kerusakan
kaleng yang memungkinkan masuknya mikroorganisma adalah pada bagian sambungan
kaleng atau terjadinya gesekan pada saat proses pengisian (filling). Mikroorganisme juga
dapat masuk pada saat pengisian apabila kaleng yang digunakan sudah terkontaminasi
terutama jika kaleng tersebut dalam keadaan basah. Kerusakan juga dapat disebabkan karena
kaleng kehilangan kondisi vakumnya sehingga mikroorganisme dapat tumbuh.

c. Perkaratan (korosi) adalah pembentukan lapisan longgar dari peroksida yang berwarna
merah coklat sebagai hasil proses korosi produk pada permukaan dalam kaleng. Pembentukan
karat memerlukan banyak oksigen, sehingga karat biasanya terjadi pada bagian head space
dari kaleng. Perkaratan pada kemasan kaleng ini dapat menyebabkan terjadinya migrasi Sn ke
dalam makanan yang dikemas.

30
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Proses termal merupakan teknologi yang termasuk dalam proses pangawetan dengan
menggunakan energi panas yang bertujuan untuk mematikan mikroorganisme
merugikan yang menyebabkan penyakit dan dapat merusak atau menyebabkan
kebusukan pada produk yang dikemas.

Kemasan hermetis (tahan uap dan gas) yaitu kemasan yang secara sempurna tidak
dapat dilalui oleh gas, udara atau uap air sehingga selama masih hermetis wadah ini
tidak dapat dilalui oleh bakteri, kapang, ragi dan debu. Contoh yang paling banyak
digunakan adalah kaleng (tin-plate) dan botol.

Jenis-jenis proses pemanasan yang umum diterapkan dalam proses pengalengan


pangan, adalah blansir, pasteurisasi, sterilisasi dan hot-filling.

Kerusakan Produk Pangan Akibat Proses Termal Pangan meliputi perubahan warna,
perubahan bau dan cita rasa, perubahan tekstur dan viskositas serta perubahan nilai
gizi

Pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi yang meliputi protein, karbohidrat, lemak
dan vitamin berbeda-beda

Tahapan proses pengalengan bahan pangan nabati meliputi sortasi dan pencucian,
pengupasan, pemotongan, blansir, pengisian, exhausting, penutupan, processing
(sterilisasi), pendinginan, pengeringan dan penyimpanan.

31
DAFTAR PUSTAKA

http://seafast.ipb.ac.id/index.php/articles/37-kesehatan/86-sterilisasi-uht-a-pengolahan
aseptik-jaga-mutu-susu-segar
http://www.scribd.com/doc/31247969/sterilisasi-komercial
http://www.scribd.com/doc/38741915/Sterilisasi
http://laporannurainisolihat.blogspot.co.id/2014/12/makalah-teknologi-pengawetan-
pengalengan.html

32

Anda mungkin juga menyukai