Anda di halaman 1dari 16

Laporan Praktikum

Fisiologi Pasca Panen

LAJU RESPIRASI

Nama : Zhalzha Natasya As Zhahra


NIM : G111 16 048
Kelas : Fisiologi Pasca Panen B
Kelompok : 5 (Lima)
Asisten : Dwi Wahyuni Haswin

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem pematangan buah secara komersial di Indonesia masih dilakukan

dengan metode dan teknologi tradisional. Kondisi lingkungan dan fisiologi bahan

dalam pematangan buatan (pengemposan) masih belum dikaji serta metode yang

digunakan belum terintegrasi serta sistemtis. Permasalahan pengkondisian

lingkungan maupun ruang penanganan pasca panen harus dilakukan dengan teliti

agar mutu produk dapat dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan pada kondisi

tertentu. Proses menjadi masak hasil tanaman banyak dihubungkan dengan

timbulnya etilen, perubahan zat-zat tertentu dan perubahan fisik tanaman. Etilen

adalah suatu senyawa kimia yang mudah menguap, yang dihasilkan selama proses

masaknya hasil tanaman (terutama buah-buahan dan sayuran). Produksi etilen erat

hubungannya dengan aktivitas respirasi. Aktivitas respirasi yaitu banyaknya

penggunaan oksigen pada prosesnya, karena apabila produksi etilen banyak maka

biasanya aktivitas itu meningkat dengan ditandai oleh meningkatnya penyerapan

oksigen oleh tanaman. namun demikian pemacu aktivitas respirasi oleh etilen dapat

dikatakan mempunyai sifat yang berbeda pada hasil tanaman klimaterik.

Peristiwa kimia dapat terjadi dengan adanya enzim-enzim seperti enzim-

enzim hidrolase, enzim pektinase, enzim amilase, dan enzim kinase yang terdapat

di dalam buah mentah. Kehadiran enzim tersebut diinduksi dari buah mentah

dengan bantuan gas etilen yang terpancar dari buah matang. Sebagai contoh, ketika

seseorang memeram buah mangga mentah di dalam wadah tertutup bersama buah

tomat matang. Buah tomat matang akan melepaskan gas etilen sehingga
menginduksi enzim di dalam buah mangga mentah. Adanya sinyal dari gas etilen

buah tomat matang akan ditransmisikan ke dalam buah mangga mentah sehingga ia

memberikan ekspresi berupa terinduksinya enzim-enzim seperti yang disebutkan di

atas. Dengan demikian, proses reaksi kimia pematangan buah akan berlangsung

segera setelah enzim muncul di dalam buah mentah. Melalui reaksi kimia yang

terjadi secara berangsur akan menyebabkan buah menjadi matang.

Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan praktikum laju respirasi untuk

mengetahui tingkat kecepatan respirasi pada tanaman bayam dan kentang dengan

perlakuan yang bereda beda.

1.2 Tujuan dan Kegunaan


Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui kerapatan jaringan dari

dua komuditi yaitu pisang kepok dan tanaman bayam. Sedangkan tujuan dari

praktikum adalah agar dapat mengetahui perbedaan kerapatan jaringan untuk

komuditi pisang kepok dan bayam.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Laju Respirasi


Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk daya simpan buah dan

sayuran sesudah dipanen. Intensitas respirasi dianggap sebagai ukuran laju jalannya

metabolisme, dan oleh karena itu sering dianggap sebagai petunjuk mengenai

potensi daya simpan buah dan sayuran. Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai

oleh umur simpan yang pendek. Hal itu juga merupakan petunjuk laju kemunduran

mutu dan nilainya sebagai bahan makanan (Yassin, dkk, 2013).

Pengukuran laju respirasi dari suatu komoditas pertanian yang telah dipanen

merupakan cara yang tepat untuk menentukan umur simpan. Laju respirasi dari

suatu produk pertanian sendiri dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksternal

dan faktor internal. Faktor eksternal antara lain suhu, etilen, ketersediaan O2, CO2,

senyawa pengatur pertumbuhan, dan luka pada buah. Sedangkan yang termasuk

kedalam faktor internal antara lain tingkat perkembangan, susunan kimiawi

jaringan, ukuran produk, pelapis alami dan jenis jaringan (Sarifah, 2014).

Laju respirasi pada komoditi panenan merupakan petunjuk aktivitas

metabolisme jaringan. Karena itu dapat berguna sebagai petunjuk panjang-

pendeknya periode penyimpanan komoditi panenan bersangkutan. Tingkat respirasi

pada buah dan sayuran dapat diukur dengan beberapa cara yaitu menentukan

jumlah subtrat (gula) yang hilang, menentukan jumlah gas oksigen yang

digunakan, menentukan gas karbondioksida yang dikeluarkan dan menentukan

jumlah energi (ATP) yang dihasilkan (Nofriati Desy dan Nur Asni, 2015).
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi laju respirasi dapat

dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor eksternal (faktor lingkungan) dan faktor

internal. Yang termasuk faktor lingkungan antara lain temperatur, komposisi udara

dan adanya kerusakan mekanik, Ketiga faktor ini merupakan faktor penting yang

dapat mempercepat laju respirasi. Sedangkan faktor internal antara lain jenis

komoditi (klimaterik atau non-klimaterik) dan tingkat kematangan atau tingkat

umurnya, akan menentukan pola respirasi yang spesifik untuk setiap jenis buah-

buahan dan sayuran (Sarifah, N., 2014).

Pola produksi etilen pada buah-buahan akan bervariasi tergantung pada tipe

atau jenisnya. Pada buah-buahan klimaterik, produksi etilen cenderung untuk naik

secara bertahap sesudah panen, sementara pada buah non-klimaterik produksi

etilennya tetap dan tidak memperlihatkan perubahan yang nyata. Laju respirasi dan

produksi etilen berhubungan erat dengan daya simpan produk, maka untuk

memaksimalkan umur simpan suatu produk kedua faktor ini harus diketahui

sebelum produk tersebut disimpan (Fransiska, dkk, 2013).

2.2 Buah Klimaterik


Buah berdasarkan kandungan amilumnya, dibedakan menjadi buah

klimaterik dan buah nonklimaterik. Buah klimaterik adalah buah yang banyak

mengandung amilum, seperti pisang, mangga, apel dan alpokat yang dapat dipacu

kematangannya dengan etilen. Etilen endogen yang dihasilkan oleh buah yang telah

matang dengan sendirinya dapat memacu pematangan pada sekumpulan buah yang

diperam. Buah nonklimaterik adalah buah yang kandungan amilumnya sedikit,

seperti jeruk, dan lainnya. Pemberian etilen pada jenis buah ini dapat memacu laju

respirasi, tetapi tidak dapat memacu pematangan buah (Maya, 2016).


Terdapat indikator yang dapat membedakan antara buah klimaterik dan non-

klimaterik, yaitu respon buah terhadap pemberian etilen yang merupakan gas

hidrokarbon yang secara alami dikeluarkan oleh buah-buahan dan mempunyai

pengaruh dalam peningkatan respirasi. Buah non-klimaterik akan merespon

terhadap pemberian etilen baik pada tingkat pra-panen maupun pada tingkat pasca

panen. Sedangkan buah klimaterik hanya akan memberikan respon terhadap

pemberian etilen apabila etilen diberikan pada saat buah berada pada tingkat pra-

klimaterik. Dan setelah kenaikan respirasi dimulai maka buah klimaterik tidak akan

peka lagi terhadap pemberian etilen. Buah-buahan dapat dikelompokkan

berdasarkan laju pernapasan mereka di saat pertumbuhan sampai fase senescene

menjadi kelompok buah klimakterik dan non klimakterik (Yassin, dkk, 2013).

Proses Klimaterik dan pematangan buah disebabkan adanya perubahan kimia

yaitu adanya aktivitas enzim piruvat dekanoksilase yang menyebabkan keanaikan

jumlah asetaldehid dan etanol sehingga produksi CO2 meningkat. Etilen yang

dihasilkan pada pematangan mangga akan meningkatkan proses respirasinya.

Misalnya adalah tahap dimana mangga masih dalam kondisi baik yaitu jika

sebagian isi sel terdiri dari vakuola (Merinda, dkk, 2010).

Produk yang termasuk respirasi klimaterik ditandai dengan produksi

karbohidrat meningkat bersamaan dengan buah menjadi masak dan diiringi pula

peningkatan produksi etilen. Saat produk mencapai masak fisiologi, respirasinya

mencapai klimaterik yang paling tinggi. Respirasi klimaterik dan proses pemasakan

dapat berlangsung pada saat buah masih di pohon atau telah dipanen. Pemanenan

dapat dilakukan ketika laju respirasi suatu produk sudah mencapai klimaterik. Hal
ini karena ketepatan pemanenan sangat mempengaruhi kualitas produk tersebut.

Produk yang dipanen terlalu muda pada produk buah-buahan menyebabkan

kematangan yang tidak sempurna sehingga kadar asamnya meningkat dan

menjadikan buah terasa masam. Untuk pemanenan yang terlalu tua menyebabkan

kualitas produk turun pada saat disimpan rentan pembusukan (Sarifah, 2014).

2.3 Non-Klimaterik
Buah dalam dua kategori, berdasarkan laju respirasi sebelum pemasakan,

yaitu klimaterik dan nonklimaterik. Buah klimaterik mempunyai peningkatan atau

kenaikan laju respirasi sebelum pemasakan, sedangkan buah non klimaterik tidak

menunjukan adanya kenaikan laju respirasi. Buah-buahan non-klimaterik

menghasilkan sedikit etilen dan tidak memberikan respon terhadap etilen kecuali

dalam hal degreening (penurunan kadar klorofil) pada jeruk dan nanas. Buah

klimakterik menghasilkan lebih banyak etilen pada saat matang dan mempercepat

serta lebih seragam tingkat kematangan pada saat pemberian etilen (Sarifah, 2014).

Jumlah CO2 yang dikeluarkan akan terus menurun, kemudian pada saat

mendekati senescene produksi CO2 kembali meningkat dan selanjutnya menurun

lagi. Buah-buahan yang melakukan respirasi semacam itu disebut buah klimaterik,

sedangkan buah-buahan yang jumlah CO2 yang dihasilkannya terus menurun secara

perlahan sampai pada saat senescene disebut buah non-klimaterik (Nofriati dan

Asni, 2015).

2.4 Diskripsi Tanaman Kentang


Menurut Hidayat (2014), Klasifikasi tanaman kentang yaitu sebagai berikut:

Kingdom : plantae
Divisio : Spermatophyta
Class : Dicotyledoneae

Ordo : Tubiflorae (Solanales, Personatae)

Family : Solanaceae

Genus : Solanum

Species : Solanum tuberosum L.

Kentang memiliki batang berwarna hijau, ungu, atau merah apabila

mengandung antosianin. Batang tanaman kentang memiliki dua tipe yaitu batang

yang tumbuh di atas tanah (aerial) dan batang yang tumbuh di bawah tanah

(underground). Batang yang tumbuh dibawah tanah terdiri dari stolon dan umbi

yang memiliki fungsi serupa dengan batang di atas tanah, namun setiap stolon

mengakhiri pertumbuhannya dengan membentuk umbi (Hidayat, 2014).

Tanaman kentang memiliki daun yang rimbun dan terletak berselang seling

pada batang tanaman, berbentuk oval dengan tulang daun menyirip dan ujung daun

yang runcing. Bunganya merupakan bunga sempurna, ukurannya kecil, memiliki

warna yang bervariasi kuning dan ungu, tumbuh pada katiak daun 3 teratas. Benang

sari bunga kentang berwarna kekuning-kuningan dan melingkarai tangkai putik,

kedudukannya bisa lebih rendah, sama, atau lebih tinggi dari kepala putik. Bunga

yang telah mengalami penyerbukan akan menghasilkan buah dan biji sebagai

reproduksi generative dari kentang (Handayani, 2011).

Umbi kentang merupakan umbi batang yang terbentuk dari pembesaran ujung

stolon; mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air. Bentuk

umbi, warna daging umbi, warna kulit umbi, dan mata tunas bervariasi menurut

varietas kentang. Umbi kentang berbentuk bulat, lonjong, meruncing, atau mirip
ginjal; memiliki ukuran kecil hingga besar. Mata tunas umbi terletak pada kulit

umbi tersusun spiral, jumlahnya berkisar 2-14 mata tunas (Handayani, 2013).

Tanaman kentang pada mulanya tumbuh di tempat yang berhawa dingin. Pada

perkembangan selanjutnya, kentang disebarluaskan ke daerah lain dan ternyata bisa

tumbuh dan berdaptasi di daerah-daerah beriklim sedang (subtropis). Kemudian,

meluas ke daerah tropis yang memiliki dua musim seperti Indonesia dan daerah-

daerah di sekitar garis khatulistiwa. Suhu udara yang ideal untuk kentang berkisar

antara 15-18oC pada malam hari dan 24-30oC pada siang hari. Kentang dapat

tumbuh subur di tempat-tempat yang cukup tinggi, seperti daerah pegunungan

dengan ketinggian sekitar 500-3000 m dpl. Namun, tempat yang ideal berkisar

antara 1.000-1.300 m dpl (Handayani, 2011).

2.5 Tanaman Bayam


Menurut Wahyuni, (2018) Klasifikasi ilmiah tanaman bayam adalah sebagai

berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermathopyta

Class : Angiospermae

Ordo : Caryophyllales

Famili : Amaranthaceae

Genus : Amaranthus

Species : Amaranthus spp.

Tanaman bayam mempunyai struktur batang, daun, bunga dan alat

reproduksi. Bagian batang pada bayam banyak mengandung air. Tanaman bayam

sangat mudah dikenali, yaitu berupa perdu yang tumbuh tegak, batangnya tebal
berserat dan ada beberapa jenisnya mempunyai duri. Daunnya biasa tebal atau tipis,

besar atau kecil, berwarna hijau atau ungu kemerahan (pada jenis bayam merah).

Bunganya berbentuk pecut, muncul di pucuk tanaman atau pada ketiak daunnya.

Alat reproduksi yang dimiliki oleh tanaman bayam umumnya dilakukan secara

generatif (biji)Bijinya berukuran sangat kecil berwarna hitam atau coklat dan

mengilap. Tanaman bayam merupakan salah satu jenis sayuran komersial yang

mudah diperoleh di setiap pasar, baik pasar tradisional maupun pasar swalayan.

Umumnya tanaman bayam dikonsumsi bagian daun dan batangnya. Di dalam 5

daun bayam terdapat cukup banyak kandungan protein, kalsium, zat besi, dan

vitamin yang dibutuhkan oleh manusia dan baik untuk kesehatan (Irma, 2016).

Tanaman bayam biasanya tumbuh di daerah tropis dan menjadi tanaman

sayur yang penting bagi masyarakat di dataran rendah. Bayam merupakan tanaman

yang berumur tahunan, cepat tumbuh serta mudah ditanam pada kebun ataupun

ladang. Bayam mempunyai daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan tumbuh,

sehingga dapat ditanam di dataran rendah sampai dataran tinggi. Hasil panen yang

optimal ditentukan oleh pemilihan lokasi penanaman. Lokasi penanaman harus

memperhatikan persyaratan tumbuh bayam, yaitu: keadaan lahan harus terbuka dan

mendapat mendapat sinar matahari serta memiliki tanah yang subur, gembur, serta

banyak mengandung bahan organik, tanahnya memiliki pH antara 6-7 dan tidak

tergenang oleh air (Wahyuni, 2018).

Bayam sangat toleran terhadap besarnya perubahan keadaan iklim. Faktor -

faktor iklim yang mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman antara lain:

ketinggian tempat, sinar matahari, suhu, dan kelembaban. Bayam dapat tumbuh di
dataran tinggi dan dataran rendah. Ketinggian tempat yang optimum untuk

pertumbuhan bayam yaitu kurang dari 1400 m dpl. Kondisi iklim yang dibutuhkan

untuk pertumbuhan bayam adalah curah hujan yang mencapai lebih dari 1-500

mm/tahun, cahaya matahari penuh, suhu udara berkisar 17-28°C, serta kelembaban

udara sekitar 50-60% (Irma, 2016).


BAB III
METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu


Pratikum Indeks limbah dilaksanakan di Laboratorium Ekofisiologi dan

Nutrisi Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar. Pada hari Selasa 30

Oktober 2018, pukul 08.00 – 09.40 WITA.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam praktikum adalah pisau, timbangan analitik, dan

alat tulis menulis. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan saat praktikum adalah

5 buah pisang kentang, dan 5 ikat bayam segar, kantong plastik gula, dan label.

3.3 Prosedur Kerja


Prosedur kerja Indeks limbah adalah sebagai berikut :

1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

2. Memotong akar untuk tanaman bayam.

3. Memasukkan bayam dan kentang kedalam kantong plastic gula dengan

memberi perlakuan berbeda, yaitu kontrol (suhu ruangan), kulkas, freezer,

dan gas buangan knalpot.

4. Memberi label pada masing-masing perlakuan.

5. Menimbang berat awal bayam dan kentang yang telah dibungkus dan diberi

label dengan menggunakan timbangan analitik.

6. Mencatat berat dari masing-masing perlakuan sebagai berat awal.

7. Mengamati dan mencatat warna, aroma, tekstur dan berat pada hari pertama

ketiga dan keenam.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan didapatkan hasil seebagai


berikut:
Tabel 1. Hasil Pengamatan Berat (gr)
Pengamatan Berat (gram)
No. Komoditi Perlakuan Ket.
Awal Hari ke-3 Akhir
Kontrol 62.9 58
Freezer 70.4 69 74
1 Bayam Klimaterik
Kulkas 68.4 66.74 64
Knalpot 70.1 61 57
Kontrol 64.1 64 64
Freezer 70.1 69 73 Non
2 Kentang
Kulkas 74.2 73.26 72 klimaterik
Knalpot 72.6 72 72
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2018

Tabel 2. Hasil Pengamatan Respirasi


Pengamatan
No. Perlakuan Komoditi Awal Hari ke-3 Akhir Ket.
Aroma Tekstur warna Aroma Tekstur Warna Aroma Tekstur warna
Agak Hijau Hijau
Bayam - Keras Hijau berair Busuk Berair Klimaterik
busuk kehitaman kehitaman
1 Kontrol
Coklat Coklat Coklat Non
Kentang - Keras - keras - keras
Muda muda muda Klimaterik
Hijau
Bayam - Keras Hijau Busuk Berair Hijau Busuk berair Klimaterik
kehitaman
2 Frezeer
Coklat Agak Agak Coklat Coklat Non
Kentang - Keras Busuk Lunak
Muda Busuk lunak muda muda Klimaterik
Sedikit Sedikit
Bayam - Keras Hijau - Hijau - Hijau Klimaterik
keras keras
3 Kulkas
Coklat Coklat Coklat Non
Kentang - Keras - Keras - Keras
Muda muda muda Klimaterik
Hijau Hijau
Bayam - Keras Hijau Busuk Berair Busuk Berair Klimaterik
kehitaman Kehitaman
4 Knalpot
Coklat Agak Coklat Berbau Coklat Non
Kentang - Keras - Mengerut
Muda lunak muda gas Tua Klimaterik
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2018
4.2 Pembahasan
Pengamatan laju respirasi dilakukan 3 kali selama 1 minggu, pada data hari

pertama diambil pada saat praktikum, data kedua pada ssat hari ketiga, dan terakhir

pada saat hari keenam, dengan beberapa parameter yaitu konrtol, kultas, freezer dan

gas buangan knalpot. Hal ini dilakukan untuk mengetahui tingkat laju respirasi dari

komuditi tanaman kentang dan bayam, serta bagaimana pengaruh penyimpanan

terhadap laju respirasi yang berlangsung.

Dari data tabel satu dapat diketahui kedua komuditi yaitu bayam dan kentang

mengalami penurunan berat (massa) pada saat penyimpanan dengan semua

perlakukan yang diberikan. Untuk komuditi bayam dengan berat awal sebesar 62.9

gram mengalami penurunan berat dari hari ketiga sebesar 60 gram dan pada hari

terakhir menurun lagi sebesar 57 gram.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi laju respirasi dapat

dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor eksternal (faktor lingkungan) dan faktor

internal. Yang termasuk faktor lingkungan antara lain temperatur, komposisi udara

dan adanya kerusakan mekanik, Ketiga faktor ini merupakan faktor penting yang

dapat mempercepat laju respirasi. Sedangkan faktor internal antara lain jenis

komoditi (klimaterik atau non-klimaterik) dan tingkat kematangan atau tingkat

umurnya, akan menentukan pola respirasi yang spesifik untuk setiap jenis buah-

buahan dan sayuran.


DAFTAR PUSTAKA

Fransiska Andre, Rofandi Hartanto, Budianto Lanya, Tamrin, 2013. Karakteristik


Fisiologi Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Penyimpanan
Atmosfer Termodifikasi. Jurnal Teknik Pertanian Lampung–Vol. 2,
No. 1, Feb-Mei: 1 -61

Handayani T, Basunanda, Murti, dan Sofiari, 2013. Perubahan Morfologi dan


Toleransi Tanaman Kentang Terhadap Suhu Tinggi. J. Hort.
23(4):318-328, 2013.

Handayani T, Eri Sofiari, dan Kusmana, 2011. Karakterisasi Morfologi Klon


Kentang di Dataran Medium. Buletin Plasma Nutfah Vol.17 No.2
Th.2011.

Hidayat Yudi S., 2014. Karakterisasi Morfologi Beberapa Genotipe Kentang


(Solanum Tuberosum) Yang Dibudidayakan Di Indonesia. Skripsi.
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Irma, Wirdati, 2016. Pengaruh Pemberian Timbal (Pb) Terhadap Morfologi Daun
Bayam (Amaranthus Tricolor L.). Jurnal Ipteks Terapan. Research Of
Applied Science And Education V9.I2 (179-184). Issn: 1979-9292

Maya Sari, 2016. Karakteristik Perubahan Terung Dengan Variasi Suhu


Penyimpanan. STEVIA. ISSN No. 2087-6939. Vol. VI No. 01-Januari
2016
Merinda Indryani, Filli Pratama, dan Daniel Saputra, 2010. Sifat Fisik Kimia
Mangga (Mangifera indica L) Selama Penyimpanan Dengan Berbagai
Metode Pengemasan. Junal Teknol Dan Industry Pangan. Vol XVIII
No 1.
Nofriati Desy dan Nur Asni, 2015. Pengaruh Jenis Kemasan, Dan Tingkat
Kematangan Terhadap Kualitas Buah Jeruk Selama Penyimpanan.
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian. Volume 12 No.2
September 2015 : 37 - 42

Sarifah, N., 2014. Kajian Laju Respirasi Dan Produksi Etilen Sebagai Dasar
Penentuan Waktu Simpan Sayuran Dan Buah-buahan. Jurnal
Bionatura, Vol. 4, No. 3, November 2002 : 148 – 156.

Wahyuni, Eka Puri, 2018. Mempelajari Karakteristik Pengeringan Bayam Hijau


(Amaranthus Tricolor L.). Skripsi. Universitas Lampung. Bandar
Lampung.
Yassin T., Rofandi, H., Agus, H., Tamrin. 2013. Pengaruh Komposisi Gas
Terhadap Laju Respirasi Pisang Janten Pada Penyimpanan Atmosfer
Termodifikasi. Jurnal Teknik Pertanian Lampung– Vol. 2, No. 3: 147
– 160.

Anda mungkin juga menyukai