Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM

REKAYASA PROSES PANGAN


ACARA V “PENDINGINAN”

Disusun oleh :

Kelompok 7

Ayu Enich Putri F. H0916015


Hikmatul Bakti Kartini H0916046
Mardiana H0916053
Nanda Ayu Hapsari H0916062
Rifqi Dhiya Fauzan H0916071
Tamaran Nada Firdausa H0916079

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

2018
ACARA V
PENDINGINAN

A. Tujuan
Tujuan dari praktikum Acara V “Pendinginan” adalah:
1. Mempelajari pengaruh penyimpanan pada suhu rendah terhadap kualitas
bahan
2. Mempelajari pengaruh pengemas pada bahan yang disimpan pada suhu
rendah
3. Menentukan kapasitas pendinginan
B. Tinjauan Pustaka
Sayuran hijau adalah kategori produk segar yang menyajikan perhatian
terbesar dalam hal bahaya mikrobiologis. Dalam rumah tangga dan
perusahaan pelayanan makanan yang terkena variasi suhu (melalui
penyimpanan, persiapan, melayani, restorage, dan reservice), merupakan
variabel penting yang membatasi pertumbuhan dan kelangsungan hidup
patogen. Suhu di mana kulkas beroperasi sangat penting untuk penyimpanan
yang aman pada makanan dingin. Menurut Food and Drug Administration
(FDA), batas untuk pendinginan sayuran hijau dipertahankan pada 5 oC atau
kurang. Namun, suhu rata-rata lemari es rumah tangga biasanya hanya
digunakan untuk beroperasi di atas 5oC (Dwinanto, 2014).
Buah-buahan merupakan salah satu sumber makanan yang sangat
dibutuhkan manusia kerena banyak mengandung vitamin, air, dan serat,
namun buah-buahan termasuk komoditi yang mudah rusak.Oleh sebab itu,
penanganan buah-buahan pascapenen perlu dilakukan dengan baik agar dapat
dikonsumsi konsumen dalam keadaan sesegar mungkin.Sehingga dibutuhkan
alat pendingin yang dapat mepertahankan mutu dan kesegaran buah-buahan
(Dwinanto, 2014).
Buah dan sayuran memiliki banyak reaksi fitokimia karena kandungan
antioksidannya seperti vitamin C dan vitamin E. Aktivitas antioksidan dapat
menyebabkan kerusakan, padahal nutrisi pada buah dan sayur akan
mengurangi resiko penyakit jantung, syaraf dan penyakit kronis, dan berbagai
penyakit kanker. Karena merupakan tanaman musiman dan gampang rusak,
bahan sayur dan buah harus diawetkan agar dapat dikonsumsi dengan baik di
hari berikutnya. Teknik untuk pengawetan buah dan sayur salah satunya
adalah pendinginan. Pendinginan dapat mengawetkan makanan dengan
memperlambat reaksi enzimatik, senescence, dan pertumbuhan mikroba. Hal
tersebut dapat mengurangi off-odours, off colours, off-flavours, perubahan
pada tekstur dan hilangnya nutrien (Patras et al., 2011).
Buncis atau dalam bahasa latinnya adalah Phaseolus vulgaris L.
Buncis banyak dipercaya sebagai salah satu makanan sumber nutrisi karena
kaya akan berbagai jenis senyawa fitokimia. Senyawa fitokimia tersebut
memberikan efek positif bagi kesehatan, seperti protein, asam amino,
karbohidrat kompleks, serat, oligosakarida, fenol, saponin, flavonoid,
alkaloid, dan tannin (Geil, 1994).
Selama proses pemasakan buah pisang akan mengalami perubahan
sifat fisik dan kimiawi antara lain adalah perubahan tekstur, aroma dan rasa,
kadar pati dan gula. Tekstur buah ditentukan oleh senyawa-senyawa pektin
dan selulosa. Selama pemasakan buah menjadi lunak karena menurunnya
jumlah senyawa tersebut. Selama itu jumlah protopektin yang tidak larut
berkurang sedang jumlah pektin yang larut menjadi bertambah, selama
pemasakan buah jumlahnya akan berkurang. Kekerasan buah pisang yang
masih keras, disebabkan karena senyawa yang menentukan kekerasan buah
seperti selulosa, pektin, hemiselulosa belum berkurang jumlahnya sehingga
teksturnya masih keras (Noor, 2007).
Suhu untuk penyimpanan pisang yang lebih rendah dari 13,5°C akan
menyebabkan kulit pisang menjadi berwarna abu-abu dan dapat berubah
menjadi tua lagi pada tempat-tempat yang cacat. Pisang yang didinginkan
biasanya berbintik-bintik hitam pada tangkai dan kulitnya. Perlakuan
perawatan buah juga diterapkan pada hasil panen tomat. Pemetikan dan
perlakuan yang hati-hati pada tomat dapat mencegah kerusakan pada waktu
penyimpanan. Suhu penyimpanan yang baik untuk tomat yang masih mentah
(hijau) adalah 13°C, sedangkan untuk tomat masak (merah) 10°C
(Koswara, 2009).
Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu sayuran buah
yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia karena nilai gizi dari
mentimun cukup baik sebagai sumber mineral dan vitamin. Kandungan
nutrisi per 100 g berupa 0,5 mg besi, 0,02 IU tiamin, 0,01 IU riboflavin, 14
mg asam, 0,45 IU vitamin A, 0,3 IU vitamin B1, dan 0,2 IU vitamin B2
(Sutapradja, 2008).Sedangkan pada mentimun hendaknya jangan disimpan
pada suhu dibawah 7,5°C untuk mencegah terjadinya perubahan warna yang
mengkilat pada kulit dan untuk mencegah dagingnya agar tidak lembek
(Koswara, 2009).
Mentimun mempunyai sifat sensitif terhadap suhu dingin dan tidak
dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama pada suhu 7-10°C. Gejala
kerusakan dingin dapat terlihat, baik dari penampakan luar maupun dari
parameter seperti susut berat, perubahan ion leakage dan pH. Tingginya
persentase perubahan ion leakage dan pH pada suhu 5°C dibandingkan pada
suhu 25°C menunjukkan terjadinya kerusakan membran sel sebagai akibat
kerusakan dingin (Purwanto dkk, 2012).
Komoditas hortikultura harus sesegera mungkin diberi penanganan
pasca panen agar kualitasnya tetap terjaga dan memperkecil berbagai bentuk
kehilangan (Kasmire, 1985). Penanganan pasca panen hasil hortikultura yang
umumnya dikonsumsi segar dan mudah “rusak” (perishable), bertujuan
mempertahankan kondisi segarnya dan mencegah perubahan- perubahan yang
tidak dikehendaki selama penyimpanan, seperti pertumbuhan tunas,
pertumbuhan akar, batang bengkok, buah keriput, polong alot, ubi berwarna
hijau (greening), terlalu matang, dll. Perlakuan dapat berupa: pembersihan,
pencucian, pengikatan, curing, sortasi, grading, pengemasan, penyimpanan
dingin, pelilinan, dll (Mutirawati, 2007).
Penanganan pascapanen yang tepat dibutuhkan agar kualitas produk
buah maupun sayuran dapat dipertahankan sehingga umur simpannya juga
lebih lama. Penyimpanan atmosfer termodifikasi atau Modified Atmosphere
Storage (MAS) merupakan salah satu teknologi yang mampu memperlambat
penurunan kualitas dan memperpanjang umur simpan dari buah maupun
sayuran (Susilo et al., 2016). Penyimpanan dengan atmosfer termodifikasi
adalah penyimpanan dengan kandungan O₂ yang dikurangi dan CO₂ yang
ditambah dengan pengaturan pengemasan yang menghasilkan konsentrasi-
konsentrasi tertentu melalui interaksi perembesan gas dan respirasi komoditas
yang disimpan (Do dan Salunkhe, 1986). Penggunaan suhu rendah pada
penyimpanan berbeda untuk setiap jenis buah. Suhu yang lebih rendah dari
suhu optimum dapat menyebabkan kerusakan karena pendinginan (chilling
injury). Berdasarkan penelitian Camara et al. (1993) didapat bahwa suhu
optimum untuk penyimpanan buah pepaya Solo (Carica papaya Solo) adalah
8-12oC, sedangkan penyimpanan dibawah suhu 7oC dapat mengakibatkan
chilling injury.
Cara pengawetan pangan dengan suhu rendah ada 2 macam yaitu
pendinginan (cooling) dan pernbekuan (freezing). Pendinginan adalah
penyimpanan bahan pangan di atas suhu pembekuan yaitu -2 sampai + 10 C.
Pendinginan yang biasa dilakukan sehari-hari dalam lernari es pada umumnya
mencapai suhu 5-8oC. Meskipun air murni membeku pada suhu OoC, tetapi
beberapa makanan ada yang tidak membeku sampai suhu –2oC atau di bawah,
hal ini terutama disebabkan oleh pengaruh kandungan zat-zat di dalam
makanan tersebut. Pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan dalam
keadaan beku. Pembekuan yang baik biasanya dilakukan pada suhu -12
sampai -24oC, Pembekuan cepat (quick freezing) dilakukan pada suhu -24
sampai-400C. Pembekuan cepat ini dapat terjadi dalam waktu kurang dari 30
menit. Sedangkan pembekuan lambat biasanya berlangsung selama 30 - 72
jam.Pendinginan biasanya akan mengawetkan berapa hari atau minggu
tergantung dari macarn bahan pangannya. sedangkan pernbekuan dapat
mengawetkan bahan pangan untuk beberapa bulan atau kadang-kadang
beberapa tahun (Koswara, 2009).
Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk daya simpan buah
dan sayuran sesudah dipanen. Intensitas respirasi dianggap sebagai ukuran
laju jalannya metabolisme, dan oleh karena itu sering dianggap sebagai
petunjuk mengenai potensi daya simpan buah dan sayuran. Laju respirasi
yang tinggi biasanya disertai oleh umur simpan yang pendek. Peningkatan
suhu antara 0°C – 35°C akan meningkatkan laju respirasi buah-buahan dan
sayuran. Sampai sekarang pendinginan merupakan satu-satunya cara
ekonomis untuk penyimpanan jangka panjang bagi buah dan sayuran segar.
Asas dasar penyimpanan dingin adalah penghambatan respirasi oleh suhu
tersebut. Pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi-reaksi
metabolisme, dimana pada umumnya setiap penurunan suhu 8 0C, kecepatan
reaksi akan berkurang menjadi kira-kira setengahnya. Perubahan yang terjadi
antara lain kenaikan kandungan gula, disusul penurunannya. Hal ini terjadi
akibat pemecahan polisakarida-polisakarida. Perubahan keasaman dapat
berbeda sesuai tingkat kemasakan dan tingginya suhu penyimpanan. Pada
umumnya turunnya asam askorbat lebih cepat pada suhu penyimpanan tinggi.
Asam-asam amino dengan cepat berkurang selama penyimpanan suhu rendah
yaitu antara 6-20 0C tetapi stabil pada suhu 2 0C. Perubahan lain yaitu
penurunan ketegaran dan kepadatan, warna okasidasi lemak dan melunaknya
jaringan-jaringan serta rasa pada bahan pangan (Safaryani dkk, 2007).
Suhu dingin sangat mempengaruhi laju respirasi karena suhu dingin
akan menghambat atau memperlambat proses respirasi buah. Ruang
penyimpan yang suhunya lebih tinggi akan membuat buah cepat matang,
karena reaksi respirasi pada suhu yang tinggi akan berlangsung lebih cepat.
Semakin tinggi laju respirasi, maka semakin cepat substrat yang terkandung
dalam buah salak berkurang sehingga umur simpan salak semakin pendek.
Laju respirasi yang terjadi pada penyimpanan suhu dingin sangat fluktuatif
dan cenderung meningkat pada akhir penyimpanan. Hal ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu kelembaban, suhu, serta besarnya komoditi. Perbedaan
suhu dan komposisi gas yang diberikan selama penyimpanan membuat
perbedaan yang cukup signifikan terhadap sampel. Kerusakan buah yang
terjadi ditandai dengan kebusukan buah dimana tekstur buah menjadi empuk,
daging buah yang awalnya berwarna putih menjadi kecoklatan serta sedikit
berair. Kerusakan yang ditimbulkan karena perubahan warna, bentuk, dan
tekstur disebut sebagai kerusakan fisis, sedangkan kerusakan yang
diakibatkan berlangsungya fermentasi gula, pecahnya tepung selulosa,
perubahan aroma serta dapat menimbulkan buih, lender dan gas beracun
disebut sebagai kerusakan kimia (Adirahmanto dkk, 2013).
Secara umum diketahui bahwa suhu yang tinggi akan mempercepat
reaksi biokimia sehingga pematangan akan berlangsung lebih cepat. Suhu
yang semakin rendah juga mengurangi kelembaban nisbi yang kurang baik
untuk penyimpanan dan pematangan akibat transpirasi yang berlebihan.
Beberapa jenis buah seperti jeruk dan pisang mempunyai warna yang sangat
bagus pada suhu dingin. Namun beberapa jenis buah kurang tahan terhadap
penyimpanan suhu dingin yang mengakibatkan kerusakan chilling injury
(Sjaifullah, 1994).
Dalam penyimpanan buah dan sayur dapat terjadi perubahan-
perubahan kualitas pada buah dan sayur itu sendiri. Yang pertama perubahan
berat, Perubahan berat merupakan salah satu faktor yang dapat digunakan
untuk mengidentifikasi mutu fisik suatu bahan pangan. Perubahan berat dapat
berubah bersamaan dengan lamanya waktu penyimpanan. Susut berat ini
disebabkan proses transpirasi dan respirasi sehingga mengakibatkan
sayur/buah mengalami susut berat. Hal ini disebabkan sayur/buah setelah di
panen terus melakukan proses metabolisme, salah satu proses tersebut adalah
katabolisme. Katabolisme disebut pula disimilasi, karena dalam proses ini
energi yang tersimpan ditimbulkan kembali atau dibongkar untuk melakukan
proses-proses kehidupan. Kehilangan air selama penyimpanan tidak hanya
menurunkan berat, tetapi juga dapat menurunkan mutu dan menimbulkan
kerusakan. Kehilangan yang hanya sedikit mungkin tidak akan mengganggu
tetapi kehilangan yang banyak akan menyebabkan kelayuan dan pengkriputan
(Blongkod dkk., 2016).
Yang kedua, perubahan warna, warna bahan pangan selama
penyimpanan akan mengalami perubahan yang dipengaruhi kondisi
penyimpanan. Indikator lain yang sering digunakan sebagai indeks kesegaran
untuk sayur/buah adalah klorofil. Degradasi klorofil dapat menyebabkan
perubahan warna daun atau bunga dari hijau menjadi kuning (Blongkod dkk.,
2016).
Selanjutnya yaitu perubahan tekstur, respirasi dan transpirasi juga
berperan penting dalam kualitas jaringan tanaman yang dipengaruhi oleh
enzim pproteolitik. Enzim-enzim proteolitik bisa mengakibatkan perubahan
tekstur pada sayur/buah sehingga terjadi pelunakan pada sayur/buah sehingga
terjadi pelunakan. Selain itu, ukuran maupun bentuk sel mempengaruhi
tekstur. Sel-sel kecil dengan ruang antar sel yang kecil pula, membentuk
tekstur yang padat dan sel besar dengan ruang antar sel yang berbeda pula
membentuk tekstur yang kasar seperti spon. Keterikatan sel satu dengan sel
yang lainya tergantung pada komponen pektin dinding sel. Proses pemasakan
akan mengubah komponen pektin yang tidak larut menjadi larut dalam air
sehingga sel-sel mudah terpisah sehingga berakibat lunak (Blongkod dkk.,
2016).
Pengemasan yang sering dilakukan dalam produk hortikultura adalah
teknologi penyimpanan dengan controlled atmosfer (CA) dan modifikasi
atmosfer packing (MAP) yang bertujuan dalam menekan laju respirasi pada
buah sehingga buah lebih segar dalam proses pengirimannya. Dalam metode
MAP biasanya digunakan plastik polietilen dalam setiap kemasan produk
hortikultura karena dapat menekan CO2 dan O2 didalam kemasan tetapi
meskipun plastik polietilen ini memiliki permeabilitas yang cukup tinggi
tetapi tidak cocok pada kemasan yang tertutup (Rosalina, 2011).
Plastik kemasan yang dipilih untuk buah-buahan dan sayuran segar
adalah kemasan yang mempunyai permeabilitas yang tinggi terhadap CO2
agar bisa mengeluarkan CO2 dari produk sebagai hasil dari proses
pernafasan. Jenis kemasan yang sesuai adalah polistiren busa seperi LDPE,
EVA, ionomer atau plastik PVC dan PP. Sifat dari plastik LDPE kuat,
fleksibel, kedap air, permukaannya tidak jernih dan dapat berubah menjadi
lunak jika berada pada suhu 70 derajat celcius. LDPE memiliki kemampuan
perlindungan yang baik terhadap reaksi kimia dan menjadi salah satu jenis
plastik yang sering digunakan untuk membungkus makanan dan
minuman.Berkembangnya teknologi pengemasan, sekarang sudah banyak
pengemasan diperkanalkan untuk melindungi produk dan menambah daya
tarik bagi konsumen dengan harga yang relatif murah dan mudah diperoleh.
Sejak plastik dikenal masyarakat luas, berbagai kemasan plastik kini berhasil
dibuat dalam negeri. Penggunaan bahan plastik sebagai bahan pengemas
bertujuan melindungi, mengawetkan dan menampilkan produk agar menarik.
Beberapa jenis plastik yang digunakan dalam pengemasan dan mudah
diperoleh adalah Polypropilen. Plastik Polypropilen ini merupakan pilihan
bahan plastik terbaik karena plastik jenis ini memiliki ketahanan yang baik
terhadap lemak serta daya tembus uap yang rendah, cocok digunakan untuk
pengemasan sayur dan buah. Polypropilen memiliki densitas yang rendah dan
memiliki titik lunak lebih tinggi dibandingkan Polyetylen, permeabilitas
sedang, tahan terhadap bahan kimia (Sucipta dkk, 2017).
Penyimpanan di bawah suhu 15 0C dan di atas titik beku bahan dikenal
sebagai penyimpanan dingin (chilling storage). Penyimpanan buah-buahan
dan sayur-sayuran memerlukan temperatur yang optimum untuk
mempertahankan mutu dan kesegaran. Temperatur optimum dapat
menyebabkan kerusakan karena pendinginan (chilling injury). Kerusakan
pendinginan dari buah pisang pada temperatur kritis (130C) adalah warna
kusam, perubahan cita rasa dan tidak bisa masak. Pendinginan tidak
mempengaruhi kualitas rasa, kecuali bila buah didinginkan secara berlebihan
sehingga proses pematangan terhenti. Kehilangan air dapat dikurangi dengan
jalan memberi pembungkus pada bahan yang akan didinginkan. Salah satu
jenis pembungkus yang cukup baik digunakan adalah pembungkus dari bahan
plastik. Berdasarkan penelitian Scott dan Robert (1987) penyimpanan pisang
yang masih hijau dalam kantong polietilen dapat memperlambat pematangan
pisang selama enam hari pada temperatur 200C (Koswara, 2009).
Susut bobot atau kehilangan berat pada sayuran disebabkan oleh
kehilangan air atau akibat transpirasi. Kehilangan bobot buah tomat
diakibatkan adanya perbedaan kelembaban relative (RH) antara atmosfir
internal buah dengan atmosfir di sekelilingnya. Uap air pindah secara
langsung ke konsentrasi yang rendah melalui pori-pori di permukaan buah.
Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa penyimpanan pada suhu dingin 4,
8 dan 12 °C sangat membantu dalam mengurangi peningkatan susut bobot
yang diakibatkan oleh proses respirasi dan transpirasi. Semakin tinggi suhu
simpan kekerasan buah tomat akan cenderung semakin lunak. Semakin lama
penyimpanan nilai kekerasan buah semakin menurun artinya buah semakin
lunak. Hal ini disebabkan selama penyimpanan buah tomat mengalami
perubahan kematangan sehingga tingkat kekerasan buah berubah. Penurunan
kekerasan pada buah tomat terjadi akibat terjadinya depolimerisasi
karbohidrat dan zat pektin penyusun dinding sel sehingga akan melemahkan
dinding sel dan ikatan kohesi antar sel sehingga viskositas menurun dan
tekstur tomat menjadi lunak (Pangaribuan, 2011).
C. Metodologi
1. Alat
a. Jangka sorong
b. Penggaris
c. Piring kertas
d. Pisau
e. Plastik wrap
f. Refrigerator
g. Talenan
h. Termometer
i. Timbangan
2. Bahan
a. Apel
b. Buncis
c. Jambu biji
d. Mangga
e. Mentimun
f. Pisang
3. Cara Kerja
a. Penyimpanan pada Suhu Ruang dan Suhu Refrigerator
Buncis, manga, pisang, timun

Pemotongan bahan setebal 2 cm


sebanyak 2 potong

Penimbangan sampel

Pembungkusan salah satu sampel


menggunakan plastik wrap

Penimbangan sampel yang dibungkus


dengan plastik wrap

Pengamatan warna, berat, dan tekstur


hari ke-0

Penyimpanan sampel pada suhu ruang


atau suhu refrigerator

Pengamatan warna, berat, dan tekstur


hari ke-1 dan ke-2

Pencatatan data

Gambar 5.1 Diagram Alir Proses Pendinginan pada Suhu Ruang atau
Suhu Refrigerator
b. Penentuan Kapasitas Pendinginan

Apel dan jambu

Pelubangan sampel pada bagian


tengah menggunakan bolpen

Pengukuran suhu sampel

Penimbangan sampel

Penghitungan kapasitas pendinginan


hari ke-0

Penyimpanan sampel di dalam


refrigerator

Pengukuran suhu hari ke-1 dan ke-2

Penimbangan sampel hari ke-1 dan


ke-2

Penghitungan kapasitas pendinginan


hari ke-0

Gambar 5.2 Diagram Alir Penentuan Kapasitas Pendinginan


D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 5.1 Hasil Pengamatan Penyimpanan Buah dan Sayur Segar
Hari Ke-0 Hari Ke-1 Hari Ke-2
Kel. Perlakuan Bahan
Berat Warna Kekerasan Berat Warna Kekerasan Berat Warna Kekerasan
Mangga
7,5 ++++ ++++ 7,4 +++ +++ 7,4 +++ +++
(wrap)
1 Mangga
(non 7,9 ++++ ++++ 5,4 ++++ +++ 4,1 +++ ++
wrap)
Pisang
20,9 ++++ ++++ 20,9 +++ ++ 21,1 ++ +
(wrap)
2 Pisang
(non 17,4 ++++ ++++ 15,9 ++++ +++ 14,4 + +
wrap)
Kulkas
Buncis
1 ++++ ++++ 1 ++++ ++++ 1,2 +++ +++
(wrap)
3 Buncis
(non 0,8 ++++ ++++ 0,6 +++ +++ 0,7 ++ ++
wrap)
Timun
34,3 ++++ ++++ 34,2 ++++ +++ 34,3 +++ ++
(wrap)
4 Timun
(non 34,9 ++++ ++++ 32,1 +++ +++ 29,5 + +
wrap)
Mangga
9 ++++ ++++ 8,4 ++ +++ 8,1 + ++
(wrap)
7 Mangga
(non 7,2 ++++ ++++ 4,3 +++ +++ 2,6 ++ +
wrap)
Pisang
15,9 ++++ ++++ 14,9 +++ +++ 14,3 + +
(wrap)
8 Pisang
(non 15,7 ++++ ++++ 11,7 +++ ++ 9,2 + +
wrap)
Ruang
Buncis
1,2 ++++ ++++ 1,2 +++ +++ 1,1 +++ ++
(wrap)
9 Buncis
(non 1,1 ++++ ++++ 0,5 ++ ++ 0,4 ++ +
wrap)
Timun
31,2 ++++ ++++ 30,5 ++++ ++++ 30 ++++ +++
(wrap)
10 Timun
(non 34,8 ++++ ++++ 28,9 +++ +++ 25,2 +++ ++
wrap)
Sumber : Hasil Praktikum
Warna:
+ = Sangat Gelap
++ = Gelap
+ + + = Agak Cerah
+ + + + = Cerah
Kekerasan:
+ = Sangat Lunak
+ + = Lunak
+ + + = Agak Keras
+ + + + = Keras
Berdasarkan data pada Tabel 5.1 , terlihat bahwa terjadi penyusutan
bobot bahan pada sebagian besar sampel dan perlakuan dari hari ke-0 sampai
hari ke-2. Namun, penyusutan bobot pada suhu dingin tidak sebesar
penyusutan bobot di suhu ruang. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme
menjadi lambat, sehingga laju respirasinya menjadi turun dan umur simpan
dapat diperpanjang dengan meminimalkan susut bobot dan mutu (Suojala
2000). Suhu dingin yang digunakan dapat menekanlaju susut bobot pada
wortel, hal ini dikarenakan semakin banyak air pendingin yang digunakan
maka dapat menyerap panas lebih banyak dan memberikan suhu yang lebih
rendah pada media penyimpanan sehingga dapat menekan laju respirasi dan
transpirasi yang menyebabkan berkurangnya bobot pada buah.
Pada suhu ruang susut bobot dapat disebabkan oleh tingginya suhu
penyimpanan sehingga meningkatkan laju transpirasi dan respirasi.
Kehilangan air akibat penguapan yang terjadi terusmenerus, mengakibatkan
produk mengalami susut bobot. Penurunan bobot terjadi karena bahan segar
masih berespirasi saat disimpan, sehingga bahan masih melakukan
metabolisme. Muchtadi dan Sugiyono (1992), berpendapat bahwa kehilangan
bobot komoditi hortikultura bukan saja diakibatkan oleh terjadinya
penguapan air tetapi juga oleh hilangnya gas CO2hasil respirasi. Kehilangan
air selama penyimpanan tidak hanya menurunkan berat, tetapi juga
menurunkan mutu dan menimbulkan kerusakan (Winarno, 2002). Penurunan
bobot pada penyimpanan bahan suhu ruang dapat disebabkan oleh
ketersediaan oksigen, suhu yang tinggi pada media penyimpanan, luka akibat
gesekan media penyimpanan, dan lain lain.
Dari segi kenampakan (warna), semua sampel juga mengalami
penurunan kualitas warna, baik di suhu dingin maupun di suhu ruang.
Namun, sampel-sampel yang disimpan pada suhu dingin memiliki kualitas
yang lebih baik daripada sampel yang disimpan di suhu ruang. Hal ini dapat
dilihat pada sampel mangga (wrap / non wrap) suhu dingin, yang masih
menunjukkan intensitas warna agak cerah (+++) di hari terakhir pengamatan.
Sedangkan, pada suhu ruang hampir semua sampel menunjukkan intensitas
warna gelap atau bahkan sangat gelap, kecuali sampel timun. Intensitas warna
gelap-sangat gelap ini selain karena proses pencoklatan, juga dapat terjadi
karena sampel sudah mengarah ke pembusukan.Pada suhu ruang wortel
mengalami penurunan yang sangat drastis, hal ini bisa saja karena bahan
terkena serangan jamur yang menyebabkan bahan menjadi keriput dan busuk,
selain itu juga penguapan air pada bahan terjadi sangat cepat sehingga
mengakibatkan bahan menjadi layu. Sampel tanpa pembungkus (wrap) lebih
rendah kualitasnya daripada sampel dengan pembungkus. Adanya gesekan
tanpa media penyimpanan juga dapat menyebabkan luka pada komoditas
sehingga dapat mempercepat laju respirasinya. Pada suhu ruang, laju respirasi
yang tinggi biasanya disertai dengan umur simpan yang pendek (Pantastico,
1997). Maka dapat disimpulkan, bahwa perlakuan penyimpanan terbaik
adalah dengan wrap pada suhu dingin.
Penyimpanan dingin yang dilakukan juga harus memenuhi
persyaratan suhu rendah optimal untuk buah yang akan disimpan karena
penggunaan suhu rendah yang tidak sesuai dapat menyebabkan kerusakan.
Kerusakan karena pendinginan rnerupakan penyebab kerugian-kerugian
ekonomis yang besar bagi buahbuahan selama penyimpanan dan
pengaogkutan, terutama bila waktu pengangkutannya diperpanjang dari
semestinya. Penyimpanan dingin diperlukan untuk mempertahankan mutu
dan kesegaran buah dan sayur hingga tiba ke konsumen dalam keadaan baik
(Pantastico, 1986).
Pengolahan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau
menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa
respirasi pada buah dan sayuran tetap berlangsung setelah panen, sampai buah
dan sayuran itu membusuk, dan pertumbuhan bakteri di bawah suhu 100C
akan semakin lambat dengan semakin rendahnya suhu. Proses metabolisme
sendiri terganggu apabila terjadi perubahan suhu. Sehingga penyimpanan
suhu rendah dapat memperpanjang masa hidup jaringan-jaringan dalam bahan
pangan karena penurunan aktivitas respirasi dan aktivitas mikroorganisme.
Lambatnya pertumbuhan mikroba pada suhu yang lebih rendah ini menjadi
dasar dari proses pendinginan dan pembekuan dalam pengawetan pangan.
Proses pendinginan dan pembekuan tidak mampu membunuh semua mikroba,
sehingga pada saat dicairkan kembali (thawing), sel mikroba yang tahan
terhadap suhu rendah akan mulai aktif kembali dan dapat menimbulkan
masalah kebusukan pada bahan pangan yang bersangkutan (Haryadi, 2007).
Metode ini sering digunakan sebagai alternative pengawetan karena
bahan pangan tidak akan kehilangan nutrisi yang terkandung di dalamnya,
selain itu rasa dan tekstur dari bahan pangan yang diawetkan dengan cara ini.
Selain itu sifat fisik dan sifat kimia dari bahan pangan tidak akan berubah
seperti pengawetan yang dilakukan melalui proses kimia atau fermentasi.
Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan makanan tidak dapat
menyebabkan kematian mikroba sehingga bila bahan pangan dikeluarkan dari
tempat penyimpanan dan dibiarkan mencair kembali (thawing) pertumbuhan
mikroba pembusuk dapat berjalan dengan cepat. Proses pengolahan dan
penyimpanan bisa membuat gizi pada bahan makanan hilang atau rusak.
Karena itu, perlakukan bahan makanan sebaik mungkin, jangan asal
memasukkannya ke lemari pendingin. Cara mengolah makanan berpengaruh
terhadap kualitas nutrisinya. Nilai gizi makanan segar lebih baik ketimbang
yang dibekukan, tetapi gizi makanan beku masih lebih baik dibanding
makanan kalengan. Sayuran yang dibekukan sesaat setelah dipanen berisi
lebih banyak vitamin daripada sayuran segar yang langsung diangkut
melintasi wilayah untuk dipasarkan. Suhu ini cukup membantu
memperlambat proses enzimatik dan pertumbuhan bakteri, tetapi tidak terlalu
dingin untuk memengaruhi kualitas makanan dengan adanya kristal es
yang terbentuk (Haryadi, 2007).
Lama penyimpanan berpengaruh terhadap kualitas mutu produk,
meliputi berat, warna, dan tekstur. Penurunan berat akan meningkat seiring
dengan semakin lamanya penyimpanan dan tingkat kematangan. Hal ini
terjadi karena terjadinya proses transpirasi sehingga air yang terdapat dalam
bahan berpindah ke lingkungan yang menyebabkan terjadinya penurunan
berat. Kehilangan air yang terjadi pula dapat menyebabkan kerusakan
jaringan sehingga terjadi pelayuan dan kondisi warna bahan akan menjadi
pudar atau pucat. Selain itu, semakin lama penyimpanan tekstur buah dan
sayur akan semakin menurun karena terjadi perubahan senyawa yang
menyusun dinding sel dan terjadi proses perombakan polisakarida dan
penyusun dinding sel semakin cepat, dengan besarnya polisakarida yang
terombak maka tekstur buah/sayur akan semakin lunak (Fauziah, dkk., 2013).
Dapat diketahui pula bahwa selama penyimpanan buah dan sayur
mengalami perubahan berat. Pangaribuan (2011) juga menambahkan, susut
bobot atau kehilangan berat pada buah dan sayuran disebabkan oleh
kehilangan air atau akibat transpirasi. Kehilangan bobot buah tomat
diakibatkan adanya perbedaan kelembaban relative (RH) antara atmosfir
internal buah dengan atmosfir di sekelilingnya. Uap air pindah secara
langsung ke konsentrasi yang rendah melalui pori-pori di permukaan buah.
Tetapi, pada sampel kangkung yang disimpan pada suhu dingin dengan
kemasan, pada pengamatan hari ke-2 menunjukkan pertmbahan bobot atau
berat. Pernyimpangan ini, dimungkinkan terjadi karena banyaknya uap air
yang masuk ke dalam plastik selama penyimpanan.
Agar sebuah mesin pendingin dapat dimanfaatkan secara optimal,
kapasitas pendinginan dari mesin pendingin itu harus sesuai dengan beban
kalor yang diatasinya. Dari perhitungan biasanya didapat nilai kapasitas
pendinginan evaporator yang relative lebih besar dari beban pendinginan
yang ada pada cold storage baik pada beban dalam 1 hari tertentu maupun
pada perhitungan beban rata – rata perharinya. Nilai kapasitas pendinginan ini
dapat berpengaruh ke biaya listrik yang dikeluarkan. Apabila kapasitas
pendinginannya besar dan tidak dilengkapi dengan pengaturan kapasitasnya,
maka meskipun bebannya berubah – ubah setiap harinya tapi konsumsi daya
listriknya tetap besar. Konsumsi daya listrik yang besar berakibat pada biaya
listrik yang besar pula (Siagian, 2017).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rizal dkk (2013), terlihat
bahwa daya kompresor (P) dan kapasitas pendinginan (Qe) cenderung stabil.
Terdapat sedikit selisih nilai kapasitas pendinginan dan daya kompresor
untuk setiap beban pendinginan yang ada. Hal ini disebabkan sistem belum
bekerja dalam kondisi stabil akibat beban yang masih rendah. Kapasitas
pendingiann (Qe) sedikit mengalami penurunan, karena disuatu sisi terjadi
peningkatan temperatur dan tekanan pada kompresor sehingga menyebabkan
tingkat kenaikan daya kompresor akan bertambah.
Tabel 5.2 Hasil Pengamatan Kapasitas Pendinginan
Kel. Bahan Massa Cp ΔT (°C) Q (Joule)
(kg) (J/kg°C)
5 Apel 0,1691 3.600 23,5 14.305,86
6 Jambu Biji 0,2465 3.822 36 33.916,43
11 Apel kecil 0,0508 3.600 25 4.572,00
12 Jambu Biji 0,2008 3.822 23,5 18.035,25

Sumber : Laporan Sementara


Berdasarkan Tabel 5.2, didapatkanmassa sampel pada kelompok
5,6,11, dan 12 berturut-turut sebesar 0,1691 kg; 0,2465 kg; 0,508 kg; dan
0,2008 kg. Kalor jenis untuk sampel buah apel dan jambu biji berturut – turut
adalah 3.600 J/kg○Cdan 3.822 J/kg○C. Perubahan suhu pada kelompok 5,6,11,
dan 12 berturut-turut sebesar 23,5○C, 36○C, 25○C, dan 23,5○C. Dengan data –
data yang diperoleh diatas dapat dihitung nilai kapasitas pendinginan untuk
keempat sampel. Kapasitas pendinginan sampel buah apel dan apel kecil pada
kelompok 5 dan 11 berturut-turut sebesar 14.305,86Joule dan 4.572,00 Joule.
Sedangkan kapasitas pendinginan sampel buah jambu biji kelompok 6 dan 11
berturut-turut sebesar 33.916,43 Joule dan 18.035,25 Joule. Pada tabel 5.2
terlihat bahwa semakin besar massa, kalor jenis, dan perubahan suhunya,
semakin besar nilai kapasitas pendinginannya. Hal ini sudah sesuai dengan
teori Maulana (2015) bahwa meningkatnya nilai beban pendinginan (massa
bahan) dan kalor jenis bahan sebanding dengan meningkatnya nilai kapasitas
pendinginan.
Faktor yang mempengaruhi kapasitas pendinginan adalah luas
permukaan yang diinginkan, jumlah udara per menit yang dipakai untuk
mendinginkan dan perbedaan suhu antara bahan pendingin dan udara dari
luar. Ketebalan kulit juga akan mempengaruhi kapasitas pendinginan, dimana
semakin tebal kulit, panas produk akan semakin tinggi sehingga kapasitas
pendinginannya semakin besar. (Parenden,2012).
Menurut Tassou et al. (2008) bahwa kapasitas pendinginan
dipengaruhi oleh faktor panas jenis dan berat bahan itu sendiri. Selain itu
ketebalan kulit juga memperngaruhi kapasitas pendinginan kaitannya dengan
difuivitas panas, semakin tebal kulit maka perambatan panas semakin sulit
dan menyebabkan proses pendinginan berlangsung lebih lama atau nilai Q
semakin kecil (Mohsenin, 1980).
E. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum Acara V “Pendinginan” dapat disimpulkan
bahwa:
1. Pendinginan dapat mengurangi atau menghentikan aktivitas penyebab
pembusukan, seperti pertumbuhan mikrobia, reaksi-reaksi enzimatis,
kimiawi dan biokimia, serta dapat mempertahankan warna buah/sayur
sehingga kesegarannya dapat terjaga.
2. Sampel yang dikemas menggunakan plastik wrap mampu
mempertahankan warna, kekerasan dan berat dari sampel sampai hari ke 2.
Sedangkan untuk sampel yang disimpan pada suhu rendah namun tidak
menggunakan pengemas, kualitas sampel berada dibawah yang
menggunakan pengemas.
3. Kapasitas pendinginan hasil praktikum yaitu untuk kelompok 5 sebesar
14.305,86 joule, kelompok 6 sebesar 33.916,428 joule, kelompok 11
sebesar 4572 joule, dan untuk kelompok 12 sebesar 18.035,2536 joule.
DAFTAR PUSTAKA

Adirahmanto, Kris Aji, Rofandi, dan Dwi. 2013. Perubahan Kimia dan Lama
Simpan Buah Salak Pondoh (Salacca Edulisreinw) dalam Penyimpanan
Dinamis Udara – CO2. Jurnal Teknik Pertanian Lampung, 2(3): 123- 132.
Blongkod, N. A., Frans W., dan Ireine A. L. 2016. Kajian Pengaruh Pra
Pendinginan dan Suhu Penyimpanan Terhadap Umur Simpan Brokoli.
eJournal, 7(5): 1-10.
Camara MM, Diez C, Torija E. 1993. Changes during ripening of papaya fruit in
different storage systems. Food Chemistr, 46: 8l-84.
Desrosier, Norman W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta: UI Press.
Do JY., dan DK. Salunkhe. 1986. Penyimpanan dengan Udara Terkendali. Di
dalam Pantastico. ER.B (ed). Terjemahan. Kamariyani. Yogyakarta. Gajah
Mada University Press.
Dwinanto, Matheus M. 2014. Rancang Bangun Lemari Pendingin untuk
Pengawetan Buah-Buahan Lokal. LONTAR Jurnal Teknik Mesin Undana.
1(2): 34-39.
Fauziah, Dini, Sumartini, dan Ali Asgar. 2013. Pengaruh Suhu Penyimpanan dan
Jenis Kemasan Serta Lama Penyimpanan Terhadap Karakteristik Tomat
(Solanum lycopersium L.,) Organik. Artikel Ilmu dan Teknologi Pangan.
Geil P, Anderson J, 1994. Nutrition and Health Implications of Dry Beans: A
Review. Journal of American College of Nutrition, 13: 549-558.
Hariyadi, Purwiyatno. 2007. Teknologi Pendinginan Pangan. Foodreview
Indonesia, 2(7).
Kasmire, R. F., 1985. Preparation for Fresh Market of Vegetables, In Kader, Adel
A., et.al. (Eds). Postharvest Technology of Horticultural Crops.
Cooperative Extension, University of California, Division of Agriculture
and Natural Resources.
Koswara, Sutrisno. 2009. Pengolahan Pangan dengan Suhu Rendah.
Ebookpangan.com
Luengwilai, Kietsuda and Diane M Beckles. 2013. Effect of Low Temperature
Storage on Fruit Physiology and Carbohydrate Accumulation in Tomato
Ripening-inhibited Mutants. Journal of Stored Products and Postharvest
Research, 4(3): 35-43.
Mahayani, A.A.Putu Sri, Gatot Sargiman dan Syamsul Arif. 2014. Pengaruh
Penambahan Bayam Terhadap Kualitas Mie Basah. Jurnal Agroknow,
2(1): 25-38.
Maulana, Akhmad Syukri. 2015. Studi Eksperimen Variasi Beban Pendinginan
pada Evaporatior terhadap Performasi Mesin Pendingin Difusi Absorsi
dengan Pasangan Refrigeran R22- DMF. Tugas Akhir. Surabaya. Institut
Teknologi Sepuluh November.
Mohsenin, 1980. Physical Properties of Plant and Animal Materials. 2nd edition.
New York USA: Gordon and Breach Science.
Muchtadi, T. R. & Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Mutiarawati, T. 2007. Penanganan Pascapanen Hasil Pertanian. Kesiapan
Teknologi Panen dan Pascapanen Padi dalam Menekan Kehilangan Hasil
dan Meningkatkan Mutu Beras. Jurnal Litbang Pertanian.
Pangaribuan, Darwin H. 2011. Pengaruh Suhu Simpan dan Penyerap Etilen
terhadap Kualitas Buah Tomat Cherry. Prosiding : Seminar Nasional
Sains & Teknologi – IV.
Pantastico, E. R. B. I986. Fisiologi Pascapanen, Penanganan dan Pemanfaatan
Buah-buahan dan Sayur-sayrran Tropika dan Subtropika. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.
Pantastico, ER, B. 1997. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan
PemanfaatanBuah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub-tropika.
Diterjemahkan oleh Kamariyani. Editor gambar Gembong Tjitrosoepomo.
Yogyakarta. Universitas Gajah mada.
Parenden, Daniel. 2012. Perencanaan Cold Storage Pada Ruang Palka Kapal Ikan
Arujaya 30 GT. Jurnal Teknik Mesin Universitas Musamus,1(2).
Patras, A.; B. K. Tiwari; N. P. Brunton. 2011.Influence of Blanching and Low
Temperature Preservation Strategies on Antioxidant Activity and
Phytochemical Content of Carrots, Green Beans and Broccoli. Food
Science and Technology Journal, 44 : 299-306.
Purwanto; Yohanes Aris., Seiichi Oshita., Yoshio Makino., dan Yoshinori
Kawagoe. 2012. Indikasi Kerusakan Dingin pada Mentimun Jepang
(Cucumis sativus L.) Berdasarkan Perubahan Ion Leakage dan pH. Jurnal
Keteknikan Pertanian, 26(1).
Rizal, Moch., Nasrul Ilminnafik, dan Digdo Listyadi. 2013. Pengaruh Variasi
Beban Pendingin Terhadap Prestasi Kerja Mesin Pendingin Dengan
Refrigeran R12 Dan Lpg. Jurnal Rotor, 6 (1) : 1-5.
Rosalina, Yessy. 2011. Analisis Konsentrasi Gas Sesaat dalam Kemasan Melalui
Lubang Berukuran Mikro Untuk Pengemasan Buah Segar dengan Sistem
Kemasan Atmosfer Termodifikasi. Agrointek, 5(1): 53-58.
Safaryani, Nurhayati, Sri, dan Endah. 2007. Pengaruh Suhu dan Lama
Penyimpanan terhadap Penurunan Kadar Vitamin C Brokoli (Brassica
oleracea L). Buletin Anatomi dan Fisiologi, 15(2): 39-46.
Siagian, Saut. 2017. Perhitungan Beban Pendingin Pada Cold Storage Untuk
Penyimpanan Ikan Tuna Pada Pt.X. BINA TEKNIKA, 13(1): 139-149.
Sjaifullah, Setyadjit. 1994. Penyimpanan Buah Manggis pada Suhu Dingin.
Jurnal Hortikultura, 4 (1) : 64-76.
Sucipta, Nyoman., Ketut Suriasih., Pande Ketut Diah Kencana. 2017.
Pengemasan Pangan. Udayana University Press.
Suojala, T. 2000. Pre- and Postharvest Development of Carrot Yield and Quality.
Agricultural Research Centre of Finland Plant Production Research.
Helsinki.
Susilo, Bambang., Dyah Ayu Agustiningrum., dan Dina Wahyu Indriani. 2016.
Pengaruh Penyimpanan Atmosfer Termodifikasi (Modified Atmosphere
Storage/ MAS) terhadap Karakteristik Jamur Tiram Putih (Pleurotus
ostreatus). Jurnal AGRITECH, 36(4).
Tassou, S.A., G. De-Lille, Y.T. Ge. 2008. Food transport refrigeration -
approaches to reduce energy consumption and environmental impacts of
road transport. Applied Thermal Engineering. 29(8-9): 1467-1477.
Winarno. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta. Gramedia.
LAMPIRAN DOKUMENTASI

Gambar 6.1 Penimbangan Sampel Gambar 6.2 Penimbangan Sampel


Timun Tanpa Pengemasan Timun dengan Pengemasan

Gambar 6.3 Pengukuran Suhu Gambar 6.4 Penimbangan Apel


Apel Setelah Didinginkan
LAMPIRAN PERHITUNGAN

1. Apel (kelompok 5)
m = 0,1691 kg
Cp = 3.600 J/kg°C
T1 = 32°C
T2 = 8,5°C
𝑄 = 𝑚 𝑥 𝐶𝑝 𝑥 ΔT
3.600 J
𝑄 = 0,1691 kg 𝑥 °C 𝑥 (32 − 8,5)°C
kg
𝑄 = 14.305,86 Joule
2. Jambu biji (kelompok 6)
m = 0,2465 kg
Cp = 3.822 J/kg°C
T1 = 37°C
T2 = 1°C
𝑄 = 𝑚 𝑥 𝐶𝑝 𝑥 ΔT
3.822 J
𝑄 = 0,2465 kg 𝑥 °C 𝑥 (37 − 1)°C
kg
𝑄 = 33.916,43 Joule
3. Apel kecil (kelompok 11)
m = 0,0508 kg
Cp = 3.600 J/kg°C
T1 = 33°C
T2 = 8°C
𝑄 = 𝑚 𝑥 𝐶𝑝 𝑥 ΔT
3.600 J
𝑄 = 0,0508 kg 𝑥 °C 𝑥 (33 − 8)°C
kg
𝑄 = 4.572,00 Joule
4. Jambu biji (kelompok 12)
m = 0,2008 kg
Cp = 3.822 J/kg°C
T1 = 32°C
T2 = 8,5°C
𝑄 = 𝑚 𝑥 𝐶𝑝 𝑥 ΔT
3.822 J
𝑄 = 0,2008 kg 𝑥 °C 𝑥 (32 − 8,5)°C
kg
𝑄 = 18.035,25 Joule

Anda mungkin juga menyukai