Oleh :
Kelompok 3
Tri Angga Maulana (141710101027)
Khalifah Ghina
(141710101060)
Awi Metalisa
(141710101090)
Sofin Murdiana
(141710101111)
1.2 Tujuan
1. Mengetahui proses pengolahan pangan dengan menggunakan suhu
rendah yang meliputi pendinginan dan pembekuan.
2. Mengetahui perubahan kualitas bahan pangan pasca pengolahan.
Pendinginan
Pendinginan adalah penyimpanan bahan pangan diatas suhu
pembekuan bahan yaitu -2 sampai 10 C. Pendinginan yang biasa dilakukan
sehari-hari dalam lemari es adalah pada suhu 5-8 C (Winarno, 1993).
Pendinginan atau refrigerasi ialah penyimpanan dengan suhu rata-rata yang
digunakan masih di atas titik beku bahan. Kisaran suhu yang digunakan
biasanya antara 1C sampai +4C. Pada suhu tersebut, pertumbuhan bakteri
dan proses biokimia akan terhambat. Pendinginan biasanya akan
mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau beberapa minggu,
tergantung kepada jenis bahan pangannya. Pendinginan yang biasa
dilakukan di rumah-rumah tangga adalah dalam lemari es yang mempunyai
suhu 2C sampai +16C (Rusendi, 2010). Tujuan penyimpanan suhu
dingin
(cold
storage)
adalah
untuk
mencegah
kerusakan
tanpa
Pembekuan
Pembekuan merupakan salah satu metode pengawetan pangan, dimana
produk pangan diturunkan suhunya sehingga berada dibawah suhu bekunya.
Selama pembekuan terjadi pelepasan energy (panas sensible dan panas
laten) (Kusnandar, 2010). Menurut Tambunan (1999), pembekuan berarti
pemindahan panas dari bahan yang disertai dengan perubahan fase dari cair
ke padat, dan merupakan salah satu proses pengawetan yang umum
dilakukan untuk penanganan bahan pangan. Suhu yang digunakan untuk
membekukan bahan pangan umumnya dibawah -2oC. Pembekuan bahan
pangan biasanya digunakan untuk pengawetan bahan dan produk olahan
yang mudah rusak (biasanya memiliki kadar air atau aktivitas air yang
tinggi) seperti buah, sayur, ikan, daging dan unggas. Pada suhu beku,
sebagian besar air yang ada di dalam bahan pangan (90%-95%) membeku
(Kusnandar, 2010).
Menurut Hariyadi (2007). Pembekuan bisa dikelompokkan dalam :
1) Pembekuan lambat (slow freezing) yang membekukan suatu bahan
dengan laju pergerakan permukaan beku sekitar 0.2 cm/jam. Still air
freezers (pembeku udara diam) dan pembeku untuk penyimpanan dingin
termasuk dalam kelompok pembeku lambat.
2) Pembekuan cepat bisa dikelompokkan menjadi:
a. Quick freezing, dengan laju pergerakan permukaan beku sekitar 0.5-3
cm/jam. Quick frezing bisa dilakukan dengan menggunakan air blast
dan plate freezers,
b. Rapid freezing, dengan laju pergerakan permukaan beku sekitar 5-10
cm/jam. Rapid freezing bisa dicapai dengan menggunakan fluidized
bed freezing, dan
c. Ultra rapid freezing, dengan laju pergerakan permukaan beku sekitar
10 -100 cm/jam, yang umumnya terjadi pada pembeku kriogenik.
Laju pembekuan merupakan salah satu faktor kritis yang menentukan
mutu produk beku yang dihasilkan (Hariyadi, 2007). Laju pembekuan ada
dalam 3 golongan yaitu:
1) Pembekuan lambat, jika waktu pembekuan adalah 30 menit atau lebih
untuk 1 cm bahan yang dibekukan.
2) Pembekuan sedang, jika waktu pembekuan adalah 20-30 menit atau lebih
untuk 1 cm bahan yang dibekukan
3) Pembekuan cepat jika waktu pembekuan adalah kurang dari 20 menit
untuk 1 cm bahan yang dibekukan. Prinsip dasar dari semua proses
Refrigerator)
Pendinginan
Pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi metabolisme,
dimana setiap penurunan suhu 8C kecepatan reaksi akan berkurang
menjadi setengahnya. Pada suhu penyimpanan yang rendah laju respirasi
(pernafasan) akan diperlambat, artinya produk-produk metabolisme yang
terbentuk akan berkurang dan panas yang dilepaskan juga akan lebih sedikit,
sedang pada suhu penyimpanan yang lebih tinggi akan terjadi pengaktifan
pernafasan dan pembentukan panas yang lebih banyak. Antara proses
pernafasan
antara 0dan 5C. Jadi penyimpanan yang lama pada suhu-suhu ini baik
sebelum atau sesudah pembekuan dapat mengakibatkan terjadinya
kerusakan oleh mikroba (Rohanah, 2002).
c. Pengaruh pembekuan terhadap protein
Pembekuan hanya menyebabkan sedikit perubahan nilai gizi
protein, maka dimungkinkan untuk mendenaturasi protein dengan
perlakukan ini. Walaupun nilai biologis protein yang mengalami
denaturasi sebagai bahan pangan manusia tidak banyak berbeda dengan
protein asli, kenampakan dan kualitas bahan pangan tersebut mungkin
akan berubah (Rohanah, 2002).
d. Pengaruh pembekuan terhadap enzim
Aktivitas enzim tergantung pada suhu. Aktivitas enzim mempunyai
pH optimum dan dipengaruhi oleh kadar substrat. Aktivitas suatu enzim
atau system enzim dapat dirusakan pada suhu mendekati 200F. Enzim
masih mempunyai sebagian aktivitasnya pada suhu serendah 100F.
Aktivitas enzim hanya dihambat oleh suhu pembekuan. Pengendalian
enzim yang termudah dapat dikerjakan dengan merusak dengan
perlakuan pemanasan yang pendek (blanching) sebelum pembekuan dan
penyimpanan (Rohanah, 2002).
e. Pengaruh pembekuan terhadap lemak
Pada suhu 10C ketengikan yang berkembang dalam jaringan
berlemak yang beku sangat berkurang. Lemak yang tengik cenderung
mempunyai nilai gizi yang lebih rendah daripada lemak yang segar.
Untuk mencegah proses tersebut maka proses pembekuan merupakan
pencegahan yang sangat baik hampir pada semua makanan berlemak
(Rohanah, 2002).
f. Pengaruh pembekuan terhadap vitamin
Selama penyimpanan dalam keadaan beku kehilangan vitamin C
akan berlangsung terus. Makin tinggi suhu suhu penyimpanan makin
besar terjadinya kerusakan zat gizi. Dalam bahan pangan beku
kehilangan yang lebih besar dijumpai terutama pada vitamin C daripada
berhenti
ketika
padatan
(komponen
pangan)
menjadi
superjenuh
3.1.1 Alat
1. Pisau
2. Neraca analitik
3. Refrigerator atau lemari es
4. Freezer
5. Baskom atau wadah plastik
6. Piring plastik
7. Sealer
8. Gelas ukur
9. Gelas plastik
10. Kain lap
11. Kamera
3.1.2 Bahan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Nanas
Bayam
Telur ayam
Wortel
Kubis
Susu
Air
Plastik
Kertas label
3.2
Skema Kerja
3.2.1 Pendinginan
Sample
Penimbangan
Pengamatan berat / volume, aroma, warna, dan kekentalan
Penimbangan
Amati berat / volume, kesegaran, aroma, warna, dan tekstur
BAB 5. PEMBAHASAN
5.1
5.1.1 Pendinginan
Pendinginan menggunakan bahan-bahan meliputi nanas, bayam,
wortel, kubis, telur, dan susu. Pertama-tama timbang bahan-bahan yang
akan digunakan. Untuk nanas, bayam, wortel, kubis dan telur penimbangan
menggunakan neraca analitik. Sedangkan untuk bahan cair seperti susu
menggunakan gelas ukur untuk diukur volumenya sebanyak 125 ml lalu
ditempatkan pada gelas plastik. Selanjutnya dilakukan pengamatan
mengenai warna, aroma, dan kekentalan. Pengamatan dilakukan tanpa
menggunakan alat atau secara sensoris dan hasil pengamatan dilakukan
secara deskriptif dengan mendeskripsikan keadaan fisik bahan.
Berikutnya, dilakukan dua perlakuan yang berbeda yaitu dengan
pengemasan plastik dan tanpa pengemasan plastik. Untuk telur ayam tanpa
cangkang dengan pengemasan plastik, telur dipecahkan terlebih dulu untuk
selanjutnya dimasukkan ke dalam plastik. Kemudian perlakuan pengemasan
plastik disealer. Setelah itu, dilakukan pelabelan menggunakan kertas label
pada semua bahan. Hal ini bertujuan agar bahan tidak tertukar dan
mempermudah pengamatan. Selanjutnya bahan diletakkan pada wadah
plastik lalu dimasukkan ke dalam lemari es atau refrigerator selama 3 hari.
Setelah disimpan selama 3 hari pada refrigerator, bahan dikeluarkan untuk
selanjutnya dilakukan pengamatan berat atau volume, warna, aroma, dan
kekentalan. Hal ini bertujuan untuk membandingkan data antara sebelum
dan sesudah dilakukan pendinginan. Untuk susu pengamatan volume
menggunakan gelas ukur seperti perlakuan sebelum dilakukan penyimpanan
dingin.
5.1.2 Pembekuan
Bahan-bahan yang digunakan untuk pembekuan yaitu nanas, bayam,
wortel, kubis, telur, dan susu. Bahan-bahan yang akan digunakan ditimbang
terlebih dahulu. Untuk nanas, bayam, wortel, kubis dan telur penimbangan
Analisa Data
5.2.1 Pendinginan
Penyimpanan
suhu
rendah
dengan
perlakuan
pendinginan
dari 4,16 gram menjadi 1,11 gram. Telur ayam utuh tanpa
setelah
pendinginan
menjadi
tidak
berbau.
Kubis
dengan
tekstur daun segar, setelah pendinginan menjadi sedikit keras dan kering.
Sedangkan pada daun bayam dengan pengemasan tekstur menjadi layu.
Tekstur wortel sebelum pendinginan keras, setelah mengalami pendinginan
wortel tanpa pengemasan menjadi sedikit mengkerut sedangkan dengan
pengemasan menjadi sedikit lebih empuk. Kubis memiliki tekstur utuh dan
sedikit keras dan setelah pendinginn kubis tanpa pembungkusan menjadi
sedikit mengkerut sedangkan kubis dengan pembungkusan menjadi lebek
setelah pendinginan. Perubahan tekstur terjadi karena penurunan suhu akan
mengakibatkan penurunan proses kimia, mikrobiologi, dan biokimia yang
berhubungan
dengan
kelayuan
(snescence),
kerusakan
(decay),
yang bening sedikit kekuningan. Hal ini terjadi karena albumin kehilangan
CO2 melalui pori-pori kulit sehingga albumin terpisah menjadi dua bagaian,
encer dan kental. Susu tanpa pembungkusan dan dengan pembungkusan
memiliki warna awal putih segar, setelah pembekuan warna susu tanpa
pembungkusan pada bagian atasnya kekuning-kuningan dan bagaian bawah
keruh sedangkan dengan pembungkusan berwarna kekuning-kuningan.
Bagian atas susu merupakan skim sedangkan bagian bawah merupakan
cream. Hal ini terjadi akibat perubahan fisik dan kimia susu seperti literatur
Hudaya dalam Sulasih (2003) yang mengatakan bahwa proses pembekuan
susu dapat menyebabkan pecahannya emulsi lemak, serta perubahan fisik
dan kimia dari susu
Selain pengurangan berat, penguapan air juga menyebabkan
perubahan tekstur dan aroma pada bahan. Pada pengamatan aroma
menggunakan uji sensoris. Aroma nanas sebelum pembekuan yaitu khas
nanas
segar,
setelah
pembekuan
nanas
dengan
perlakuan
tanpa
perlakuan
pembungkusan
tekstur
awalnya
kental,
setelah
BAB 6. PENUTUP
6.1
Kesimpulan
Beberapa simpulan yang dari praktikum yang dilakukan yaitu:
1. Pendinginan dapat menyebabkan bahan pangan lebih awet karena dapat
memperlambat reaksi metabolisme dan laju respirasi bahan pangan.
Sedangkan pembekuan dapat menyebabkan bahan pangan lebih awet
karena dapat menghambat aktivitas mikroba mencegah terjadinya reaksireaksi kimia dan aktivitas enzim yang dapat merusak kandungan gizi
bahan pangan.
2. Kualitas bahan pangan pasca pengolahan penyimpanan suhu rendah
paling efektif menggunakan pembekuan karena selain jangka waktu
simpan lebih lama, sifat fisik bahan pangannya lebih baik. Selain itu,
pembekuan akan lebih optimum jika menggunakan wadah seperti plastik.
6.2
Saran
Untuk praktikum selanjutnya, bahan yang digunakan sebaiknya
lebih bervariasi agar dapat mengetahui bagaimana pengaruh penyimpanan
suhu rendah terhadap bahan pangan dan hasil pertanian secara lebih luas.
Data yang digunakan sebaiknya juga tidak terlalu banyak karena kurang
efektif selain itu terlalu banyak data menyebabkan mahasiswa tidak dapat
menganalisa data dapat secara maksimal.
Daftar Pustaka
Afrianto, Eddy dan Evi, L. 2005. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Yogyakarta:
Kanisius.
Brennan, J.G. 1981. Food Freezing Operation. London: Applied Science
Publisher, Ltd.
Buckle, K.A. 1985. Ilmu Pangan. Jakarta: UI Press.
Desrosier, N. W. 1969. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia (UI-Press).
Fellow, A.P. 2000. Food Procession Technology, Principles and Practise 2nd ed.
England: Woodread Pub Lim Cambridge.
Hariyadi,
Purwiyatno.
2007.
Teknologi
Pembekuan
Pangan.
Bandung: