Anda di halaman 1dari 39

Nilai :

LAPORAN PRAKTIKUM
KARAKTERISTIK BAHAN HASIL PERTANIAN
(Pengukuran Respirasi Bahan Hasil Pertanian)

Oleh :
Nama : Rafa Elmira Cromaggi
NPM : 240110200065
Hari, Tanggal Praktikum : Selasa, 28 September 2021
Waktu/Shift : 15.30 – 17.30 WIB/B
Asisten Praktikum : 1. Farinissa Deliana Putri
2. Muhammad Nashir Effendy
3. Ruth Anggia Assyera

LABORATORIUM PASCA PANEN DAN TEKNOLOGI PROSES


DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADARAN
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Buah dan sayuran merupakan bagian dari makanan sehari hari,untuk
menunjang kebutuhan gizi makanan, sehingga perdagangan komoditi
hortikultura menjadi penting. Respirasi merupakan proses metabolisme yang
mengakibatkan perubahan fisik maupun kimia pada bahan yang telah dipanen.
Bahan pertanian setelah panen masih melakukan respirasi, sehingga perlu
penanganan yang benar dan selanjutnya perlu diketahui atau dipelajari sifat-
sifat fisiologinya. Sayuran juga dapat memberikan kepuasan terutama dari segi
warna dan teksturnya. Disisi lain, sayuran adalah hasil pertanian yang apabila
selesai dipanen tidak ditangani dengan baik akan segera rusak.
Kehilangan ini terjadi secara alamiah setelah dipanen akibat aktivitas
respirasi, karena laju respirasi dipengaruhi beberapa faktor antara lain suhu,
etilen, tahap perkembangan, dan lain-lain. Kerusakan hortikultura dapat
dipercepat bila penanganan selama panen atau sesudah panen kurang baik.
Sebagai contoh, komoditi tersebut mengalami kerusakkan oleh penyebab lain
seperti adanya pertumbuhan mikroba. Ini merupakan pentingnya penanganan
pasca panen yang dapat menghambat proses kerusakkan bahan antara lain
melalui pengawetan, penyimpanan terkontrol, dan pendinginan. Karena sifat
bahan yang mudah rusak (perishable) maka penanganan pasca panen harus
dilakukan secara hati-hati.
1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum kali ini adalah:
1. Mempelajari pengukuran proses respirasi pada bahan hasil pertanian;
2. Memahami reaksi-reaksi kimia yang terjadi selama proses respirasi; dan
3. Menganalisis dan mengimplementasikan pengukuran laju respirasi bahan
hasil pertanian yang berkaitan dengan umur simpan bahan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Respirasi Bahan Hasil Pertanian

Respirasi didefinisikan sebagai perombakan senyawa kompleks yang terdapat


pada sel seperti pati, gula dan asam organik menjadi senyawa yang lebih sederhana
seperti karbondioksida, dan air, dengan bersamaan memproduksi energi dan senyawa
lain yang dapat digunakan sel untuk reaksi sintetis. Respirasi dapat terjadi dengan
adanya oksigen (respirasi aerobik) atau dengan tidak adanya oksigen. Laju respirasi
yang dihasilkan merupakan petunjuk yang baik dari aktifitas metabolis pada jaringan
dan berguna sebagai pedoman yang baik untuk penyimpanan hidup hasil panen. Jika
laju respirasi buah atau sayuran diukur dari setiap oksigen yang diserap atau
karbondioksida dikeluarkan – selama tingkat perkembangan (growth), pematangan
(maturation), pemasakan (ripening), dan penuaan (senescent) dapat diperoleh pola
karakteristik repirasi. Sederhananya, persamaan reaksi respirasi dapat dilihat pada
persamaan (1) (Hasbullah, 2007).

C6H12O6 + 6O2 → 6CO2 + 6H2O + Energi (1)

Proses respirasi diawali dengan adanya penangkapan oksigen dari lingkungan.


Proses transport gas-gas dalam tumbuhan secara keseluruhan berlangsung secara
difusi. Oksigen yang digunakan dalam respirasi masuk ke dalam setiap sel tumbuhan
dengan jalan difusi melalui ruang antar sel, dinding sel, sitoplasma dan membran sel.
Demikian juga halnya dengan karbondioksida yang dihasilkan respirasi akan berdifusi
ke luar sel dan masuk ke dalam ruang antar sel. Hal ini karena membran plasma dan
protoplasma sel tumbuhan sangat permeabel bagi kedua gas tersebut. Setelah
mengambil oksigen dari udara, oksigen kemudian digunakan dalam proses respirasi
dengan beberapa tahapan, diantaranya yaitu glikolisis, dekarboksilasi oksidatif, siklus
asam sitrat, dan transpor elektron.

Jumlah CO2 yang dikeluarkan akan terus menurun, kemudian pada saat
mendekati pembusukkan produksi karbondioksida (CO2) kembali meningkat, dan
selanjutnya menurun lagi. Buah-buahan yang melakukan respirasi semacam itu disebut
buah klimaterik, sedangkan buah-buahan yang jumlah karbondioksida (CO2) yang
dihasilkannya terus menurun secara perlahan sampai pada saat senescene disebut buah
non-klimaterik.

Dari pandangan pasca panen, pengaruh laju utama repirasi adalah penting, laju
respirasi juga memberikan indikasi laju metabolisme secara keseluruhan tanaman atau
bagian tanaman. Jadi respirasi berlangsung adalah untuk memperoleh energi untuk
tetap menjaga aktivitas hidupnya. Semakin tinggi laju respirasi maka semakin cepat
terjadinya perombakan yang mengarah pada kemunduran dari produk tersebut,
sehingga respirasi sering digunakan sebagai indeks untuk menentukan masa simpan
produk (Utama, 2010).

2.2. Laju Respirasi Bahan Hasil Pertanian

Aktivitas metabolisme dan energi panas pada buah dan sayuran segar dicirikan
dengan adanya proses respirasi. Panas respirasi adalah panas yang dihasilkan karena
adanya aktivitas metabolisme dari bahan pangan, panas respirasi ini sangat
berpengaruh terhadap beban panas, terutama pada bahan pangan nabati sehingga
berpengaruh selama dalam masa pengangkutan dan penyimpanan. Adanya aktivitas
respirasi pada hasil-hasil pertanian dapat menyebabkan hasil pertanian menjadi matang
dan menjadi tua. Proses matangnya hasil pertanian merupakan perubahan dari warna,
aroma, dan tekstur berturut-turut menuju ke arah hasil pertanian yang dapat dimakan
dapat dapat digunakan dan memberikan hasil sebaik-baiknya. Laju respirasi pada setiap
bahan hasil pertanian berbeda-beda seperti yang dapat dilihat pada tabel (1) dan tabel
(2). Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi cepat atau lambatnya proses respirasi
yang dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor eksternal diantaranya adalah komposisi kimia jaringan, umur hasil panen,
ukuran buah, pelapis alami, struktur morfologi perkembangan, dan jenis komoditi.

Tabel 1. Laju Respirasi Beberapa Produk Hortikultura pada Berbagai Suhu

Sumber : Hasbullah, 2007

Tabel 2. Pengelompokan Komoditi Hortikultura berdasarkan Laju Respirasi

Sumber : David, 2016

2.2.1. Faktor Internal


Terdapat enam faktor internal yang mempengaruhi laju respirasi pada
bahan, diantaranya :

1. Susunan Kimia Jaringan

Susunan kimia yang dapat menjadi substrat respirasi pada setiap bahan
berbeda-beda. Misalnya bahan yang kandungan lemaknya lebih banyak
memiliki laju respirasi yang lebih tinggi (Sudjatha & Wisaniyasa, 2017);
2. Umur Bahan

Masing-masing spesies tumbuhan memiliki perbedaan metabolsme, dengan


demikian kebutuhan tumbuhan untuk berespirasi akan berbeda pada
masing-masing spesies. Tumbuhan muda menunjukkan laju respirasi yang
lebih tinggi dibanding tumbuhan yang tua. Demikian pula pada organ
tumbuhan yang sedang dalam masa pertumbuhan. (Ingwa and Young,
1984);

3. Ukuran Bahan

Buah yang lebih besar akan memiliki kecepatan respirasi yang lebih kecil
daripada buah yang berukuran besar. Hal ini disebabkan karena bahan yang
lebih kecil memiliki luas permukaan lebih besar daripadabahan yang lebih
besar sehingga lebih banyak permukaannya yang berkontak dengan udara
dan lebih banyak oksigen yang berdifusi ke dalam jaringan (Sudjatha &
Wisaniyasa, 2017);

4. Pelapis Alami

Komoditas yang mempunyai lapisan kulit yang baik akan memperlihatkan


kecepatan respirasi yang rendah, karena oksigen akan lebih sulit untuk
berdifusi ke dalamnya. Sebagai contoh, bahan yang mempunyai lapisan lilin
pada kulitnya menunjukan laju respirasi yang lebih rendah dibandingkan
produk yang tidak berlapis lilin pada kulitnya (Sudjatha & Wisaniyasa,
2017);

5. Struktur Morfologi Perkembangan

Umumnya sel-sel muda yang tumbuh aktif cenderung mempunyai laju


respirasi lebih tinggi dibandingkan dengan yang lebih tua atau sel-sel yang
lebih dewasa (Fransiska et al., 2013); dan
6. Jenis Komoditi

Buah-buahan dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan laju


respirasinya, yaitu buah klimaterik dan buah non-klimaterik. Proses
pematangan buah non-klimaterik terjadi saat buah masih berada pada
pohonnya, sedangkan buah klimaterik akan cepat matang setelah buah
dipanen (Winarno dan Aman, 1979).

2.2.2. Faktor Eksternal

Biasanya disebut dengan faktor lingkungan yang terdiri dari :

1. Temperatur

Temperatur berbanding lurus dengan laju respirasi. Semakin tinggi


temperatur maka laju respirasi akan meningkat. Temperatur antara 0
- 35°C menyebabkan laju respirasi bahan meningkat 2 -2,5 kali untuk
setiap kenaikan suhu 8°C (Sudjatha & Wisaniyasa, 2017);

2. Etilen (C2H4)

Selama klimaterik, kandungan protein meningkat dan diduga etilen


lebih merangsang sintesis protein pada saat itu. Protein yang
terbentuk akan terlihat dalam proses pematangan dan proses
klimaterik mengalami peningkatan enzim-enzim respirasi.
(Winarno, F.G. dan M. Aman. 1979);

3. Komposisi Udara Meliputi Oksigen dan Karbondioksida

Semua sel aktif terus menerus melakukan respirasi, sering menyerap


O2 dan melepaskan CO2 dalam volume yang sama. Namun seperti
kita ketahui, respirasi lebih dari sekadar pertukaran gas secara
sederhana. Proses keseluruhan merupakan reaksi oksidasi-reduksi,
yaitu senyawa dioksidasi menjadi CO2 dan O2 yang diserap
direduksi menjadi H2O. Pati, fruktan, sukrosa, atau gula yang
lainnya, lemak, asam organik, bahkan protein dapat bertindak
sebagai substrat respirasi. (Salisbury & Ross, 1995); dan

4. Kerusakan Mekanis

Produk hortikultura seperti sayuran merupakan komoditas yang


mudah rusak dan masih mengalami proses hidup (proses fisiologis).
dalam batas-batas tertentu proses fisiologis ini akan mengakibatkan
perubahan-perubahan yang menjurus pada kerusakan/kehilangan
hasil. (Anonim, 2011).

2.3. Jenis Komoditi Bahan Hasil Pertanian

Proses respirasi suatu komoditas dibagi menjadi dua, yaitu klimaterik


dan non klimaterik. Pada klimaterik terjadi lonjakan waktu respirasi suatu
komoditas yang sangat cepat atau lebih singkat, dimana kerusakan
komoditas tersebut juga berlangsung cepat. Proses respirasi klimaterik
dan proses pemasakan dapat berlangsung pada saat buah masih di pohon
atau telah dipanen. Komoditas yang termasuk klimaterik seperti pisang,
pepaya, kiwi, mangga, jambu, dan lain-lain. Sedangkan pada non
klimaterik terjadi lonjakan waktu respirasinya yang lebih lambat dan
menyebabkan kerusakan komoditas juga berlangsung lebih lambat.
Komoditas yang termasuk non klimaterik seperti bengkoang, salak, nanas,
jeruk bali, semangka, dan lain-lain (Prasanna, V., T. N. Prabha, R. N.
Tharanathan. 2007).

Untuk membedakan buah klimaterik dari buah non-klimaterik adalah


responnya terhadap pemberian etilen yang merupakan gas hidrokarbon
yang secara alami dikeluarkan oleh buah-buahan dan mempunyai
pengaruh dalam peningkatan respirasi. Buah non-klimaterik akan bereaksi
terhadap pemberian etilen pada tingkat manapun baik pada tingkat pra-
panen maupun pasca panen, contoh buahnya yaitu semangka, jeruk,
nenas, anggur, ketimun dan sebagainya. Sedangkan buah klimakterik
hanya akan mengadakan reaksi respirasi bila etilen diberikan dalam
tingkat pra klimakterik dan tidak peka lagi terhadap etilen setelah
kenaikan respirasi dimulai. Contoh buahnya meliputi pisang, mangga,
pepaya, adpokat, tomat, sawo, apel dan sebagainya (Prasanna, V., T. N.
Prabha, R. N. Tharanathan. 2007).

Tabel 3. Kelompok Buah Klimakterik dan Non Klimakterik

Sumber : Fransiska et al., 2013

Gambar 1. Pola Respirasi Klimaterik dan Non Klimaterik


pada Buah
(sumber : Dwiyani, 2014)
Dapat disimpulkan bahwa klimaterik adalah suatu periode
meendadak yang unik bagi buah tertentu dimana selama proses itu terjadi
pembuatan etilen disertai dengan dimulainya proses pematangan buah,
buah menunjukkan peningkatan CO2 yang mendadak selama
pematangan buah, sehingga disebut buah klimaterik. Bila pola respirasi
berbeda karena setelah CO2 dihasilkan tidak meningkat tetapi turun
secara perlahan, buah tersebut digolongkan non klimaterik. Berdasarkan
sifat klimakteriknya, proses klimakterik dalam buah dapat dibagi dalam
3 tahap yaitu klimakterik menaik, puncak klimakterik dan klimakterik
menurun. Buah-buah yang mengalami proses klimakterik diantaranya
yaitu tomat, alpokat, mangga, pepaya, peach dan pear karena buah-
buahan tersebut menunjukkan adanya peningkatan karbondioksida
(CO2) yang mendadak selama pematangan buah. Buah-buah yang
mengalami pola berbeda dengan pola diatas diantaranya yaitu ketimun,
anggur, limau, semangka, jeruk, nenas dan arbei (Kusumo, 1990).

Selain itu, bahan hasil pertanian juga dapat dikelompokan sebagai


dormant dan actively growing berdasarkan laju respirasinya. Dormant atau tidak
aktif mempunyai pola yang spesifik pada produksi CO2 dan C2H4. Intensitas
dormansi dipengaruhi oleh lingkungan selama perkembangan benih. Lamanya
(persistensi) dormansi dan mekanisme dormansi berbeda antar spesies dan antar
genotipe. Dormansi pada spesies tertentu mengakibatkan benih tidak
berkecambah di dalam tanah selama beberapa tahun. Dormansi beberapa bahan
hasil pertanian digunakan sebagai strategi untuk mempertahankan diri dan
menyebarluaskan wilayah adaptasinya. Kecambah, sayuran yang berasal dari
perpanjangan batang, membuat sayuran selalu aktif tumbuh sesudah dipanen,
sehingga menyebabkan tingginya laju respirasi. Keadaan tersebutlah yang
disebut actively growing (Nurjanah,2002).
2.4. Titrasi

Titrasi ialah salah satu metode kimia untuk dapat menentukan konsentrasi
suatu larutan dengan cara mereaksikan sejumlah volume larutan itu terhadap
sejumlah volume larutan lain yang konsentrasinya itu sudah diketahui. Larutan
yang konsentrasinya itu sudah diketahui disebut dengan larutan baku. Larutan
yang belum diketahui konsentrasinya ditambahkan beberapa tetes indikator,
setelah itu ditetesi dengan larutan yang sudah diketahui konsentrasinya. Titik
akhir titrasi ialah tepat pada saat terjadi sebuah perubahan warna indikator.
Titrasi yang melibatkan reaksi asam serta basa disebut dengan titrasi asam-basa.
Terdapat dua jenis titrasi asam basa, yakni asidimetri (penetuan konsentrasi
larutan basa dengan menggunakan larutan baku asam) serta jugalkalimetri
(penentuan konsentrasi larutan asam dengan menggunakan larutan baku basa).

Titrasi asam basa melibatkan reaksi antara asam dengan basa, sehingga
akan terjadi perubahan pH larutan yang dititrasi. Perubahan pH dapat dibuktikan
dengan mengukur pH larutan yang dititasi dengan elektrode pH meter. Titrasi
asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai analit maupun titran. Kadar
larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa tatau sebaliknya.
Titran ditambahkan sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen
(titran dan analit habis bereaksi) yang biasanya ditandai dengan berubahnya
warna indikator, keadaan ini disebut sebagai “titik ekivalen” yaitu titik dimana
konsentrasi asam sama dengan konsentrasi basa atau titik dimana jumlah basa
yang ditambahkan sama dengan jumlah asam yang dinetralkan [H+] = [OH-].
Tepat ketika seluruh zatnya sudah habis di dalam proses bereaksi maka larutan
indikator nya pun akan berubah warna dan di waktu itulah merupakan terjadinya
penetrasi serta Buret pun harus bisa dengan segera untuk dihentikan. Titik akhir
titrasi adalah titik pada saat titrasi diakhiri/dihentikan. Dalam titrasi biasanya
diambil sejumlah alikuot tertentu yaitu bagian dari keseluruhan larutan yang
dititrasi kemudian dilakukan proses pengenceran (W Haryadi, 1990).
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1. Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Peralatan yang dibutuhkan pada praktikum kali ini adalah:
1. Botol kaca ukuran 100ml, wadah untuk larutan;
2. Biuret, untuk mengukur seberapa banyak HCl yang digunakan untuk
titrasi;
3. Pipet tetes, untuk mengambil larutan yang akan dititrasi;
4. Pipet volume 50ml, untuk mengambil larutan yang digunakan;
5. Pompa aerator, untuk mengalirkan udara ke Erlenmeyer
melalui selangudara;
6. Selang akuarium, untuk menangkap udara dari luar lalu
mengalirkannya ketoples maupun botol;
7. Timbangan analitik, untuk mengukur massa awal bahan; dan
8. 4 buah toples dengan kapasitas 2 liter, untuk tempat bahan-bahan
berespirasi.
3.1.2 Bahan
Bahan yang dibutuhkan untuk praktikum kali ini adalah:
1. Aquadest;
2. Indikator Phenolftalein (PP) konsentrasi 1%;
3. Jeruk;
4. Kentang;
5. Tauge;
6. Pisang;
7. Larutan Ca(OH)2 jenuh;
8. Larutan HCL 0,05 N;
9. Larutan NaOH 0,01 N; dan
10. Larutan NaOH 0,05 N.
3.2. Prosedur Percobaan

3.2.1. Pembuatan dan Pengisian Larutan Pada Gelas Kaca dan


Toples

Prosedur yang harus dilakukan pada praktikum kali ini adalah:


1. Menyiapkan alat dan bahan;
2. Membuat larutan Ca(OH)2 sebanyak 50ml;
3. Memasukkan larutan Ca(OH)2 ke dalam gelas kaca;
4. Menutup gelas kaca dengan tutup yang sudah dilengkapi dengan
selang;
5. Membuat larutan NaOH dengan normalitas 0,1 dan 0,05
masing-masing sebanyak 50ml;
6. Memasukkan larutan NaOH ke dalam gelas kaca 2,3, dan 4;
7. Menutup gelas kaca dengan tutup yang sudah dilengkapi dengan
selang;
8. Membersihkan bahan;
9. Memasukkan bahan ke dalam toples ukuran 2 liter;
10. Menutup gelas kaca dengan tutup yang sudah dilengkapi dengan
selang;
11. Menyatukan gelas kaca dan toples yang berisi bahan;
12. Menyalakan pompa aerator; dan
13. Menempatkan toples dan gelas kaca pada ruangan selama 24 jam x 5
hari.

3.2.2. Titrasi
Prosedur percobaan pada praktikum kali ini adalah :
1. Membuat larutan HCL dengan konsentrasi 0,5 sebanyak 100 ml;
2. Memasukkan larutan HCL ke dalam tabung Erlenmeyer;
3. Memasukkan indikator PP dengan menggunakan pipet tetes;
4. Memasukkan larutan NaOH pada botol 3 ke dalam alat titrasi;
5. Mengukur volume lautan NaOH sebelum dititrasi;
6. Mengarahkan selang untuk mengalirkan larutan;
7. Menutup selang apabila larutan HCl sudah berubah warna;
8. Mengukur larutan NaOH yang terpakai;
9. Mengulangi langkah 1 sampai dengan 6 untuk melakukan titrasi;
10. Membuat larutan NaOH;
11. Memasukkan larutan NaOH ke dalam botol kaca 3 dan 4;
12. Menutup botol kaca dengan menyatukan kembali dengan toples;
13. Menyalakan pompa aerator; dan
14. Memberikan alat-alat yang sudah dipakai.
BAB IV
HASIL PRAKTIKUM
4.1. Tabel

Tabel 4. Hasil Pengukuran NaOH (botol 3 dan botol 4) yang terpakai


selama titrasi (kentang) :

Volume NaOH yang Terpakai (ml)


Hari ke-
Botol 3 Botol 4
1. 41 43
2. 44 30
3. 12 10
4. 13,4 13
5. 22 18

Tabel 5. Hasil Pengukuran NaOH (botol 3 dan botol 4) yang terpakai


selama titrasi (pisang) :

Volume NaOH yang Terpakai (ml)


Hari ke-
Botol 3 Botol 4
1. 52 42,2
2. 50 48,2
3. 52 40
4. 40,9 40,4
5. 52 42,2
Tabel 6. Hasil Pengukuran NaoH (botol 3 dan botol 4) yang terpakai
selama titrasi (tauge) :

Volume NaOH yang Terpakai (ml)


Hari ke-
Botol 3 Botol 4
1. 50 50
2. 49,5 37
3. 6,2 34,5
4. 41,5 35
5. 29,4 25

Tabel 7. Hasil Pengkuran NaOH (botol 3 dan botol 4) yang terpakai


selama titrasi (jeruk) :

Volume NaOH yang Terpakai (ml)


Hari ke-
Botol 3 Botol 4
1. 49 52
2. 18 9
3. 40,5 21
4. 44,5 39
5. 29 19

Tabel 7. Hasil Pengukuran Laju Respirasi

𝐦𝐠.𝐂𝐎𝟐
Hari Laju Respirasi ( )
𝐤𝐠.𝐣𝐚𝐦
ke- Pisang Kentang Toge Jeruk
1. 1,24 2,94 0,23 0
2. 0,51 4,69 3,35 20,18
3. 1,64 13,71 13,96 10,77
4. 3,16 12,95 5,66 4,77
5. 1,24 10,59 10,78 14,45
4.2. Perhitungan
Perhitungan laju respirasi pada kentang, tauge, pisang, dan jeruk
dilakukan dengan persamaan sebagai berikut :

4.2.1. Perhitungan Laju Respirasi Kentang


1. Laju Respirasi Hari ke-1

2. Laju Respirasi Hari ke-2


3. Laju Respirasi Hari ke-3
4. Laju Respirasi Hari ke-4

5. Laju Respirasi Hari ke-5


4.2.2. Perhitungan Laju Respirasi Pisang

1. Laju Respirasi Hari Ke-1


a. Laju Respirasi Botol 3
1
(53−52)(0,05)(44)
2
Laju Respirasi = (0,125)(24)
1,1
= 33
𝑚𝑔.𝐶𝑂₂
= 0,36 𝑘𝑔.𝑗𝑎𝑚

b. Laju Respirasi Botol 4


1
(48−42,2)(0,05)(44)
2
Laju Respirasi = (0,125)(24)
6,38
= 3
𝑚𝑔.𝐶𝑂₂
= 2,126 𝑘𝑔.𝑗𝑎𝑚

c. Laju Respirasi
0,36+2,126 2,486 𝑚𝑔.𝐶𝑂₂
Laju Respirasi = = = 1,24
2 2 𝑘𝑔.𝑗𝑎𝑚

2. Laju Respirasi Hari Ke-2


a. Laju Respirasi Botol 3
1
(53−50)(0,05)(44)
Laju Respirasi = 2 (0,125)(24)
3,3
= 3
𝑚𝑔.𝐶𝑂₂
= 1,1 𝑘𝑔.𝑗𝑎𝑚

b. Laju Respirasi Botol 4


1
(48−48,2)(0,05)(44)
2
Laju Respirasi = (0,125)(24)
−0,22
= 3
𝑚𝑔.𝐶𝑂₂
= −0,073 𝑘𝑔.𝑗𝑎𝑚

c. Laju Respirasi
1,1+(−0,073) 1,027 𝑚𝑔.𝐶𝑂₂
Laju Respirasi = = = 0,51
2 2 𝑘𝑔.𝑗𝑎𝑚

3. Laju Respirasi Hari Ke-3


a. Laju Respirasi Botol 3
1
(53−52)(0,05)(44)
2
Laju Respirasi = (0,125)(24)
1,1
= 3
𝑚𝑔.𝐶𝑂₂
= 0,36 𝑘𝑔.𝑗𝑎𝑚

b. Laju Respirasi Botol 4


1
(48−40)(0,05)(44)
2
Laju Respirasi = (0,125)(24)
8,8
= 3
𝑚𝑔.𝐶𝑂₂
= 2,93 𝑘𝑔.𝑗𝑎𝑚

c. Laju Respirasi
0,36+2,93 3,29 𝑚𝑔.𝐶𝑂₂
Laju Respirasi = = = 1,64
2 2 𝑘𝑔.𝑗𝑎𝑚

4. Laju Respirasi Hari Ke-4


a. Laju Respirasi Botol 3
1
(53−40,9)(0,05)(44)
Laju Respirasi = 2 (0,125)(24)
13,31
= 3
𝑚𝑔.𝐶𝑂₂
= 4,436 𝑘𝑔.𝑗𝑎𝑚

b. Laju Respirasi Botol 4


1
(48−40,4)(0,05)(44)
Laju Respirasi = 2 (0,132)(24)
8,36
= 3
𝑚𝑔.𝐶𝑂₂
= 2,786 𝑘𝑔.𝑗𝑎𝑚

c. Laju Respirasi
4,436+2,786 7,222 𝑚𝑔.𝐶𝑂₂
Laju Respirasi = = = 3,61
2 2 𝑘𝑔.𝑗𝑎𝑚
5. Laju Respirasi Hari Ke-5
a. Laju Respirasi Botol 3
1
(53−52)(0,05)(44)
Laju Respirasi = 2 (0,125)(24)
1,1
= 3
𝑚𝑔.𝐶𝑂₂
= 0,36 𝑘𝑔.𝑗𝑎𝑚

b. Laju Respirasi Botol 4


1
(48−42,2)(0,05)(44)
2
Laju Respirasi = (0,125)(24)
6,38
= 3
𝑚𝑔.𝐶𝑂₂
= 2,126 𝑘𝑔.𝑗𝑎𝑚

c. Laju Respirasi
0,36+2,126 2,486 𝑚𝑔.𝐶𝑂₂
Laju Respirasi = = = 1,24
2 2 𝑘𝑔.𝑗𝑎𝑚
4.2.3. Perhitungan Laju Respirasi Tauge

1. Laju Respirasi Hari ke-1

2. Laju Respirasi Hari ke-2


3. Laju Respirasi Hari ke-3

4. Laju Respirasi Hari ke-4


5. Laju Respirasi Hari ke-5
4.2.4. Perhitungan Laju Respirasi Jeruk

1. Laju Respirasi Hari ke-1

2. Laju Respirasi Hari ke-2


3. Laju Respirasi Hari ke-3

4. Laju Respirasi Hari ke-4


5. Laju Respirasi Hari ke-5
4.3. Grafik

Laju Respirasi Kentang


15 13,71
12,95
10,59
10

4,69
2,94

Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5

Waktu (hari)

Laju Respirasi Kentang

Gambar 2. Laju Respirasi Kentang Terhadap Waktu

Laju Respirasi Pisang


3,5 3,16

2,5 1,64
1,24 1,24

0,51
1,5

Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5


Waktu (hari)

Laju Respirasi Pisang

Gambar 3. Laju Respirasi Pisang Terhadap Waktu


Laju Respirasi Tauge
16 13,96

14 10,78
12

10 5,66
3,35

0,23

Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5


Waktu (hari)

Laju Respirasi Toge

Gambar 4. Laju Respirasi Tauge Terhadap Waktu

Laju Respirasi Jeruk


25
20,18
20
14,45
15
10,77
10
4,77

Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5


Waktu (hari)

Laju Respirasi Jeruk

Gambar 5. Laju Respirasi Jeruk Terhadap Waktu


Grafik Laju Reaksi Bahan
25

20

15

10

0
1 2 3 4 5
pisang 1,246 0,513 1,65 3,61 1,24
kentang 2,945 4,68 13,71 12,95 10,59
toge 0,23 3,35 13,94 5,67 10,78
jeruk 0 20,18 10,77 4,77 14,45

pisang kentang toge jeruk

Gambar 6. Laju Respirasi Bahan Terhadap Waktu


BAB V
PEMBAHASAN

Pada praktikum karakteristik fisiologis dan teknologi pasca panen ini adalah
tentang menentukan pola respirasi. Respirasi adalah proses pemecahan komponen
organik (zat hidrat arang, lemak dan protein) menjadi produk lebih sederhana dan
energi. Aktivitas ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan energi sel agar tetap
hidup (Anonim, 2008). Buah-buahan yang mengalami proses respirasi yang tinggi
akan cepat rusak. Rusaknya buah-buahan ini karena senyawa yang ada didalam
buah-buahan tersebut mengalami reaksi sehingga zat yang tertinggal didalam bahan
tersebut menjadi tidak stabil. Besarnya kecepatan reaksi ini ditandai dengan
banyaknya karbondioksida yang keluar dari buah-buahan tersebut yang juga
dikenal dengan istilah respirasi.

Sampel yang digunakan pada praktikum kali ini adalah buah-buahan dan
sayuran yang terdiri dari kentang, pisang, tauge, dan jeruk. Peralatan yang
dirancang menggunakan empat buah toples, dimana toples pertama berisi larutan
Ca(OH)2 jenuh dan stopless ke dua berisis larutan NaOH agar yang masuk ke dalam
toples berisi sampel hanyalah oksigen (O2). Bahan mengalami respirasi dan
menghasilkan karbondioksida yang diserap oleh dua botol berisi NaOH. Titrasi
dilakukan untuk menentukan banyaknya volume NaOH yang diperlukan agar
larutan tersebut berubah warna. Indikator yang digunakan saat titrrasi adalah
fenolftalein (PP). Satuan dari laju respirasi adalah mg CO2/kg.jam.

Dari hasil analisis dan perhitungan laju respirasi pada empat bahan yang
dilakukan percobaan dalam lima hari menunjukkan hasil yang berbeda antara yang
satu dengan lainnya. Buah jeruk memiliki pola yang fluktuatif dan memiliki laju
respirasi paling tinggi jika dibandingkan dengan ketiga buah yang lainnya, yaitu
sebesar 20,18 mg./CO2/kg/jam pada hari kedua, kemudian menurun sampai hari
keempat dan naik kembali menjadi 14,45 mg.CO2/kg.jam pada hari kelima.

Buah jeruk yang digolongkan sebagai buah non-klimaterik malah


menunjukkan grafik yang semakin naik seiring berjalannya waktu. Grafik yang
dihasilkan dari hasil laju respirasi selama 5 hari tidak menunjukkan suatu pola
dimana seharusnya grafik yang dihasilkan adalah tinggi pada hari pertama lalu
cenderung turun secara konstan pada hari selanjutnya.

Buah lainnya yaitu pisang, laju respirasinya adalah konstan di awal dan
melonjak pada hari terakhir pemasakkan kemudian kembali turun secara drastis saat
mulai tahap pembusukkan. Grafik yang ditunjukkan dari laju respirasi pisang saat
praktikum kali ini terbilang konstan, meningkat perlahan-lahan meskipun
mengalami penurunan di hari kedua, yaitu 0,51 mg.CO2/kg.jam, tetapi meningkat
naik kembali di hari selanjutnya dan mencapai laju respirasi puncaknya di hari
keempat yaitu 3,16 mg.CO2/kg.jam dan kembali menurun di hari kelima menjadi
1,24 mg.CO2/kg.jam. Hampir sesuai dengan teori klimaterik.

Hasil yang diperoleh dari perhitungan dan grafik kentang di praktikum kali
ini berbanding terbalik dengan teori, dimana sesuai dengan grafik, laju respirasi
kentang cenderung semakin meningkat setiap harinya, padahal seharusnya
menurun. Karena kentang merupakan tumbuhan yang bersifat dorman (memproduksi
CO2 secara spresifik) dengan menghasilkan CO2 di awal yang tinggi kemudian
menurun secara konstan. Hal ini diduga karena kentang mengalami stress atau
mengalami kerusakan mekanis seperti teriris yang menyebabkan laju respirasi
kentang terus meningkat dari 2,94 mg.CO2/kg.jam di hari pertama hingga menjadi
10,59 mg.CO2/kg.jam di hari terakhir.

Tauge tergolong ke dalam tumbuhan actively growing dimana pola respirasi


akan selalu meningkat. Namun, pada percobaan kali ini menunjukkan bahwa grafik
tauge naik pada hari ketiga sebesar 13,96 mg.CO2/kg.jam, kemudian terjadi
penurunan pada hari keempat menjadi 5,665 mg.CO2/kg.jam, dan naik kembali
pada hari kelima menjadi 10,78 mg.CO2/kg.jam. Bisa disimpulkan bahwa hasil
yang diperoleh sedikit bergeser dari teori yang ada.

Pada buah-buahan yang tergolong klimaterik, proses respirasi yang terjadi


selama pematangan mempunyai pola yang sama yaitu menunjukkan peningkatan
karbondioksida yang mendadak. Sedangkan buah yang tergolong non klimakterik
proses respirasi karbondioksida yang dihasilkan tidak terus meningkat tetapi
langsung turun secara perlahan-lahan (Syarief et al, 1988). Perbedaan yang terjadi
dalam kurva yang dihasilkan dengan kurva klimaterik yang sebenarnya disebabkan
karena beberapa hal diantaranya kurang akuratnya penimbangan maupun
pengukuran sampel dan larutan yang digunakan. Selain itu, pemakaian normalitas
NaOH yang berbeda ataupun rendah juga memungkinkan rendahnya daya tarik
terhadap karbondioksida sehingga yang terukur menjadi lebih rendah. Adanya
udara yang masuk ke dalam toples ataupun selang akan sangat berpengaruh pada
hasil praktikum. Kematangan dan kesegaran bahan juga memengaruhi hasil. Bahan
yang sudah mengalami kerusakan, sudah tidak segar dan mengalami perubahan
dalam bentuk fisiologi dan terpengaruh lingkungan akan berpengaruh pada hasil
akhir pengukuran laju respirasinya. Oleh karena itu, ketelitian dan keterampilan
dalam melaksanakan praktikum sangat diperlukan untuk menghasilkan data yang
akurat dan bagus. Perbedaan yang terjadi mungkin juga disebabkan karena waktu
inkubasi yang terlalu lama untuk setiap perlakuan.

Penanganan laju respirasi pada bahan hasil pertanian sangat menentukan


bagaimana penanganan selanjutnya untuk bahan agar kualitasnya terjaga dan dapat
disimpan dalam jangka waktu yang lama. Ada dua faktor yang yang mempengaruhi
laju respirasi, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi umur
bahan, ukuran bahan, susunan kimia jaringan, struktur morfologi perkembangan,
lapisan alami, dan jenis komoditi bahan, sedangkan faktor ekstenal terdiri dari suhu,
komposisi udara, dan produksi etilen serta kerusakan mekanis.
BAB VI

PENUTUP

6.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini adalah :
1. Respirasi dan metabolism sangat mempengaruhi karakteristik
fisiologis bahan hasil pertanian;
2. Komoditi bahan hasil pertanian berdasarkan laju respirasinya
dibagi menjadi klimaterik, non-klimaterik, dormant, dan actively
growing;
3. Bahan klimaterik dan non-klimaterik memiliki respons yang
berbeda selama pemasakkan buah;
4. Pola laju respirasi yang sesuai dengan teori bahan klimaterik
adalah pisang, dimana laju respirasi meningkat hingga hari
keempat, tetapi cenderung turun di hari kelima;
5. Hasil perhitungan laju respirasi berbeda dengan teori karena
kesalahan praktikan dalam menjalani prosedur saat titrasi dan
perbedaan normalitas yang dipakai pada NaOH, keadaan fisiologis
bahan, dan penggunaan alat yang kurang optimal;
6. Untuk menentukan cara penyimpanan bahan agar mutu tetap
terjaga perlu adanya pengukuran laju respirasi; dan
7. Faktor yang yang mempengaruhi laju respirasi, yaitu faktor internal
dan eksternal. Faktor internal meliputi umur bahan, ukuran bahan,
susunan kimia jaringan, struktur morfologi perkembangan, lapisan
alami, dan jenis komoditi bahan, sedangkan faktor ekstenal terdiri
dari suhu, komposisi udara, dan produksi etilen serta kerusakan
mekanis pada bahan hasil pertanian bisa berupa benturan atau irisan.
6.2. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan untuk praktikum adalah :
1. Bahan yang digunakan untuk praktikum bisa lebih variatif; dan
2. Dalam percobaan, praktikan harus memperhatikan lebih terliti lagi
perubahan yang terjadi pada buah.
DAFTAR PUSTAKA

Anonima.2009.Pemasakan Buah.http://wordbiology.wordpress.com. diakses pada


tanggal 24 April 2011

Anonimb.2010.Perubahan Kimia Buah Klimaterik dan Buah Non Klimaterik


Selama Penyimpanan.http://siwi.blog.uns.ac.id. diakses pada tanggal 24
April 2010

Abidin, Z. 1985. Dasar-Dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh.


Angkasa, Bandung

Burdon, J. N. 1997. Postharvest Handling of Tropical and Subtropical Fruit for


Export, 1-20. In S. K. Mitra (Ed). Postharvest Physiology and Storage of

Danang. 2008. Fotosintesis dan Respirasi. (Online), (http://www.indoskripsi.com,


diakses tanggal 1 November 2010).

Fantastico. 1986. Fisiologi Pasca Panen. Gajah Mada University Press,


Yogyakarta.

Kader, A. A. 1992. Postharvest Biology and Technology of Horticultural Crops.


University of California. Davies.

Kays, S. J. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plant Products. Van


Nostrand Reinhold. New York. 255p.

Roy dan Goldschmidt 1996. Cara Meningkatkan Budidaya Jeruk. Pustaka


Nusatama. Yogyakarta.

Salisbury, frank B. Dan Cleon W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid II.
Bandung : ITB.

Suyitno. 2007. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan Dasar. Yogyakarta:


FMIPA UNY

Yasa, I Komang Jaya Santika. 2009. Respirasi Dipengaruhi oleh Beberapa


Faktor. (Online), (http://www.idonbiu.com, diakses tanggal 1 November
2010).
LAMPIRAN

Gambar 7. Bukti mengikuti praktikum : menonton penjelasan materi


praktikum

Gambar 8. Bukti mengikuti praktikum : menonton video praktikum


Gambar 9. Bukti mengikuti praktikum : menonton video praktikum hasil
pengamatan hari

Gambar 10. Bukti mengikuti praktikum : menonton video praktikum


pereaksian bahan kimia
Gambar 11. Bukti mengumpulkan praktikum : mengumpulkan logbook

Anda mungkin juga menyukai