NIM : 2041610017
KELOMPOK : 04
PENDAHULUAN
Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Pengolahan dan pengawetan bahan makanan memiliki interelasi
terhadap pemenuhan gizi masyarakat, maka Tidak mengherankan jika semua negara
baik negara maju maupun berkembang selalu berusaha untuk menyediakan suplai
pangan yang cukup, aman dan bergizi. Salah satunya dengan melakukan berbagai
cara pengolahan dan pengawetan pangan yang dapat memberikan perlindungan
terhadap bahan pangan yang akan dikonsumsi. Salah satu pengawetan yang akan kita
bahas pada praktikum kali ini adalah pengawetan dengan suhu rendah.
1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang diatas, didapatkan tujuan sebagai berikut :
4. Mempelajari perubahan mutu pangan segar dan pangan olahan selama proses
pengawetan suhu rendah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai oleh umur simpan yang pendek.
Hal itu juga merupakan petunjuk laju kemunduran mutu dan nilainya sebagai bahan
makanan. Faktor yang sangat penting yang mempengaruhi respirasi dilihat dari
anatomi dan fisiologi dari segi penyimpanan adalah suhu. Penyimpanan bahan
makanan pada suhu rendah tidak hanya mengurangi laju respirasi, tapi juga
menghambat pertumbuhan kebanyakan mikroorganisme yang menyebabkan
pembusukan. Sayuran seperti umbi, bawang, kentang, dan biji-bijian dapat disimpan
pada suhu ruang dalam jangka waktu yang relatif lama tanpa terjadi penurunan mutu
yang berarti. Terung, wortel, buncis, ketimun, dapat disimpan pada ruang sejuk.
Sayuran yang lainnya akan sangat baik jika disimpan pada suhu dingin (Pentastico,
2011).
Suhu pendinginan atau pembekuan dan cara yang digunakan tergantung pada
jenis dan sifat bahannya. Buah-buahan jenis tertentu (seperti pisang, advokat, nenas,
semangka) sebaiknya tidak disimpan pada suhu dingin, karena pada suh dibawah
13,3˚C akan terjadi kerusakan (Chilling Injury) dan tidak akan mengalami
pematangan yang normal. Penyimpanan pada suhu rendah (dibawah 4,4˚C)
menyebabkan terjadinya akumulasi gula sebab aktivitas metabolisme berlangsung
agak lambat. Gula menyebabkan kentang mempunyai rasa manis, rasa yang tidak
disenangi dan menimbulkan reaksi pencoklatan yang tidak terlalu keras pada waktu
digoreng.
1. Chilling injury
Chilling injury terjadi karena :
4. Denaturasi protein
Denaturasi protein berarti putusnya sejumlah ikatan air dan
berkurangnya kadar protein yang dapat diekstrasi dengan larutan garam.
Denaturasi protein terjadi pada daging, ikan, dan produk-produk air
susu. Proses denaturasi menimbulkan perubahan-perubahan rasa dan
bau, serta perubahan konsistensi (daging menjadi liat atau kasap).
Semua bahan yang dibekukan, kecuali es krim, sebelum dikonsumsi
dilakukan “thawing“, maka untuk bahan yang telah mengalami
denaturasi protein pada waktu pencairan kembali, air tidak dapat
diabsorpsi kembali. Tekstur liat yang terjadi disebabkan oleh
membesarnya molekul-molekul.
METODOLOGI
3.2 Pengawetan Daging, Sayur dan Ikan dengan Pendinginan dan Pembekuan
3.2.1 Alat
Refrigerator
Freezer dengan T=< -18oC
Jantung plastic HDPE atau PVC
Pisau
3.2.2 Bahan
Buncis
Daging sapi segar
Karkas ayam
Ikan mas ukuran sedang
3.2.3 Prosedur Kerja
Pendinginan dengan pembekuan daging sapi dan karkas ayam
1. Daging yang kana diawetkan harus dipilih yang bermutu baik. Untuk unggas
dipilig yang dagingnya kompak, penyebaran lemak merata dan kerusakan kulit
seminimal mungkin
2. Setelah dicuci dengan air bersih, kemas dalakantung plastic HDPE atau PVC
sebanyak 3 kantong ( diberi label kantong1, kantong 2 dan kantong 3 dengan
mutu relative seragam)
3. Simpan ketiga kantong dalam refrigerato.pada hari kedua, pindahkan
kantongkedua dan ketiga ke dalam freezer dengan suhu -10oC dan -18oC.
kantoong 1 tetap dibiarkan di refrigerator
Pengamatan
1. Lakukan pengamatan organoleptik terhadap aroma,penampakan, warna, rasa
dan tekstur pada minggu ke- 0, 1, 2, 3, dan 4 atau sampai produk sudah tidak
diterima untuk produk yang disimpan dalam refrigerator. Amati tekstur dan
warna secara objektif dengan alat analyzer dam chromatometer setelah akhir
penyimpanan.
2. Untuk penyimpanan beku, pengamatan dilanjutkan pada bulan ke-2 dan ke-3
3. Pada akhir penyimpanan produk bekum lakukan thawing dengna cara
memindahkan produk beku ke refrigerator dan biarkan didalamnya selama
sekitar 24 jam. Ukur tekstur dan warna dengan tekstur analyzer dan
crhomatometer.
RANCANGAN KERJA
Disimpan di
refrigerator
Disimpan di suhu
kamar
Diukur suhu
Disimpan
Produk
Dipilih
Dipilih
Dikemas
Disimpan di
refrigerator
Dipindah di freezer
Dipotong
Dicuci
Dipotong 4 bagian
Dikemas
Disimpan di
refrigerator (1)
D. Pembekuan sayuran buncis
Disimpan di freezer
(2)
Produk
Air panas Air bekas
Dikemas
bersih
Ditiriskan
Dikemas
Disimpan di
refrigerator dan
BAB IV
freezer
PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Tempat Produk
penyimpanan per kelompok
Kelompok Buah Penyimpanan
Pisang = Khas
Pisang = Sedikit browning Pisang = Khas pisang
pisang
Jeruk = Khas
Jeruk = Orange Jeruk = Manis khas jeruk
jeruk
khas
3 3.6 4.4 4.3 2.7 merah Asam keras
tomat
khas
6 1.8 4.4 3.9 2.8 merah Asam keras
tomat
4.4 Tekstur
4.4.1 Tekstur dengan Pendinginan dan Pembekuan
Dilihat dari tekstur tiap-tiap bahan uji, dari buah-buahan didapatkan
penurunan tekstur kekerasan. Buah mengalami penurunan kekerasan mungkin
dikarenakan terjadinya kerusakan chilling injury dan juga terjadi perubahan
kualitas mutu bahan. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa menurut Kusnandar
(2010), sayur dan buah-buahan sebaiknya tidak disimpan pada suhu dingin,
karena pada suhu dibawah 13,3˚C akan terjadi kerusakan (Chilling Injury) dan
tidak akan mengalami pematangan yang normal serta akan terjadi penurunan
kualitas dari bahan tersebut. Penyimpanan pada suhu rendah (dibawah 4,4˚C)
menyebabkan terjadinya akumulasi gula sebab aktivitas metabolisme
berlangsung agak lambat. Sedangkan pada tomat dari parameter tekstur,
mengalami perubahan tekstur menjadi lebih keras. Menurut Estiasih dan Ahmadi
(2009), Buah dan sayur memiliki komponen kadar air yang besar sebagai
penyusun utamanya. Dengan adanya kadar air yang tinggi akan menyebabkan
perubahan volume yang besar. buah dan sayur sebagian besar memiliki tekstur
yang lebih kaku jika dibandingkan dengan tekstur daging dan ikan. Kemudian
pada sayur buncis di pengawetan pendinginan dan pembekuan produk
mengalami perubahan tekstur menjadi lunak dan lembek hal ini dapat
diakibatkan adanya proses thawing ketika dikeluarkan dari tempat pengawetan
perubahan tersebut terjadi. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa Selama proses
thawing berlangsung sel yang rusak akan mengalami pelepasan komponen
bagian-bagian sel, air yang hilang membuat bagian dalam sel menjadi kosong
dan tidak dapat tergantikan. Kerusakan ini tidak dapat kembali ke bentuk semula
sehingga mengakibatkan tekstur menjadi lunak (Koswara, 2009). Lalu pada
bahan pangan hewani seperti karkas ayam dan ikan lele, didapatkan hasil bahwa
tekstur bahan menjadi berlendir, licin dan lunak. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Fathoni (2011), bahwa bahan pangan yang mengeluarkan lendir dapat
dikarenakan adanya proses hyperaemia yang merupakan proses terlepasnya
lendir dari kelenjar yang terdapat dibawah kulit. Lendir yang dihasilkan tersebut
merupakan glikoprotein dan merupakan substrat yang baik bagi pertumbuhan
bakteri. Sehingga kontaminan yang berupa mikroorganisme dapat masuk dengan
mudah dan dapat dengan mudah merusak bahan sehingga dapat mempengaruhi
bau, berat, warna dan tekstur.
4.5 pH
4.5.1 pH Pendinginan dan Pembekuan
pH adalah ukuran konsentrasi ion hidrogen dari larutan. Pengukuran pH
(potensial Hidrogen) akan mengungkapkan jika larutan bersifat asam atau alkali
(atau basa). Jika larutan tersebut memiliki jumlah molekul asam dan basa yang
sama, pH dianggap netral. Skala pH bersifat logaritmik dan ada dalam kisaran
0,0-14,0 sampai 7,0 dianggap netral. Pembacaan kurang dari 7,0
mengindikasikan bahwa larutan bersifat asam, sementara angka lebih besar
menunjukkan larutan bersifat alkali atau basa (Yasin, 2010). Pada hasil
pengamatan, didapatkan data bahwa pada buah apel, jeruk dan sayur buncis pada
pengawetan pendinginan dan pembekuan menghasilkan penurunan pH dari hari
ke hari. Lalu pada buah mangga dan tomat pada pengawetan pembekuan
mengalami kenaikan pH dari hari ke hari. Sedangkan pada buah pisang dan tomat
pengawetan pendinginan pH dalam kondisi yang stabil dari hari ke hari.
Kemudian hasil pengujian kadar pH pada pangan hewani didapatkan bahwa pada
produk karkas ayam di pengawetan pendinginan dan pembekuan serta produk
ikan lele pada pengawetan pendinginan mengalami kenaikan pH dari hari ke hari,
sedangkan pada ikan lele pengawetan pembekuan pH yang didapatkan
mengalami penurunan per harinya. Hal ini menunjukkan bahwa hasil sesuai
dengan referensi yang ada bahwa semakin tinggi tingkat keasaman sebuah bahan
maka semakin rendah nilai pHnya, begitu juga sebaliknya semakin rendah
tingkat keasaman suatu bahan maka semakin tinggi nilai pHnya (Widiastuti,
2008).
Alfansuri, A.F. 2012. Identifikasi Chilling Injury Buah Alpukat (Persea americana
Mill) dengan Gelombang Ultrasonik. Departemen Teknik Mesin dan
Biosistem. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian Pertanian. Institut
Pertanian Bogor.
Astawan, Made. 2009. Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-bijian. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Pentastico, Er. B. 2011. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-
Buahan dan Sayur-Sayuran Tropika dan Sub Tropika. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press.
Sudarmaji, slamet. 2009. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : PAU
Pangan Gizi, Universitas Gadjah Mada.
Tranggono dan Sutardi, 2009. Biokima dan Teknologi Pasca Panen. Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada.
Widiastuti I., 2008. Analisa Mutu Ikan Tuna selama Lepas Tangkap pada Perbedaan
Preparasi dan Waktu Penyimpanan. Tesis pada Sekolah Pascasarjana IPB
Bogor: tidak diterbitkan.
Winarno, F.G. 2008. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Winarno, F.G., 2009. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Yasin, Yamin. 2010. Xpress pro for Senior High School Chemistry. Jakarta: Erlangga.