Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIOLOGI DAN TEKNOLOGI PASCAPANEN

Disusun Oleh :

KELOMPOK 2
Merry Kristiana P H0916054
Muh. Azmi Ibrahim H0916062
Rifqi Dhiya Fauzan H0916071
Syafri Dwiananta H0916077
Wisnu Pranatha H0916084
Zenita Mulya Astuti H0916088

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2018
ACARA II
PERUBAHAN KIMIA BUAH DAN SAYUR KLIMAKTERIK DAN
NONKLIMAKTERIK SELAMA PENYIMPANAN

A. Tujuan
Mengetahui dan memahami perbedaan perubahan kimia yang terjadi
antara tipe buah dan sayur klimakterik dan nonklimakterik selama
penyimpanan.
B. Tinjauan Pustaka
Buah-buahan dan sayuran merupakan komoditi yang mempunyai sifat
mudah rusak atau perishable karena mempunyai karakteristik sebagai
makhluk hidup dan tidak mempunyai kemampuan untuk mempertahankan
hidupnya. Komoditi ini masih melangsungkan reaksi metabolismenya
sesudah dipanen. Dua proses terpenting di dalam produk seperti ini
sesudah diambil dari tanamannya adalah respirasi dan produksi etilen
(Nurjanah, 2002).
Respirasi adalah suatu proses yang melibatkan terjadinya
penyerapanoksigen (O2) dan pengeluaran karbondioksida (CO2) serta
energi yang digunakanuntuk mempertahankan reaksi metabolisme dan
reaksi lainnya yang terjadi didalam jaringan. Beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi laju respirasi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu
faktor eksternal (faktor lingkungan) dan faktor internal.Yang termasuk
faktor lingkungan antara lain temperatur, komposisi udara dan adanya
kerusakan mekanik. Ketiga faktor ini merupakan faktor penting yang dapat
mempercepat laju respirasi. Sedangkan faktor internal antara lain jenis
komoditi (klimaterik atau non-klimaterik) dan kematangan atau tingkat
murnya, akan menentukan pola respirasi yang spesifik untuk setiap jenis
buah-buahan dan sayuran (Nurjanah, 2002).
Pola produksi etilen pada buah-buahan akan bervariasi tergantung
pada tipe atau jenisnya. Pada buah-buahan klimaterik, produksi etilen
cenderung untuk naik secara bertahap sesudah panen, sementara pada buah
non-klimaterik produksi etilennya tetap dan tidak memperlihatkan
perubahan yang nyata. Laju respirasi dan produksi etilen berhubungan erat
dengan daya simpan produk, maka untuk memaksimalkan umur simpan
kedua faktor ini harus diketahui sebelum produk tersebut disimpan
(Nurjanah,2002).
Pada buah-buahan yang tergolong klimaterik, proses respirasi yang
terjadi selama pematangan mempunyai pola yang sama yaitu menunjukkan
peningkatan CO2 yang mendadak, contohnya buah strawberry, pisang,
mangga, alpokat, pepaya, peach, tomat. Sedangkan pada buah-buahan
yang tergolong non klimaterik seperti semangka, ketimun, limau, jeruk,
nanas dan arbei, setelah dipanen proses respirasi CO2 yang dihasilkan
tidak terus meningkat, tetapi langsung turun secara perlahan-lahan (
Syarief, dkk., 1988 ).
Buah jeruk merupakan buah yang memiliki prospek cerah untuk
dikembangkan. Jeruk (Citrus sp.) dapat dijumpai dalam setiap musim
sebab penanaman buah jeruk yang mudah dan cocok di berbagai kondisi
iklim. Oleh karena itu, jeruk merupakan salah satu buah yang amat
digemari. Banyaknya jenis dan varietas buah jeruk local maupun impor
yang tersedia dan diperoleh di pasar tradisional atau pasar modern
membuat konsumen dapat dengan mudah menentukan buah jeruk yang
sesuai dengan selera dan keinginannya. Saat ini, ada lima kelompok buah
jeruk di dunia yaitu : kelompok Mandarin, kelompok Citroen, kelompok
Orange atau jeruk manis, kelompok Pummelo dan Grapefruit, dan
kelompok Lime dan Lemon (Rajagukguk, 2013).
Pisang (Musa spp.) merupakan tanaman yang banyak tumbuh di
Indonesia, karena sifat tanaman ini mudah tumbuh di daerah tropis. Pisang
buah (Musa paradisiaca) dapat digolongkan dalam 4 kelompok : (1) Musa
Pardisiaca var. sapientum (Banana) yaitu pisang yang dapat langsung
dimakan setelah matang atau pisang buah meja contoh : susu, hijau, mas,
raja, ambon kuning, ambon, barangan, dll; (2) Musa Pardisiaca forma
typiaca (Plantain) yaitu pisang yang dapat dimakan setelah diolah terlebih
dahulu, contoh : tanduk, uli, bangkahulu, kapas; (3) Pisang yang dapat
dimakan setelah matang atau diolah dahulu (contoh: kepok dan raja) serta;
(4) Musa Brachycarpa yaitu jenis pisang yang berbiji dapat dimakan
sewaktu masih mentah, seperti pisang batu disebut juga pisang klutuk atau
pisang biji. Masing–masing kelompok pisang tersebut mempunyai fungsi
dan karakteristik berbeda (Palupi, 2012).
Jenis plastik yang popular digunakan untuk pengemasan yaitu PE
(polyethy1en) dan PP (polyprophy1en) karena kedua jenis plastik ini
selain harganya murah, mudah ditemukan di pasaran, juga memiliki sifat
umum yang hampir sarna. Plastik PE tidak menunjukkan perubahan pada
suhu maksimum 93°C - 121°C dan suhu minimum -46°C - (-5oC), namun
memiliki permeabilitas yang cukup tinggi terhadap gas-gas organik
sehingga masih dapat teroksidasi apabila disimpan dalam jangka waktu
yang lama. Bahan kemasan plastik yang paling banyak digunakan adalah
plastik PE karena mempunyai harga relatif murah, mempunyai komposisi
kimia yang baik, resisten terhadap lemak dan minyak, tidak menimbulkan
reaksi kimia terhadap makanan, mempunyai kekuatan yang baik dan
cukup kuat untuk melindungi produk dari perlakuan kasar. selama
penyimpanan, mempunyai daya serap yang rendah terhadap uap air, serta
tersedia dalam berbagai bentuk (Yanti, 2008).
Padatan terlarut menunjukkan kandungan bahan-bahan yang terlarut
dalam larutan.komponen yang terkandung dalam buah terdiri atas
komponen-komponen yang larut air seperti glukosa, fruktosa, sukrosa dan
protein yang larut air seperti pektin. Total padatan terlarut dapat
mempengaruhi viskositas dan stabilitas sari buah (Farikha, 2013).
Sedangkan pH atau tingkat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat
keasaman atau basa yang dimiliki oleh suatu zat, larutan atau benda. pH
diturunkan dari konsentrasi ion hydrogen dalam suatu larutan. Bermacam-
macam buah memiliki tingkat keasaman yang berbeda sesuai dengan jenis
dan umurnya. Buah tertentu akan memiliki pH yang rendah (asam) saat
buah masih belum matang. Setelah bertambahnya masa umur maka nilai
pH akan menurun disertai dengan menurunnya sifat fisik pada buah
(Hidayah, 2009).
Refraktometer bekerja menggunakan prinsip pembiasan cahaya ketika
melalui suatu larutan. Ketika cahaya datang dari udara ke dalam larutan
maka kecepatannya akan berkurang. Fenomena ini terlihat pada batang
yang terlihat bengkok ketika dicelupkan ke dalam air. Refraktometer
memakai prinsip ini untuk menentukan jumlah zat terlarut dalam larutan
dengan melewatkan cahaya ke dalamnya. Sumber cahaya ditransmisikan
oleh serat optik ke dalam salah satu sisi prisma dan secara internal akan
dipantulkan ke interface prisma dan sampel larutan. Bagian cahaya ini
akan dipantulkan kembali ke sisi yang berlawanan pada sudut tertentu
yang tergantung dari indeks bias larutannya (Hidayanto dkk, 2010).
Instrumen pH meter adalah peralatan laboratorium yang digunakan
untuk menentukan pH atau tingkat keasaman dari suatu sistem larutan
suatu zat, ditentukan berdasarkan keberadaan jumlah ion hidrogen dalam
larutan. Yang dapat dinyatakan dengan persamaan pH = - log [H+ ]. Pada
penggunaan pHmeter, kalibrasi alat harus diperhatikan sebelum dilakukan
pengukuran. Seperti diketahui prinsip utama pHmeter adalah pengukuran
arus listrik yang tercatat pada sensor pH akibat suasana ionik di larutan.
Stabilitas sensor harus selalu dijaga dan caranya adalah dengan kalibrasi
alat (Tahir, 2008).
Setelah dipanen buah dan sayur akan mengalami sortasi, kemudian
dikemas dan disimpan sambil menunggu pengangkutan atau langsung
dikirim dari kebun produksinya ke pusat-pusat penjualan baik dalam
jarak dekat maupun jarak jauh. Selama penanganannya mangga akan
mengalami proses pematangan yang menuju ke proses penuaan
(senescense) yang secara tidak langsung menjadi sebab utama kemunduran
atau kerusakannya. Bila pematangan berlangsung cepat maka mangga
akan rusak sebelum sampai ke tempat tujuan atau sebelum dikonsumsi.
selama proses pematangan, buah dan sayuran mengalami beberapa
perubahan nyata dalam warna, tekstur dan bau. Selama proses pematangan
terjadi perubahan-perubahan warna dari hijau menjadi kuning atau merah,
rasa dari asam menjadi manis, tekstur menjadi lebih lunak, terbentuknya
vitamin-vitamin, dan timbulnya aroma yang khas karena terbentuknya
senyawa-senyawa volatile. Perubahan-perubahan buah selama pematangan
dapat dilihat dalam hal warna, kekerasan (tekstur), citarasa dan flavor,
yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi kimia bahan.
Pematangan akan menyebabkan naiknya kadar gula sederhana untuk
memberikan rasa manis, penurunan kadar asam organic dan senyawa
fenolik untuk mengurangi rasa asam dan sepat serta kenaikan produksi zat
volatile untuk memberikan flavor karakteristik buah
(Rachmawati dkk,2009).

C. Metodologi
1. Alat
a. Hand Refractometer
b. Lemari Pendingin
c. Mortar dan penumbuknya
d. pH Meter
e. Pipet Tetes
f. Plastik PE Hitam dan Putih
2. Bahan
a. Aquadest
b. Buah Jeruk
c. Buah Pisang
3. Cara kerja
1. Tanpa Plastik PE
Buah Pisang dan Buah Jeruk

Penyimpanan
Penyimpanan pada
didalam lemari
suhu ruang 1 buah
pendingin 1 buah
pisang dan 1 buah
pisang dan 1 buah
jeruk
jeruk

Pengamatan Ph dengan Ph Meter dan


Kadar Gula dengan refractometer

Gambar 2.1 Diagram Alir Penyimpanan Tanpa Plastik PE


2. Dengan Plastik PE
Buah Pisang dan Jeruk

Pemasukan kedalam 2 plastik PE


Hitam dan 2 plastik PE Putih
(Masing-masing plastik berisi 1 buah
pisang dan 1 buah jeruk)

Penyimpanan Penyimpanan
didalam lemari pada suhu ruang
pendingin (1 (1 Plastik PE Hitam
Plastik PE Hitam dan 1 Plastik PE
dan 1 Plastik PE Putih)
Putih)

Pengamatan Ph dengan Ph Meter dan


Kadar Gula dengan refractometer

Gambar 2.1 Diagram Alir Penyimpanan Menggunakan Plastik PE


D. Hasil dan Pembahasan
Pisang merupakan buah klimakterik yang memperlihatkan
peningkatan yang cepat dalam respirasi dan produksi etilen. Setelah panen,
pisang masih melakukan pemecahan oksidatif senyawa kompleks di dalam
sel seperti pati, gula, dan asam amino menjadi senyawa-senyawa yang
lebih sederhana seperti air dan oksigen (Purwoko dan Diah, 1998).
Tabel 2.1 Hasil Pengamatan pH pada Pisang
Kelompok Perlakuan Hari Ke - pH
Pengemasan dengan plastik 0 6,9
PE putih dan penyimpanan 2 7,98
pada suhu ruang 7 4,88
1 Pengemasan dengan plastik 0 6,9
PE putih dan penyimpanan 2 7,78
pada suhu dingin 7 5,29
Pengemasan dengan plastik 0 6,9
PE hitam dan penyimpanan 2 7,8
pada suhu ruang 7 5,34
2 Pengemasan dengan plastik 0 6,9
PE hitam dan penyimpanan 2 7,47
pada suhu dingin 7 5,29
Penyimpanan tanpa kemasan 0 6,9
pada suhu ruang 2 7,52
7 5,28
3 Penyimpanan tanpa kemasan 0 6,9
pada suhu dingin 2 5,7
7 5,16
Sumber : Hasil Pengamatan
Berdasarkan hasil pengamatan pH pada buah pisang yang telah
dilakukan, didapatkan data pada Tabel 2.1. Pada praktikum kali ini buah
diberikan perlakuan pengemasan dan suhu penyimpanan yang berbeda
kemudian diukur pHnya pada hari ke 0,2, dan 7. Pada perlakuan pengemas
plastik PE putih dan suhu ruang, secara berturut-turut didapatkan pH 6,9;
7,98; dan 4,88. Pada perlakuan pengemas plastik PE putih dan suhu
dingin, secara berturut-turut didapatkan pH 6,9; 7,78; dan 5,29. Pada
perlakuan pengemas plastik PE hitam dan suhu ruang, secara berturut-turut
didapatkan pH 6,9; 7,8; dan 5,34. Pada perlakuan pengemas plastik PE
hitam dan suhu dingin, secara berturut-turut didapatkan pH 6,9; 7,47; dan
5,29. Pada perlakuan tanpa pengemasan dan suhu ruang, secara berturut-
turut didapatkan pH 6,9; 7,52; dan 5,28. Pada perlakuan tanpa pengemasan
dan suhu dingin, secara berturut-turut didapatkan pH 6,9; 5,7; dan 5,16.
Berdasarkan data tersebut didapatkan hampir semua sampel mengalami
kenaikan pH pada pengamatan hari ke-2, namun kemudian terjadi
penurunan yang cukup signifikan pada pengamatan hari ke-7. Kecuali
pada sampel dengan perlakuan tanpa pengemasan yang disimpan pada
suhu dingin. Sampel tersebut mengalami penurunan secara berturut-turut
pada pengamatan hari ke-2 dan hari ke-7.
Tabel 2.2 Hasil Pengamatan pH pada Jeruk
Kelompok Perlakuan Hari Ke - pH
Pengemasan dengan plastik 0 5,7
PE putih dan penyimpanan 2 5,95
pada suhu ruang 7 3,55
Pengemasan dengan plastik 0 5,7
1 PE putih dan penyimpanan 2 5,94
pada suhu dingin 7 5,01
Pengemasan dengan plastik 0 5,7
PE hitam dan penyimpanan 2 6,02
pada suhu ruang 7 3,23
Pengemasan dengan plastik 0 5,7
2 PE hitam dan penyimpanan 2 5,77
pada suhu dingin 7 3,49
Penyimpanan tanpa 0 5,7
kemasan pada suhu ruang 2 6,32
7 5,28
3 Penyimpanan tanpa 0 5,7
kemasan pada suhu dingin 2 6,66
7 3,55
Sumber: Hasil Pengamatan
Berdasarkan hasil pengamatan pH pada buah jeruk yang telah
dilakukan, didapatkan data pada Tabel 2.2. Pada praktikum kali ini buah
diberikan perlakuan pengemasan dan suhu penyimpanan yang berbeda
kemudian diukur pHnya pada hari ke 0,2, dan 7. Pada perlakuan pengemas
plastik PE putih dan suhu ruang, secara berturut-turut didapatkan pH 5,7;
5,95; dan 3,55. Pada perlakuan pengemasan plastik PE putih dan suhu
dingin, secara berturut-turut didapatkan pH 5,7; 5,94; dan 5,01. Pada
perlakuan pengemasan plastik PE hitam dan suhu ruang, secara berturut-
turut didapatkan pH 5,7; 6,02; dan 3,23. Pada perlakuan pengemasan
plastik PE hitam dan suhu dingin, secara berturut-turut didapatkan pH 5,7;
5,77; dan 3,49. Pada perlakuan tanpa pengemasan dan suhu ruang secara
berturut-turut didapatkan pH 5,7; 6,32; dan 5,28. Pada perlakuan tanpa
pengemasan dan suhu dingin secara berturut-turut didapatkan pH 5,7;
6,66; dan 3,55. Berdasarkan data tersebut semua sampel mengalami
kenaikan pH pada pengamatan hari ke-2, namun kemudian terjadi
penurunan yang cukup signifikan pada pengamatan hari ke-7.
Berdasarkan pengamatan pada buah pisang dan jeruk didapatkan
perubahan pH yang serupa yaitu naik pada hari ke-2 kemudian turun pada
hari ke-7. Perubahan pH pada buah menunjukkan adanya perombakan zat
pati menjadi gula-gula pada buah selama proses pematangan. Pengukuran
pH tidak lepas dari tingkat kematangan buah dikarenakan kematangan
buah umumnya ditunjukan oleh rasio gula dan asam (Winarno, 2002).
Tabel 2.3 Hasil Pengamatan Kadar Gula pada Pisang
Kelompok Perlakuan Hari Ke - Kadar Gula
(oBrix)
Pengemasan dengan plastik 0 9
PE putih dan penyimpanan 2 7,8
pada suhu ruang 7 8
1 Pengemasan dengan plastik 0 9
PE putih dan penyimpanan 2 10,8
pada suhu dingin 7 7,1
Pengemasan dengan plastik 0 9
PE hitam dan penyimpanan 2 10
pada suhu ruang 7 8
2 Pengemasan dengan plastik 0 9
PE hitam dan penyimpanan 2 8
pada suhu dingin 7 8
Penyimpanan tanpa 0 9
kemasan pada suhu ruang 2 9
7 9,5
3 Penyimpanan tanpa 0 9
kemasan pada suhu dingin 2 9,2
7 10,3
Sumber : Hasil Pengamatan
Berdasarkan hasil pengamatan kadar gula terlarut pada buah pisang
yang telah dilakukan, didapatkan data pada Tabel 2.3. Pada buah yang
diberikan perlakuan pengemasan plastik PE putih, disimpan pada suhu
ruang, dan diukur kadar gulanya pada hari ke 0,2,dan 7 secara berturut-
turut didapatkan 9; 7,8; dan 8. Pada perlakuan pengemasan plastik PE
putih, disimpan pada suhu dingin, dan diukur kadar gulanya pada hari ke
0,2,dan 7 secara berturut-turut didapatkan 9; 10,8; dan 7,1. Pada perlakuan
pengemasan plastik PE hitam, disimpan pada suhu ruang, dan diukur kadar
gulanya pada hari ke 0,2,dan 7 secara berturut-turut didapatkan 9; 10; dan
8. Pada perlakuan pengemasan plastik PE hitam, disimpan pada suhu
dingin, dan diukur kadar gulanya pada hari ke 0,2,dan 7 secara berturut-
turut didapatkan 9; 8; dan 8. perlakuan tanpa pengemasan, disimpan pada
suhu ruang, dan diukur kadar gulanya pada hari ke 0,2,dan 7 secara
berturut-turut didapatkan 9; 9; dan 9,5. Pada perlakuan pengemasan plastik
PE putih, disimpan pada suhu ruang, dan diukur kadar gulanya pada hari
ke 0,2,dan 7 secara berturut-turut didapatkan 9; 9,2; dan 10,3. Berdasarkan
data tersebut didapatkan hasil yang bervariasi pada buah yang dikemas
pada plastik PE, terdapat kenaikan kadar gula pada hari ke-2 di sampel
dengan perlakuan kemasan plastik PE putih suhu dingin dan kemasan
plastik PE hitam suhu ruang. Namun, hasil akhir pada hari ke-7
menunjukkan bahwa semua sampel dengan kemasan plastik PE mengalami
penurunan kadar gula, sedangkan pada perlakuan tanpa kemasan, kedua
sampel mengalami kenaikan kadar gula seiring dengan semakin lama
penyimpanan.
Interaksi antara cara dan lama pemeraman mempengaruhi kadar gula.
Buah pisang akan mengalami peningkatan kadar gula seiring dengan
meningkatnya respirasi akibat perombakan pati yang terjadi. Pemecahan
polisakarida berupa amilum (zat pati) menjadi disakarida (sukrosa) dan
monosakarida berupa gula tereduksi (glukosa dan fruktosa) terjadi saat
respirasi dibantu oleh enzim amilase. Enzim amilase berperan dalam
peningkatan kadar gula tereduksi pada pisang saat proses pematangan.
Selain itu karbohidrat dalam bentuk selulosa yang dibantu oleh enzim
selulase dan selobiase akan mendegradasi dinding sel menjadi bentuk yang
sederhana hingga menjadi glukosa. Meningkatnya kandungan selulosa
akan memberikan rasa manis pada buah pisang dan berpengaruh pada
menurunnya zat-zat fenolik yang menyebabkan rasa sepet (Pande dkk.,
2017).
Tabel 2.4 Hasil Pengamatan Kadar Gula Terlarut pada buah Jeruk
Kelompok Perlakuan Hari Ke - Kadar Gula
(oBrix)
Pengemasan dengan plastik 0 7
PE putih dan penyimpanan 2 7,8
pada suhu ruang 7 7,5
Pengemasan dengan plastik 0 7
1 PE putih dan penyimpanan 2 7
pada suhu dingin 7 7,3
Pengemasan dengan plastik 0 7
PE hitam dan penyimpanan 2 7
pada suhu ruang 7 8
Pengemasan dengan plastik 0 7
2 PE hitam dan penyimpanan 2 7,8
pada suhu dingin 7 7,7
Penyimpanan tanpa 0 7
kemasan pada suhu ruang 2 8,2
7 7,5
3 Penyimpanan tanpa 0 7
kemasan pada suhu dingin 2 7
7 9
Sumber : Hasil Pengamatan
Berdasarkan hasil pengamatan kadar gula terlarut pada buah jeruk
yang telah dilakukan, didapatkan data pada Tabel 2.4. Pada praktikum kali
ini buah diberikan perlakuan pengemasan dan suhu penyimpanan yang
berbeda kemudian diukur kadar gula terlarutnya pada hari ke 0,2, dan 7.
Pada perlakuan pengemas plastik PE putih dan suhu ruang, secara
berturut-turut didapatkan kadar gula 7; 7,8; dan 7,5. Pada perlakuan
pengemasan plastik PE putih dan suhu dingin, secara berturut-turut
didapatkan pH 7; 7; dan 7,3. Pada perlakuan pengemasan plastik PE hitam
dan suhu ruang, secara berturut-turut didapatkan pH 7; 7; dan 8. Pada
perlakuan pengemasan plastik PE hitam dan suhu dingin, secara berturut-
turut didapatkan pH 7; 7,8; dan 7,7. Pada perlakuan tanpa pengemasan dan
suhu ruang secara berturut-turut didapatkan pH 7; 8,2; dan 7,5. Pada
perlakuan tanpa pengemasan dan suhu dingin secara berturut-turut
didapatkan pH 7; 7; dan 9. Total padatan terlarut dalam jeruk Hamlim dan
Valensia akan meningkat sejalan dengan penurunan total asam dan vitamin
C pada buah jeruk. Penurunan kandungan total asam serta peningkatkan
total padatan terlarut pada buah jeruk menyebabkan rasa jeruk lebih manis
(Musdalifah, 2016).
Portable Brix Meter merupakan alat yang dapat digunakan untuk
mengukur besarnya konsentrasi larutan yang terkandung di dalam suatu
larutan. Satuan skala pembacaan Portable Brix Meter adalah %Brix. Brix
adalah zat padat kering yang terlarut dalam suatu larutan yang dihitung
sebagai sukrosa. Brix juga dapat didefinisikan sebagai persentase massa
sukrosa yang terkandung di dalam massa larutan sukrosa. Sedangkan
massa larutan sukrosa adalah massa sukrosa yang ditambah dengan massa
pelarutnya (Hidayanto, 2011).
Penggunaan kemasan plastik PE dan PP baik menggunakan bahan
penyerap Ca(OH)2 maupun tidak umumnya menurunkan tingkat respirasi
dan produksi etilen (Basuki dan Agustono, 2015). Aplikasi perlakuan
pascapanen lebih efektif bila dikombinasikan antara penggunaan plastik
dan suhu dingin. Plastik dapat menekan proses respirasi dan memperkecil
terjadinya transpirasi, hal ini menyebabkan proses pemasakan buah dan
peningkatan kandungan gula pada daging buah dapat dihambat sehingga
peningkatan rasio daging/kulit dapat ditekan. Sedangkan suhu dingin dapat
memperlambat perubahan pati menjadi gula, sehingga kadar gula total
pada suhu dingin akan lebih rendah. Kombinasi tersebut memberikan hasil
terbaik dalam menekan susut bobot dan mempertahankan skor
penampakan. Kombinasi perlakuan penyimpanan antara plastik polietilen
dan suhu dingin (15,5oC) dapat memperpanjang umur simpan pisang
sampai 25 hari sedangkan buah pisang yang disimpan pada suhu kamar
hanya dapat bertahan selama 15 hari (Purwoko dan Diah, 1998).
E. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum Acara II dapat disimpulkan bahwa kenaikan
pH yang terjadi disebabkan karena proses pematangan belum selesai yang
kemudian turun ketika sudah melewati masa pematangan. Kadar gula pada
buah akan naik seiring dengan umur buah.
DAFTAR PUSTAKA
Basuki, Eko dan Agustonno Prarudiyanto. 2015. Penyimpanan Mangga Secara
Modifikasi Atmosfir dengan Penggunaan Ca(OH)2 sebagai Absorbent. Pro
Food (Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan) 1(1): 8-14.
Farikha, Ita N., Choirul Anam, dan Esti Widowati. 2013. Pengaruh Jenis dan
Konsentrasi Bahan Penstabil Alami terhadap Karakteristik Fisikokimia
Sari Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) Selama Penyimpanan.
Jurnal Teknosains Pangan. Vol. 2, No. 1. Hal. 3.
Hidayah, Nunung Nurul. 2009. Sifat Optik Buah Jambu Biji (Psidium guajava)
yang Disimpan dalam Toples Plastik Menggunakan Spektrofotometer
Reflektans UV-Vis. Departemen Fisikia Institut Pertanian Bogor
Hidayanto, Eko., Abdul Rofiq., dan Heri Sugito. 2010. Aplikasi Portable Brix
Meter untuk Pengukuran Indeks Bias. Berkala Fisika. Vol. 13, No. 4, hal.
113-118. Hal. 3-4
Musdalifah, Nuzlul. 2016. Penyimpanan Jeruk Siam (Citrus Nobilis L) Setelah
Proses Degreening. Tesis. IPB. Bogor
Nurjanah, Sarifah.2002. Kajian Laju Respirasi dan Produksi Etilen Sebagai Dasar
Penentuan Waktu Simpan Sayuran dan Buah-buahan.Jurnal Bionatura Vol
4
Palupi, Hapsari Titi.2012.Pengaruh Jenis Pisang dan Bahan Perendam Terhadap
Karakteristik Tepung Pisang (Musa Spp).Jurnal Teknologi Pangan Vol 4
Pande, Ni Putu Harta Diani, Made Ria Defiani, dan Ni Luh Arpiwi. 2017.
Kandungan Gula Tereduksi dan Vitamin C dalam Buah Pisang Nangka
(Musa paradisiaca forma typical) Setelah Pemeraman dengan Ethrel dan
Daun Tanaman. Jurnal Simbiosis V(2): 64-68.
Purwoko, Bambang S. dan Diah Juniarti. 1998. Pengaruh Beberapa Perlakuan
Pascapanen dan Suhu Penyimpanan terhadap Kualitas dan Daya Simpan
Buah Piamh Cavendish (Musa (Grup AAA, Subgrup Cavendishi)). Bul.
Agron. 26 (2): 19-28.
Rachmawati, Rani., Made Ria Defiani., Ni Luh Suriani.2009.Pengaruh Suhu dan
Lama Penyimpanan Terhadap Kandungan Vitamin C pada Cabai Rawit
Putih (Capsicum frustescens).Jurnal Biologi XII
Rajagukguk, Mellyssa Jumiana., Wuryaningsih Dwi Sayekti., dan Suriaty
Situmorang.2013.Sikap dan Pegambilan Keputusan Konsumen Dalam
Membeli Buah Jeruk Lokal dan Jeruk Impor di Bandar Lampung.JIIA Vol
1
Syarief, R. dan A. Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri
Pertanian.Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa.
Tahir, Iqmal. 2008. Arti Penting Kalibrasi pada Proses Pengukuran Analitik :
Aplikasi pada Penggunaan pH Meter dan Spektrofotometri UV-Vis.
Universitas Gadjah Mada. Hal. 4-5.
Winarno, F.G. 2002. Fisiologi Lepas Panen Produk Hortikultura. M-Brio Press,
Bogor.
Yanti, Hafri., Hidayati., dan Elfawaty.2008.Kualitas Daging Sapi Dengan
Kemasan Plastik PE (Polyethylen) dan Plastik PP (Polypropylen) di Pasar
Arengka Kota Pekanbaru.Jurnal Peternakan Vol 5
LAMPIRAN DOKUMENTASI

Gambar 2.1 Pengukuran Kadar Gambar 2.2 Pengukuran Kadar


Gula Buah Jeruk Gula Buah Pisang

Anda mungkin juga menyukai