LAPORAN PRAKTIKUM
KARAKTERISTIK BAHAN HASIL PERTANIAN
(Pengukuran Respirasi Bahan Hasil Pertanian)
Oleh :
Nama : Rafa Elmira Cromaggi
NPM : 240110200065
Hari, Tanggal Praktikum : Selasa, 28 September 2021
Waktu/Shift : 15.30 – 17.30 WIB/B
Asisten Praktikum : 1. Farinissa Deliana Putri
2. Muhammad Nashir Effendy
3. Ruth Anggia Assyera
Jumlah CO2 yang dikeluarkan akan terus menurun, kemudian pada saat
mendekati pembusukkan produksi karbondioksida (CO2) kembali meningkat, dan
selanjutnya menurun lagi. Buah-buahan yang melakukan respirasi semacam itu disebut
buah klimaterik, sedangkan buah-buahan yang jumlah karbondioksida (CO2) yang
dihasilkannya terus menurun secara perlahan sampai pada saat senescene disebut buah
non-klimaterik.
Dari pandangan pasca panen, pengaruh laju utama repirasi adalah penting, laju
respirasi juga memberikan indikasi laju metabolisme secara keseluruhan tanaman atau
bagian tanaman. Jadi respirasi berlangsung adalah untuk memperoleh energi untuk
tetap menjaga aktivitas hidupnya. Semakin tinggi laju respirasi maka semakin cepat
terjadinya perombakan yang mengarah pada kemunduran dari produk tersebut,
sehingga respirasi sering digunakan sebagai indeks untuk menentukan masa simpan
produk (Utama, 2010).
Aktivitas metabolisme dan energi panas pada buah dan sayuran segar dicirikan
dengan adanya proses respirasi. Panas respirasi adalah panas yang dihasilkan karena
adanya aktivitas metabolisme dari bahan pangan, panas respirasi ini sangat
berpengaruh terhadap beban panas, terutama pada bahan pangan nabati sehingga
berpengaruh selama dalam masa pengangkutan dan penyimpanan. Adanya aktivitas
respirasi pada hasil-hasil pertanian dapat menyebabkan hasil pertanian menjadi matang
dan menjadi tua. Proses matangnya hasil pertanian merupakan perubahan dari warna,
aroma, dan tekstur berturut-turut menuju ke arah hasil pertanian yang dapat dimakan
dapat dapat digunakan dan memberikan hasil sebaik-baiknya. Laju respirasi pada setiap
bahan hasil pertanian berbeda-beda seperti yang dapat dilihat pada tabel (1) dan tabel
(2). Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi cepat atau lambatnya proses respirasi
yang dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor eksternal diantaranya adalah komposisi kimia jaringan, umur hasil panen,
ukuran buah, pelapis alami, struktur morfologi perkembangan, dan jenis komoditi.
Susunan kimia yang dapat menjadi substrat respirasi pada setiap bahan
berbeda-beda. Misalnya bahan yang kandungan lemaknya lebih banyak
memiliki laju respirasi yang lebih tinggi (Sudjatha & Wisaniyasa, 2017);
2. Umur Bahan
3. Ukuran Bahan
Buah yang lebih besar akan memiliki kecepatan respirasi yang lebih kecil
daripada buah yang berukuran besar. Hal ini disebabkan karena bahan yang
lebih kecil memiliki luas permukaan lebih besar daripadabahan yang lebih
besar sehingga lebih banyak permukaannya yang berkontak dengan udara
dan lebih banyak oksigen yang berdifusi ke dalam jaringan (Sudjatha &
Wisaniyasa, 2017);
4. Pelapis Alami
1. Temperatur
2. Etilen (C2H4)
4. Kerusakan Mekanis
Titrasi ialah salah satu metode kimia untuk dapat menentukan konsentrasi
suatu larutan dengan cara mereaksikan sejumlah volume larutan itu terhadap
sejumlah volume larutan lain yang konsentrasinya itu sudah diketahui. Larutan
yang konsentrasinya itu sudah diketahui disebut dengan larutan baku. Larutan
yang belum diketahui konsentrasinya ditambahkan beberapa tetes indikator,
setelah itu ditetesi dengan larutan yang sudah diketahui konsentrasinya. Titik
akhir titrasi ialah tepat pada saat terjadi sebuah perubahan warna indikator.
Titrasi yang melibatkan reaksi asam serta basa disebut dengan titrasi asam-basa.
Terdapat dua jenis titrasi asam basa, yakni asidimetri (penetuan konsentrasi
larutan basa dengan menggunakan larutan baku asam) serta jugalkalimetri
(penentuan konsentrasi larutan asam dengan menggunakan larutan baku basa).
Titrasi asam basa melibatkan reaksi antara asam dengan basa, sehingga
akan terjadi perubahan pH larutan yang dititrasi. Perubahan pH dapat dibuktikan
dengan mengukur pH larutan yang dititasi dengan elektrode pH meter. Titrasi
asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai analit maupun titran. Kadar
larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa tatau sebaliknya.
Titran ditambahkan sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen
(titran dan analit habis bereaksi) yang biasanya ditandai dengan berubahnya
warna indikator, keadaan ini disebut sebagai “titik ekivalen” yaitu titik dimana
konsentrasi asam sama dengan konsentrasi basa atau titik dimana jumlah basa
yang ditambahkan sama dengan jumlah asam yang dinetralkan [H+] = [OH-].
Tepat ketika seluruh zatnya sudah habis di dalam proses bereaksi maka larutan
indikator nya pun akan berubah warna dan di waktu itulah merupakan terjadinya
penetrasi serta Buret pun harus bisa dengan segera untuk dihentikan. Titik akhir
titrasi adalah titik pada saat titrasi diakhiri/dihentikan. Dalam titrasi biasanya
diambil sejumlah alikuot tertentu yaitu bagian dari keseluruhan larutan yang
dititrasi kemudian dilakukan proses pengenceran (W Haryadi, 1990).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1. Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Peralatan yang dibutuhkan pada praktikum kali ini adalah:
1. Botol kaca ukuran 100ml, wadah untuk larutan;
2. Biuret, untuk mengukur seberapa banyak HCl yang digunakan untuk
titrasi;
3. Pipet tetes, untuk mengambil larutan yang akan dititrasi;
4. Pipet volume 50ml, untuk mengambil larutan yang digunakan;
5. Pompa aerator, untuk mengalirkan udara ke Erlenmeyer
melalui selangudara;
6. Selang akuarium, untuk menangkap udara dari luar lalu
mengalirkannya ketoples maupun botol;
7. Timbangan analitik, untuk mengukur massa awal bahan; dan
8. 4 buah toples dengan kapasitas 2 liter, untuk tempat bahan-bahan
berespirasi.
3.1.2 Bahan
Bahan yang dibutuhkan untuk praktikum kali ini adalah:
1. Aquadest;
2. Indikator Phenolftalein (PP) konsentrasi 1%;
3. Jeruk;
4. Kentang;
5. Tauge;
6. Pisang;
7. Larutan Ca(OH)2 jenuh;
8. Larutan HCL 0,05 N;
9. Larutan NaOH 0,01 N; dan
10. Larutan NaOH 0,05 N.
3.2. Prosedur Percobaan
3.2.2. Titrasi
Prosedur percobaan pada praktikum kali ini adalah :
1. Membuat larutan HCL dengan konsentrasi 0,5 sebanyak 100 ml;
2. Memasukkan larutan HCL ke dalam tabung Erlenmeyer;
3. Memasukkan indikator PP dengan menggunakan pipet tetes;
4. Memasukkan larutan NaOH pada botol 3 ke dalam alat titrasi;
5. Mengukur volume lautan NaOH sebelum dititrasi;
6. Mengarahkan selang untuk mengalirkan larutan;
7. Menutup selang apabila larutan HCl sudah berubah warna;
8. Mengukur larutan NaOH yang terpakai;
9. Mengulangi langkah 1 sampai dengan 6 untuk melakukan titrasi;
10. Membuat larutan NaOH;
11. Memasukkan larutan NaOH ke dalam botol kaca 3 dan 4;
12. Menutup botol kaca dengan menyatukan kembali dengan toples;
13. Menyalakan pompa aerator; dan
14. Memberikan alat-alat yang sudah dipakai.
BAB IV
HASIL PRAKTIKUM
4.1. Tabel
𝐦𝐠.𝐂𝐎𝟐
Hari Laju Respirasi ( )
𝐤𝐠.𝐣𝐚𝐦
ke- Pisang Kentang Toge Jeruk
1. 1,24 2,94 0,23 0
2. 0,51 4,69 3,35 20,18
3. 1,64 13,71 13,96 10,77
4. 3,16 12,95 5,66 4,77
5. 1,24 10,59 10,78 14,45
4.2. Perhitungan
Perhitungan laju respirasi pada kentang, tauge, pisang, dan jeruk
dilakukan dengan persamaan sebagai berikut :
c. Laju Respirasi
0,36+2,126 2,486 𝑚𝑔.𝐶𝑂₂
Laju Respirasi = = = 1,24
2 2 𝑘𝑔.𝑗𝑎𝑚
c. Laju Respirasi
1,1+(−0,073) 1,027 𝑚𝑔.𝐶𝑂₂
Laju Respirasi = = = 0,51
2 2 𝑘𝑔.𝑗𝑎𝑚
c. Laju Respirasi
0,36+2,93 3,29 𝑚𝑔.𝐶𝑂₂
Laju Respirasi = = = 1,64
2 2 𝑘𝑔.𝑗𝑎𝑚
c. Laju Respirasi
4,436+2,786 7,222 𝑚𝑔.𝐶𝑂₂
Laju Respirasi = = = 3,61
2 2 𝑘𝑔.𝑗𝑎𝑚
5. Laju Respirasi Hari Ke-5
a. Laju Respirasi Botol 3
1
(53−52)(0,05)(44)
Laju Respirasi = 2 (0,125)(24)
1,1
= 3
𝑚𝑔.𝐶𝑂₂
= 0,36 𝑘𝑔.𝑗𝑎𝑚
c. Laju Respirasi
0,36+2,126 2,486 𝑚𝑔.𝐶𝑂₂
Laju Respirasi = = = 1,24
2 2 𝑘𝑔.𝑗𝑎𝑚
4.2.3. Perhitungan Laju Respirasi Tauge
4,69
2,94
Waktu (hari)
2,5 1,64
1,24 1,24
0,51
1,5
14 10,78
12
10 5,66
3,35
0,23
20
15
10
0
1 2 3 4 5
pisang 1,246 0,513 1,65 3,61 1,24
kentang 2,945 4,68 13,71 12,95 10,59
toge 0,23 3,35 13,94 5,67 10,78
jeruk 0 20,18 10,77 4,77 14,45
Pada praktikum karakteristik fisiologis dan teknologi pasca panen ini adalah
tentang menentukan pola respirasi. Respirasi adalah proses pemecahan komponen
organik (zat hidrat arang, lemak dan protein) menjadi produk lebih sederhana dan
energi. Aktivitas ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan energi sel agar tetap
hidup (Anonim, 2008). Buah-buahan yang mengalami proses respirasi yang tinggi
akan cepat rusak. Rusaknya buah-buahan ini karena senyawa yang ada didalam
buah-buahan tersebut mengalami reaksi sehingga zat yang tertinggal didalam bahan
tersebut menjadi tidak stabil. Besarnya kecepatan reaksi ini ditandai dengan
banyaknya karbondioksida yang keluar dari buah-buahan tersebut yang juga
dikenal dengan istilah respirasi.
Sampel yang digunakan pada praktikum kali ini adalah buah-buahan dan
sayuran yang terdiri dari kentang, pisang, tauge, dan jeruk. Peralatan yang
dirancang menggunakan empat buah toples, dimana toples pertama berisi larutan
Ca(OH)2 jenuh dan stopless ke dua berisis larutan NaOH agar yang masuk ke dalam
toples berisi sampel hanyalah oksigen (O2). Bahan mengalami respirasi dan
menghasilkan karbondioksida yang diserap oleh dua botol berisi NaOH. Titrasi
dilakukan untuk menentukan banyaknya volume NaOH yang diperlukan agar
larutan tersebut berubah warna. Indikator yang digunakan saat titrrasi adalah
fenolftalein (PP). Satuan dari laju respirasi adalah mg CO2/kg.jam.
Dari hasil analisis dan perhitungan laju respirasi pada empat bahan yang
dilakukan percobaan dalam lima hari menunjukkan hasil yang berbeda antara yang
satu dengan lainnya. Buah jeruk memiliki pola yang fluktuatif dan memiliki laju
respirasi paling tinggi jika dibandingkan dengan ketiga buah yang lainnya, yaitu
sebesar 20,18 mg./CO2/kg/jam pada hari kedua, kemudian menurun sampai hari
keempat dan naik kembali menjadi 14,45 mg.CO2/kg.jam pada hari kelima.
Buah lainnya yaitu pisang, laju respirasinya adalah konstan di awal dan
melonjak pada hari terakhir pemasakkan kemudian kembali turun secara drastis saat
mulai tahap pembusukkan. Grafik yang ditunjukkan dari laju respirasi pisang saat
praktikum kali ini terbilang konstan, meningkat perlahan-lahan meskipun
mengalami penurunan di hari kedua, yaitu 0,51 mg.CO2/kg.jam, tetapi meningkat
naik kembali di hari selanjutnya dan mencapai laju respirasi puncaknya di hari
keempat yaitu 3,16 mg.CO2/kg.jam dan kembali menurun di hari kelima menjadi
1,24 mg.CO2/kg.jam. Hampir sesuai dengan teori klimaterik.
Hasil yang diperoleh dari perhitungan dan grafik kentang di praktikum kali
ini berbanding terbalik dengan teori, dimana sesuai dengan grafik, laju respirasi
kentang cenderung semakin meningkat setiap harinya, padahal seharusnya
menurun. Karena kentang merupakan tumbuhan yang bersifat dorman (memproduksi
CO2 secara spresifik) dengan menghasilkan CO2 di awal yang tinggi kemudian
menurun secara konstan. Hal ini diduga karena kentang mengalami stress atau
mengalami kerusakan mekanis seperti teriris yang menyebabkan laju respirasi
kentang terus meningkat dari 2,94 mg.CO2/kg.jam di hari pertama hingga menjadi
10,59 mg.CO2/kg.jam di hari terakhir.
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini adalah :
1. Respirasi dan metabolism sangat mempengaruhi karakteristik
fisiologis bahan hasil pertanian;
2. Komoditi bahan hasil pertanian berdasarkan laju respirasinya
dibagi menjadi klimaterik, non-klimaterik, dormant, dan actively
growing;
3. Bahan klimaterik dan non-klimaterik memiliki respons yang
berbeda selama pemasakkan buah;
4. Pola laju respirasi yang sesuai dengan teori bahan klimaterik
adalah pisang, dimana laju respirasi meningkat hingga hari
keempat, tetapi cenderung turun di hari kelima;
5. Hasil perhitungan laju respirasi berbeda dengan teori karena
kesalahan praktikan dalam menjalani prosedur saat titrasi dan
perbedaan normalitas yang dipakai pada NaOH, keadaan fisiologis
bahan, dan penggunaan alat yang kurang optimal;
6. Untuk menentukan cara penyimpanan bahan agar mutu tetap
terjaga perlu adanya pengukuran laju respirasi; dan
7. Faktor yang yang mempengaruhi laju respirasi, yaitu faktor internal
dan eksternal. Faktor internal meliputi umur bahan, ukuran bahan,
susunan kimia jaringan, struktur morfologi perkembangan, lapisan
alami, dan jenis komoditi bahan, sedangkan faktor ekstenal terdiri
dari suhu, komposisi udara, dan produksi etilen serta kerusakan
mekanis pada bahan hasil pertanian bisa berupa benturan atau irisan.
6.2. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan untuk praktikum adalah :
1. Bahan yang digunakan untuk praktikum bisa lebih variatif; dan
2. Dalam percobaan, praktikan harus memperhatikan lebih terliti lagi
perubahan yang terjadi pada buah.
DAFTAR PUSTAKA
Salisbury, frank B. Dan Cleon W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid II.
Bandung : ITB.