Anda di halaman 1dari 4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Respirasi adalah suatu proses pengambilan O2 untuk memecah senyawa-


senyawa organik menjadi CO2, H2O dan energi. Namun demikian respirasi pada
hakikatnya adalah reaksi redoks, dimana substrat dioksidasi menjadi CO2
sedangkan O2 yang diserap sebagai oksidator mengalami reduksi menjadi H2O
(Will et al, 1982). Laju respirasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain:

Ketersediaan substrat

Tersedianya substrat pada tanaman merupakan hal yang penting dalam melakukan
respirasi. Tumbuhan dengan kandungan substrat yang rendah akan melakukan
respirasi dengan laju yang rendah pula. Demikian sebliknya bila substrat yang
tersedia cukup banyak maka laju respirasi akan meningkat.

 Ketersediaan Oksigen.
Ketersediaan oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun besarnya
pengaruh tersebut berbeda bagi masing-masing spesies dan bahkan berbeda antara
organ pada tumbuhan yang sama. Fluktuasi normal kandungan oksigen di udara
tidak banyak mempengaruhi laju respirasi, karena jumlah oksigen yang dibutuhkan
tumbuhan untuk berrespirasi jauh lebih rendah dari okseigen yang tersedia dari
udara.

 Suhu.
Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan faktor
Q10, dimana umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan
suhu sebesar 10oC, namun hal ini tergantung pada masing-masing spesies

 Tipe dan umur tumbuhan.


Masing-masing spesies tumbuhan memiliki perbedaan metabolsme, dengan
demikian kebutuhan tumbuhan untuk berespirasi akan berbeda pada masing-
masing spesies. Tumbuhan muda menunjukkan laju respirasi yang lebih tinggi
dibanding tumbuhan yang tua. Demikian pula pada organ tumbuhan yang sedang
dalam masa pertumbuhan. (Ingwa and Young, 1984)

Buah-buahan dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan laju


respirasinya, yaitu buah klimaterik dan buah non-klimaterik. Buah klimaterik
adalah buah yang memiliki kenaikan laju respirasi ke tingkat yang paling tinggi
sebelum pemasakan. Sebaliknya, buah non-klimaterik adalah buah yang tidak
mengalami kenaikan atau perubahan laju respirasi. Atau dalam kata lain, buah
klimaterik dapat pula diartikan sebagai buah yang cepat mengalami kerusakan atau
pembusukan, sedangkan buah non-klimaterik adalah buah yang tidak mudah
mengalami kerusakan pascapanen. Proses pematangan buah non-klimaterik terjadi
saat buah masih berada pada pohonnya, sedangkan buah klimaterik akan cepat
matang setelah buah dipanen (Winarno dan Aman, 1979). .

Buah-buahan non-klimaterik menghasilkan sedikit etilen dan tidak


memberikan respon terhadap etilen kecuali dalam hal penurunan kadar klorofil
(degreening) yang terjadi pada pada jeruk dan nanas (Delvin,1983).
Terdapat indikator yang dapat membedakan antara buah klimaterik dan non-
klimaterik, yaitu respon buah terhadap pemberian etilen yang merupakan gas
hidrokarbon yang secara alami dikeluarkan oleh buah-buahan dan mempunyai
pengaruh dalam peningkatan respirasi. Buah non-klimaterik akan merespon
terhadap pemberian etilen baik pada tingkat pra-panen maupun pada tingkat pasca
panen. Sedangkan buah klimaterik hanya akan memberikan respon terhadap
pemberian etilen apabila etilen diberikan pada saat buah berada pada tingkat pra-
klimaterik. Dan setelah kenaikan respirasi dimulai maka buah klimaterik tidak
akan peka lagi terhadap pemberian etilen. Buah-buahan dapat dikelompokkan
berdasarkan laju pernapasan mereka di saat pertumbuhan sampai fase senescene
menjadi kelompok buah-buahan klimakterik dan kelompok buah-buahan non
klimakterik (Biale dan Young, 1981).Buah-buahan klimakterik yang sudah mature,
selepas dipanen, secara normal memperlihatkan suatu laju penurunan pernafasan
sampai tingkat minimal, yang diikuti oleh hentakan laju pernafasan yang cepat
sampai ke tingkat maksimal, yang disebut puncak pernafasan klimakterik (Biale
dan Young, 1981).

Bila buah-buahan klimakterik berada pada tingkat maturitas “kemrampo”


yang tepat, dikspos selama beberapa saat dengan konsentrasi ethylene yang lebih
tinggi dari threshold minimal, maka terjadilah rangsangan pematangan yang tidak
dapat kembali lagi (irreversiable ripening). Pada buah-buahan non klimakterik
terjadi hal yang berbeda artinya tidak memperlihatkan terjadinya hentakan
pernafasan klimakterik. Meskipun buah-buahan tersebut diekspose dengan kadar
ethylene kecil saja, laju pernafasan, kira kira sama dengan kadar bila terekspose
ethylene ruangan, kalau ada tingkatan laju pernafasan hanya kecil saja. Tetapi
segera setelah itu laju pernafasan kembali lagi pada laju kondisi istirahat normal,
bila kemudian ethylene nya ditiadakan. Dengan ekspos ethylene terjadilah suatu
respon yang kira-kira mirip dapat diamati. Dalam suatu buah yang telah mature
(tetapi belum matang) terjadilah perubahan parameter yang dialami buah seperti
mislnya degreening atau hilangnya warna hijau (Endang,2005).

Buah klimaterik adalah buah yang banyak mengandung amilum, seperti


pisang, mangga, apel dan alpokatyang dapat dipacu kematangannya dengan etilen.
Etilen endogen yang dihasilkan oleh buah yang telah matang dengan sendirinya
dapat memacu pematangan pada sekumpulan buah yang diperam. Buah
nonklimaterik adalah buah yang kandungan amilumnya sedikit, seperti jeruk,
anggur, semangka dan nanas(Danang. 2008).Pemberian etilen pada jenis buah ini
dapat memacu laju respirasi, tetapi tidak dapat memacu produksi etilen endogen
dan pematangan buah. Klimaterik merupakan suatu fase yang banyak sekali
perubahan yang berlangsung. Klimaterik juga diartikan sebagai suatu keadaan
„auto stimulation“ dalam buah sehingga buah menjadi matang yang disertai
dengan adanya peningkatan proses respirasi(Danang. 2008).Klimaterik merupakan
fase peralihan dari proses pertumbuhan menjadi layu, meningkatnya respirasi
tergantung pada jumlah etilen yang dihasilkan serta meningkatnya sintesis protein
dan RNA (Heddy, 1989)
Dapus

Heddy. 1989. Hortikultura. Andy offset. Yogyakarta.

Danang. 2008. Fotosintesis dan Respirasi (online)


.(http://www.indoskripsi.com. Diakses tanggal 14 April 2018)

Winarno dan Aman. 1979. Fisiologi lepas panen. Bogor : sastra hudaya.

Satuhu, S, dan A. Supriyadi. 1990. Pisang Budidaya Pengolahan dan


Prospek Pasar. Penebar Swadaya. Jakarta. 124 hal.

Prabawati, S., Suyanti., dan D. A. Setyabudi. 2008. Teknologi Pascapanen


dan Teknik Pengolahan Pisang. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Departemen Pertanian. 68 hlm.

Nuswamarhaeni dan Saptarini, 1999. Mengenal buah unggul Indonesia.


Penebar Swadaya. Jakarta. 341 hlm.

Tony Wijaya, 2013, Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis, Graha Ilmu,
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai