Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan industri pangan di Indonesia telah menunjukkan kemajuan yang cukup
pesat. Diperkirakan bahwa perkembangan industri pangan di Indonesia akan terus
maju dengan laju pertumbuhan yang cukup. Bahan pangan merupakan kebutuhan
pokok bagi manusia disamping pendidikan, kesehatan dan sandang lainnya.

Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam kehidupan
manusia. Pengolahan dan pengawetan bahan makanan memiliki interelasi terhadap
pemenuhan gizi masyarakat, maka Tidak mengherankan jika semua negara baik
negara maju maupun berkembang selalu berusaha untuk menyediakan suplai pangan
yang cukup, aman dan bergizi. Salah satunya dengan melakukan berbagai cara
pengolahan dan pengawetan pangan yang dapat memberikan perlindungan terhadap
bahan pangan yang akan dikonsumsi. Salah satu pengawetan yang akan kita bahas
pada praktikum kali ini adalah pengawetan dengan suhu rendah.

Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan


metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan
sayuran tetap berlangsung setelah panen, sampai buah dan sayuran itu membusuk;
dan pertumbuhan bakteri di bawah suhu 100°C akan semakin lambat dengan semakin
rendahnya suhu. Proses metabolisme sendiri terganggu apabila terjadi perubahan
suhu. Sehingga penyimpanan suhu rendah dapat memperpanjang masa hidup
jaringan-jaringan dalam bahan pangan karena penurunan aktivitas respirasi dan
aktivitas mikroorganisme.

Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan makanan tidak dapat menyebabkan


kematian mikroba sehingga bila bahan pangan dikeluarkan dari tempat penyimpanan
dan dibiarkan mencair kembali (thawing) pertumbuhan mikroba pembusuk dapat
berjalan dengan cepat. Metode ini sering digunakan sebagai alternatif pengawetan
karena bahan pangan tidak akan kehilangan nutrisi yang terkandung di dalamnya,
selain itu rasa dan tekstur dari bahan pangan yang diawetkan dengan cara ini. Selain
itu sifat fisik dan sifat kimia dari bahan pangan tidak akan berubah seperti
pengawetan yang dilakukan melalui proses kimia atau fermentasi.

1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang diatas, didapatkan tujuan sebagai berikut :

1. Menjelaskan prinsip pengolahan pengawetan pangan dengan menggunakan


suhu rendah (pendinginan dan pembekuan)

2. Menjelaskan perbedaan prinsip antara pendinginan dan pembekuan

3. Menjelaskan perlakuan-perlakuan bahan sebelum proses pengawetan suhu


rendah

4. Mempelajari perubahan mutu pangan segar dan pangan olahan selama proses
pengawetan suhu rendah
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengawetan Pada Suhu Rendah


Pengawetan adalah cara yang digunakan untuk membuat bahan pangan
memiliki daya simpan yang lama dan mempertahankan sifat-sifat fisik dan kimia
makanan. Dalam pengawetan bahan pangan harus diperhatikan jenis bahan pangan
yang diawetkan, keadaan bahan pangan, cara pengawetan. Prinsip dasar pengawetan
dengan menggunakan suhu rendah adalah sebagai berikut :

1. Memperlambat kecepatan reaksi metabolisme, karena setiap penurunan suhu


sebesar 80°C maka kecepatan reaksi metabolisme berkurang setengahnya.
Jadi, semakin rendah suhu penyimpanan maka bahan pangan akan semakin
lama rusaknya, atau dengan kata lain bahan pangan akan semakin awet.

2. Menghambat pertumbuhan mikroorganisme penyebab kebusukan dan


kerusakan, akan efektif jika bahan pangan dibersihkan dulu sebelum
didinginkan. Hal ini dimaksudkan bahan pangan yang akan disimpan sedapat
mungkin terbebas dari kontaminan awal, terutama mikroorganisme dari
golongan psikroflik yang tahan suhu dingin.

Pengaturan suhu memiliki peran yang sangat penting dalam pengawetan


bahan pangan. Baik suhu rendah maupun suhu tinggi sangat berperan dalam
mempertahankan mutu bahan. Pada suhu yang lebih rendah kerusakan bahan pangan
dapat ditekan kenilai yang minimum. Secara umum dapat disebutkan bahwa setiap
penurunan suhu 10°C akan mengurangi laju reaksi kerusakan bahan pangan setengah
kalinya atau laju metabolisme akan berkurang setengahnya. Sebaliknya, laju reaksi
ini dalam batasan kisaran suhu fisiologis meningkat secara eksponensial dengan
peningkatan suhu. Van’t Hoff seorang ahli kimia Belanda menjelaskan bahwa, laju
reaksi kimia kurang lebih dua kali untuk setiap kenaikan suhu 10°C.

Setiap jaringan-jaringan hidup seperti bahan hasil pertanian mempunyai suhu


optimum untuk berlangsungnya proses metabolisme secara normal. Pada kondisi
suhu yang lebih tinggi atau rendah dari suhu optimum, proses metabolisme akan
berjalan lebih lambat, atau malahan dapat berhenti sama sekali pada suhu yang terlalu
tinggi atau rendah. Pada umumnya proses metabolisme berlangsung terus setelah
bahan hasil pertanian dipanen, sampai bahan menjadi mati dan akhirnya membusuk.

2.2 Metode Pengawetan Dengan Suhu Rendah


2.2.1 Pendinginan (Refrigerasi)
Pendinginan adalah penyimpanan bahan pangan diatas suhu pembekuan
yaitu -2 sampai +10°C. Pendinginan yang biasa dilakukan sehari-hari dalam
lernari es pada umumnya mencapai suhu 5 - 7°C. Meskipun air murni membeku
pada suhu O°C, tetapi beberapa makanan ada yang tidak membeku sampai suhu
-20°C atau di bawah, hal ini terutama disebabkan oleh pengaruh kandungan zat-
zat di dalam makanan tersebut. Penurunan suhu di bawah suhu minimum yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme dapat memperpanjang waktu
generasi mikroorganisme dan menghambat perkembangbiakannya.

Berdasarkan pada kisaran suhu pertumbuhan, mikroorganisme dibedakan


atas 3 kelompok, bakteri psikrofil, yaitu bakteri yang hidup pada daerah suhu
antara 0° - 30°C, dengan suhu optimum 15°C. Bakteri mesofil, yaitu bakteri yang
hidup di daerah suhu antara 15° - 55°C, dengan suhu optimum 25° - 40°C.
Bakteri termofil, yaitu bakteri yang dapat hidup di daerah suhu tinggi antara 40° -
75°C, dengan suhu optimum 25° - 40°C. Pendinginan mencegah pertumbuhan
mikroorganisme termofil dan mesofil. Sejumlah mikroorganisme psikrofil
menyebabkan kebusukan makanan, tetapi tidak ada yang patogen (dapat
menimbulkan penyakit). Oleh karena itu, pendinginan di bawah suhu 5 - 7°C
menghambat kebusukan dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme patogen.
Pendinginan juga mengurangi kecepatan perubahan enzimatik dan mikrobiologik
serta menghambat respirasi bahan pangan segar.

Hasil pertanian khususnya buah-buahan dan sayur-sayuran tropis sensitif


terhadap pendinginan. Penyimpanan pada suhu rendah akan menyebabkan
kerusakan bahan pangan yang disebut chilling injury. Pembekuan yang dilakukan
terhadap buah-buahan dan sayur-sayuran menyebabkan bahan menjadi lunak,
jika bahan pangan dikeluarkan dari tempat pembekuan. Hal ini disebabkan
karena di luar bahan pangan akan mengalami pencairan dari air yang telah
membeku, sehingga tekstur yang keras menjadi lunak.

2.2.2 Pembekuan (Freezing)


Pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku.
Pembekuan yang baik biasanya dilakukan pada suhu -12 sampai -24°C,
Pembekuan cepat (quick freezing) dilakukan pada suhu -24 sampai -40°C.
Pembekuan cepat ini dapat terjadi dalam waktu kurang dari 30 menit. Sedangkan
pembekuan lambat biasanya berlangsung selama 30 - 72 jam. Pembekuan
memberikan berbagai manfaat dalam penyimpanan produk pangan terutama bagi
industri pangan, misalnya untuk menghambat penurunan kadar nutrisi,
menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak pangan dan bahkan pada
beberapa produk pangan memberikan manfaat organoleptik (rasa pangan yang
lebih enak). Kebutuhan pembekuan ini juga sangat dirasakan pada pengiriman
dan transportasi produk-produk pangan dari produsen ke tangan konsumen.

Menurut Irving dan Sharp (1976), mutu bahan pangan yang dibekukan
akan menurun dengan kecepatan yang tergantung dari suhu penyimpanan dan
jenis bahan pangan. Pada umumnya sebagian besar bahan pangan akan
mempunyai mutu penyimpanan yang baik sekurang-kurangnya 12 bulan bila
disimpan pada suhu -18°C, kecuali bahan pangan dengan kandungan lemak
tinggi. Bila suhu penyimpanan naik 3°C maka kecepatan kerusakan akan berlipat
ganda. Makanan beku yang mempunyai Mutu penyimpanan yang baik selama 12
bulan pada suhu -18°C, akan tahan simpan masing-masing hanya 6 bulan atau 3
bulan pada suhu -15°C atau -12°C.

2.3 Pengaruh Pengawetan Suhu Rendah Terhadap Kualitas Bahan


Pengawetan suhu rendah digunakan untuk menambah daya simpan bahan
menjadi panjang. Namun pada penyimpanan suhu rendah juga bisa menimbulkan
beberapa pengaruh terhadap jaringan, protein dan enzim pada bahan. Hal ini
disebabkan karena adanya pembentukan kristal es yang dapat merubah tekstur karena
adanya pelepasan kimia pada bahan. Perubahan jaringan bahan semakin melemah
ketika disimpan pada suhu rendah. Pengawetan suhu rendah memberikan pengaruh
pada terhambatnya aktivitas suhu (Sirijariyawat et al, 2012).

Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai oleh umur simpan yang pendek.
Hal itu juga merupakan petunjuk laju kemunduran mutu dan nilainya sebagai bahan
makanan. Faktor yang sangat penting yang mempengaruhi respirasi dilihat dari
anatomi dan fisiologi dari segi penyimpanan adalah suhu. Penyimpanan bahan
makanan pada suhu rendah tidak hanya mengurangi laju respirasi, tapi juga
menghambat pertumbuhan kebanyakan mikroorganisme yang menyebabkan
pembusukan. Sayuran seperti umbi, bawang, kentang, dan biji-bijian dapat disimpan
pada suhu ruang dalam jangka waktu yang relatif lama tanpa terjadi penurunan mutu
yang berarti. Terung, wortel, buncis, ketimun, dapat disimpan pada ruang sejuk.
Sayuran yang lainnya akan sangat baik jika disimpan pada suhu dingin (Pentastico,
2011).

Suhu pendinginan atau pembekuan dan cara yang digunakan tergantung pada
jenis dan sifat bahannya. Buah-buahan jenis tertentu (seperti pisang, advokat, nenas,
semangka) sebaiknya tidak disimpan pada suhu dingin, karena pada suh dibawah
13,3˚C akan terjadi kerusakan (Chilling Injury) dan tidak akan mengalami
pematangan yang normal. Penyimpanan pada suhu rendah (dibawah 4,4˚C)
menyebabkan terjadinya akumulasi gula sebab aktivitas metabolisme berlangsung
agak lambat. Gula menyebabkan kentang mempunyai rasa manis, rasa yang tidak
disenangi dan menimbulkan reaksi pencoklatan yang tidak terlalu keras pada waktu
digoreng.

2.4 Kerusakan Kandungan Gizi Akibat Pendinginan dan Pembekuan


2.4.1 Kerusakan Kandungan Gizi Akibat Pendinginan
Menurut Sudaryanto (2008), pemakaian suhu rendah untuk mengawetkan
bahan pangan dapat mengakibatkan kerusakan-kerusakan sebagai berikut :

1. Chilling injury
Chilling injury terjadi karena :

 Kepekaan bahan terhadap suhu rendah

 Daya tahan dinding sel

 Burik-burik bopeng (pitting)

 Jaringan bahan menjadi cekung dan transparan

 Pertukaran bau / aroma

Di dalam ruang pendingin dimana disimpan lebih dari satu macam


produk agroindustri, kemungkinan terjadi pertukaran bau atau aroma.
Misalnya : buah pir tidak dapat didinginkan bersama-sama dengan seledri,
kubis, ataupun bawang putih.

2. Kerusakan oleh bahan pendingin / refrigerant


Bila lemari pendingin menggunakan amonia sebagai refrigerant,
misalnya terjadi kebocoran pada pipa dan ammonia masuk ke dalam
ruang pendinginan, akan mengakibatkan perubahan warna pada bagian
luar bahan yang didinginkan berupa warna coklat atau hitam kehijauan.
Kalau proses ini berlangsung terus menerus, maka akan diikuti proses
pelunakan jaringan-jaringan buah. Sebagai contoh : suatu ruangan
pendingin yang mengandung amonia sebanyak 1 % selama kurang dari
1 jam, akan dapat merusak pir, apel, pisang, atau bawang putih yang
disimpan di dalamnya.

3. Kehilangan air dari bahan yang didinginkan akibat pengeringan


Kerusakan ini terjadi pada bahan yang dibekukan tanpa pembubgkus
atau dengan pembungkus yang kedap uap air serta waktu
membungkusnya masih banyak ruang-ruang yang tidak terisi bahan.
Pengeringan satu tempat dapat menimbulkan gejala yang dikenal
dengan nama “freeze burn” , yang terutama terjadi pada daging sapi dan
daging unggas yang dibekukan. Pada daging unggas, hal ini tampak
sebagai bercak-bercak yang transparan atau bercak-bercak yang
berwarna putih atau kuning kotor. Freeze burn disebabkan oleh
sublimasi setempat kristal-kristal es melalui jaringan-jaringan
permukaan atau kulit. Maka terjadilah ruangan-ruangan kecil yang berisi
udara, yang menimbulkan refleksi cahaya dan menampakkan warna-
warna tersebut. Akibat terjadinya freeze burn, maka akan terjadi
perubahan rasa pada bahan, selanjutnya diikuti dengan proses denaturasi
protein.

4. Denaturasi protein
Denaturasi protein berarti putusnya sejumlah ikatan air dan
berkurangnya kadar protein yang dapat diekstrasi dengan larutan garam.
Denaturasi protein terjadi pada daging, ikan, dan produk-produk air
susu. Proses denaturasi menimbulkan perubahan-perubahan rasa dan
bau, serta perubahan konsistensi (daging menjadi liat atau kasap).
Semua bahan yang dibekukan, kecuali es krim, sebelum dikonsumsi
dilakukan “thawing“, maka untuk bahan yang telah mengalami
denaturasi protein pada waktu pencairan kembali, air tidak dapat
diabsorpsi kembali. Tekstur liat yang terjadi disebabkan oleh
membesarnya molekul-molekul.

2.4.2 Kerusakan Kandungan Gizi Akibat Pembekuan


Menurut Winarno (2008), dalam pembekuan bahan pangan dapat
mempengaruhi kandungan-kandungan yang ada di dalam bahan pangan. Berikut
pengaruh-pengaruh tersebut :

1. Pengaruh Pembekuan terhadap Jaringan


Makanan tidak mempunyai titik beku yang pasti, tetapi akan
membeku pada kisaran suhu tergantung pada kadar air dan komposisi
sel. Kurva suhu – waktu pembekuan umumnya menunjukkan garis
datar (plataeau) antara 00 C dan 50 C berkaitan dengan perubahan (fase)
air menjadi es, kecuali jika kecepatan pembekuan sangat tinggi. Telah
ditunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk melampaui daerah
pembekuan ini mempunyai pengaruh yang nyata pada mutu beberapa
makanan beku. Umumnya telah diketahui bahwa pada tahapan ini
terjadi kerusakan sel dan struktur yang irreversible yang
mengakibatkan mutu menjadi jelek setelah pencairan, terjadi khususnya
sebagai hasil pembentukan kristal es yang besar dan perpindahan air
selama pembekuan dari dalam sel ke bagian luar sel yang dapat
mengakibatkan kerusakan sel karena pengaruh tekanan osmotis.
Pembekuan yang cepat dan penyimpanan dengan fluktuasi suhu yang
tidak terlalu besar, akan membentuk kristal-kristal es kecil di dalam sel
dan akan mempertahankan jaringan dengan kerusakan minimum pada
membran sel.

2. Pengaruh Pembekuan terhadap Mikroorganisme


Pertumbuhan mikroorganisme dalam makanan pada suhu di
bawah kira-0oC belum dapat diketahui dengan pasti. Jadi penyimpanan
makanan beku kira -12-18 0C di bawahnya akan mencegah kerusakan
mikrobologis, dengan persyaratan tidak terjadi perubahan suhu yang
besar. Mikroorganisme psikofilik mempunyai kemampuan untuk
tumbuh pada suhu 0-5 o C. Jadi penyimpanan yang lama pada suhu-
lemari es baik sebelum atau sesudah pembekuan dapat mengakibatkan
terjadinya kerusakan oleh mikroba. Walaupun jumlah mikroba
biasanya menurun selama pembekuan dan penyimpanan beku (kecuali
spora), makanan beku tidak steril dan acapkali cepat membusuk seperti
produk yang tidak dibekukan jika suhu cukup tinggi dan lama
penyimpanan pada suhu tersebut cukup lama. embekuan dan
penyimpanan makanan beku juga mempunyai pengaruh yan nyata pada
kerusakan sel mikroba. Jika sel yang rusak atau luka tersebut mendapat
kesempatan menyembuhkan dirinya, maka pertumbuhan yang cepat
akan terjadi jika lingkungan sekitarnya memungkinkan.

3. Pengaruh Pembekuan terhadap Protein


Pembekuan hanya menyebabkan sedikit perubahan nilai gizi
protein,.Hal ini dapat dilihat dalam proses pendadihan bahan-bahan
yang berprotein terutama selama pembekuan dan pencairan yang
berulang-ulang. Walaupun nilai biologis protein yang mengalami
denaturasi, sebagai bahan pangan manusia, tidak banyak berbeda
dengan protein asli, kenampakan dan kualitas bahan pangan tersebut
mungkin akan berubah sama sekali karena perlakuan-perlakuan yang
demikian. Selama penyimpanan beku jika seandainya enzim tidak
diinaktifkan, proteolisis mungkin terjadi di dalam jaringan hewan.

4. Pengaruh Pembekuan terhadap Enzim


Aktivitas enzim tergantung pada suhu. Aktivitas enzim
mempunyai pH optimum dan dipengaruhi oleh kadar substrat.
Aktivitas suatu enzim dapat dirusakan pada suhu mendekati 100-
2000F. Walaupun kecepatan reaksinya sangat rendah pada suhu tersebut.
Sistem enzim hewan cenderung mempunyai kecepatan reaksi optimum.
Sistem enzim tanaman enderung mempunyai suhu optimum suhu sekitar
98 0 F atau sedikit lebih rendah. Pembekuan menghentikan aktivitas
mikrobiologis. Aktivitas enzim hanya dihambat oleh suhu pembekuan.
Pengendalian enzim yang termudah dapat dikerjakan dengan merusak
dengan perlakuan pemanasan yang pendek (balansing) sebelum
pembekuan dan penyimpanan.

5. Pengaruh Pembekuan terhadap Lemak


Deteriorasi oksidatif lemak dan minyak bukanlah hal yang asing
lagi pada bahan pangan. Lemak dalam jaringan ikan cenderung lebih
cepat menjadi tengik daripada lemak dalam jaringan hewan. Pada suhu
–100C berkembang dalam jaringan berlemak yang beku sangat
berkurang. Lemak yang tengik cenderung mempunyai nilai gizi yang
lebih rendah daripada lemak yang segar. Untuk mencegah proses
tersebut maka proses pembekuan merupakan pencegahan yang sangat
baik hampir pada semua makanan berlemak.

6. Pengaruh Pembekuan terhadap Vitamin


Kehilangan vitamin-vitamin berlangsung terus sepanjang
pelaksanaan pengolahan, misalnya selama blansing dan pencucian,
pemotongan dan penggilingan. Terkenanya jaringan-jaringan oleh udara
akan menyebabkan hilangnya vitamin C karena oksidasi. Umumnya
kehilangan vitamin C terjadi bilamana jaringan dirusak dan terkena
udara. Selama penyimpanan dalam keadaan beku kehilangan vitamin C
akan berlangsung terus. Makin tinggi suhu suhu penyimpanan makin
besar terjadinya kerusakan zat gizi. Dalam bahan pangan beku
kehilangan yang lebih besar dijumpai terutama pada vitamin C daripada
vitamin yang lain. Blansing untuk menginaktifkan enzim adalah penting
untuk melindungi tidak hanya vitamin-vitamin akan tetapi juga kualitas
bahan pangan beku pada umumnya. Secara komersial sudah lama
dilakukan penambahan asam askorbat pada buah-buahan sebelum
pembekuan guna melindungi kualitas.

Vitamin B1 berfungsi menginaktifkan enzim. Kehilangan lebih


lanjut tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit selama penyimpanan beku
pada suhu dibawah nol pada buah-buahan, sayuran, daging, dan unggas.
Selama preparasi untuk pembekuan kandungan dalam bahan pangan
menjadi berkurang, akan tetapi selama vitamin B2 penyimpanan beku
kerusakan zat gizi hanya sedikit atau tidak rusak sama sekali.

Vitamin-vitamin yang larut dalam lemak dan karoten sebagai


prekusor vitamin A selama pembekuan bahan pangan mengalamin
sedikit perubahan, walaupun terjadi kehilangan selama penyimpanan.
Blansing pada jaringan tanaman dapat memperbaiki stabilitas
penyimpanan karoten. Penyimpanan bahan pangan dalam keadaan
beku tanpa dikemas dapat menjurus ke arah terjadinya oksidasi dan
perusakan sebagian besar zat gizi, termasuk vitamin.
BAB III

METODOLOGI

3.1 Pengawetan Buah dengan Pendinginan


3.1.1 Alat
 Wadah plastic
 Refrigerator  pH-meter
 Termometer  Erlenmeyer 250 ml
 Refraktometer  Mortar
 Penetrometer  Buret
3.1.2 Bahan  Statif
 Mangga
 Apel
 Pisang
 Jeruk
 Tomat
 NaOH 0.1 N
 Phenolptalin
3.1.3 Prosedur Kerja
1. Simpan buah mangga , apel, pisang, jeruk dan tomat pada suhu
refrigerator dan suhu kamar sebagai kontrol. Ukur suhu penyimpanan
menggunakan termometer. Catat suhunya
2. Simpah buah buah dalam refrigerator selama 3 dan 6 hari
Pengamatan
Lakukan pengamatan setelah penyimpanan hari ke-0, ke-3 dan ke-6 yang
meliputi pengukuran (a) tekstur dengan penetrometer, (b) pengukuran pH
dengan pH meter, (c) total asam tertitrasi, (d) total gula terlarut /derajat brix
dengan refraktometer, dan (e) uji organoleptik yang meliputideskripsi warna,
aroma, rasa dan tekstur.

3.2 Pengawetan Daging, Sayur dan Ikan dengan Pendinginan dan Pembekuan
3.2.1 Alat
 Refrigerator
 Freezer dengan T=< -18oC
 Jantung plastic HDPE atau PVC
 Pisau
3.2.2 Bahan
 Buncis
 Daging sapi segar
 Karkas ayam
 Ikan mas ukuran sedang
3.2.3 Prosedur Kerja
Pendinginan dengan pembekuan daging sapi dan karkas ayam
1. Daging yang kana diawetkan harus dipilih yang bermutu baik. Untuk unggas
dipilig yang dagingnya kompak, penyebaran lemak merata dan kerusakan kulit
seminimal mungkin
2. Setelah dicuci dengan air bersih, kemas dalakantung plastic HDPE atau PVC
sebanyak 3 kantong ( diberi label kantong1, kantong 2 dan kantong 3 dengan
mutu relative seragam)
3. Simpan ketiga kantong dalam refrigerato.pada hari kedua, pindahkan
kantongkedua dan ketiga ke dalam freezer dengan suhu -10oC dan -18oC.
kantoong 1 tetap dibiarkan di refrigerator
Pengamatan
1. Lakukan pengamatan organoleptik terhadap aroma,penampakan, warna, rasa
dan tekstur pada minggu ke- 0, 1, 2, 3, dan 4 atau sampai produk sudah tidak
diterima untuk produk yang disimpan dalam refrigerator. Amati tekstur dan
warna secara objektif dengan alat analyzer dam chromatometer setelah akhir
penyimpanan.
2. Untuk penyimpanan beku, pengamatan dilanjutkan pada bulan ke-2 dan ke-3
3. Pada akhir penyimpanan produk bekum lakukan thawing dengna cara
memindahkan produk beku ke refrigerator dan biarkan didalamnya selama
sekitar 24 jam. Ukur tekstur dan warna dengan tekstur analyzer dan
crhomatometer.

Pendinginan dan pembekuan ikan


1. Ikan yang akan dibekukan harus dipilih yang benar-benar segar dengan mutu
yang tinggi
2. Ikan dibersihkan dengan memuang isi perut dan tanpa membuang sisiknya.
Untuk jenis iakn dengan ukuran kecil-kecil, dapat dibekukan dalam bentuk
utuh, sedangkan ikan berukuran besar sebaiknya dipotong-potong menjadi 2-3
bagian
3. Selanjutnya ikan dicuci dengan air es dan ditiriskan. Sampel ikan dibagi
menjadi 4 dan dikeas dalam kantung plastic HDPE atau PVC untuk perlakuan
pengaruh suhu dan glazing
4. Simpan 1 kantung ikan ke dalam refrigerator, 1 kantung ke dalam freezer
-10oC dan 2 kantung ke dalam freezer -18oC
5. Untuk mencegah dehidrasi dan oksidasi pada ikan beku, selain dengan
pemanasan dapt juga dengan perlakuan glazing. Teknik ini sangat baik terutama
untuk ikan yang disimpan dalam bentuk curah, dimana teidak digunakan
kemasan untuk per satuan ikan
6. Glazing dilakukan dengan cara mencelupkan ikan yang telah dibekukan dalam
freezer -18oC ke dalam air es. Kemudian ikan tersebut disimpan kembali ke
dalam freezer. Untuk memperoleh ketebalan lapisan es yang cukup, kadang-
kadang ni dapat diulangi beberapa kali hingga terbentuk tebales yang
diinginkan. Ikan beku yang diglazing tidak perlu dikemas dalam kantong plastic
Pengamatan
1. Lakukan pengamatan organoleptik terhadap aroma,penampakan, warna, rasa
dan tekstur pada minggu ke- 0, 1, 2, 3, dan 4 atau sampai produk sudah tidak
Buah segar
diterima untuk produk yang disimpan dalam refrigerator. Amati tekstur dan
warna secara objektif dengan alat analyzer dam chromatometer setelah akhir
penyimpanan.
2. Untuk penyimpanan beku, pengamatan dilanjutkan pada bulan ke-2 dan ke-3
3. Pada akhir penyimpanan produk bekum lakukan thawing dengna cara
memindahkan produk beku ke refrigerator dan biarkan didalamnya selama
sekitar 24 jam. Ukur tekstur dan warna dengan tekstur analyzer dan
crhomatometer.

Pembekuan sayur buncis


1. Pilih buncis dengan mutu yang baik (segar, warna hijau, tekstur masih keras)
potong bagianpangkal dan pucuk
2. Lakukan blansir dengan merendam dalam air panas (suhu -80oC) selama 2-3
menit kemudian ditiriskan
3. Kemas dalam kantung plastic HDPE sebanyak 3 kantung, simpan pada
refrigerator dan freezer -10oC dan -18oC
Pengamatan
1. Lakukan pengamatan organoleptik terhadap aroma,penampakan, warna, rasa
dan tekstur pada minggu ke- 0, 1, 2, 3, dan 4 atau sampai produk sudah tidak
diterima untuk produk yang disimpan dalam refrigerator. Amati tekstur dan
warna secara objektif dengan alat analyzer dam chromatometer setelah akhir
penyimpanan.
2. Untuk penyimpanan beku, pengamatan dilanjutkan pada bulan ke-2 dan ke-3
3. Pada akhir penyimpanan produk bekum lakukan thawing dengna cara
memindahkan produk beku ke refrigerator dan biarkan didalamnya selama
sekitar 24 jam. Ukur tekstur dan warna dengan tekstur analyzer dan
crhomatometer.

RANCANGAN KERJA

A. Pengawetan Buah dengan Pendinginan


Daging/
karkas

Disimpan di
refrigerator

Disimpan di suhu
kamar

Diukur suhu

Disimpan

Produk

B. Pengawetan Daging, Sayur, Ikan dengan Pendinginan dan Pembekuan


Pendinginan dan Pembekuan Daging Sapid an Karkas Ayam
Ikan

Dipilih
Dipilih

Dibuang isi perut


Air bersih Dicuci Air bekas

Dikemas

Disimpan di
refrigerator

Dipindah di freezer

C. Pendinginan dan Pembekuan ikan


Produk
Buncis
segar

Dipotong

Dicuci

Air bersih Dicuci Air bekas

Dipotong 4 bagian

Dikemas

Disimpan di
refrigerator (1)
D. Pembekuan sayuran buncis

Disimpan di freezer
(2)

Produk
Air panas Air bekas
Dikemas
bersih

Ditiriskan

Dikemas

Disimpan di
refrigerator dan
BAB IV
freezer
PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Tempat Produk
penyimpanan per kelompok
Kelompok Buah Penyimpanan

1 Mangga dan Apel Kulkas

2 Pisang dan Jeruk Kulkas

3 Tomat dan Buncis Kulkas, Freezer


4 Daging Ayam Kulkas, Freezer
5 Ikan Lele Kulkas, Freezer

Tabel 2. Hasil uji kekerasan kelompok 1 dan 2


Uji Kekerasan
Hari ke-0 Hari ke-3 Hari ke-6
Apel
5
2,96 x 10 pa 3,44 x 105 pa 2,793 x 105 pa
Mangga
5
3,646 x 10 pa 3,573 x 105 pa 3,56 x 105 pa
Pisang
5
3,44 x 10 pa 2,786 x 105 pa 3,633 x 105 pa
Jeruk
5
3,52 x 10 pa 3,673 x 105 pa 1,72 x 105 pa

Tabel 3. Hasil uji pH kelompok 1 dan 2


Uji pH
Hari ke-0 Hari ke-3 Hari ke-6
Apel
4.15 4.2 4.1
Mangga
4.4 4.9 5.2
Pisang
4.8 5 4.8
Jeruk
5 5 4.6
Tabel 4. Hasil uji total asam kelompok 1 dan 2
Total Asam
Hari ke-0 Hari ke-3 Hari ke-6
Apel = 0,69 % Apel = 1 % Apel = 2,3 %
Mangga = 0,8
Mangga = 0,46 % Mangga = 0,85 %
%
Pisang = 1,1 % Pisang = 1,15 % Pisang = 2,3 %
Jeruk = 4,7 % Jeruk = 1,25 % Jeruk = 6 %

Tabel 5. Hasil uji refraktometer kelompok 1 dan 2


Uji Refraktometer
Hari ke-0 Hari ke-3 Hari ke-6
Apel Apel Apel
4.4 Brix 2.8 Brix 5.2 Brix
Mangga Mangga Mangga
3.2 Brix 6.5 Brix 5.1 Brix
Pisang Pisang Pisang
3.4 Brix 3.1 Brix 5.5 Brix
Jeruk Jeruk Jeruk
8.6 Brix 4.5 Brix 5.5 Brix

Tabel 6. Hasil uji organoleptik kelompok 1 dan 2 pada hari ke-0


Hari ke-0
Warna Rasa Aroma
Apel = Khas
Apel = Putih Apel = Manis
apel
Mangga = Kuning Mangga =
Mangga = Manis
keorenan Khas mangga
Pisang = Khas
Pisang = Cream Pisang = Manis
pisang
Jeruk = Khas
Jeruk = Orange cerah Jeruk = Kecut
jeruk

Tabel 7. Hasil uji organoleptik kelompok 1 dan 2 pada hari ke-3


Hari ke -3
Warna Rasa Aroma
Apel = Browning Apel = Khas
Apel = Agak manis
(Kekuningan) apel
Mangga =
Mangga = Agak browning Mangga = Manis
Khas mangga
Pisang = Manis agak Pisang = Khas
Pisang = Agak browning
sepet pisang
Jeruk = Khas
Jeruk = Orange segar Jeruk = Agak manis
jeruk

Tomat = Khas
Tomat = Merah keorenan Tomat = Manis
tomat

Tabel 8. Hasil uji organoleptik kelompok 1 dan 2 pada hari ke-6


Hari ke-6
Warna Rasa Aroma
Apel = Mencoklat Apel = Khas
Apel = Khas apel
(Browning) apel
Mangga = Browning gelap
Mangga =
ditengah, browning cerah Mangga = Hambar
Khas mangga
diluar
Pisang = Khas
Pisang = Sedikit browning Pisang = Khas apel
pisang
Jeruk = Khas
Jeruk = Orange Jeruk = Manis khas jeruk
jeruk

Tabel 9. Hasil pengujian pendinginan pada buah tomat kelompok 3


Hari Total Total Organoleptik
Kekerasan pH
ke - Gula Asam Warna Rasa Aroma Tekstur
keras
Asam khas
0 3.5 4.3 6 3.8 merah sedikit
Manis tomat
empuk
segar
sedikit
merah asam khas
3 3.58 4.9 3.3 2.3 lebih
segar khas tomat
keras
tomat
segar
merah asam khas lebih
6 2.6 4.3 3.2 2
segar khas tomat keras
tomat

Tabel 10. Hasil pengujian pembekuan pada buah tomat kelompok 3


Hari Total Total Organoleptik
Kekerasan pH
ke - Gula Asam Warna Rasa Aroma Tekstur
keras
Asam khas
0 3.5 4.3 6 3.8 merah sedikit
Manis tomat
empuk

khas
3 3.6 4.4 4.3 2.7 merah Asam keras
tomat

khas
6 1.8 4.4 3.9 2.8 merah Asam keras
tomat
Tabel 11. Hasil pengujian pendinginan pada sayur buncis kelompok 3
Hari Total Total Organoleptik
Kekerasan pH
ke - Gula Asam Warna Aroma Tekstur
khas
0 3.8 6.2 2.1 2.9 Hijau Renyah
sayur
hijau sedikit sedikit
3 3.3 5.9 1.9 1.3
pudar langu lembek
coklat ke layu tidak
6 0.98 5.6 2.8 2.9 layu
putihan segar

Tabel 12. Hasil pengujian pembekuan pada sayur buncis kelompok 3


Hari Total Total Organoleptik
Kekerasan pH
ke - Gula Asam Warna Aroma Tekstur
khas
0 3.8 6.2 2.1 2.9 Hijau Renyah
sayur
keras
setelah
keluar
khas dari
hijau
3 2.4 6.4 3.3 2.25 buncis, freezer,
segar
segar dan
lembek
ketika
mencair
keras
setelah
keluar
khas dari
hijau
6 0.8 5.9 2.4 1.7 buncis, freezer,
segar
segar dan
lembek
ketika
mencair

Tabel 13. Hasil pengujian pendinginan kelompok 4


Daging Ayam Organoleptik Daging Ayam
Pendinginan Pendinginan
Uji
Day pH Kekerasan warna aroma tekstur
6.85 2.35 putih Sedikit
3 pucat amis kaku
7.27 1.17 putih
6 pucat amis kaku

Tabel 14. Hasil pengujian pembekuan kelompok 4


Daging Ayam Organoleptik Daging Ayam
Pembekuan Pembekuan
Uji
Day pH Kekerasan warna aroma tekstur
Sedikit
amis lendir,
5.76 2.58 putih sedikit licin,
3 pucat busuk lembek
Sedikit
6.07 2.5 lender,
6 putih amis kaku

Tabel 15. Hasil pengujian pendinginan kelompok 5


Ikan Lele Organoleptik Ikan Lele
Pendinginan Pendinginan
Uji
Day pH Kekerasan warna aroma Tekstur
berlendir
putih amis , licin ,
3 7 4 pucat menyengat lembek
berlendir
putih , licin ,
6 7.8 2.1 pucat amis busuk kaku

Tabel 16. Hasil pengujian pembekuan kelompok 5


Ikan Lele Organoleptik Ikan Lele
Pembekuan Pembekuan
Uji
Day pH Kekerasan warna Aroma Tekstur
berlendir
, licin
putih ,lebih
3 7.2 1.9 pucat Amis kaku
berlendir
putih , licin ,
6 6.8 2.8 segar Amis kaku
4.1 Pengawetan Dengan Pendinginan

Praktikum pengawetan suhu rendah bertujuan untuk Menjelaskan prinsip pengolahan


pengawetan pangan dengan menggunakan suhu rendah (pendinginan dan
pembekuan). Praktikum ini dibagi beberapa kelompok dan di tiap kelompok
bahan yang diuji berbeda-beda. Pada kelompok 1 bahan yang diuji adalah buah
mangga dan apel, sedangkan pada kelompok 2 buah yang diuji adalah pisang dan
jeruk, kemudian pada kelompok 3 bahan yang diuji adalah buah tomat dan sayur
buncis, pada kelompok 4 bahan yang diuji yaitu karkas ayam sedangkan pada
kelompok 5 bahan yang diuji adalah ikan lele. Hal yang pertama dilakukan tiap
kelompok yaitu melakukan pencucian bahan dan memeperkecil ukuran bahan uji.
Kemudian bahan dimasukkan kedalam sterofoam dan ditutup lagi dengan plastik
wrap, lalu tiap bahan uji diberi label karena nanti akan disimpan di kulkas dan di
freezer. Setelah itu, bahan disimpan ada yang di kulkas dan ada yang di freezer,
kecuali produk kelompok 1 dan 2 bahan hanya disimpan pada kulkas tanpa
freezer. Kemudian dilakukan pengamatan tiap hari ke-0, 3 dan 6. Pengamatan
meliputi uji total asam, uji total gula, uji pH, uji kekerasan dan uji organoleptik,
kecuali pada kelompok 4 dan 5 memiliki perbedaan pengamatan. Disebabkan
produknya menggunakan bahan pangan hewani sehingga tidak dilakukan
pengujian pH, total asam dan total gula. Setelah dilakukan pengamatan,
didapatkan hasil bahwa pada buah masih dapat dikonsumsi dengan baik hanya
ada sedikit perubahan seperti browning di bagian tertentu. Pada sayur buncis
pun juga tidak ada perubahan yang sangat signifikan. Sedangkan pada produk
hewani juga tidak ada perubahan yang signifikan bahan menjadi kaku karena
disimpan pada suhu rendah. Dapat disimpulkan pada praktikum pengawetan
suhu rendah berhasil melakukan pengujian dikarenakan produk masih aman
dikonsumsi dan tidak ada mikroorganisme yang tumbuh pada masa penyimpana
serta tidak merubah bentuk dari bahan tersebut, hal ini sesuai dengan
pernyataan Hudaya (2008), pendinginan di suhu rendah dapat menghambat
kebusukan dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme patogen. Pendinginan
juga mengurangi kecepatan perubahan enzimatik dan mikrobiologik serta
menghambat respirasi bahan pangan segar. Kecuali pada produk hewani, produk
mengalami sedikit kebusukan. Hal ini disebabkan karena adanya pembentukan
kristal es yang dapat merubah tekstur karena adanya pelepasan kimia pada
bahan atau perubahan jaringan bahan semakin melemah ketika disimpan pada
suhu rendah atau juga pengawetan suhu rendah memberikan pengaruh pada
terhambatnya aktivitas suhu. Sehingga pada penyimpanan suhu rendah juga
bisa menimbulkan beberapa pengaruh terhadap jaringan, protein dan enzim
pada bahan (Rusendi dkk., 2010).

4.2 Pengawetan dengan Pembekuan

Seperti yang dijelaskan diaatas, produk yang disimpan pada freezer yaitu produk sayur-
sayuran dan produk hewani. Dilakukan pengawetan pembekuan agar dapat diketahui
apakah produk yang disimpan di suhu rendah (pembekuan) dapat umur simpannya
bertambah atau tidak, dan agar dapat diketahui perbedaan prinsip antara pengawetan
pendinginan dengan pembekuan. Setelah dilakukan uji yang sesuai dengan penjelasan
diatas, didapatkan hasil pengamatan bahwa pada produk sayur-sayuran tidak
mengalami perubahan yang signifikan produk masih terlihat baik. Akan tetapi, pada
buncis didapatkan hasil bahwa ketika buncis dikeluarkan dari freezer tidak lama
kemudian mencair dan produk menjadi lembek, hal ini sudah sesuai dengan literatur
bahwa terjadi chilling injury. Menurut Kusnandar (2010), bahan-bahan pangan seperti
buah dan sayur sebaiknya tidak disimpan pada suhu dingin, karena pada suhu dibawah
13,3˚C akan terjadi kerusakan (Chilling Injury) dan tidak akan mengalami pematangan
yang normal. Penyimpanan pada suhu rendah (dibawah 4,4˚C) menyebabkan terjadinya
akumulasi gula sebab aktivitas metabolisme berlangsung agak lambat.

4.3 Tekstur

4.3.1 Tekstur dengan Pendinginan dan Pembekuan

Dilihat dari tekstur tiap-tiap bahan uji, dari buah-buahan didapatkan penurunan tekstur
kekerasan. Buah mengalami penurunan kekerasan mungkin dikarenakan terjadinya
kerusakan chilling injury dan juga terjadi perubahan kualitas mutu bahan. Hal ini sesuai
dengan literatur bahwa menurut Kusnandar (2010), sayur dan buah-buahan sebaiknya
tidak disimpan pada suhu dingin, karena pada suhu dibawah 13,3˚C akan terjadi
kerusakan (Chilling Injury) dan tidak akan mengalami pematangan yang normal serta
akan terjadi penurunan kualitas dari bahan tersebut. Penyimpanan pada suhu rendah
(dibawah 4,4˚C) menyebabkan terjadinya akumulasi gula sebab aktivitas metabolisme
berlangsung agak lambat. Sedangkan pada tomat dari parameter tekstur, mengalami
perubahan tekstur menjadi lebih keras. Menurut Estiasih (2009), Buah dan sayur
memiliki komponen kadar air yang besar sebagai penyusun utamanya. Dengan adanya
kadar air yang tinggi akan menyebabkan perubahan volume yang besar. buah dan sayur
sebagian besar memiliki tekstur yang lebih kaku jika dibandingkan dengan tekstur
daging dan ikan. Kemudian pada sayur buncis di pengawetan pendinginan dan
pembekuan produk mengalami perubahan tekstur menjadi lunak dan lembek hal ini
dapat diakibatkan adanya proses thawing ketika dikeluarkan dari tempat pengawetan
perubahan tersebut terjadi. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa Selama proses
thawing berlangsung sel yang rusak akan mengalami pelepasan komponen bagian-
bagian sel, air yang hilang membuat bagian dalam sel menjadi kosong dan tidak dapat
tergantikan. Kerusakan ini tidak dapat kembali ke bentuk semula sehingga
mengakibatkan tekstur menjadi lunak (Koswara, 2009). Lalu pada bahan pangan hewani
seperti karkas ayam dan ikan lele, didapatkan hasil bahwa tekstur bahan menjadi
berlendir, licin dan lunak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fathonan (2011), bahwa
bahan pangan yang mengeluarkan lendir dapat dikarenakan adanya proses hyperaemia
yang merupakan proses terlepasnya lendir dari kelenjar yang terdapat dibawah kulit.
Lendir yang dihasilkan tersebut merupakan glikoprotein dan merupakan substrat yang
baik bagi pertumbuhan bakteri. Sehingga kontaminan yang berupa mikroorganisme
dapat masuk dengan mudah dan dapat dengan mudah merusak bahan sehingga dapat
mempengaruhi bau, berat, warna dan tekstur.

4.4 pH

4.4.1 pH Pendinginan dan Pembekuan

pH adalah ukuran konsentrasi ion hidrogen dari larutan. Pengukuran pH (potensial


Hidrogen) akan mengungkapkan jika larutan bersifat asam atau alkali (atau basa). Jika
larutan tersebut memiliki jumlah molekul asam dan basa yang sama, pH dianggap
netral. Skala pH bersifat logaritmik dan ada dalam kisaran 0,0-14,0 sampai 7,0 dianggap
netral. Pembacaan kurang dari 7,0 mengindikasikan bahwa larutan bersifat asam,
sementara angka lebih besar menunjukkan larutan bersifat alkali atau basa (Yasin,
2010). Pada hasil pengamatan, didapatkan data bahwa pada buah apel, jeruk dan sayur
buncis pada pengawetan pendinginan dan pembekuan menghasilkan penurunan pH
dari hari ke hari. Lalu pada buah mangga dan tomat pada pengawetan pembekuan
mengalami kenaikan pH dari hari ke hari. Sedangkan pada buah pisang dan tomat
pengawetan pendinginan pH dalam kondisi yang stabil dari hari ke hari. Kemudian hasil
pengujian kadar pH pada pangan hewani didapatkan bahwa pada produk karkas ayam
di pengawetan pendinginan dan pembekuan serta produk ikan lele pada pengawetan
pendinginan mengalami kenaikan pH dari hari ke hari, sedangkan pada ikan lele
pengawetan pembekuan pH yang didapatkan mengalami penurunan per harinya. Hal ini
menunjukkan bahwa hasil sesuai dengan referensi yang ada bahwa semakin tinggi
tingkat keasaman sebuah bahan maka semakin rendah nilai pHnya, begitu juga
sebaliknya semakin rendah tingkat keasaman suatu bahan maka semakin tinggi nilai
pHnya (Yuliarti, 2010).

4.5 Total Asam Tertitrasi


4.5.1 TAT Pendinginan dan Pembekuan

Jenis asam banyak ditemukan pada beberapa jenis tanaman, terutama tanaman buah-
buahan. Asam-asam ini terdapat dalam jumlah kecil dan merupakan hasil antara
(intermediete) dalam metabolisme, yaitu dalam siklus kreb (siklus asam trikarboksilat),
siklus asam glioksilat, dan siklus asam shikimat. Rasa asam yang ada juga dapat
disebabkan oleh adanya vitamin C. Buah yang mempunyai kandungan gula tinggi
biasanya juga disertai adanya asam. Pada buah klimaterik, asam organik menurun
segera setelah proses klimaterik terjadi. Jumlah asam akan berkurang dengan
meningkatnya aktivitas metabolisme buah tersebut. Selama penyimpanan keasaman
buah bervariasi tergantung tingkat kematangan, jenis dan suhu penyimpanan. Biasanya
buah yang masih muda memiliki kandungan asam yang lebih tinggi (Laksmi, 2010).
Sebelum di titrasi, sampel yang akan diuji di gerus terlebih dahulu dengan mortar.
Tujuan dari penggerusan adalah agar sampel menjadi homogen dan untuk memperluas
permukaan bahan. Selanjutnya sampel yang telah homogen dilarutkan dengan aquades
dan dikocok. Hal ini merupakan cara untuk ekstraksi asam, dengan tujuan agar zat yang
diinginkan dapat larut semaksimal mungkin pada pelarut yang digunakan yaitu NaOH.
Kemudian dilakukan penyaringan agar didapatkan filtrat yang akan digunakan dalam
proses titrasi. Penyaringan bertujuan untuk memisahkan air yang sudah mengandung
asam dari jaringan bahan lain. Filtrat di tetesi dengan larutan indikator pp sebanyak 2-3
tetes. PP biasa ditambahkan pada proses titrasi untuk mengetahui apakah reaksi sudah
mencapai titik ekuivalen atau belum. Setelah itu dilakukan titrasi dengan NaOH 0,1 N
hingga terbentuk warna pink yang dapat bertahan selama 30 detik. Volume NaOH yang
diperlukan menunjukkan jumlah asam sitrat pada bahan tersebut, karena NaOH akan
menetralkan asam sitrat yang ditandai dengan adanya perubahan warna (Sudarmaji,
2009). Setelah dilakukan pengamatan maka didapatkan hasil bahwa pada buah apel,
pisang dan jeruk dari hari ke hari mengalami kenaikan kadar total asam. Sedangkan
pada buah mangga, tomat pada pengawetan pendinginan dan Pembekuan serta buncis
pada pengawetan pembekuan dari hari ke hari parameter total asam mengalami
penurunan kadar total asam. Lalu pada sayur buncis pengawetan pendinginan kadar
total asam dari hari ke hari masih stabil tidak ada perubahan yang signifikan. Hal ini
sesuai dengan referensi yang ada bahwa Jumlah asam dapat berkurang dan bertambah
sesuai dengan meningkatnya aktivitas metabolisme buah tersebut. Selama
penyimpanan, keasaman buah bervariasi tergantung tingkat kematangan, jenis dan
suhu penyimpanan. Biasanya buah yang masih muda memiliki kandungan asam yang
lebih tinggi (Laksmi, 2010).

4.6 Total Gula Terlarut

4.6.1 TGT Pendinginan dan Pembekuan


Analisis kadar gula menggunakan alat refraktometer dan hasil pembacaannya
dinyatakan sebagai derajat brix. Tujuan analisis ini adalah untuk mengetahui kandungan
gula pada ekstrak setelah dilakukan penambahan air dengan perbandingan yang
berbeda beda. Setelah dilakukan pengujian, didapatkan hasil total gula terlarut pada
buah apel, mangga, pisang dan sayur buncis pada pengawetan pendinginan serta
pembekuan mengalami kenaikan total gula terlarut. Hal ini dapat terjadi karena pada
buah dan sayur tersebut mengandung kadar gula yang tinggi dan masih terjadi
metabolisme sehingga enzim yang ada didalam belum sepenuhnya terinaktivasi.
Pernyataan ini tidak sesuai dengan literatur yang ada, bahwa Penyimpanan bahan
pangan pada suhu rendah tidak hanya mengurangi laju respirasi, tapi juga menghambat
pertumbuhan kebanyakan mikroorganisme yang menyebabkan pembusukan (Alfansuri,
2012). Hal ini dapat terjadi mungkin karena pada bahan yang diuji pada waktu
membungkusnya masih banyak ruang-ruang yang tidak terisi bahan sehingga
mengakibatkan enzim belum sepenuhnya terinaktivasi. Sedangkan pada buah jeruk dan
tomat dalam pengawetan pendinginan dan pembekuan mengalami penurunan kadar
total gula terlarut. Hal ini dapat terjadi karena pada masa penyimpanan bahan tidak
terjadi metabolisme sehingga enzim yang berada didalam sudah teraktivasi oleh suhu
rendah.

4.7 Uji Organoleptik

4.7.1 Pendinginan dan Pembekuan

Uji organoleptik disebut juga dengan pengukuran inderawi merupakan ilmu


pengetahuan yang menggunakan indera manusia untuk mengukur tekstur,
penampakan, aroma dan flavor produk pangan. Penerimaan konsumen terhadap suatu
produk diawali dengan penilaiannya terhadap penampakan, flavor dan tekstur
(Astawan, 2011). Setelah dilakukan pengujian organoleptik, didapatkan hasil
pengamatan bahwa pada buah apel, mangga, pisang jeruk dan tomat tidak mengalami
perubahan yang signifikan. Hanya pada parameter warna buah-buahan mengalami
perubahan warna menjadi coklat. Hal ini dapat disebabkan adanya reaksi enzimatis atau
pencoklatan. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa Perubahan warna disebabkan karena
terjadi reaksi enzimatis (pencoklatan) yang disebabkan karena aktivitas enzim
peroksidase, katalase yang menghasilkan warna coklat, degradasi karoten dan degradasi
pigmen klorofil yang menyebabkan warna kulit berubah menjadi kuning kecoklatan
karena adanya karetenoit dan xantifil yang semula tertutup menjadi terbuka akibat dari
efek suhu rendah (Dragon, 2008). Sedangkan pada sayur buncis dalam pengawetan
pendinginan mengalami perubahan warna menjadi kecoklatan sedangkan pada
pengawetan pembekuan parameter warna tidak mengalami perubahan akan tetapi,
pada parameter teksturnya bahan mengalami perubahan tekstur menjadi lembek ketika
dikeluarkan dari freezer dan setelah mengalami proses thawing. Hal ini sesuai dengan
referensi bahwa Selama proses thawing berlangsung sel yang rusak akan mengalami
pelepasan komponen bagian-bagian sel, air yang hilang membuat bagian dalam sel
menjadi kosong dan tidak dapat tergantikan. Kerusakan ini tidak dapat kembali ke
bentuk semula sehingga mengakibatkan tekstur menjadi lunak (Koswara, 2009).
Kemudian pada produk pangan hewani karkas ayam dan ikan lele pada parameter
warna, produk mengalami perubahan warna menjadi putih pucat, hal ini kemungkinan
dapat terjadi karena suhu penyimpanan yang rendah sehingga bahan menjadi
dingin/beku dan berdampak pada warna yang menjadi pucat. Sedangkan pada aroma,
aroma amis masih bertahan dari hari ke hari, hal ini menunjukkan pengawetan suhu
rendah dapat mempertahankan kualitas dan umur simpan bahan menjadi panjang. Hal
ini sesuai dengan literatur bahwa pada proses pengawetan suhu rendah, penurunan
suhu akan menurunkan aktifitas mikroorganisme dan sistem enzim, sehingga mencegah
kerusakan bahan pangan. Selain itu, kristalisasi air akibat pembekuan akan mengurangi
kadar air bahan dalam fase cair di dalam bahan pangan tersebut sehingga menghambat
pertumbuhan mikroba atau aktivitas sekunder enzim serta dapat memperpanjang umur
simpan bahan tersebut (Winarno, 2009).

Anda mungkin juga menyukai