Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIOLOGI TUMBUHAN
“Pemasakan Buah”

Nama : Annisa Fitriya


Nim : 1710211012
Kelompok : 5 (Lima)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Praktikum

Untuk mempercepat pemasakan buah menggunakan zat pengatur tumbuh dan


menentukan besarnya kosentrasi zat pengatur tumbuh dan menentukan besarnya
kosentrasi zat pengatur tumbuhan untuk memacu pematangan buah tertentu.

1.2 Dasar Teori

Buah-buahan mempunyai arti penting sumber vitamin, mineral, dan zat-zat lain dalam
menunjang kecukupan gizi. Buah-buahan dapat di konsumsi dalam keadaan mentah
maupun setelah matang. Buah yang dikonsumsi adalah buah yang telah mencapai tingkat
matang. Pematangan merupakan suatu proses perubahan yang terjadi pada buah meliputi
perubahan rasa, kualitas, warna dan tekstur. Pematangan berhubungan dengan perubahan
pati menjadi gula. Sifat pematangan buah ditentukan dengan melihat pola respirasi pada
buah tersebut. Hal tersebut dibedakan menjadi buah klimakterik dan buah non
klimakterik. Buah klimakterik merupakan buah yang apabila seudah dipanen akan
memasuki fase klimakterik yaitu peningkatan dan penurunan laju respirasi secara tiba-
tiba. Selama pematangan memancarkan etilen untuk meningkatkan laju respirasi (Satuhu,
2007).

Perkembangan buah dipengaruhi atau dikontrol oleh hormon, yaitu senyawa - senyawa
kimia yang disintesis pada suatu lokasi di dalam organisme, kemudian diangkut ke
tempat lain untuk selanjutnya bekerja melalui suatu cara yang spesifik pada konsentrasi
yang sangat rendah, untuk mengatur pertumbuhan, perkembangan atau metabolisme.
Senyawa-senyawa ini bukan suatu metabolit antara atau hasil suatu rangkaian reaksi yang
dipengaruhinya, dan biasanya aktif dalam konsentrasi yang sangat rendah. Beberapa
kelompok hormon telah diketahui dan beberapa diantaranya bersifat sebagai zat
perangsang pertumbuhan dan perkembangan (promoter), sedang yang lainnya bersifat
sebagai penghambat (inhibitor). Hormon tersebut adalah auksin, giberelin, sitokinin,
etilen, dan asam absisat (Winarno, 2002).

Hormon yang digunakan tumbuhan untuk melakukan proses pematangan yakni


menggunakan zat pengatur tumbuh (ZPT). Dimana, zat pengatur tumbuh (ZPT) selain
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman juga mempunyai beberapa kegunaan yang
lain yakni salah satunya adalah untuk memacu pemasakan buah. Zat pengatur tumbuh
(ZPT) tersebut ialah hormon Etilen (C2H4). Hormon etilen adalah jenis senyawa tidak
jenuh atau memiliki ikatan rangkap yang dapat dihasilkan oleh jaringan tanaman pada
waktu-waktu tertentu, dan pada suhu kamar etilen berbentuk gas. Senyawa ini dapat
menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan penting dalam proses pertumbuhan
tanaman dan pematangan hasil-hasil pertanian. Etilen adalah gas yang dapat digolongkan
sebagai hormon tanaman yang aktif dalam proses pematangan. Etilen disebut hormon
karena dapat memenuhi persyaratan sebagai hormon, yang dihasilkan oleh tanaman,
bersifat mobil dalam jaringan tanaman dan merupakan senyawa organik. Pada tahun 1959
diketahui, bahwa etilen tidak hanya berperanan dalam proses pematangan saja, tetapi juga
berperanan dalam mengatur pertumbuhan tanaman. Etilen merupakan senyawa karbon
sederhana yang tidak jenuh, bentuk gas, memiliki sifat fisiologis yang luas pada aspek
pertumbuhan, perkembangan dan penuaan tanaman. Etilen mempunyai rumus kimia
CH2=CH2 dengan besar molekul 28,05.

Secara tidak disadari, penggunaan etilen dalam proses pematangan sudah lama
dilakukan, jauh sebelum senyawa tersebut diketahui peranannya dalam proses
pematangan. Di Indonesia, pemeraman pisang yang masih hijau banyak dilakukan orang
dengan menggunakan karbit (CaC2). Karbit yang bercampur dengan air akan
menghasilkan gas asetilen (C2H2), yaitu senyawa yang hampir sama dengan etilen. Gas
asetilen inilah yang dapat membuat proses pengeraman pisang menjadi cepat. Selain
bertahun-tahun etilen dikenal sebagai hormon yang dapat memacu pematangan buah.
Namun ternyata kemudian dilaporkan bahwa tidak semua buah memberikan respon
terhadap etilen. Buah yang merespon terhadap etilen menunjukkan adanya peningkatan
laju respirasi yang terjadi sebelum fase pematangan. Hal ini dikenal sebagai respirasi
klimaterik. Buah yang mengandung amilum, seperti pisang, apel, alpukat, dan mangga,
pada umumnya mengalami respirasi klimaterik sehingga dipicu kematangannya dengan
etilen. Bahkan etilen endogen yang dihasilkan oleh buah yang telah matang dengan
sendirinya dapat memacu pematangan pada sekumpulan buah yang diperam. Sedangkan,
buah non klimaterik, seperti jeruk, anggur, semangka, dan nanas, pemberian etilen juga
dapat meningkatkan laju respirasi , akan tetapi perlakuan ini tidak memacu produksi
etilen endogen dan pematangan buah. Pada buah klimaterik respon etilen hanya
berpengaruh pada saat fase pre-klimaterik sedangkan pada buah nonklimaterik, aktivitas
respirasi dan pematangan dapat dipercepat pada semua fase tahap pematangan. Dengan
adanya etilen, proses respirasi akan berlangsung cepat dan ikut dalam proses reaksi
pemasakan. Semakin matang buah, produksi etilen semakin menurun. Adanya perlakuan
tertentu yang dapat mengurangi kandungan etilen disekitar buah dapat memperpanjang
umur simpan buah tersebut (Pantastico et.at., 1989). Laju respirasi merupakan indeks
untuk menentukan umur simpan buah-buahan setelah dipanen. Besarnya laju respirasi
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
seperti: tingkat perkembangan organ, susunan kimia jaringan, ukuran produk, adanya
pelapisan alami, dan karbon dioksida, senyawa pengatur pertumbuhan dan adanya luka
pada buah (Phan et al. 1986).

Menurut Phan et al. (1986) di dalam Pantastico (1986), besar kecilnya respirasi pada
buah dan sayuran dapat diukur dengan cara menentukan jumlah substrat yang hilang,
oksigen yang diserap, karbon dioksida yang dikeluarkan, panas yang dihasilkan dan
energi yang timbul. Untuk menentukan laju respirasi, cara yang umum digunakan adalah
dengan pengukuran laju penggunaan O2 atau dengan penentuan laju pengeluaran CO2
Berdasarkan pola respirasinya, buah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu buah klimakterik
dan buah non-klimakterik. Buah klimakterik mengalami kenaikan CO 2 secara mendadak
dan mengalami penurunan dengan cepat setelah proses pematangan terjadi, sedangkan
buah non-klimakterik tidak terjadi kenaikan CO2 dan diikuti dengan penurunan CO2
dengan cepat. Klimakterik ditandai dengan adanya proses waktu pematangan yang cepat
dan peningkatan respirasi yang mencolok serta perubahan warna, citarasa, dan teksturnya
(Rhodes, 1970).

Menurut Rhodes (1970), pada awal perkembangan buah, kandungan pati meningkat
terus dan setelah mencapai maksimum, makin tua buah kandungan pati makin menurun.
Penurunannya disebabkan oleh perubahan pati menjadi gula yang digunakan untuk
kegiatan respirasi. Rasa manis setelah buah masak, ditentukan oleh adanya gula hasil
degradasi pati yang menjadi gula yang lebih sederhana yaitu sukrosa, glukosa, dan
fruktosa (Paul dan Palmer, 1981). Daging buah yang masih mentah memiliki rasa sepet
yang disebabkan oleh senyawa tanin. Selama proses pemasakan buah rasa sepet
berangsur-angsur kurang, hal ini disebabkan kandungan tanin aktif menurun pada buah
yang masak (Stover, 1987).
BAB II

METODOLOGI

2.1 Alat dan Bahan

1. Gelas ukur

2. Batang pengaduk

3. Beaker glass

4. Kertas koran

5. Karet gelang

6. Tempat untuk menyimpan buah

7. Buah pisang dan mangga yang telah matang fisiologis.

2.2 Skema Cara Kerja

1. Menyiapkan satu sisir buah pisang dan buah mangga yang telah masak secara
fisiologis.

2. Setelah itu, memotong sisir buah hingga terdiri dari dua buah pisang.

3. Menimbang 50 ppm karbit, 75 ppm karbit, dan 100 ppm karbit.

4. Setelah itu mengukur air sebanyak 2 L atau 2000 ml.

5. Selanjutnya, memasukkan karbit yang telah ditimbang ke dalam air yang telah
diukur.

6. Mengaduk air tersebut agar karbit tidak mengental.

7. Selanjutnya, memasukkan buah mangga dan buah pisang kedalam air yang sudah
diberi karbit dan mendiamkan selama 5 menit.
8. Setelah 5 menit kemudian mentiriskan buah mangga dan buah pisang serta
mengkeringkan buah tersebut hingga kulit buah berwarna putih.

9. Setelah permukaan buah kering, kemudian membungkus buah tersebut dengan


menggunakan kertas koran.

10. Meletakkan buah mangga dan pisang yang telah dibungkus dengan menggunakan
kertas koran pada tempat penyimpanan.

11. Melakukan pengamatan setiap hari dan mencatat perubahan yang terjadi pada
masing-masing perlakuan.

2.3 Dokumentasi Cara Kerja

No. Dokumentasi Cara Kerja Keterangan

1. Menyiapkan alat dan bahan yang


dibutuhkan dalam praktikum pematangan
buah.

2. Menimbang karbit sebanyak 100 ppm


dengan menggunakan neraca.
3. Memasukkan karbit yang telah ditimbang
kedalam wadah yang telah berisikan air
sebanyak 2 L.

4. Mengaduk karbit yang telah dimasukkan


kedalam air agar tidak mengental.

5. Memasukkan buah mangga dan buah pisang


kedalam air yang sudah diberi karbit dan
mendiamkan selama 5 menit.

6. Setelah 5 menit, selanjutnya mentiriskan


buah mangga dan buah pisang serta
mengkeringkan buah tersebut hingga kulit
buah berwarna putih.

7. Setelah permukaan buah kering, kemudian


membungkus buah tersebut dengan
menggunakan kertas koran.
8. Melakukan pengamatan setiap hari dan
mencatat perubahan yang terjadi pada
masing-masing perlakuan selama 4 hari.
BAB III

HASIL PENGAMATAN

3.1 Tabel Hasil Pengamatan

1. Buah pisang
Hari 50 ppm 75 ppm 100 ppm
1 Warna : hijau Warna : hijau Warna : hijau
Bau : tidak berbau Bau : gas etilen Bau : gas etilen
Tekstur : masih keras/ Tekstur : masih keras/ Tekstur : masih keras/
mentah mentah mentah
2 Warna : hijau Warna : hijau Warna : hijau agak
Bau : sedikit berbau Bau : gas etilen putih
pisang matang Tekstur : masih keras/ Bau : gas etilen
Tekstur : tidak terlalu mentah Tekstur: keras/mentah
keras
3 Warna : hijau Warna : hijau Warna : hijau
Bau : sedikit berbau Bau : gas etilen Bau : gas etilen
pisang matang Tekstur: agak lunak Tekstur: lembut
Tekstur : tidak terlalu
keras
4 Warna : hijau Warna : hijau Warna : hijau
Bau : sedikit berbau Bau : agak manis Bau : gas etilen
pisang matang Tekstur : agak lunak Tekstur: lembut dan
Tekstur : tidak terlalu mulai masuk ke fase
keras pematangan

2. Buah mangga
Hari 50 ppm 75 ppm 100 ppm
1 Warna : hijau Warna : hijau Warna : hijau
Bau : tidak berbau Bau : gas etilen Bau : gas etilen
Tekstur : keras Tekstur : masih keras/ Tekstur : masih keras/
mentah mentah
2 Warna : hijau Warna : hijau Warna : hijau
Bau : tidak berbau Bau : gas etilen kekuningan
Tekstur : keras Tekstur : masih keras/ Bau : gas etilen
mentah Tekstur : agak lembut
3 Warna : agak kuning Warna : hijau Warna : hijau
Bau : sedikit berbau Bau : gas etilen kekuningan
mangga matang Tekstur : agak lunak Bau : gas etilen
Tekstur : agak tidak Tekstur : lembut sudah
terlalu keras matang
4 Warna : agak kuning Warna : hijau Warna : hijau
Bau : sedikit berbau Bau : agak manis kekuningan
mangga matang Tekstur : agak lunak Bau : gas etilen
Tekstur : agak tidak Tekstur : lembut sudah
terlalu keras matang

3.2 Dokumentasi

1. Buah pisang
Konsentrasi Sebelum Sesudah
50 ppm
75 ppm

100 ppm

2. Buah mangga
Konsentrasi Sebelum sesudah
50 ppm

75 ppm
100 ppm
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada praktikum yang telah dilakukan yakni tentang “Pemasakan Buah” terdapat
beberapa tujuan. Dimana tujuan tersebut yakni setelah melakukan praktikum ini diharapkan
mahasiswa dapat mengetahui tentang pemasakan buah menggunakan zat pengatur tumbuh.
Dan mahasiswa juga dapat menentukan besarnya konsentrasi zat pengatur tumbuhan unuk
memacu pematangan buah tertentu. Sehingga, berdasarkan tujuan tersebut pada praktikum
kali ini menggunakan buah mangga dan pisang yang telah matang secara fisiologis, serta juga
menggunakan karbit sebagai zat pengatur tumbuh dan befungsi untuk mematangkan buah.
Berikut penjelasan tentang hasil pengamatan yang telah dilakukan:

4.1 Hasil Pengamatan

Praktikum yang dilakukan tentang pemasakan buah yakni dalam pengamatannya


melakukan berbagai konsentrasi yakni pada konsentrasi yang pertama menggunakan 50
ppm, kemudian menggunakan konsentrasi 75 ppm, dan konsentrasi yang ketiga yakni
menggunakan 100 ppm. Dimana, seluruh konsentrasi tersebut menggunakan prosedur
kerja yang sama. Pada prosedur kerja yang dilakukan yakni pertama menyiapkan alat dan
bahan. Kemudian kedua, menyiapkan satu sisir buah pisang dan buah mangga yang telah
masak secara fisiologis. Selanjutnya, memotong sisir buah tersebut hingga terdiri dari
buah pisang. Setelah itu, menimbang karbit menggunakan neraca dengan menyesuaikan
konsentrasi yakni 50 ppm, 75 ppm, dan 100 ppm. Tahap berikutnya, mengukur air
sebanyak 2 L dan kemudian memasukkan karbit yang telah ditimbang pada air tersebut
dengan hati-hati karena karbit adalah benda yang cukup berbahaya jika terkena pada
anggota tubuh. Setelah karbit dimasukkan kedalam air kemudian mengaduknya agar
karbit tidak mengental. Setelah itu memasukkan buah mangga dan buah pisang kedalam
air yang sudah diberi karbit serta mendiamkan selama 5 menit. Setelah 5 menit kemudian
mentiriskan buah mangga dan buah pisang serta mengkeringkan buah tersebut hingga
kulit buah berwarna putih. Setelah permukaan buah kering, kemudian membungkus buah
tersebut dengan menggunakan kertas koran dan menyimpannya pada tempat
penyimpanan yang tertutup. Selanjutnya, melakukan pengamatan setiap hari dan
mencatat perubahan yang terjadi pada masing-masing perlakuan. Melakukan pengamatan
tersebut yakni selama 4 hari.

Hasil yang diperoleh berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan dengan


menggunakan berbagai konsentrasi yakni, buah pisang yang diberi karbit dengan
konsentrasi 50 ppm pada pengamatan hari pertama warna kulit buahnya tetap berwarna
hijau atau tidak ada perubahan, kemudian tidak berbau dan teksturnya keras. Kemudian,
pada pengamatan hari kedua buah pisang masih berwarna hijau, dan tetap tidak berbau,
serta teksturnya masih keras. Selanjutnya pada pengamatan hari ketiga warna kulit buah
pisang masih berwarna hijau, dan sudah sedikit berbau pisang yang hampir matang, serta
teksturnya tidak terlalu keras. Dan pada pengamatan hari keempat yakni kulit buah pisang
tetap berwarna hijau atau tidak mengalami perubahan, namun sudah terdapat aroma buah
pisang yang sedikit menyengat sehingga menandakan buah pisang hampir matang, serta
tekstur buah pisang sudah tidak terlalu keras. Selanjutnya, hasil yang diperoleh pada buah
pisang yang diberi karbit dengan konsentrasi 75 ppm pada pengamatan hari pertama
warna kulit buahnya berwarna hijau, kemudian tidak berbau dan teksturnya keras.
Kemudian, pada pengamatan hari kedua kulit buah pisang masih berwarna hijau, dan
tetap tidak berbau aroma pisang namun berbau gas etilen, serta teksturnya masih keras.
Selanjutnya pada pengamatan hari ketiga warna kulit buah pisang masih berwarna hijau,
dan baunya masih tetap sama seperti hari kedua yakni berbau gas etilen, serta teksturnya
sudah tidak terlalu keras. Serta, pada pengamatan hari keempat yakni kulit buah pisang
tetap berwarna hijau atau tidak mengalami perubahan, dan aroma buah pisang tetap tidak
berubah yakni tidak beraroma buah pisang melainkan beraroma gas etilen, serta tekstur
buah pisang sudah tidak terlalu keras. Dan hasil yang diperoleh pada buah pisang yang
diberi karbit dengan konsentrasi 100 ppm pada pengamatan hari pertama warna kulit
buahnya berwarna hijau, kemudian tidak berbau dan teksturnya keras. Kemudian, pada
pengamatan hari kedua kulit buah pisang berwarna hijau agak putih karena pengaruh dari
karbit, dan tetap tidak berbau aroma pisang namun berbau gas etilen, serta teksturnya
masih keras. Selanjutnya pada pengamatan hari ketiga warna kulit buah pisang masih
berwarna hijau, dan baunya masih tetap sama seperti hari kedua yakni berbau gas etilen,
serta teksturnya sudah tidak terlalu keras atau sudah memasuki fase pematangan. Dan
pada pengamatan hari keempat yakni kulit buah pisang tetap berwarna hijau atau tidak
mengalami perubahan, dan aroma buah pisang tetap tidak berubah yakni tidak beraroma
buah pisang melainkan beraroma gas etilen, serta tekstur buah pisang sudah tidak terlalu
keras karena sudah memasuki fase pematangan buah.

Hasil yang diperoleh berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan dengan


menggunakan berbagai konsentrasi yakni, buah mangga yang diberi karbit dengan
konsentrasi 50 ppm pada pengamatan hari pertama warna kulit buahnya tetap berwarna
hijau, kemudian tidak berbau dan teksturnya keras. Kemudian, pada pengamatan hari
kedua buah mangga masih berwarna hijau, dan tetap tidak berbau, serta teksturnya masih
keras. Selanjutnya pada pengamatan hari ketiga warna kulit buah mangga sudah berwarna
agak kekuningan, dan sudah sedikit berbau mangga yang hampir matang, serta teksturnya
tidak terlalu keras. Dan pada pengamatan hari keempat yakni kulit buah mangga
berwarna hijau kekuningan, dan sudah terdapat aroma buah pisang yang sedikit
menyengat sehingga menandakan buah pisang hampir matang, serta tekstur buah pisang
sudah tidak terlalu keras. Selanjutnya, hasil yang diperoleh pada buah mangga yang
diberi karbit dengan konsentrasi 75 ppm pada pengamatan hari pertama warna kulit
buahnya berwarna hijau, kemudian tidak berbau dan teksturnya keras. Kemudian, pada
pengamatan hari kedua kulit buah mangga masih berwarna hijau, dan tetap tidak berbau
aroma mangga namun berbau gas etilen, serta teksturnya masih keras. Selanjutnya pada
pengamatan hari ketiga warna kulit buah mangga masih berwarna hijau, dan baunya
masih tetap sama seperti hari kedua yakni berbau gas etilen, serta teksturnya sudah tidak
terlalu keras. Serta, pada pengamatan hari keempat yakni kulit buah mangga tetap
berwarna hijau, dan aroma buah mangga menjadi agak manis seperti bau mangga, serta
tekstur buah mangga sudah tidak terlalu keras. Dan hasil yang diperoleh pada buah
mangga yang diberi karbit dengan konsentrasi 100 ppm pada pengamatan hari pertama
warna kulit buahnya berwarna hijau, kemudian tidak berbau dan teksturnya keras.
Kemudian, pada pengamatan hari kedua kulit buah mangga berwarna hijau agak
kekuningan, dan berbau gas etilen, serta teksturnya sudah tidak terlalu keras. Selanjutnya
pada pengamatan hari ketiga warna kulit buah mangga masih berwarna hijau kekuningan,
dan baunya masih tetap sama seperti hari kedua yakni berbau gas etilen, serta teksturnya
sudah tidak terlalu keras atau sudah memasuki fase pematangan. Dan pada pengamatan
hari keempat yakni kulit buah mangga berwarna hijau kekuningan, dan aroma buah
mangga tetap tidak berubah yakni tidak beraroma buah mangga melainkan beraroma gas
etilen, serta tekstur buah mangga sudah lembut karena sudah memasuki fase pematangan
buah.

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah diperoleh bahwasanya terdapat perbedaan


pada laju pematangan yang dialami oleh masing-masing buah. Hal tersebut terjadi karena
konsentrasi karbit yang digunakan berbeda-beda. Jika dalam melakukan proses
pematangan buah menggunakan kalsium karbida (karbid) dengan konsentrasi yang lebih
besar atau dalam pengamatan menggunakan konsentrasi 100 ppm, maka laju pematangan
buah akan lebih cepat dibandingkan menggunakan konsentrasi karbid dengan 50 ppm dan
75 ppm. Hasil pengamatan tersebut selaras dengan sumber literatur yang diperoleh.
Dimana, menurut literatur yakni proses pemasakan buah akan lebih cepat
jika konsentrasi yang digunakan lebih besar. Namun, dalam proses
mematangkan buah menggunakan karbit yang terlalu banyak, maka
akan mengakibatkan buah lebih cepat busuk. Semakin banyak
menggunakan karbit, maka semakin sedikit umur simpan buah.
Sehingga. dalam melakukan proses pematangan buah menggunakan
karbid harus menyesuaikan banyak sedikitnya buah (Darsana, 2006).

4.2 Perbandingan Konsentrasi warna, Bau, Bahan, dan Laju Pematangan

Pada proses pemasakan buah yang dilakukan pada praktikum kali ini yakni
menggunkan teknik pemeraman. Teknik pemeraman adalah suatu teknik pemasakan buah
menggunakan stimulasi pematangan dengan memerlukan peranan dari gas etilen, karbit,
dan ethrel/ethepon. Zat-zat perangsang pematangan ini akan memicu kerja etilen pada
buah untuk kemudian memicu proses pematangan pada buah tersebut . Proses
pematangan buah dengan cara diperam yakni memerlukan kalsium
karbida (kalsium karbit) untuk menghasilkan gas etilen yang
merambat dari molekul ke molekul. Sehingga, buah yang telah diberi
kalsium karbida dan diberi suatu perlakuan khusus maka buah akan
matang. Karbit yang terkena uap air akan menghasilkan gas etilen
yang memiliki struktur kimia mirip dengan etilen alami, zat yang
membuat proses pematangan di kulit buah. Proses fermentasi
berlangsung serentak sehingga terjadi pematangan merata (Sahutu.
2005). Pada praktikum yang dilakukan yakni melakukan proses
pemasakan buah dengan menggunakan beberapa konsentrasi yang
berbeda yakni 50 ppm, 75 ppm, dan 100 ppm. Dan masing-masing
konsentrasi tersebut terdapat perbedaan baik dari warna, bentuk, dan
bau. Pada buah pisang dan mangga yang diberi konsentrasi dengan
jumlah yang sama yakni mengalami proses pematangan lebih cepat
dengan menggunakan konsentrasi 100 ppm. Dimana, pada buah yang
diberi konsentrasi 100 ppm yakni mengalami perubahan warna, bau,
dan tekstur yang lebih cepat. Sedangkan, pada buah yang diberi
konsentrasi 50 ppm dan 75 ppm tidak terlalu mengalami perubahan
warna, bau, dan tekstur yang lebih signifikan. Kemudian berdasarkan
laju pematangannya yakni buah pisang lebih sulit matang
dibandingkan buah mangga yang laju pematangannya lebih cepat. Hal
tersebut telah dibuktikan dengan pengamatan. Dimana, pada buah
pisang dengan menggunakan konsentrasi 50 ppm, 75 ppm dan 100
ppm belum terjadi perubahan hingga hari kedua baik dari warna, bau,
dan tekstur. Namun, pada hari ketiga dan keempat sudah mengalami
perubahan pada tekstur buahnya saja. Dimana, tekstur buah
mengalami perubahan yakni menjadi lebih lembut. Sedangkan, pada
buah mangga laju pematangannya lebih cepat dibandingkan buah
pisang dengan menggunakan konsentrasi yang sama yakni 50 ppm, 75
ppm, dan 100 ppm. Hal tersebut telah dibuktikan bahwasanya buah
mangga pada konsentrasi 50 ppm dan 75 ppm pada hari pertama dan
kedua tidak mengalami perubahan. Namun pada konsentrasi 100 ppm
buah mangga pada hari pertama tidak mengalami perubahan dan hari
kedua kulit buah mangga mulai menguning. Kemudian, pada buah
mangga untuk seluruh konsentrasi mengalami perubahan pada hari
ketiga dan keempat yakni kulit buah sudah berwana hijau kekuningan
dan sedikit berbau mangga, serta tekstur sudah mulai lembut atau
menandakan buah mengalami fase pematangan.

Berdasarkan pernyaataan diatas bahwasanya proses pemasakan


buah akan lebih cepat jika konsentrasi yang digunakan lebih besar.
Selain itu, menurut literatur yang didapat bahwasanya proses
pemasakan buah dengan menggunakan teknik pemeraman yakni
memerlukan waktu kurang lebih 7 hari untuk mematangkan buah dan
juga dalam menggunakan karbit yakni menyesuaikan banyaknya buah.
Apabila dalam proses mematangkan buah menggunakan karbit yang
terlalu banyak, maka akan mengakibatkan buah lebih cepat busuk.
Semakin banyak menggunakan karbit, maka semakin sedikit umur
simpan buah (Darsana, 2006).

4.3. Proses Pematangan Buah

Secara alami, tanaman memproduksi hormon etilen untuk


mematangkan buah. Etilen merupakan senyawa hidrokarbon tidak
jenuh yang pada suhu kamar berbentuk gas. Senyawa ini dapat
menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan penting dalam proses
pertumbuhan dan pematangan hasil-hasil pertanian. Dalam keadaan
normal, etilen akan berbentuk gas dan struktur kimianya sangat
sederhana sekali. Di alam etilen akan berperan apabila terjadi
perubahan secara fisiologis pada suatu tanaman. Hormon ini akan
berperan dalam proses pematangan buah dalam fase klimaterik
(Kartasapoetra, 1994). Proses pemasakan buah secara alami akan
berlangsung dengan bertahap. Dimana, proses pemasakan buah
memerlukan udara dan menghasilkan gas CO2. Apabila gas CO2
bereaksi dengan air (H2O) maka akan terbentuk etilen (C2H4). Oleh
karena itu apabila buah sedang mengalami pemasakan, kandungan
etilen di sekitar masa bahan akan semakin meningkat. Konsentrasi
gas etilen di udara normal hanya 0,01 ppm, jika udara dalam ruang
atau tempat penyimpanan buah klimaterik konsentrasi gas etilen
mencapai 0,1 hingga 1 ppm maka sudah dapat memicu proses
pemasakan buah (Syarief, 1988). Namun, proses pematangan buah
secara alami dianggap oleh petani dan pedagang sangat lama
sedangkan permintaan di pasar sangat melimpah. Sehingga, banyak
petani atau pedagang yang mematangkan buahnya dengan cara
diperam.
Proses Pemeraman dilakukan oleh para pedagang dan petani agar buah mencapai
tingkat kematangan yang seragam serta sifat fisik dan kimia yang seragam pada saat
buah sampai di tangan konsumen. Stimulasi pematangan sering dilakukan dengan gas
etilen, karbit, dan ethrel/ethepon. Zat-zat perangsang pematangan ini akan memicu kerja
etilen pada buah untuk kemudian memicu proses pematangan pada buah tersebut. Proses
pematangan buah dengan cara diperam yakni memerlukan kalsium
karbida (kalsium karbit) untuk menghasilkan gas etilen yang
merambat dari molekul ke molekul. Sehingga, buah yang telah diberi
kalsium karbida dan diberi suatu perlakuan khusus maka buah akan
matang. Karbit yang terkena uap air akan menghasilkan gas asetilen
yang memiliki struktur kimia mirip dengan etilen alami, zat yang
membuat proses pematangan di kulit buah. Proses fermentasi
berlangsung serentak sehingga terjadi pematangan merata. Secara
alami karbohidrat dalam kandungan daging buahnya berubah
menjadi glukosa, yang membuat rasa manis dan melunak.
Dibandingkan dengan hasil karbitan, zat pati berkurang, sehingga
kemanisan juga menjadi berkurang. Idealnya, buah memang matang
di pohon. Dikhawatirkan gas dari karbit menempel di kulit dan diserap
ke dalam daging buah. Jika tertelan, menimbulkan dampak
berbahaya. Tetapi kandungan vitamin dan mineral tidak mengalami
perubahan. Perlu diketahui juga buah yang dikarbit selain rasanya
kurang manis, juga gampang busuk. Sementara buahnya terlihat
matang dan kuning. Efek lain juga dapat menimbulkan bercak pada
kulit sehingga tampilan buah menjadi kurang menarik.
4.4 Fungsi dan Pengaruh Gas Etilen sebagai Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)

Konsep zat pengatur tumbuh (ZPT) diawali dengan konsep hormon tanaman. Hormon
tanaman adalah senyawa-senyawa organik tanaman yang dalam konsentrasi yang rendah
mempengaruhi proses-proses fisiologis. Proses-proses fisiologis ini terutama tentang
proses pertumbuhan, differensiasi dan perkembangan tanaman. Tumbuhan memproduksi
ZPT dalam jumlah yang sangat sedikit, akan tetapi jumlah yang sedikit ini mampu
mempengaruhi sel target. ZPT menstimulasi pertumbuhan dengan memberi isyarat
kepada sel target untuk membelah atau memanjang, beberapa ZPT menghambat
pertumbuhan dengan cara menghambat pembelahan atau pemanjangan sel. Sebagian
besar molekul ZPT dapat mempengaruhi metabolisme dan perkembangan sel-sel
tumbuhan. ZPT melakukan ini dengan cara mempengaruhi lintasan sinyal tranduksi pada
sel target. Pada tumbuhan seperti halnya pada hewan, lintasan ini menyebabkan respon
selular seperti mengekspresikan suatu gen, menghambat atau mengaktivasi enzim, atau
mengubah membran. Pengaruh dari suatu ZPT bergantung pada spesies tumbuhan, situs
aksi ZPT pada tumbuhan, tahap perkembangan tumbuhan dan konsentrasi ZPT. Satu ZPT
tidak bekerja sendiri dalam mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan,
pada umumnya keseimbangan konsentrasi dari beberapa ZPT-lah yang akan mengontrol
pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Fungsi dan peranan ZPT pada tumbuhan
yakni menghasilkan hormon etilen. Dimana, hormon etilen yakni mendorong pematangan
buah, memberikan pengaruh yang berlawanan dengan beberapa pengaruh auksin,
mendorong atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan akar, daun, batang dan
bunga. Dengan adanya zat pengatur tumbuh dengan menghasilkan hormon etilen yakni
mengakibatkan buah dapat matang, adaya buku pada batang, dan daun dapat menua atau
kering.
4.5 Deskripsi Respirasi Klimaterik dan Non Klimaterik

Perubahan fisiologi selama proses pematangan buah karena terjadinya proses respirasi.
Respirasi itu sendiri adalah suatu proses yang melibatkan terjadinya penyerapan oksigen
(O2) dan pengeluaran karbondioksida (CO2) serta energi yang digunakan untuk
mempertahankan reaksi metabolisme dan reaksi lainnya yang terjadi di dalam jaringan.
Pada proses pematangan buah yakni memerlukan hormon etilen. Dimana, dalam proses
respirasi, etilen berperan penting dalam mempengaruhi permeabilitas membran sehingga
permeabilitas sel menjadi besar. Hal tersebut mengakibatkan proses pelunakan sehingga
metabolisme respirasi dipercepat. Selama proses klimaterik, kandungan protein
meningkat dan etilen lebih merangsang sintesis protein pada saat itu. Protein yang
terbentuk akan terlihat dalam proses pematangan yang mengalami peningkatan enzim-
enzim respirasi (Isnaini, 2011). Buah berdasarkan laju respirasi disaat pertumbuhan
sampai fase senescene dibedakan menjadi dua tipe yakni buah klimaterik dan non-
klimaterik. Buah yang mengalami proses klimaterik ditunjukkan dengan adanya
peningkatan CO2 yang mendadak selama pematangan. Contoh buah klimaterik
diantaranya tomat, pisang, alpukat, mangga, pepaya, peach, dan pear. Sedangkan, buah
non-klimaterik tidak terjadi lonjakan respirasi maupun etilen setelah dipanen. Contoh
buah non-klimaterik diantaranya timun, anggur, jeruk nipis, strawberry, semangka, jeruk,
nanas, dan arbei (Kusumo, 1990). Kriteria untuk membedakan buah klimaterik dari buah
non-klimaterik adalah dengan melihat reaksinya terhadap penggunaan etilen. Buah
klimaterik hanya akan memperlihatkan kenaikan respirasi bila etilen digunakan selama
masa pra-klimaterik, dan menjadi tidak peka terhadap etilen setelah mencapai proses
pemasakan secara klimaterik. Sedangkan, buah non-klimaterik akan bereaksi terhadap
peralakuan etilen pada setiap saat kehidupannya, baik sebelum maupun sesudah panen
(Yulianingsih, 1989).

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan dengan judul “Pemasakan Buah”
yakni dapat disimpulkan bahwasanya dalam melakukan proses pemasakan buah dapat
dilakukan dengan cara alami dan pemeraman. Kedua proses pemasakan buah tersebut
yakni menggunakan zat pengatur tumbuh (ZPT) yang berbeda. Dimana, pada proses
pemasakan buah secara alami yaitu menggunakan ZPT berupa hormon etilen yang
berasal dari buah. Sedangkan, pada proses pemasakan buah menggunakan cara
pemeraman yakni menggunakan ZPT yang berasal dari kalsium karbida (karbid). Dalam
praktikum yang dilakukan yakni melakukan proses pemasakan buah menggunakan
kalsium karbida (karbida) dengan berbagai konsentrasi. Konsentrasi yang digunakan
yaitu 50 ppm, 75 ppm, dan 100 ppm. Setiap konsentrasi tersebut mengalami perbedaan
dalam mematangkan buah. Jika semakin besar konsentrasi yang digunakan, maka akan
semakin cepat proses pemasakan buah.

DAFTAR PUSTAKA

Tim Mata Kuliah Fisiologi Tumbuhan. 2019. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan.
Jember: Universitas Muhammadiyah Jember.

Darsana, L. 2006. Pengaruh Berbagai Dosis Asetelena pada Proses Penguningan


(Degreening) terhadap kualitas Buah. Jurnal Agrisains. 8 (11): 38-42.

Sahutu, S. 2005. Teknik Pemeraman Buah. Jakarta: P.T. Penebar.

Anggarseti, Aufa. 2018. Teknologi Pasca Panen. Internet Online:


https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53620/3/BAB
%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf. Diakses pada tanggal 26 November
2019 pukul 19:09 WIB.
Fachri, Muhammad. 2011. Proses Pematangan Buah. Internet Online:
http://blogs.unpad.ac.id/boenga/files/2011/08/Proses-Pematangan-
Buah.pdf. Diaksespada tanggal 27 November 2019 pukul 06.30 WIB.

Julianti, Elisa. 2015. Pengaruh Pemberian Ethepon Sebagai Bahan Perangsang


Pematangan Terhadap Mutu Buah Pisang Barangan (Musa paradisa L.).
Internet Online: http://digilib.unila.ac.id/69/5/BAB%201.pdf. Diakses
pada tanggal 01 Desember 2019 pukul 08:54 WIB.

Nurjanah,sarifah. 2015. Kajian Laju Respirasi dan Produksi Etilen Sebagai Dasar
Penentuan Waktu Simpan Sayuran dan Buahbuahan. Internet Oline:
https://media.neliti.com/media/publications/218031-kajian-laju-respirasi-
dan-produksi-etile.pdf. Diakses pada tanggal 01 Desember 2019 pukul
10:34 WIB.

Anda mungkin juga menyukai