LAPORAN PRAKTIKUM
KARAKTERISTIK BAHAN HASIL PERTANIAN
(Karakteristik Fisik : Pengukuran Respirasi pada Bahan Hasil Pertanian)
Oleh:
Nama : Jonathan Maynard Keyness
NPM : 240110180059
Hari, Tanggal Praktikum : Jumat, 11 Oktober 2019
Waktu / Shift : 15.30 – 17.00 WIB / B1
Asisten Praktikum : 1. A. Zahra Nursyifa
2. Maya Irmayanti
3. Nunung Nurhaijah Hudairiah
4. Zhaqqu Ilham Alhafidz
Bahan hasil pertanian juga dapat dikelompokan sebagai dormant dan actively
growing berdasarkan laju respirasinya. Dormant atau tidak aktif mempunyai pola
yang spesifik pada produksi CO2 dan C2H4. Tingkat perkembangan dan tipe
produknya merupakan dua faktor yang dapat mempengaruhi laju dari pola respirasi
serta produksi etilen. Pola produksi etilen dan karbondioksida tidak hanya
tergantung pada jenis produk dan tingkat perkembangan buah/sayuran, tetapi juga
ditentukan oleh struktur tumbuhan seperti akar, batang, bunga cabang dan daun
dimana mereka berasal. Kecambah, sayuran yang berasal dari perpanjangan
batangnya, membuat sayuran ini selalu aktif tumbuh sesudah dipanen, sehingga
menyebabkan tingginya laju respirasi. Keadaan tersebutlah yang disebut actively
growing (Nurjanah, 2002).
2.5 Dormansi
Dormansi diklasifikasikan menjadi bermacam-macam kategori
berdasarkan faktor penyebab, mekanisme dan bentuknya. Berdasarkan faktor
penyebab, dormansi terbagi atas dua adalah (Baskin, 2001):
1. Imposed dormancy (quiscence), yaitu dormansi yang terjadi akibat
terhalangnya pertumbuhan aktif karena keadaan lingkungan yang tidak
menguntungkan.
2. Innate dormancy (rest), yaitu dormansi yang disebabkan oleh keadaan atau
kondisi di dalam organ-organ benih itu sendiri.
Berdasarkan mekanisme di dalam benih, dormansi terdiri atas (Baskin,
2001) :
1. Mekanisme fisik, merupakan dormansi yang mekanisme penghambatannya
disebabkan oleh organ benih itu sendiri. Dormansi kategori ini terbagi
menjadi mekanis, fisik dan kimia. Hambatan mekanis yaitu embrio tidak
berkembang karena dibatasi secara fisik. Hambatan fisik yaitu
terganggunya penyerapan air karena kulit benih yang impermeabel.
Hambatan kimia yaitu bagian benih/buah mengandung zat kimia
penghambat.
2. Mekanisme fisiologis, merupakan dormansi yang disebabkan oleh
terjadinya hambatan dalam proses fisiologis, terbagi menjadi
photodormancy, immature embryo, dan thermodormancy. Photodormancy
terjadi di mana proses fisiologis dalam benih terhambat oleh keberadaan
cahaya. Immature embryo yaitu proses fisiologis dalam benih terhambat
oleh kondisi embrio yang tidak/belum matang. Sedangkan
thermodormancy yaitu proses fisiologis dalam benih terhambat oleh suhu.
Beberapa jenis benih tidak dapat berkecambah karena adanya hambatan
dari kulit benih yang impermeabel terhadap air dan gas, kulit benih yang tebal dan
keras. Sebagian jenis benih yang lain tidak mampu berkecambah ketika baru
dipanen dan baru dapat berkecambah setelah melampaui periode penyimpanan
kering (Baskin, 2001).
2.6 Titrasi Asam Basa
Titrasi adalah suatu metode penentuan kadar (konsentrasi) suatu larutan
dengan larutan lain yang telah diketahui konsentrasinya. Larutan yang akan
ditentukan kadarnya disebut sebagai analit dan biasanya diletakkan didalam
erlenmeyer, sedangkan larutan yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai
larutan sintesis atau titran dan diletakkan didalam buret. Asidimetri dan alkalimetri
adalah termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal
dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air
yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara pemberi
proton (asam) dengan penerima proton (basa) (Ibnu, 2008).
Untuk dapat dilakukan analisis volumetrik harus dipenuhi syarat- syarat
sebagai berikut (Ibnu, 2008):
1. Reaksinya harus berlangsung sangat cepat. Kebanyakan reaksi ion
memenuhi syarat ini;
2. Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyatakan dengan persamaan
reaksi. Bahan yang diselidiki bereaksi sempurna dengan senyawa baku
dengan perbandingan kesetaraan stoikiometris;
3. Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekivalen tercapai, baik
secara kimia atau fisika; dan
4. Harus ada indikator jika syarat 3 tidak dipenuhi. Indikator juga dapat
diamati dengan pengukuran daya hantar listrik (titrasi potensiometri/
konduktometri).
Tabel 4. Hasil pengukuran NaOH (botol 3 dan botol 4) yang terpakai selama
titrasi shift A2
Volume NaOH yang terpakai
Hari ke-
Botol Keempat (ml) Botol Keempat (ml)
1 50 48
2 40,9 40,4
3 52 40
4 54,5 50
5 52 42,2
Tabel 5. Hasil pengukuran NaOH (botol 3 dan botol 4) yang terpakai selama
titrasi shift B1
Volume NaOH yang terpakai
Hari ke-
Botol Ketiga (ml) Botol Keempat (ml)
1 50 50
2 49,5 37
3 6,2 34,5
4 41,5 35
5 29,4 25
Tabel 6. Hasil pengukuran NaOH (botol 3 dan botol 4) yang terpakai selama
titrasi shift B2
Volume NaOH yang terpakai
Hari ke-
Botol Ketiga (ml) Botol Keempat (ml)
1 49 52
2 18 9
3 40,5 21
4 44,5 39
5 29 19
100
80
60
40
20
0
hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3 hari ke-4 hari ke-5
60
40
20
0
hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3 hari ke-4
-20
-40
80
60
40
20
0
hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3 hari ke-4 hari ke-5
Pada praktikum kali ini membahas tentang laju respirasi pada bahan hasil
pertanian. Bahan hasil pertanian yang dilakukan pengujian laju respirasinya ada
empat jenis buah yaitu tauge, pisang, jeruk, dan kentang. Bahan hasil pertanian yang
dipakai setiap shift berbeda-beda. Pada shift B1, bahan hasil pertanian yang
digunakan adalah tauge. Phenolfetalein (pp) 1% yang digunakan pada saat
praktikum berguna sebagai indikator asam basa pada saat proses titrasi.
Phenolfetalein (pp) 1% dicampur dengan HCl 0.05 N.
Respirasi bahan hasil pertanian terjadi karena adanya O2 yang diserap oleh
bahan. Selain O2, suhu juga sangat berpengaruh pada saat proses respirasi.
Pengukuran respirasi pada tauge dilakukan selama lima hari yang bahan digunakan
didiamkan di suhu ruangan. Pengukuran menggunakan lima buah wadah yang
dihubungkan dengan selang kecil. Udara di hembuskan kedalam toples
menggunakan pompa aerator yang selalu menyala selama lima hari berturut-turut.
Urutan alat yang digunakan adalah pompa aerator, botol berisi Ca(OH)2, botol berisi
NaOH, toples berisi bahan hasil pertanian, botol NaOH, dan botol yang berisi
NaOH. Udara yang dihembuskan masuk melalui selang yang terhubung antar toples
dan keluar melalui selang yang terdapat pada botol terakhir. Ca(OH)2 yang
digunakan berfungsi untuk menyerap zat-zat atau senyawa lain selain O2. NaOH
yang digunakan pada botol kedua bermanfaat untuk mengikat CO2 yang terdapat
pada udara sehingga udara yang masuk ke toples hanya terkandung O2 sedangkan
NaOH yang terdapat pada botol ketiga dan keempat berfungsi untuk menangkap
CO2 yang berasal dari toples sebelumnya. CO2 yang telah diikat dari toples
digunakan untuk mengukur besarnya laju respirasi per hari yang dilakukan oleh
tauge.
Karbondioksida yang diikat oleh NaOH menunjukan besarnya respirasi
yang dilakukan. Karbondioksida tercampur oleh NaOH sehingga dilakukan proses
titrasi untuk mengetahui besarnya laju respirasi pada tauge. Titrasi dilakukan
selama lima kali dalam lima hari. Pada hari pertama, besarnya volume NaOH pada
botol ketiga dan keempat yang didapatkan setelah titrasi adalah sama yaitu 50 ml.
Hasil yang diperoleh dikonversikan ke persamaan (1) untuk mendapatkan laju
respirasinya. Laju respirasi untuk botol ketiga adalah 1,527 mg CO2/kg.jam dan laju
respirasi untuk botol keempat adalah 1,018 mgCO2/kg.jam. Laju respirasi tersebut
dirata-ratakan untuk mendapatkan besar respirasi pada hari pertama. Besar laju
respirasi pada hari pertama adalah 1,2725 mgCO/kg.jam.
Pada pengukuran volume NaOH hari kedua diperoleh besarnya adalah 49,5
ml untuk botol ketiga dan 37 ml untuk botol keempat. Volume tersebut dimasukkan
kedalam persamaan (1) sehingga diperoleh laju reaksinya adalah 1,78
mgCO2/kg.jam untuk botol ketiga dan 5,6 mgCO2/kg.jam untuk botol keempat.
Laju respirasi rata-rata untuk pengukuran hari kedua adalah 3,69 mgCO2/kg.jam.
Pengukuran selanjutnya dilakukan pada hari ketiga. Volume NaOH yang terpakai
pada hari ketiga untuk botol ketiga dan botol keempat berturut-turut adalah 6,2 ml
dan 34,5 ml. Laju respirasi hari ketiga pada botol ketiga dan botol keempat setelah
dikonversikan ke persamaan (1) adalah 23,8 mgCO2/kg.jam dan 6,875
mgCO2/kg.jam dengan rata-rata laju respirasinya adalah 15,337 mgCO2/kg.jam.
Pengukuran pada hari keempat diporoleh besarnya volume NaOH adalah
41,5 ml untuk botol ketiga dan 35 ml untuk botol keempat. Besarnya laju respirasi
pada botol ketiga adalah 5,85 mgCO2/kg.jam dan besarnya laju reaksi pada botol
keempat adalah 6,62 mgCO2/kg.jam. Laju respirasi rata-rata untuk pengukuran hari
keempat adalah 6,235 mgCO2/kg.jam. Pengukuran terakhir dilakukan pada hari
kelima. Volume NaOH yang diukur adalah 29,4 ml untuk botol ketiga dan 25 ml
untuk botol keempat. Laju reaksi yang diperoleh setelah dikonversikan ke
persamaan (1) adalah 12,01 mgCO2/kg.jam untuk botol ketiga dan 11,71
mgCO2/kg.jam untuk botol keempat. Laju respirasi rerata untuk pengukuran laju
reaksi pada hari kelima adalah 11,86 mgCO2/kg.jam.
Hasil pengukuran yang diperoleh sangat beragam. Laju respirasi sangat
dipengaruhi oleh suhu. Perbedaan hasil laju respirasi yang diperoleh karena adanya
perbedaan suhu ruangan pada tempat penyimpanan toples dan botol. Semakin tinggi
suhu maka respirasi juga akan semakin cepat. Data yang diperoleh dimasukan
kedalam sebuah grafik. Gambar 6 menunjukan bahwa laju reaksi yang terjadi pada
botol ketiga mengalami kenaikan yang signifikan pada hari kedua dan ketiga serta
mengalami penurunan yang signifikan pada hari ketiga dan keempat. Hal ini terjadi
karena beberapa faktor yaitu kurang rapatnya penutupan toples setelah digunakan
pada hari sebelumnya sehingga NaOH tercampur dengan udara dan mengikat CO2
di udara. Faktor selanjutnya adalah kesalahan pembacaan oleh praktikan karena
pengukuran dilakukan oleh praktikan yang berbeda untuk setiap harinya. Grafik
untuk botol keempat diperoleh hasil yang cukup konstan karena sebagian besar
hasil yang diperoleh mengalami kenaikan dan hanya mengalami penurunan sekali
dan selisihnya sangat kecil. Pada literatur yang ada seharusnya hasil laju respirasi
yang diperoleh mengalami kenaikan tanpa mengalami penurunan karena sifat dari
tauge yang actively growth yang artinya laju reaksi tauge terus mengalami
kenaikan.
Pengaplikasian praktikum kali ini ke bidang keteknikan pertanian adalah
kita dapat mengetahui laju respirasi bahan hasil pertanian. Melalui laju respirasi
kita dapat mengetahui cara untuk mempertahankan mutu. Mutu dapat
dipertahankan dengan mengetahui kondisi yang tepat untuk bahan hasil pertanian.
Terdapat beberapa bahan hasil pertanian yang membutuhkan kondisi khusus untuk
mempertahankan mutunya. Semakin bagus mutu dari bahan hasil pertanian maka
akan menaikan ekonomi petani dan mengurangi kerugian atas kerusakan bahan
hasil pertanian akibat pasca panen.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan pada praktikum kali ini adalah
1. Karakteristik fisiologis bahan hasil pertanian memengaruhi respirasi dan
metabolisme bahan hasil pertanian;
2. Komoditi bahan hasil pertanian dapat dibagi menjadi klimaterik, non-
klimakterik,actively growth, dan dormansi;
3. Laju respirasi tauge berdasarkan literatur terus mengalami kenaikan; dan
4. Fungsi HCl adalah sebagai larutan asam agar dapat dijadikan patokan dalam
titrasi.
6.2 Saran
Saran pada praktikum kali ini adalah pratikum dilakukan lebih lama
sehingga praktikan dapat lebih memahami laju respirasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ibnu, Gandjar. 2008. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. hlm.
136.
Nurjanah, S. 2002. Kajian Laju Respirasi dan Produksi Etilen sebagai Dasar
Penentuan Waktu Simpan Sayuran dan Buah-Buahan. Fakultas Pertanian,
Universitas Padjadjaran.
Phan, C, Er. B. Pantastico, K. Ogata, and K. Chachin, 1975. Respiration and Peak
of Respiration. In Pantastico, Er. B. (Ed). Postharvest Physiology, Handling,
and Utilization of Tropical and Sub-Tropical Fruits and Vegetables. The Avi
Publishing Company. Inc., Connecticut.
Raymond, Chang. 2003. Kimia Dasar (Vol.II). Erlangga. Jakarta. hlm. 142
Story, A. and Simons, D. 1989. Fresh Produce Manual – Handling and Storage
Practices for Fresh Produce. 2nd Ed. Australian United Fresh Fruit and
Vegetable Association Ltd : Fitzroy, Vic.
Winarno, F dan M. Aman. 1979. Fisiologi Lepas Panen. Sustra Hudaya. Bogor.
Dokumentasi Pribadi