Anda di halaman 1dari 15

Laporan teknologi pasca panen

AKTIFITAS RESPIRASI SAYURAN SEGAR DALAM KEMASAN

OLEH:

RILWAN HAFIS
1705101050090

LABORATURIM HORTIKULTURA
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2020
BAB I

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara agraris yang kaya buah-buahan dansayuran. Indonesia


bahkan merupakan salah satu produsen buah terbesar didunia. Sayuran dan buah-buahan
merupakan produk holtikultura dantergolong kedalam bahan makanan yang sangat mudah rusak.
Hal inidisebabkan karena sayur dan buah memiliki kadar air yang tinggi, prosesrespirasi yang
terus berlangsung pada pasca panen, dan adanya aktivitasenzim-enzim dan hormon yang
mengkatalis terjadinya kerusakan pada bahan.Faktor terpenting yang dapat menghambat pada
bahan nabatiseperti buah-buahan dan sayuran adalah respirasi, produksi etilen,transpirasi dan
faktor lain yang juga penting untuk diperhatikan adalahmenghindari komuditi terhadap suhu atau
cahaya berlebihan dan kerusalan patologis atau kerusakan fisik .

Pada umumnya semua produk hortikulturasetelah dipanen masih melakukan proses


respirasi. Adanya respirasimenyebabkan produk tersebut mengalami perubahan seperti pelayuan
dan pembusukan.Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk mengetahuidaya simpan
buah dan sayuran sesudah dipanen. Intensitasrespirasidianggap sebagai ukuran laju jalannya
metabolisme, dan oleh karena iturespirasi sering dianggap sebagai petunjuk mengenai potensi
daya simpan buahdan sayuran. Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai oleh umursimpan
yang pendek. Untuk menentukan umur penyimpanan produk segarsalahsatu upaya yang dapat
dilakukan adalah dengan cara mengukur lajurespirasi suatu produk segar tersebut.

Oleh karena itu, dilakukan praktikum pengukuran laju respirasi bahan hasil pertaniaLaju
respirasi menentukan potensi pasar dan masa simpan yang berkaitan erat dengan; kehilangan air,
kehilangan kenampakan yang baik, kehilangan nilai nutrisi dan berkurangnya nilai cita rasa.
Masa simpan produk segar dapat diperpanjang dengan menempatkannya dalam lingkunngan
yang dapat memeperlambat laju respirasi dan transpirasi melalui penurunan suhu produk,
mengurangi ketersediaan O2 atau meningkatkan konsentrasi CO2 , dan menjaga kelembaban
nisbi yang mencukupi dari udara sekitar produk tersebut.

Disini dapat dilihat bahwa terjadi konflik antara kebutuhan manusia dengan sifat alamiah
biologis dari produk ringkih sayuran yang telah dipanen tersebut. Konsekwensi langsung dari
konflik antara kebutuhan hidup dari bagian tanaman tersebut dan kebutuhan manusia untuk
mendistribusikan dan memasarkan serta menjaga mutu produk itu sedapat mungkin dalam
jangka waktu tertentu sampai saatnya dikonsumsi, adalah adanya keharusan untuk melakukan
kompromi-kompromi. Kompromi-kompromi adalah elemen dasar dari setiap tingkat penanganan
pascapanen produk-produk tanaman yang ringkih sayuran dan buah-buahan. Dapat dalam bentuk
kompromi suhu untuk meminimumkan aktivitas metabolisme namun dihindari adanya kerusakan
dingin, atau kompromi dalah hal konsentrasi oksigen untuk meminimumkan respirasi namun
dihindari terjadinya respirasi anaerobik, atau kompromi dalam keketatan pengemasan untuk
meminimumkan kerusakan karena tekanan namun dihindari adanya kerusakan karena fibrasi dan
sebagainya

1.2       Tujuan

Tujuan praktikum ini adalah untuk melihat aktifitas respirasi pada buncis dan tomat
dengan penggunaan kemasan plastik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Produk hortikultura merupakan produk yang sangat mudah rusak sehinggadalam


penanganan pasca panennya perlu adanya pengaturan agar produk tetapsegar apabila dikirim
kepada distributor. Menyimpan produk sayuran yang palingsederhana adalah dengan
menempatkan bahan di tempat yang bersih, kering, dankelembaban lingkungan yang sama
dengan kelembaban bahan. Cara ini ditempuhuntuk menghindari kehilangan kandungan air
bahan secara berlebihan. Proses pembusukan pada sayuran dan buah, dapat dihindari dengan
menyimpan bahandalam keadaan permukaan kulitnya kering. Kering disini artinya permukaan
kulit bebas dari air permukaaan yang menempel (Dwiari, 2008).

Begitu selesai dipanen, berarti bagian tanaman (daun, bunga, buah) masihtetap
mengalami respirasi dan transpirasi. Respirasi akan berlangsung selamasubstrat untuk glikolisis,
proses berlangsungnya reaksi dalam lingkaran asamtrikarboksilat dan transpor elektron masih
ada. Respirasi akan menghasilkanenergi yang mendukung berlangsungnya proses metabolisme
sekunder seperti produksi etilen dan metabolisme fenolat. Proses respirasi dalam hal ini
digunakansebagai indikator terjadinya kerusakan dalam komoditas hortikultura, apalagiterkait
laju respirasi yang naik 2 kali lipat lebih besar setiap suhunya meningkatsebesar 10 derajat
celcius. Penghambatan laju respirasi dapat menekan kerusakanhasil hortikultura. Oleh karena itu,
penyimpanan suhu rendah dan perlakuan pendinginan menjadi andalan dalam memperpanjang
masa penyimpanan dan pemasaran hasil hortikultura (Gardjito, 2017).

Penanganan pasca panen hasil hortikultura yang umumnya dikonsumsisegar dan


mudah“rusak” (perishable), bertujuan mempertahankan kondisi segarnya dan mencegah
perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki selama penyimpanan, seperti pertumbuhan tunas,
pertumbuhan akar, batang bengkok, buah keriput, polong alot, ubi berwarna hijau (greening),
terlalu matang, dll.Perlakuan dapat berupa: pembersihan, pencucian, pengikatan, curing,
sortasi,grading, pengemasan, penyimpanan dingin, pelilinan, dll (Mutirawati, dalamDavid, 2016)

Awalnya, tanaman ini mungkn digunakan sebagai obat, dan untuk minyak-bijinya yang
dapat dimakan. Beberapa ras lokal selada, diketahui digunakan untuk diambil minyak-bijinya.
Tipe selada liar sering memiliki daun dan batang yang berduri, tidak membentuk kepala dan
daunnya berasa pahit, serta mengandung banyak getah. Pemuliaan tanaman ini mungkin
ditekankan untuk memperoleh tanaman yang tidak berduri, lambat berbunga, berbiji besar dan
tidak menyebar, tidak bergetah, dan tidak pahit. Aspek lain meliputi tunas liar lebih sedikit, daun
lebar dan besar, dan membentuk kepala. Selada yang membentuk kepala adalah tanaman yang
dibudidayakan agak lebih kini, yang pertama kali dinamakan sebagai "selada kubis" pada tahun
1543 (Chen, 1992).

Buah dan sayuran mengandung air sangat banyak antara 80-95% sehingga sangatlah
mudah mengalami kerusakan karena benturan-benturan fisik. Kerusakan fisik dapat terjadi pada
seluruh tahapan dari kegiatan sebelum panen, selanjutnya pemanenan, penanganan, grading,
pengemasan, transportasi, penyimpanan, dan akhirnya sampai ke tangan konsumen. Kerusakan
yang umum terjadi adalah memar, terpotong, adanya 5 tusukan-tusukan, bagian yang pecah, lecet
dan abrasi. Kerusakan dapat pula ditunjukkan oleh dihasilkannya stress metabolat (seperti getah),
terjadinya perubahan warna coklat dari jaringan rusak, menginduksi produksi gas etilen yang
memacu proses kemunduran produk. Kerusakan fisik juga memacu kerusakan baik fisiologis
maupun patologis (serangan mikroorganisme pembusuk) (Noor, 2007).

Secara morfologis pada jaringan luar permukaan produk segar dapat mengandung
bukaan-bukaan (lubang) alami yang dinamakan stomata dan lentisel. Stomata adalah bukaan
alami khusus yang memberikan jalan adanya pertukaraan uap air, CO2 dan O2 dengan udara
sekitar produk. Tidak seperti stomata yang dapat membuka dan menutup, lenticel tidak dapat
menutup. Melalui lentisel ini pula terjadi pertukaran gas dan uap air. Kehilangan air dari produk
secara potensial terjadi melalui bukaan-bukaan alami ini. Laju transpirasi atau kehilangan air
dipengaruhi oleh factor-faktor internal (karakteristik morfologi dan anatomi, nisbah luas
permukaan dan volume, pelukaan pada permukaan dan stadia kematangan), dan factor eksternal
atau factor-faktor lingkungan (suhu, kelembaban, aliran udara dan tekanan atmosfer). (Santoso,
2006).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1       Tempat dan Waktu


            Adapun praktikum ini dilaksanakan di rumah masing – masing, Dusun tanjung raja,
Kecamatan Manyak Payed, Kabupaten Acehn Taming, Provinsi Aceh, Dan dilakukan pada hari
Rabu pukul 16.00 – 17.45 WIB.

3.2 BAHAN DAN ALAT


Bahan : Buncis, tomat, pembungkus plastic
Alat : Wadah untuk meletakkan produk, hekter untuk menutup pembungkus.

3.3 METODE PRAKTIKUM


Metode praktikum yang dilakukan dalam praktikum ini adalah:
1. Pilihlah buncis dan tomat yang mempunyai penampilan yang bagus.
2. Siapkan wadah untuk meletakkan bahan tersebut.
3. Masukkan buncis dan tomat dalam kemasan plastik yang sudah disediakan.
4. Plastik yang digunakan terlebih dahulu dibuat dengan beberapa perlakuan yaitu: 2
lubang, 6 lubang dan banyak lubang atau tanpa beraturan.
5. Simpan pada suhu kamar
6. Amati perubahan yang terjadi pada produk tersebut selama dalam penyimpanan,
terutama proses respirasi (titik-titik air) dengan menghitung jumlah titik-titik air
tersebut, kerusakan seperti warna, tekstur, aroma dan penampakan secara keseluruhan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Tabel 1. Pengamatan titik air

Perlakuan Buncis Tomat


2 lubang Sangat banyak Sangat banyak
6 lubang Banyak Banyak
Banyak lubang Kurang Kurang

Tabel 2. Pengamatan warna

Perlakuan Buncis Tomat


2 lubang Masih segar Masih segar
6 lubang Kurang segar Kurang segar
Banyak lubang Busuk Busuk

Tabel 3. Pengamatan aroma

Perlakuan Buncis Tomat


2 lubang Berbau Berbau
6 lubang Mulai busuk Mulia busuk
Banyak lubang Busuk Busuk

Tabel 4. Pengamatan tekstur dan kenampakan secara keseluruhan.

Perlakuan Buncis Tomat


2 lubang Mulai mengerut Mulai mengerut
6 lubang Mengerut Mengerut
Banyak lubang Busuk Busuk

4.2 Pembahasan

Kehilangan air dan akibat yang diakibatkannya tersebut seperti yang dijelaskan di atas
dapat dicegah dengan cara pengaturan suhu dan kelembaban ruang simpan dengan tepat.
Walaupun masing-masing jenis atau komoditi memiiki kandungan air bahan yang berbeda-beda,
namun secara umum buah-buahan dan sayuran serta memiliki kandungan air bahan sejumlah 80
hingga 90 persen. Sebagian besar air tersebut akan menguap selama penyimpanan. Kehilangan
air atau pelepasan air oleh jaringan hidup dikenal sebagai transpirasi. Dengan mengurangi laju
transpirasi melalui peningkatan kelembaban relatif udara, menurunkan suhu, dan mengurangi
gerakan udara dalam ruang penyimpanan, maka pelayuan dapat dicegah. Penggunaan
pembungkus atau kemasan dapat membantu mengurangi laju tranpirasi. Yang perlu diingat
adalah bahwa untuk sebagian besar sayuran, pada kondisi kelembaban udara yang sama tetapi
keadaan suhu udara yang tinggi, maka laju transpirasi akan lebih tinggi. Setiap komoditi
memiliki laju transpirasi yang berbeda walaupun disimpan pada kondisi yang sama. Hal ini
disebabkan karena adanya perbedaan permukaan komoditi yang disimpan. Komoditi sayuran
berdaun memiliki kecenderungan mentranspirasikan air jaringan yang lebih tinggi. Selain luas
permukaan komoditi, sifat alami permukaan kulit komoditi juga mempengaruhi laju transpirasi.
Pada umumnya penggunaan kemasan plastik untuk buah-buahan dan sayur perlu dilubangi untuk
ventilasi, tetapi untuk sayur-sayuran tertentu seperti kentang yang telah dikupas, selada, dan
kubis, penggunaan kemasan yang tertutup rapat, dapat mempertahankan mutunya bila
dilaksanakan bersamaan dengan pendingin.

Faktor – faktor yang dapat menyebabkan kerusakan pada bahan pangan antara lain
kandungan air dalam bahan pangan, suhu, cahaya, serangga. Kandungan air yang terkandung
dalam bahan pangan merupakan salah satu faktor penyebab kerusakan bahan pangan.Air
dibutuhkan dalam reaksi biokimia dalam bahan pangan, dan mikroba juga membutuhkan air
untuk kelangsungan hidup. Suhu juga dapat menyebabkan kerusakan, apabila penanganan bahan
pangan tidak diperlakukan secara tepat, maka bahan pangan akan cepat mengalami pembusukan.
Serangga merusak bahan pangan dengan memakan bahan pangan sehingga meninggalkan luka
yang dapat menyebabkan jalan masuk mikrobia. Pancaran sinar mempengaruhi proses transpirasi
dan respirasi sel dalam bahan pangan.Sutopo (2011) menyatakan bahwa laju respirasi dapat
digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui daya simpan sayur dan buah setelah
panen.Semangkin tinggi laju respirasi, semakin pendek umur simpan. Bila proses respirasi
berlanjut terus, buah akan mengalami kelayuan dan akhirnya terjadi pembusukan yang sehingga
zat gizi hilang. Pada praktikum ini, dilakukan pengujian perubahan karakteristik sayur dan buah
yang dikemas dengan kemasan plastic pada berbagai kondisi penyimpanan.

Uji ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh jenis kemasan, suhu penyimpanan, dan
jumlah ventilasi terhadap produk yang dikemas. Pengemasan merupakan suatu cara dalam
memberikan kondisi sekeliling yang tepat bagi bahan pangan dan dengan demikian
membutuhkan pemikiran dan perhatian yang besar (Buckle, 1985). Atas dasar hal tersebut maka
penting kita mengetahui peranan pengemasan dalam bahan pangan. Pemilihan pengemasan
untuk suatu bahan pangan pun harus diberikan perhatian lebih, dibandingkan biasanya. Bahan
pengemas yang digunakan haruslah cocok, tidak berbahaya, serta dapat memperpanjang umur
simpan. Sayur dan buah merupakan bahan pangan yang sangat rentan sekali terhadap kerusakan.
Bahan pengemas yang digunakan harus dapat meencegah segala kerusakan dan mempertahankan
karakteristik dari sayur dan buah tersebut.

Sayur dan buah merupakan bahan pangan yang kaya akan kandungan-kandungan gizi,
air, dan masih mengalami respirasi setelah pemanenan. Semua faktor-faktor tersebut harus dapat
tertangani oleh pengemasan yang baik. Setelah pemanenan, sayur dan buah-buahan masih
melakukan respirasi dengan menggunakan oksigen. Bila persediaan oksigen terbatas, maka akan
terjadi reaksi-reaksi kimia yang menghasilkan sedikit alcohol, dan akan dihasilkan juga
perubahan bau dan cita rasa serta rusaknya sel tanaman. Keadaan ini dikenal

11. sebagai kerusakan atau kebusukan anaerobic dan dapat berlangsung dalam beberapa jam.
Sayur dan buah-buahan mengandung air sangat tinggi sekitar 75-95 % dengan kelembaban 98 %.
Jika sayur dan buah-buahan tersebut berada pada kondisi di bawah normal, maka akan terlihat
layu akibat dehidrasi. Pengemasan yang baik dapat memperpanjang kesegaran sayur dan buah-
buahan dengan mencegah proses kelayuan tersebut. Kecepatan dehidrasi tergantung dari jenis
produk yang dikemas dan jenis bahan pengemas yang digunakan. Pemberian lubang-lubang
perforasi pada pengemas plastik bertujuan untuk permeasi oksigen dan tidak berpengaruh nyata
terhadap dehidrasi. Selain kerusakan anaerobik, mikroorganisme juga merupakan penyebab
kerusakan pada sayur dan buah. Oleh karena itu, diperlukan penanganan dan pengemasan yang
hati-hati serta dalam penyimpanan untuk mempertahankan kualitas dan kesegarannya. Di dalam
pengemasan sayuran dan buah-buahan perhatian harus terpusatkan pada pemilihan jenis
pengemas yang cocok. Pengemasan tidak selalu menjamin produk segar bebas dari kerusakan.
Pengemasan yang kurang baik dapat mempercepat proses kerusakan tersebut. Dua faktor penting
dalam mendesain suatu kemasan adalah respirasi dan transpirasi karena kedua faktor ini
berhubungan erat dengan tingkat kerusakan dan dari setiap komoditi berbeda-beda. Syarat lain
untuk memilih jenis kemasan dalam pre-packing sayur dan buah-buahan segar yaitu harus
memiliki permeabilitas yang tinggi terhadap gas, harus tembus pandang, harus kuat dalam
perlakuan-perlakuan transportasi, harus didesain dengan baik sehingga transpirasi dari produk
dapat diatur dan mengkerutnya produk dapat ditekan, serta harus ada lubang-lubang perforasi.
Berdasarkan hasil praktikum, ternyata jenis kemasan, suhu penyimpanan, dan jumlah ventilasi
mempengaruhi produk yang dikemas.

Jenis kemasan polietilen (PE) merupakan bahan kemasan yang paling banyak digunakan
untuk mengemas sayur dan buah-buahan segar karena memiliki sifat-sifat yang dapat memenuhi
syarat dalam pemilihan jenis kemasan. Diantaranya yaitu memiliki permeabilitas yang tinggi
terhadap gas sehingga dapat melalukan gas, memiliki sifat pelindung yang sangat baik terhadap
uap air, dan tembus cahaya. Penyimpanan produk pada suhu ruang mengakibatkan produk
mengalami dehidrasi dan pelayuan. Sedangkan penyimpanan produk pada suhu rendah dapat
mengurangi respirasi, dehidrasi, dan pelayuan. Tomat merupakan buah yang keras (hard fruit).
Bersifat lebih tahan terhadap kerusakan fisik, tak terlalu mudah rusak, dan memiliki kecepatan
respirasi yang rendah. Masa simpannya pun lebih lama dari buah yang lunak (soft fruit).
Kemasan yang umum digunakan adalah bentuk nampan dengan plastik film yang
membungkusnya atau dengan kantung jaring yang terbuat dari polietilen (PE). Pada hasil
pengamatan hari ketiga tomat mulai menunjukan perubahan seperti adanya serangga kecil dan
pada hari ke enam sudah mengalami pembusukan pada kemasan plastic PE. Kemasan yang lain
seperto HDPE juga baik dalam penyimpanan tetapi lebih baik lagi menggunakan plastic PE. Jadi,
jenis kemasan dan suhu penyimpanan yang terbaik untuk menyimpan tomat yaitu menggunakan
plastik polietilen (PE) dengan penyimpanan pada suhu rendah. Sedangkan jenis kemasan dan
jumlah ventilasi yang terbaik untuk kemasan tomat yaitu menggunakan plastik polietilen (PE)
dengan 6 lubang-lubang perforasi karena tomat memiliki kecepatan respirasi yang rendah.
Buncis merupakan jenis sayuran hijau. Produk ini mudah mengalami dehidrasi dan layu.
Pengemas yang kedap air dan pemberian lubang-lubang perforasi mutlak diperlukan karena
sifatnya yang mempunyai kecepatan respirasi tinggi dan sangat sensitif terhadap kerusakan
anaerob. Pada buncis, jenis kemasan dan suhu penyimpanan yang terbaik yaitu menggunakan
plastik polietilen (PE) karena buncis harus dikemas dengan plastik yang kedap air dengan
penyimpanan pada suhu rendah. Sedangkan jenis kemasan dan jumlah ventilasi yang terbaik.

untuk kemasan buncis yaitu menggunakan plastik polietilen (PE) dengan jumlah lubang-
lubang perforasi yang lebih banyak dibandingkan tomat misalnya 8 lubang karena buncis
memiliki kecepatan respirasi yang tinggi dan sensitif terhadap kerusakan anaerob. Walaupun
kecepatan respirasinya tinggi, tetapi jika jumlah lubang perforasinya berlebihan misalnya 12
lubang, maka akan mengakibatkan kebusukan pada buncis tersebut. Setiap komoditi memiliki
kecepatan respirasi yang berbeda-beda. Jika produk memiliki kecepatan respirasi yang rendah,
hal ini berarti bahwa produk tersebut tidak terlalu banyak membutuhkan oksigen. Sehingga
jumlah lubang-lubang perforasi yang digunakan pun sedikit.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Penyimpanan produk pada suhu ruang mengakibatkan produk mengalami dehidrasi
dan pelayuan.

2. Penyimpanan produk pada suhu rendah dapat mengurangi respirasi, dehidrasi, dan
pelayuan.

3. Produk memiliki kecepatan respirasi yang rendah, produk tersebut tidak terlalu banyak
membutuhkan oksigen sehingga jumlah lubang-lubang perforasi yang digunakan
sedikit.

4. Jenis kemasan dan suhu penyimpanan yang terbaik untuk menyimpan tomat yaitu
menggunakan PE dengan penyimpanan pada suhu rendah.

5. Jenis kemasan dan jumlah ventilasi yang terbaik untuk kemasan tomat yaitu
menggunakan PE dengan 6 lubang perforasi karena tomat memiliki kecepatan
respirasi yang rendah.

6. Jenis kemasan dan suhu penyimpanan yang terbaik untuk menyimpan buncis yaitu
menggunakan PE dengan penyimpanan pada suhu rendah.

7. Jenis kemasan dan jumlah ventilasi yang terbaik untuk kemasan buncis yaitu
menggunakan PE dengan jumlah lubang perforasi yang lebih banyak daripada tomat
misalnya 8 lubang karena buncis memiliki kecepatan respirasi yang tinggi dan sensitif
terhadap kerusakan anaerob.

8. Pada sampel sawi lebih baik menggunakan pengemas plastik PE pada suhu rendah.

9. Pada buah pisang lebih baik disimpan pada suhu kamar tanpa pengemasan.

10. Dalam praktikum ini digunakan 3 komoditi yakni Sawi, selada dan kangkung.
11. Berdasarkan dari data rekapan yang diperoleh pada shif kelas AGT A maka warna
sawi yang diberi perlakuan tanpa kemasan plastik pada awal pengamatan bewarna
hijau sedangkan pada akhir pengujian warna sayur bewarna kecoklatan.

12. Namun berbeda jika diberi perlakuan kemasan plastik maka jelas terlihat bahwa sawi
jika diberi kemasan plastik maka warnanya akan tetap bewarna hijau , tidak seperti
komoditas lain yang warna sayurnya berubah menjadi kuning kecoklatan atau
coklat,Pengamatan dihentikan pada saat minimal 75% buah tomat hancur (busuk)

13. Hasil praktikum menunjukkan bahwa penggunaan plastik justru malah


memperpendek umur simpan

5.2 Saran

Saran saya dalam melakukan praktikum harus benar – benar memperhatikan aslab untuk
melakukan praktikum ini, dalam keadaan daring mahasiswa kurang memperhatikan.
DAFTAR PUSTAKA

Herudiyanto, Marleen. 2003. Pengemasan. Jatinangor : Universitas Padjadjaran.

Herudiyanto, Marleen. 2006. Pengantar Teknologi Pengolahan Pangan. Jatinangor :


Universitas Padjadjaran. Rachmawan, Obin. 2001.

Pengeringan, Pendinginan, dan Pengemasan Komoditas Pertanian. Available at :


http://202.152.31.170 (Diakses tanggal 30 november 2021)
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai