Anda di halaman 1dari 22

Nilai :

LAPORAN PRAKTIKUM
KARAKTERISTIK BAHAN HASIL PERTANIAN
(Karakteristik Fisiologi : Pengukuran Respirasi pada Bahan)

Oleh :
Nama : Bagoes Muhammad Nur Auliya
NPM : 240110200092
Hari, Tanggal Praktikum : Selasa, 28 September 2021
Waktu/Shift : 15.30 – 17.30 WIB
Asisten Praktikum : 1. Farinissa Deliana Putri
2. Muhammad Nashir Effendy
3. Ruth Anggia Assyera

LABORATORIUM PASCA PANEN DAN TEKNOLOGI PROSES


DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADARAN
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahan hasil pertanian memiliki sifat mudah rusak (perishable). Mudah
rusaknya bahan hasil pertanian dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
faktor fisik, faktor biotik, dan faktor fisiologis. Bahan pertanian yang telah dipanen
masih melangsungkan proses metabolisme. Proses metabolisme penting yang
terjadi adalah respirasi dan transpirasi. Hal tersebut dilakukan oleh bahan untuk
memperoleh energi yang digunakan dalam mempertahankan reaksi metabolisme
dan reaksi lainnya yang terjadi di dalam jaringan bahan.
Bahan hasil pertanian yang rusak akan berdampak terhadap penyimpanan,
pemrosesan, sampai penjualan. Pada akhirnya output pendapatan maupun
penggunaan bahan pertanian tersebut tidak maksimal. Maka diperlukanlah suatu
praktik dan perhitungan untuk mengukur laju respirasi pada suatu bahan. Dari hasil
analisa tersebut, kemudian kita dapat menentukan cara pengemasan, penyimpanan,
pemrosesan, sampai pengiriman suatu bahan hasil pertanian agar tetap terjaga
kualitasnya.

1.2 Tujuan Praktikum


Tujuan praktikum kali ini adalah:
1. Mempelajari pengukuran laju respirasi pada bahan hasil pertanian; dan
2. Menganalisis dan menerapkan pengukuran laju respirasi bahan hasil
pertanian terkait dengan proses pemeraman dan penyimpanan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Respirasi
Respirasi adalah suatu proses biologis, yaitu oksigen diserap untuk digunakan
pada proses pembakaran (oksidatif) yang menghasilkan energi diikuti oleh
pengeluaran sisa pembakaran berupa gas karbondioksida dan air. Substrat yang
paling banyak diperlukan tanaman untuk proses respirasi dalam jaringan tanaman
adalah karbohidrat dan asam-asam organik bila dibandingkan dengan lemak dan
protein. Laju respirasi pada umumnya digunakan sebagai indikator laju
metabolisme pada komoditi pertanian. Laju respirasi produk hortikultura suhu dan
kelembaban juga dipengaruhi oleh komposisi gas terutama O2 dan CO2 di sekitar
produk (Benyamin, 2002).
Respirasi setelah panen merupakan karbohidrat tersimpan yang dihasilkan
oleh proses fotosintesis tidak lagi dihasilkan (pada kebanyakan produk) setelah
panen. Maka penggunaan karbohidrat ini setelah panen akan menurunkan nilai
produk sebagai sumber karbohidrat dan beberapa perubahan mutu akan terjadi.
Oksigen (𝑂2 ) dibutuhkan untuk proses respirasi. Suplai 𝑂2 harus dijaga untuk tetap
terjadi ke dalam sel produk jika diinginkan produk tersebut masih tetap hidup.
Karbondioksida (𝐶𝑂2) dihasilkan. Gas ini harus dilepaskan, biasanya dengan
pengaturan ventilasi yang baik. Air (𝐻2 O) dihasilkan. Air ini berpengaruh terhadap
komposisi dan tekstur dari produk. (Story and Simons, 1989).

Tabel 1. Pengelompokan komoditi hortikultura berdasarkan laju respirasi


Kelompok Laju Respirasi pada Komoditi
5 °C
(mg/𝑪𝑶𝟐 /kg/jam)
Sangat Rendah <5 Sayuran, kacang-kacangan, buah
kering
Rendah 5-10 Apel, jeruk, anggur, bawang,
kentang
Sedang 10-20 Pisang, kubis, wortel, selada, cabai
Tinggi 20-40 Stroberi, kol kembang, alpukat
Sangat Tinggi 40-60 Bawang, bunga potong
Sangat-sangat >60 Asparagus, brokoli, bayam, jagung
tinggi manis

Atas dasar laju dan pola respirasi dan pola produksi etilen selama pematangan
dan pemasakan, komoditi hortikultura (terutama yang berbentuk buah) dapat
digolongkan ke dalam dua kelompok, yaitu buah klimaterik dan nonklimaterik.
Klimaterik menunjukkan peningkatan yang besar dalam laju produksi
karbondioksida (CO2) dan etilen (C2H4) bersamaan dengan terjadinya pemasakan.
Sedangkan non-klimaterik tidak menunjukkan perubahan, umumnya laju produksi
karbondioksida dan etilen selama pemasakan sangat rendah (Story and Simons,
1989).

2.2 Laju Respirasi Bahan Hasil Pertanian


Laju respirasi merupakan indeks yang baik untuk menentukan umursimpan
buah-buahan setelah dipanen. Intensitas respirasi merupakan ukurankecepatan
metabolisme dan seringkali digunakan sebagai indikasi umur simpan buah-buahan.
Penyimpanan pada suhu dingin merupakan cara yang paling efektif dan bermanfaat
untuk memperlambat perkembangan pembusukan pascapanen pada buah-buahan
dan sayur-sayuran. Tiap-tiap buah dan sayuran memiliki suhu optimum
penyimpanan untuk menghambat penuaan dan pematangan proses- proses
fisiologis (Zulkarnaen, 2009). Produk dengan laju respirasi tinggi cenderung cepat
mengalami kerusakan. Percepatan respirasi ini juga dipengaruhi oleh keberadaan
etilen. Etilen adalah senyawa organik sederhana yang berfungsi sebagai hormon
pertumbuhan, perkembangan dan kelayuan. Oleh sebab itu keberadaan etilen perlu
ditekan padasaat produk telah mengalami kematangan agar daya simpan produk
lebih lama.Selain etilen yang mempengaruhi laju respirasi buah-buahan adalah
polarespirasinya (Winarno dan Aman, 1979). Berdasarkan laju respirasinya buah
dibedakan menjadi dua yaitu buah klimaterik (laju meningkat dengan tajam selama
periode pematangan dan pada awal senescene) dan non klimaterik (tidak ada
perubahan laju respirasi pada akhir pematangan buah). Contoh buah klimaterik
adalah apokat, pepaya, apel, pisangdan lain-lain. Buah-buahan dikelompokkan
berdasarkan laju pernapasan merekasaat pertumbuhan sampai fase senescene
(Zulkarnaen, 2009). Laju respirasi menentukan potensi pasar dan masa simpan yang
berkaitanerat dengan: kehilangan air, kehilangan kenampakan yang baik,
kehilangan nilainutrisi dan berkurangnya nilai cita rasa. Masa simpan produk segar
dapatdiperpanjang dengan menempatkannya dalam lingkunngan yang dapat
memperlambat laju respirasi dan transpirasi melalui penurunan suhu produk,
mengurangiketersediaan oksigen (O2) atau meningkatkan konsentrasi CO2, dan
menjagakelembaban nisbi yang mencukupi dari udara sekitar produk tersebut
(Utama,2013). Semakin tinggi laju respirasi, semakin cepat pula
perombakanperombakan tersebut yang mengarah pada kemunduran dari produk
tersebut. Airyang dihasilkan ditranspirasikan dan jika tidak dikendalikan produk
akan cepatmenjadi layu. Laju respirasi sering digunakan sebagai indeks yang baik
untukmenentukan masa simpan pascapanen produk segar. Berbagai produk
mempunyailaju respirasi berbeda, umumnya tergantung pada struktur morfologi
dan tingkat perkembangan jaringan bagian tanaman tersebut (Utama,2013).
Perbandingan antara respirasi dan fotosintesis dapat dilihat dari beberapa
perbedaan. Respirasi terjadi pada seluruh sel yang hidup, bahan baku utamaadalah
glukosa dan oksigen, berlangsung setiap waktu (baik siang dan malam), merupakan
proses pelepasan/penggunaan energi, menghasilkan karbondioksida dan air.
Sedangkan fotosintesis terjadi hanya pada organisme yang memiliki klorofil yang
berisi sel-sel, bahan baku utama adalah karbondioksida dan air, berlangsung hanya
jika tersedia cahaya matahari, merupakan proses menghasilkanenergi,
menghasilkan glukosa dan juga oksigen (Phan. L, 1993).

2.2.1 Faktor Internal


Semakin tinggi tingkat perkembangan organisme, maka akan semakin
banyak jumlah CO2 yang dihasilkan. Susunan kimiawi jaringan
mempengaruhi laju respirasi, pada buah-buahan yang banyak mengandung
karbohidrat, maka laju respirasi akan semakin cepat. Produk yang lebih kecil
ukurannya mengalami laju respirasi lebih cepat daripada buah yang besar,
karena mempunyai permukaan yang lebih luas yang bersentuhan dengan
udara sehingga lebih banyak O2 berdifusi ke dalam jaringan. Pada produk-
produk yang memiliki lapisan kulit yang tebal, laju respirasinya rendah, dan
pada jaringan muda proses metabolisme akan lebih aktif dari pada jaringan
lebih tua.
2.2.2 Faktor Eksternal
Umumnya laju respirasi meningkat 2-2,5 kali tiap kenaikan 10°C.
Pemberian etilen pada tingkat pra-klimaterik akan meningkatkan respirasi
buah klimaterik. Kandungan oksigen pada ruang penyimpanan perlu
diperhatikan karena semakin tinggi kadar oksigen, maka laju respirasi akan
semakin cepat. Konsentrasi CO2 yang sesuai dapat memperpanjang umur
simpan buah-buahan dan sayuran karena terjadi gangguan pada respirasinya.
Kerusakan atau luka pada produk juga sebaiknya dihindari karena dapat
memicu terjadinya respirasi sehingga umur simpan produk semakin pendek.

2.3 Jenis Komoditi Bahan Hasil Pertanian


Buah-buahan dapat dikelompokkan berdasarkan laju pernapasan mereka di
saat pertumbuhan sampai fase senescene menjadi kelompok buah-buahan
klimakterik dan kelompok buah-buahan non klimakterik. Buah klimakterik adalah
buah yang mengalami lonjakan respirasi dan produksi etilen setelah dipanen. Buah
non klimakterik adalah buah yang tidak mengalami lonjakan respirasi maupun
etilen setelah dipanen. Pada buah klimaterik terjadi kenaikan respirasi dan kenaikan
kadar etilen selama proses pematangan, sedangkan pada buah non klimaterik,
proses pematangan tidak berkaitan dengan kenaikan respirasi dan kenaikan kadar
etilen. Perbedaan antara buah klimaterik dan non klimaterik yaitu adanya perlakuan
etilen terhadap buah klimaterik yang akan menstimulir baik pada proses respirasi
maupun pembentukan etilen, sedangkan pada buah nonklimaterik hanya terdapat
perlakuan yang akan menstimulir proses respirasi saja. Aplikasi C2H2 (Etilen)
berpengaruh pada buah-buahan klimakterik, makin besar konsentrasi C2H2 sampai
tingkat kritis makin cepat stimulasi respirasinya. Etilen tersebut bekerja paling
efektif pada waktu tahap klimakerik, sedangkan penggunaan C2H2 pada tahap post
klimakerik tidak merubah laju respirasi. Pada buah-buahan non klimakterik respon
terhadap penambahan etilen baik pada buah pra panen maupun pasca panen rendah,
karena produksi etilen pada buah non klimakterik hanya sedikit.
Berikut pengelompokan buah-buahan klimakterik dan non klimakterik.

Gambar 1. Buah-buahan klimakterik dan non klimakterik


(Sumber: Nurjanah, 2002)

Bahan hasil pertanian juga dapat dikelompokan sebagai dormant dan


actively growing berdasarkan laju respirasinya. Dormant atau tidak aktif
mempunyai pola yang spesifik pada produksi CO2 dan C2H4. Tingkat
perkembangan dan tipe produknya merupakan dua faktor yang dapat
mempengaruhi laju dari pola respirasi serta produksi etilen. Pola produksi etilen
dan karbondioksida tidak hanya tergantung pada jenis produk dan tingkat
perkembangan buah/sayuran, tetapi juga ditentukan oleh struktur tumbuhan seperti
akar, batang, bunga cabang dan daun dimana mereka berasal. Kecambah, sayuran
yang berasal dari perpanjangan batangnya, membuat sayuran ini selalu aktif tumbuh
sesudah dipanen, sehingga menyebabkan tingginya laju respirasi. Keadaan
tersebutlah yang disebut actively growing (Nurjanah, 2002).
2.3.1 Klimaterik
Buah klimakterik adalah buah yang mengalami lonjakan respirasi dan
produksi etilen setelah dipanen. Pada buah klimaterik terjadi kenaikan
respirasi dan kenaikan kadar etilen selama proses pematangan. Aplikasi
C2H2 (Etilen) berpengaruh pada buah-buahan klimakterik, makin besar
konsentrasi C2H2 sampai tingkat kritis makin cepat stimulasi respirasinya.
Etilen tersebut bekerja paling efektif pada waktu tahap klimakerik, sedangkan
penggunaan C2H2 pada tahap post klimakerik tidak merubah laju respirasi.
2.3.2 Non Klimaterik
Buah non klimakterik adalah buah yang tidak mengalami lonjakan
respirasi maupun etilen setelah dipanen. Pada buah-buahan non klimakterik
respon terhadap penambahan etilen baik pada buah pra panen maupun pasca
panen rendah, karena produksi etilen pada buah non klimakterik hanya
sedikit.
2.4 Titrasi
Titrasi adalah suatu metode penentuan kadar (konsentrasi) suatu larutan
dengan larutan lain yang telah diketahui konsentrasinya. Larutan yang akan
ditentukan kadarnya disebut sebagai analit dan biasanya diletakkan didalam
erlenmeyer, sedangkan larutan yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai
larutan sintesis atau titran dan diletakkan didalam buret. Asidimetri dan alkalimetri
adalah termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari
asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang
bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara pemberi
proton (asam) dengan penerima proton (basa) (Ibnu, 2008). Untuk dapat dilakukan
analisis volumetrik harus dipenuhi syarat- syarat sebagai berikut (Ibnu, 2008): 1.
Reaksinya harus berlangsung sangat cepat. Kebanyakan reaksi ion memenuhi
syarat ini; 2. Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyatakan dengan persamaan
reaksi. Bahan yang diselidiki bereaksi sempurna dengan senyawa baku dengan
perbandingan kesetaraan stoikiometris; 3. Harus ada perubahan yang terlihat pada
saat titik ekivalen tercapai, baik secara kimia atau fisika; dan 4. Harus ada indikator
jika syarat 3 tidak dipenuhi. Indikator juga dapat diamati dengan pengukuran daya
hantar listrik (titrasi potensiometri/ konduktometri).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah:
1. Gelas piala
2. Pipet tetes
3. Erlenmeyer
4. Gelas ukur 100 mL
5. Buret
6. Selang untuk menangkap dan melepaskan udara dari luar
7. Toples
8. Botol
9. Timbangan digital
3.1.2 Bahan
Bahan yang dibutuhkan untuk praktikum kali ini adalah:
1. Ca(OH)2
2. Larutan NaOH 0,05 N
3. Indikator Fenolftalin 1%
4. Larutan HCl 0.05 N
5. Sampel buah pisang

3.2 Prosedur Percobaan


Prosedur yang harus dilakukan untuk praktikum kali ini adalah:
1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Rangkai alat dengan urutan sebagai berikut :
selang > botol 1 > selang > toples > selang > botol 2 > selang
3. Isi botol 1 dengan larutan Ca(OH)2 untuk menarik CO2 dari udara
4. Timbang sampel buah dan catat hasil pengukurannya
5. Masukan sampel buah pisang tersebut kedalam toples
6. Pastikan selang dari Ca(OH)2 mengenai sampel
7. Lakukan hal sama terhadap sampel mentimun, jeruk, dan tomat.
8. Tutup toples dengan solasi agar udara luar tidak masuk
9. Tunggu buah berespirasi selama 1 hari, 3 hari, 5 hari, dan 7 hari.
10. Ambil sampel NaOH selama hari pengamatan tersebut (1,3,5,7) untuk
dititrasi
11. Ambil larutan NaOH sebanyak 3 pipet
12. Tambahkan 1 tetes indikator pp (fenolftalin) 1%
13. Lakukan titrasi dengan HCl 0,05 N sampai warna menjadi bening
14. Lihat angka pada buret menunjukkan jumlah titrasi
BAB IV
HASIL PERCOBAAN

4.1 Tabel
Tabel 4.1 Hasil Pengukuran NaOH (botol 3 dan botol 4) yang Terpakai
Selama Titrasi (Kentang)
Volume NaOH yang terpakai (ml)
Hari ke-
Botol 3 Botol 4
1 41 43
2 44 30
3 12 10
4 13,4 13
5 22 18

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran NaOH (botol 3 dan botol 4) yang Terpakai
Selama Titrasi (Pisang)
Volume NaOH yang terpakai (ml)
Hari ke-
Botol 3 Botol 4
1 52 42,2
2 50 48,2
3 52 40
4 40,9 40,4
5 52 42,2

Tabel 4.3 Hasil Pengukuran NaOH (botol 3 dan botol 4) yang Terpakai
Selama Titrasi (Toge)
Volume NaOH yang terpakai (ml)
Hari ke-
Botol 3 Botol 4
1 50 50
2 49,5 37
3 6,2 34,5
4 41,5 35
5 29,4 25

Tabel 4.4 Hasil Pengukuran NaOH (botol 3 dan botol 4) yang Terpakai
Selama Titrasi (Jeruk)

Volume NaOH yang terpakai (ml)


Hari ke-
Botol 3 Botol 4
1 49 52
2 18 9
3 40,5 21
4 44,5 39
5 29 19

Tabel 4.5 Hasil Pengukuran Laju Respirasi


Laju Respirasi
Hari ke-
Pisang Kentang Toge Jeruk
1 1,247 2,951 0,231 0
2 0,531 4,687 3,356 20,188
3 1,648 13,715 13,96 10,776
4 3,612 12,951 5,672 4,774
5 1,247 10,59 10,787 14,459

4.2 Perhitungan
Perhitungan laju respirasi pisang, kentang, toge, dan jeruk dilakukan dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut :

1
(𝑉𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑉𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ) × 𝑁𝐻𝐶𝑙 × 𝐵𝑀 𝐶𝑂2
Laju Respirasi3,4 = 2 (1)
Massa sampel (kg) × 24(jam)
Laju Respirasi Botol 3 + Laju Respirasi Botol 4
Laju Respirasi = (2)
2
4.2.1 Laju Respirasi Pisang (0,125 kg)

Laju Respirasi Pisang


4
3.5 3.612
3
2.5
2
1.5 1.648
1.247 1.247
1
0.5 0.531
0
Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4 Hari ke-5

Gambar 4. 1 Grafik Laju Respirasi Pisang

 Hari ke-1 :
1
(53−52) 𝑥 0,05 𝑥 44
2
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖3 = = 0,367
0,125 𝑥 24
1
(48−42,2) 𝑥 0,05 𝑥 44
2
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖4 = = 2,127
0,125 𝑥 24
0,367+2,127
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖 = = 1,247
2

 Hari ke-2 :
1
(53−50) 𝑥 0,05 𝑥 44
2
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖3 = = 1,1
0,125 𝑥 24
1
(48−48,2) 𝑥 0,05 𝑥 44
2
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖4 = = -0,073
0,125 𝑥 24
1,1+(−0,073)
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖 = = 0,531
2

 Hari ke-3 :
1
(53−52) 𝑥 0,05 𝑥 44
2
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖3 = = 0,367
0,125 𝑥 24
1
(48−40) 𝑥 0,05 𝑥 44
2
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖4 = = 2,93
0,125 𝑥 24
0,367+2,93
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖 = = 1,648
2

 Hari ke-4 :
1
(53−40,9) 𝑥 0,05 𝑥 44
2
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖3 = = 4,437
0,125 𝑥 24
1
(48−40,4) 𝑥 0,05 𝑥 44
2
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖4 = = 2,787
0,125 𝑥 24
4,437+2,787
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖 = = 3,612
2

 Hari ke-5 :
1
(53−52) 𝑥 0,05 𝑥 44
2
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖3 = = 0,367
0,125 𝑥 24
1
(48−42,2) 𝑥 0,05 𝑥 44
2
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖4 = = 2,127
0,125 𝑥 24
0,367+2,127
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖 = = 1,247
2

4.2.2 Laju Respirasi Kentang (0,132 kg)

Laju Respirasi Kentang


16 13.715
12.951
14
12 10.59
10
8
6 4.687
2.951
4
2 0 0 0 0 0
0
Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4 Hari ke-5

Gambar 4. 2 Grafik Laju Respirasi Kentang

 Hari ke-1 :
1
(53−41) 𝑥 0,05 𝑥 44
2
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖3 = = 4,167
0,132 𝑥 24
1
(48−43) 𝑥 0,05 𝑥 44
2
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖4 = = 1,736
0,132 𝑥 24
4,167+1,736
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖 = = 2,951
2

 Hari ke-2 :
1
(53−44) 𝑥 0,05 𝑥 44
2
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖3 = = 3,125
0,132 𝑥 24
1
(48−30) 𝑥 0,05 𝑥 44
2
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖4 = = 6,25
0,132 𝑥 24
3,125+6,25
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖 = = 4,687
2

 Hari ke-3 :
1
(53−12) 𝑥 0,05 𝑥 44
2
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖3 = = 14,236
0,132 𝑥 24
1
(48−10) 𝑥 0,05 𝑥 44
2
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖4 = = 13,194
0,132 𝑥 24
14,236+13,194
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖 = = 13,715
2

 Hari ke-4 :
1
(53−13,4) 𝑥 0,05 𝑥 44
2
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖3 = = 13,75
0,132 𝑥 24
1
(48−13) 𝑥 0,05 𝑥 44
2
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖4 = = 12,153
0,132 𝑥 24
13,75+12,153
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖 = = 12,951
2

 Hari ke-5 :
1
(53−22) 𝑥 0,05 𝑥 44
2
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖3 = = 10,764
0,132 𝑥 24
1
(48−18) 𝑥 0,05 𝑥 44
2
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖4 = = 10,417
0,132 𝑥 24
10,764+10,417
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖 = = 10,59
2

4.2.3 Laju Respirasi Tauge (0,099 kg)


Laju Respirasi Tauge
16
14 13.96
12
10.787
10
8
6 5.672
4
3.356
2
0 0.231
Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4 Hari ke-5

Gambar 4. 3 Grafik Laju Respirasi Tauge

 Hari ke-1 :
1
(53−50) 𝑥 0,05 𝑥 44
2
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖3 = = 1,389
0,099 𝑥 24
1
(48−50) 𝑥 0,05 𝑥 44
2
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖4 = = -0,926
0,099 𝑥 24
1,389+(−0,926)
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖 = = 0,231
2

 Hari ke-2 :
1
(53−49,5) 𝑥 0,05 𝑥 44
2
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖3 = = 1,620
0,099 𝑥 24
1
(48−37) 𝑥 0,05 𝑥 44
2
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖4 = = 5,092
0,099 𝑥 24
1,620+5,092
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖 = = 3,356
2

 Hari ke-3 :
1
(53−6,2) 𝑥 0,05 𝑥 44
2
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖3 = = 21,67
0,099 𝑥 24
1
(48−34,5) 𝑥 0,05 𝑥 44
2
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖4 = = 6,25
0,099 𝑥 24
21,67+6,25
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖 = = 13,96
2

 Hari ke-4 :
1
(53−41,5) 𝑥 0,05 𝑥 44
2
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖3 = = 5,324
0,099 𝑥 24
1
(48−35) 𝑥 0,05 𝑥 44
2
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖4 = = 6,02
0,099 𝑥 24
5,324+6,02
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖 = = 5,672
2

 Hari ke-5 :
1
(53−29,4) 𝑥 0,05 𝑥 44
2
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖3 = = 10,926
0,099 𝑥 24
1
(48−25) 𝑥 0,05 𝑥 44
2
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖4 = = 10,648
0,099𝑥 24
10,926+10,648
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖 = = 10,787
2

4.2.4 Laju Respirasi Jeruk (0,084 kg)

Laju Respirasi Jeruk


25
20.188
20
14.459
15
10.776
10
4.774
5
0 0 0 0 0
0
Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4 Hari ke-5

Gambar 4. 4 Grafik Laju Respirasi Jeruk

 Hari ke-1 :
1
(53−49) 𝑥 0,05 𝑥 44
2
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖3 = = 2,182
0,084 𝑥 24
1
(48−52) 𝑥 0,05 𝑥 44
2
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖4 = = -2,182
0,084 𝑥 24
2,182+(−2,182)
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖 = = 0
2

 Hari ke-2 :
1
(53−18) 𝑥 0,05 𝑥 44
2
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖3 = = 19,097
0,084 𝑥 24
1
(48−9) 𝑥 0,05 𝑥 44
2
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖4 = = 21,279
0,084 𝑥 24
19,097+21,279
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖 = = 20,188
2

 Hari ke-3 :
1
(53−40,5) 𝑥 0,05 𝑥 44
2
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖3 = = 6,82
0,084 𝑥 24
1
(48−21) 𝑥 0,05 𝑥 44
2
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖4 = = 14,732
0,084 𝑥 24
6,82+14,732
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖 = = 10,776
2

 Hari ke-4 :
1
(53−44,5) 𝑥 0,05 𝑥 44
2
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖3 = = 4,638
0,084 𝑥 24
1
(48−39) 𝑥 0,05 𝑥 44
2
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖4 = = 4,911
0,084 𝑥 24
4,638+4,911
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖 = = 4,774
2

 Hari ke-5 :
1
(53−29) 𝑥 0,05 𝑥 44
2
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖3 = = 13,095
0,084 𝑥 24
1
(48−19) 𝑥 0,05 𝑥 44
2
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖4 = = 15,823
0,084 𝑥 24
13,095+15,823
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖 = = 14,459
2
BAB V
PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini membahas tentang laju respirasi pada bahan hasil
pertanian. Bahan hasil pertanian yang dilakukan pengujian laju respirasinya ada
empat jenis buah yaitu kentang, pisang, jeruk, dan tauge. Phenolfetalein (pp) 1%
yang digunakan pada saat praktikum berguna sebagai indikator asam basa pada saat
proses titrasi. Phenolfetalein (pp) 1% dicampur dengan HCl 0.05 N. Respirasi
bahan hasil pertanian terjadi karena adanya O2 yang diserap oleh bahan. Selain O2,
suhu juga sangat berpengaruh pada saat proses respirasi.
Pengukuran respirasi pada bahan dilakukan selama lima hari yang bahan
digunakan didiamkan di suhu ruangan. Ca(OH)2 pada botol pertama berfungsi
untuk menarik CO2 dari udara luar, kemudian mengeluarkan O2 yang dialirkan
kedalam toples mengenai sampel yang diamati, output dari toples adalah CO2 yang
dihubungkan dengan selang ke botol berisi NaOH agar diikat. CO2 yang diikat oleh
NaOH menunjukan besarnya respirasi yang dilakukan. Karbondioksida tercampur
oleh NaOH sehingga dilakukan proses titrasi untuk mengetahui besarnya laju
respirasi pada bahan.
Agar hasil pengujian dapat optimal maka faktor-faktor penghambat perlu
diminimalisir, diantaranya seperti kurang rapatnya penutupan toples setelah
digunakan pada hari sebelumnya sehingga NaOH tercampur dengan udara dan
mengikat CO2 di udara, faktor selanjutnya adalah kesalahan pembacaan oleh
praktikan karena pengukuran dilakukan oleh praktikan yang berbeda untuk setiap
harinya. Grafik untuk botol keempat bahan tauge diperoleh hasil yang cukup
konstan karena sebagian besar hasil yang diperoleh mengalami kenaikan dan hanya
mengalami penurunan sekali dan selisihnya sangat kecil. Pada literatur yang ada
seharusnya hasil laju respirasi yang diperoleh tauge mengalami kenaikan tanpa
mengalami penurunan karena sifat dari tauge yang actively growth yang artinya laju
reaksi tauge terus mengalami kenaikan.
Pengaplikasian praktikum kali ini ke bidang keteknikan pertanian adalah
kita dapat mengetahui laju respirasi bahan hasil pertanian. Melalui laju respirasi
kita dapat mengetahui cara untuk mempertahankan mutu. Mutu dapat
dipertahankan dengan mengetahui kondisi yang tepat untuk bahan hasil pertanian.
Terdapat beberapa bahan hasil pertanian yang membutuhkan kondisi khusus untuk
mempertahankan mutunya. Semakin bagus mutu dari bahan hasil pertanian maka
akan menaikan ekonomi petani dan mengurangi kerugian atas kerusakan bahan
hasil pertanian akibat pasca panen.
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Kesimpulan pada praktikum kali ini adalah
1. Karakteristik fisiologis bahan hasil pertanian memengaruhi respirasi dan
metabolisme bahan hasil pertanian;
2. Komoditi bahan hasil pertanian dapat dibagi menjadi klimaterik,
nonklimakterik,actively growth, dan dormansi;
3. NaOH berfungsi untuk mengikat CO2 ; dan
4. Fungsi HCl adalah sebagai larutan asam agar dapat dijadikan patokan
dalam titrasi.
6.2 Saran
Saran pada praktikum kali ini adalah perdetail video penjelasan mengenai
praktikum, karena jika praktikum dilaksanakan secara daring maka akan sulit
untuk memvisualisasikan dalam pikiran.
DAFTAR PUSTAKA
Buba, F., Gidado, A., & Shugaba, A. 2013. Analysis of biochemical composition
of honey sampel from North-East Nigeria. Journal of Biochemistry and
Analytical Biochemistry, 2(3), 1-7.
Estien, Y. 2015. Kimia Fisika untuk Mahasiswa Kesehatan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Kamaluddin, M. J., & Handayani, M. N. 2018. Pengaruh Perbedaan Jenis
Hidrokoloid terhadap Karakteristik Fruit Leather Pepaya. Jurnal Edutech,
3(1), 26, 29-30.
Prasetyo, B. B., Purwadi, Rosyidi, D. 2013. Penambahan CMC (Carboxy Methyl
Cellulose) pada Pembuatan Minuman Madu Sari Buah Jambu Merah
(PsidiumGuajava) Ditinjau dari pH, Viskositas, Total Kapang dan Mutu
Organoleptik. (pp. 5). Malang : Universitas Brawijaya.
Silalahi, F. H., Hutabarat, R. C., Marpaung, A. E., & Napitupulu, B. 2007. Pengaruh
Sistem Lanjaran dan Tingkat Kematangan Buah terhadap Mutu Markisa
Asam. Jurnal Hortikultura, 17(1) : 47-49.

Anda mungkin juga menyukai