Anda di halaman 1dari 15

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Buah dan sayuran merupakan bagian dari makanan sehari hari,untuk

menunjang kebutuhan gizi makanan, sehingga perdagangan komoditi hortikultura

menjadi penting. Buah dan sayur setelah panen masih melakukan respirasi,

sehingga perlu penanganan yang benar dan selanjutnya perlu diketahui atau

dipelajari sifat-sifat fisiologinya.

Hortikultura, terutama sayuran merupakan sumber provitamin A, vitamin C,

dan mineral dan terutama dari kalsium dan besi. Selain hal tersebut sayuran juga

merupakan sumber serat yang sangat penting dalam menjaga kesehatan tubuh.

Sayuran juga dapat memberikan kepuasan terutama dari segi warna dan

teksturnya. Disisi lain sayuran adalah hasil pertanian yang apabila selesai dipanen

tidak ditangani dengan baik akan segera rusak.

Kerusakan ini terjadi akibat pengaruh fisik, kimiawi, mikrobiologi, dan

fisiologis (Hotton,1986). Walaupun perubahan ini pada awalnya menguntungkan

yaitu terjadinya perubahan warna, rasa, dan aroma tapi kalau perubahan ini terus

berlanjut dan tidak dikendalikan maka pada akhirnya akan merugikan karena

bahan akan rusak/busuk dan tidak dapat dimanfaatkan. Di Indonesia, hortikultura

yang tidak dapat dimanfaatkan diistilahkan sebagai kehilangan (losses)

mencapai 25-40% (Muhtadi,1995). Nilai ini sangat besar bila dibandingkan

dengan negara-negara maju.

Respirasi didefinisikan sebagai perombakan senyawa komplek yang

terdapat pada sel seperti pati, gula dan asam organik menjadi senyawa yang lebih
sederhana seperti karbondioksida, dan air, dengan bersamaan memproduksi energi

dan senyawa lain yang dapat digunakan sel untuk reaksi sintetis. Respirasi dapat

terjadi dengan adanya oksigen (respirasi aerobik) atau dengan tidak adanya

oksigen.

Laju respirasi yang dihasilkan merupakan petunjuk yang baik dari aktifitas

metabolis pada jaringan dan berguna sebagai pedoman yang baik untuk

penyimpanan hidup hasil panen. Jika laju respirasi buah atau sayuran diukur dari

setiap oksigen yang diserap atau karbondioksida dikeluarkan selama tingkat

perkembangan (development), pematangan (maturation), pemasakan (ripening),

penuaan (senescent), dapat diperoleh pola karakteristik repirasi.

Laju respirasi per unit berat adalah tertinggi untuk buah dan sayur yang

belum matang dan kemudian terus menerus menurun dengan bertambahnya umur.

Proses respirasi diawali dengan adanya penangkapan oksigen dari

lingkungan. Proses transport gas-gas dalam tumbuhan secara keseluruhan

berlangsung secara difusi. Oksigen yang digunakan dalam respirasi masuk ke

dalam setiap sel tumbuhan dengan jalan difusi melalui ruang antar sel, dinding sel,

sitoplasma dan membran sel.

Demikian juga halnya dengan karbondioksida yang dihasilkan respirasi

akan berdifusi ke luar sel dan masuk ke dalam ruang antar sel. Hal ini karena

membran plasma dan protoplasma sel tumbuhan sangat permeabel bagi kedua gas

tersebut. Setelah mengambil oksigen dari udara, oksigen kemudian digunakan

dalam proses respirasi dengan beberapa tahapan, diantaranya yaitu glikolisis,

dekarboksilasi oksidatif, siklus asam sitrat, dan transpor elektron.


Banyak sekali buah-buahan yang memperlihatkan kenaikan yang cepat

dalam respirasinya selama pematangan, termasuk salah satu diantaranya adalah

avokad. Secara konvensional buah-buahan ini disebut buah klimaterik. Klimaterik

adalah suatu pola perubahan dalam respirasi, atau dikenal juga dengan istilah

klimaterik respirasi. Cara yang umum digunakan untuk mengukur kecepatan

respirasi adalah dengan cara mengukur jumlah karbondioksida yang dihasilkan

atau jumlah gas oksigen yang digunakan. Namun demikian, jumlah oksigen yang

digunakan dalam proses respirasi sangan sedikit sehingga walaupun mungkin

dilakukan tetapi sulit dilakukan dalam pelaksanaannya.

Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pola respirasi dari

masing-masing buah dan sayur. Dan menentukan buah-buah mana yang tergolong

klimakterik dan non-klimakterik.

Manfaat dari praktikum ini adalah agar kita mengetahui prinsip pengukuran

laju respirasi yang berdasarkan pada jumlah CO2 yang diproduksi. Dan

mengetahui gambaran umum grafik jumlah produksi CO2 dari buah pisang dan

jeruk.
TINJAUAN PUSTAKA

POLA RESPIRASI

Respirasi adalah suatu proses pengambilan O2 untuk memecah senyawa-

senyawa organik menjadi CO2, H2O dan energi. Namun demikian respirasi pada

hakikatnya adalah reaksi redoks, dimana substrat dioksidasi menjadi CO2

sedangkan O2 yang diserap sebagai oksidator mengalami reduksi menjadi H2O

(Willet et al, 1982).

Laju respirasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

Ketersediaan substrat

Tersedianya substrat pada tanaman merupakan hal yang penting dalam

melakukan respirasi. Tumbuhan dengan kandungan substrat yang rendah akan

melakukan respirasi dengan laju yang rendah pula. Demikian sebliknya bila

substrat yang tersedia cukup banyak maka laju respirasi akan meningkat.

Ketersediaan Oksigen.

Ketersediaan oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun besarnya

pengaruh tersebut berbeda bagi masing-masing spesies dan bahkan berbeda antara

organ pada tumbuhan yang sama. Fluktuasi normal kandungan oksigen di udara

tidak banyak mempengaruhi laju respirasi, karena jumlah oksigen yang

dibutuhkan tumbuhan untuk berrespirasi jauh lebih rendah dari okseigen yang

tersedia dari udara.

Suhu.
Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan

faktor Q10, dimana umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap

kenaikan suhu sebesar 10oC, namun hal ini tergantung pada masing-masing

spesies

Tipe dan umur tumbuhan.

Masing-masing spesies tumbuhan memiliki perbedaan metabolsme, dengan

demikian kebutuhan tumbuhan untuk berespirasi akan berbeda pada masing-

masing spesies. Tumbuhan muda menunjukkan laju respirasi yang lebih tinggi

dibanding tumbuhan yang tua. Demikian pula pada organ tumbuhan yang sedang

dalam masa pertumbuhan. (Ingwa and Young, 1984)

Buah-buahan dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan laju

respirasinya, yaitu buah klimaterik dan buah non-klimaterik. Buah klimaterik

adalah buah yang memiliki kenaikan laju respirasi ke tingkat yang paling tinggi

sebelum pemasakan. Sebaliknya, buah non-klimaterik adalah buah yang tidak

mengalami kenaikan atau perubahan laju respirasi. Atau dalam kata lain, buah

klimaterik dapat pula diartikan sebagai buah yang cepat mengalami kerusakan

atau pembusukan, sedangkan buah non-klimaterik adalah buah yang tidak mudah

mengalami kerusakan pascapanen. Proses pematangan buah non-klimaterik terjadi

saat buah masih berada pada pohonnya, sedangkan buah klimaterik akan cepat

matang setelah buah dipanen (Winarno dan Aman, 1979). .

Buah-buahan non-klimaterik menghasilkan sedikit etilen dan tidak

memberikan respon terhadap etilen kecuali dalam hal penurunan kadar klorofil

(degreening) yang terjadi pada pada jeruk dan nanas (Delvin,1983).


Terdapat indikator yang dapat membedakan antara buah klimaterik dan non-

klimaterik, yaitu respon buah terhadap pemberian etilen yang merupakan gas

hidrokarbon yang secara alami dikeluarkan oleh buah-buahan dan mempunyai

pengaruh dalam peningkatan respirasi. Buah non-klimaterik akan merespon

terhadap pemberian etilen baik pada tingkat pra-panen maupun pada tingkat pasca

panen. Sedangkan buah klimaterik hanya akan memberikan respon terhadap

pemberian etilen apabila etilen diberikan pada saat buah berada pada tingkat pra-

klimaterik. Dan setelah kenaikan respirasi dimulai maka buah klimaterik tidak

akan peka lagi terhadap pemberian etilen. Buah-buahan dapat dikelompokkan

berdasarkan laju pernapasan mereka di saat pertumbuhan sampai fase senescene

menjadi kelompok buah-buahan klimakterik dan kelompok buah-buahan non

klimakterik (Biale dan Young, 1981).

Buah-buahan klimakterik yang sudah mature, selepas dipanen, secara normal

memperlihatkan suatu laju penurunan pernafasan sampai tingkat minimal, yang

diikuti oleh hentakan laju pernafasan yang cepat sampai ke tingkat maksimal,

yang disebut puncak pernafasan klimakterik (Biale dan Young, 1981).

Bila buah-buahan klimakterik berada pada tingkat maturitas kemrampo

yang tepat, dikspos selama beberapa saat dengan konsentrasi ethylene yang lebih

tinggi dari threshold minimal, maka terjadilah rangsangan pematangan yang tidak

dapat kembali lagi (irreversiable ripening).

Pada buah-buahan non klimakterik terjadi hal yang berbeda artinya tidak

memperlihatkan terjadinya hentakan pernafasan klimakterik. Meskipun buah-

buahan tersebut diekspose dengan kadar ethylene kecil saja, laju pernafasan, kira-
kira sama dengan kadar bila terekspose ethylene ruangan, kalau ada tingkatan laju

pernafasan hanya kecil saja. Tetapi segera setelah itu laju pernafasan kembali lagi

pada laju kondisi istirahat normal, bila kemudian ethylene nya ditiadakan. Dengan

ekspos ethylene terjadilah suatu respon yang kira-kira mirip dapat diamati. Dalam

suatu buah yang telah mature (tetapi belum matang) terjadilah perubahan

parameter yang dialami buah seperti mislnya degreening atau hilangnya warna

hijau (Endang,2005).

PENGARUH SUHU TERHADAP KECEPATAN RESPIRASI

Hasil-hasil pertanian sesudah dipanen masih melakukan proses pernafasan,

dan selama hasil-hasil tersebut masih bernafas, bahan masih disebut hidup. Jadi

buah-buahan, sayuran, biji-bijian dan hasil palawija adalah bahan yang masih

hidup walaupun telah dipetik dari pohonnya, karena masih melakukan pernafasan

serta metabolisme Respirasi adalah proses yang terjadi pada makhluk hidup

karena terjadi pembakaran karbohidrat (gula) oleh oksigen sehingga menghasilkan

energi dalam bentuk ATP. Respirasi dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain

adalah suhu lingkungan atau suhu tubuh makhluk hidup yang melakukan

respirasi.

Respirasi adalah suatu proses pengambilan O2 untuk memecah senyawa

senyawa organik menjadi CO2, H2O dan energi. (Lakitan, 2007).Respirasi

merupakan proses katabolisme atau penguraian senyawa organik menjadi

senyawa anorganik. (Lovelles, 1997).


Menurut Kays (1991), untuk beberapa produk hasil pertanian, dengan

kenaikan suhu penyimpanan sebesar 100C akan mengakibatkan naiknya laju

respirasi sebesar 2 sampai 2.5 kali, tetapi di atas suhu 350C laju respirasi akan

menurun karena aktivitas enzim terganggu yang menyebabkan terhambatnya

difusi oksigen.

Pengontrolan suhu untuk mengendalikan laju respirasi produk hasil pertanian

sangat penting artinya dalam usaha memperpanjang umur simpan produk tersebut.

Metode yang umum digunakan adalah penyimpanan dengan pendinginan karena

sederhana dan efektif. Menurut Broto (2003), prinsip penyimpanan dengan

pendinginan adalah mendinginkan lingkungan secara mekanis dengan penguapan

gas cair bertekanan (refrigerant) dalam sistem tertutup.

Pada waktu masih berada pada tanaman induknya, buah dan sayuran serta

bunga potong melangsungkan proses kehidupan dengan cara melakukan respirasi,

yaitu proses biologis yang menyerap oksigen untuk digunakan pada proses

pembakaran (oksidasi) dan kemudian menghasilkan energi dengan diikuti

pengeluaran sisa pembakaran berupa gas karbondioksida dan air. Setelah organ

dipanen ternyata buah, sayuran dan bunga potong masih melangsungkan proses

respirasi yang mencirikan bahwa organ panenan tersebut masih dalam keadaan

hidup.(Kader,1993).
METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Praktikum dilaksanakan di Laboratorium Kimia, Fakultas Teknologi

Pertanian, Universitas Papua, Manokwari pada hari Sabtu, 01 April 2017 pukul

08.00-10.00 WIT.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah desikator, labu erlenmeyer, pompa, pipet tetes,

pipet ukur, buret, labu lemak, selang dan pipa. Serta bahan yang digunakan adalah

pisang, jeruk, Ca(OH)2 jenuh, NaOH 0,01 N, NaOH 0,05 N, HCL 0,05 N,

indikator fenolftalin 1%.

Variabel Pengamatan

Variabel yang diamati pada praktikum kali ini adalah jumlah produksi CO2

dari buah pisang dan jeruk


PROSEDUR KERJA

Berikut prosedur kerja yang digunakan pada praktikum pengukura laju respirasi
buah dan sayur.

Alat dirangkai

Larutan dan sampel dimasukkan pada rangkaian alat dengan ketentuan

Pompa pada rangkaian alat dinyalakan

LarutanNaOH 0,05 N padalabu D dan E dipipet


masing-masing 1 ml dan dicampurkan

Larutan ditambahkan 2 tetes indicator fenolftalin

larutan dititrasi menggunakan HCl

Hasil dicatat

Langkah III hingga langkah VII diulangi setiap sekali dalam sehari selama 7 hari
dan catat hasil pengamatan.

Diagram alir prosedur kerja pengukuran laju respirasi buah dan sayur.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tabel 1. Hasil rata-rata pengukuran laju respirasi buah dan sayur (mg/kg/jam)
Sampel
Hari
Pisang Jeruk
1 11.10785729 3.161955353
2 50.40322581 8.32973155
3 45.03421065 7.606333079
4 9.166666667 -0.625
5 108.2593043 18.39967792
6 35.9402738 -1.269344522
7 40.71467473 3.174933038

120

100
produksi CO2 (mg/kg/jam)

80

60

40

20

0
1 2 3 4 5 6 7
-20
Waktu (Hari)

Sampel Pisang Sampel Jeruk

Gambar 1. Grafik hubungan antara waktu (hari) dengan produksi CO2 (mg/kg/jam)
Pembahasan

Pada praktikum pertama fisiologi dan teknologi pasca panen ini adalah

tentang menetukan pola respirasi. Respirasi adalah proses pemecahan komponen

organik (zat hidrat arang, lemak dan protein) menjadi produk lebih sederhana dan

energi. Aktivitas ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan energi sel agar tetap

hidup. Buah-buahan yang mengalami proses respirasi yang tinggi akan cepat

rusak. Rusaknya buah-buahan ini karena senyawa yang ada didalam buah-buahan

tersebut mengalami reaksi sehingga zat yang tertinggal didalam bahan tersebut

menjadi tidak stabil. Besarnya kecepatan reaksi ini ditandai dengan banyaknya

karbondioksida yang keluar dari buah-buahan tersebut yang juga dikenal dengan

istilah respirasi.

Pada praktikum ini, sampel yang digunakan adalah buah pisang dan jeruk.

Buah pisang termasuk buah klimaterik yaitu dalam proses perubahan dari

perkembangan buah menjadi kematian jaringan (senescence) ditandai dengan

peningkatan laju respirasinya (Ashari, 1995). Buah jeruk merupakan salah satu

buah non klimakterik disebut juga sebagai buah yang proses pematangannya tidak

diikuti dengan laju respirasi yang tinggi. Peningkatan laju respirasi ini bertujuan

untuk mensuplai kebutuhan ATP dan NADH untuk biosintesis etilen serta sintesis

protein dan enzim yang baru (Taiz dan Zeiger, 1991).

Peralatan yang dirancang menggunakan desikator dan erlenmeyer dimana

erlenmeyer pertama berisi larutan Ca(OH)2 jenuh dan erlenmeyer ke dua berisis

larutan NaOH 0,01 N dengan tujuan untuk mengikat gas CO2 yang terkandung

dalam udara yang dialirkan melalui pompa. Setelah melewati desikator tempat
buah gas CO2 yang diproduksi ketika proses resporasi buah akan diikat oleh

NaOH 0,05 lalu dilakukan dengan HCl 0,05 menggunakan indikator PP.

Berdasarkan data yang diperoleh, puncak peningkatan karbondioksida yang tinggi

adalah pada hari kelima. Berdasarkan grafik yang diperoleh, buah psang dan jeruk

memiliki bentuk kurva yang hampir sama yaitu menyerupai kurva klimakterik.

Pada buah yang tergolong klimaterik, proses respirasi yang terjadi selama

pematangan mempunyai pola yang sama yaitu menunjukkan peningkatan

karbondioksida yang mendadak. Sedangkan buah yang tergolong non klimakterik

proses respirasi karbondioksida yang dihasilkan tidak terus meningkat tetapi

langsung turun secara perlahan-lahan (Syarief et al, 1988). Perbedaan yang terjadi

dalam kurva yang dihasilkan dengan kurva klimaterik yang sebenarnya

disebabkan karena beberapa hal diantaranya kurang akuratnya penimbangan

maupun pengukuran sampel dan larutan yang digunakan. Selain itu juga karena

adanya kesalahan dari praktikan dalam melakukan proses praktikum seperti

kurang mahirnya praktikan dalam melakukan titrasi. Oleh karena itu, ketelitian

dan keterampilan dalam melaksanakan praktikum sangat diperlukan untuk

menghasilkan data yang akurat dan bagus.


PENUTUP

Kesimpulan

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi laju respirasi di antaranya adalah

pengaruh suhu dann tingkat kematangan buah. Dari grafik yang diperoleh

menunjukkan kedua kuva tersebut mempunyai bentuk yang sama, yaitu dalam

bentuk kurva klimakterik. Tentunya ini adalah hasil yang salah karena buah jeruk

adalah buah non-klimakterik yang seharusnya mempunyai kurva yang berbeda

dengan buah klimakterik.

Saran

Praktikan harus teliti dalam menganalisa terjadi perubahan dari masing

masing buah.

Praktikan juga harus membaca jumlah cairan HCL yang habis di titrasi,

pengukurannya dengan akurat.

Pada saat membersihkan erlemeyer juga sebaiknya setelah di cuci benar benar

di keringkan dan tidak ada cairan yang terdapat didalam erlemeyer sebelum

dilakukan titrasi.
DAFTAR PUSTAKA

Ashari, S., 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. UI-Press, Jakarta.

Biale and Young. 1981. Respiration and Ripening In Fruit-Retroprospect and


Prospect. In J Friend, MJC Rhodes, eds, Recent Advances In
The Biochemistry of Fruits and Vegetables. Academy press.
New York.

Broto, W., 2003. Teknologi Penanganan Pascapanen Buah untuk Pasar.


Agromedia Pustaka, Jakarta.

Fantastico. 1986. Fisiologi Pasca Panen. Gajah Mada University Press,


Yogyakarta.

Kader, A. A. 1992. Postharvest Biology and Technology of Horticultural Crops.

University of California. Davies.

Kays, S. J. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plant Products. Van

Nostrand Reinhold. New York. 255p.

Lakitan, B. 2007. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Raja Grafindo Persada,


Jakarta.

Syarief et al. 1989. Teknologi Penyimpanan Pangan. Jakarta : Penerbit Arcan.

Taiz L and Zeiger E. 1991. Plant Physiology. Tokyo. The Benyamin/Cumming


Publishing Company Inc. p: 219-247.

Winarno, F.G. dan M. Aman. 1979. Fisiologi Lepas Panen. Sustra Hudaya. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai