FISIOLOGI TUMBUHAN
“Pemasakan Buah”
PENDAHULUAN
Buah-buahan mempunyai arti penting sumber vitamin, mineral, dan zat-zat lain dalam
menunjang kecukupan gizi. Buah-buahan dapat di konsumsi dalam keadaan mentah
maupun setelah matang. Buah yang dikonsumsi adalah buah yang telah mencapai tingkat
matang. Pematangan merupakan suatu proses perubahan yang terjadi pada buah meliputi
perubahan rasa, kualitas, warna dan tekstur. Pematangan berhubungan dengan perubahan
pati menjadi gula. Sifat pematangan buah ditentukan dengan melihat pola respirasi pada
buah tersebut. Hal tersebut dibedakan menjadi buah klimakterik dan buah non
klimakterik. Buah klimakterik merupakan buah yang apabila seudah dipanen akan
memasuki fase klimakterik yaitu peningkatan dan penurunan laju respirasi secara tiba-
tiba. Selama pematangan memancarkan etilen untuk meningkatkan laju respirasi (Satuhu,
2007).
Perkembangan buah dipengaruhi atau dikontrol oleh hormon, yaitu senyawa - senyawa
kimia yang disintesis pada suatu lokasi di dalam organisme, kemudian diangkut ke
tempat lain untuk selanjutnya bekerja melalui suatu cara yang spesifik pada konsentrasi
yang sangat rendah, untuk mengatur pertumbuhan, perkembangan atau metabolisme.
Senyawa-senyawa ini bukan suatu metabolit antara atau hasil suatu rangkaian reaksi yang
dipengaruhinya, dan biasanya aktif dalam konsentrasi yang sangat rendah. Beberapa
kelompok hormon telah diketahui dan beberapa diantaranya bersifat sebagai zat
perangsang pertumbuhan dan perkembangan (promoter), sedang yang lainnya bersifat
sebagai penghambat (inhibitor). Hormon tersebut adalah auksin, giberelin, sitokinin,
etilen, dan asam absisat (Winarno, 2002).
Secara tidak disadari, penggunaan etilen dalam proses pematangan sudah lama
dilakukan, jauh sebelum senyawa tersebut diketahui peranannya dalam proses
pematangan. Di Indonesia, pemeraman pisang yang masih hijau banyak dilakukan orang
dengan menggunakan karbit (CaC2). Karbit yang bercampur dengan air akan
menghasilkan gas asetilen (C2H2), yaitu senyawa yang hampir sama dengan etilen. Gas
asetilen inilah yang dapat membuat proses pengeraman pisang menjadi cepat. Selain
bertahun-tahun etilen dikenal sebagai hormon yang dapat memacu pematangan buah.
Namun ternyata kemudian dilaporkan bahwa tidak semua buah memberikan respon
terhadap etilen. Buah yang merespon terhadap etilen menunjukkan adanya peningkatan
laju respirasi yang terjadi sebelum fase pematangan. Hal ini dikenal sebagai respirasi
klimaterik. Buah yang mengandung amilum, seperti pisang, apel, alpukat, dan mangga,
pada umumnya mengalami respirasi klimaterik sehingga dipicu kematangannya dengan
etilen. Bahkan etilen endogen yang dihasilkan oleh buah yang telah matang dengan
sendirinya dapat memacu pematangan pada sekumpulan buah yang diperam. Sedangkan,
buah non klimaterik, seperti jeruk, anggur, semangka, dan nanas, pemberian etilen juga
dapat meningkatkan laju respirasi , akan tetapi perlakuan ini tidak memacu produksi
etilen endogen dan pematangan buah. Pada buah klimaterik respon etilen hanya
berpengaruh pada saat fase pre-klimaterik sedangkan pada buah nonklimaterik, aktivitas
respirasi dan pematangan dapat dipercepat pada semua fase tahap pematangan. Dengan
adanya etilen, proses respirasi akan berlangsung cepat dan ikut dalam proses reaksi
pemasakan. Semakin matang buah, produksi etilen semakin menurun. Adanya perlakuan
tertentu yang dapat mengurangi kandungan etilen disekitar buah dapat memperpanjang
umur simpan buah tersebut (Pantastico et.at., 1989). Laju respirasi merupakan indeks
untuk menentukan umur simpan buah-buahan setelah dipanen. Besarnya laju respirasi
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
seperti: tingkat perkembangan organ, susunan kimia jaringan, ukuran produk, adanya
pelapisan alami, dan karbon dioksida, senyawa pengatur pertumbuhan dan adanya luka
pada buah (Phan et al. 1986).
Menurut Phan et al. (1986) di dalam Pantastico (1986), besar kecilnya respirasi pada
buah dan sayuran dapat diukur dengan cara menentukan jumlah substrat yang hilang,
oksigen yang diserap, karbon dioksida yang dikeluarkan, panas yang dihasilkan dan
energi yang timbul. Untuk menentukan laju respirasi, cara yang umum digunakan adalah
dengan pengukuran laju penggunaan O2 atau dengan penentuan laju pengeluaran CO2
Berdasarkan pola respirasinya, buah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu buah klimakterik
dan buah non-klimakterik. Buah klimakterik mengalami kenaikan CO 2 secara mendadak
dan mengalami penurunan dengan cepat setelah proses pematangan terjadi, sedangkan
buah non-klimakterik tidak terjadi kenaikan CO2 dan diikuti dengan penurunan CO2
dengan cepat. Klimakterik ditandai dengan adanya proses waktu pematangan yang cepat
dan peningkatan respirasi yang mencolok serta perubahan warna, citarasa, dan teksturnya
(Rhodes, 1970).
Menurut Rhodes (1970), pada awal perkembangan buah, kandungan pati meningkat
terus dan setelah mencapai maksimum, makin tua buah kandungan pati makin menurun.
Penurunannya disebabkan oleh perubahan pati menjadi gula yang digunakan untuk
kegiatan respirasi. Rasa manis setelah buah masak, ditentukan oleh adanya gula hasil
degradasi pati yang menjadi gula yang lebih sederhana yaitu sukrosa, glukosa, dan
fruktosa (Paul dan Palmer, 1981). Daging buah yang masih mentah memiliki rasa sepet
yang disebabkan oleh senyawa tanin. Selama proses pemasakan buah rasa sepet
berangsur-angsur kurang, hal ini disebabkan kandungan tanin aktif menurun pada buah
yang masak (Stover, 1987).
BAB II
METODOLOGI
1. Gelas ukur
2. Batang pengaduk
3. Beaker glass
4. Kertas koran
5. Karet gelang
1. Menyiapkan satu sisir buah pisang dan buah mangga yang telah masak secara
fisiologis.
2. Setelah itu, memotong sisir buah hingga terdiri dari dua buah pisang.
5. Selanjutnya, memasukkan karbit yang telah ditimbang ke dalam air yang telah
diukur.
7. Selanjutnya, memasukkan buah mangga dan buah pisang kedalam air yang sudah
diberi karbit dan mendiamkan selama 5 menit.
8. Setelah 5 menit kemudian mentiriskan buah mangga dan buah pisang serta
mengkeringkan buah tersebut hingga kulit buah berwarna putih.
10. Meletakkan buah mangga dan pisang yang telah dibungkus dengan menggunakan
kertas koran pada tempat penyimpanan.
11. Melakukan pengamatan setiap hari dan mencatat perubahan yang terjadi pada
masing-masing perlakuan.
HASIL PENGAMATAN
1. Buah pisang
Hari 50 ppm 75 ppm 100 ppm
1 Warna : hijau Warna : hijau Warna : hijau
Bau : tidak berbau Bau : gas etilen Bau : gas etilen
Tekstur : masih keras/ Tekstur : masih keras/ Tekstur : masih keras/
mentah mentah mentah
2 Warna : hijau Warna : hijau Warna : hijau agak
Bau : sedikit berbau Bau : gas etilen putih
pisang matang Tekstur : masih keras/ Bau : gas etilen
Tekstur : tidak terlalu mentah Tekstur: keras/mentah
keras
3 Warna : hijau Warna : hijau Warna : hijau
Bau : sedikit berbau Bau : gas etilen Bau : gas etilen
pisang matang Tekstur: agak lunak Tekstur: lembut
Tekstur : tidak terlalu
keras
4 Warna : hijau Warna : hijau Warna : hijau
Bau : sedikit berbau Bau : agak manis Bau : gas etilen
pisang matang Tekstur : agak lunak Tekstur: lembut dan
Tekstur : tidak terlalu mulai masuk ke fase
keras pematangan
2. Buah mangga
Hari 50 ppm 75 ppm 100 ppm
1 Warna : hijau Warna : hijau Warna : hijau
Bau : tidak berbau Bau : gas etilen Bau : gas etilen
Tekstur : keras Tekstur : masih keras/ Tekstur : masih keras/
mentah mentah
2 Warna : hijau Warna : hijau Warna : hijau
Bau : tidak berbau Bau : gas etilen kekuningan
Tekstur : keras Tekstur : masih keras/ Bau : gas etilen
mentah Tekstur : agak lembut
3 Warna : agak kuning Warna : hijau Warna : hijau
Bau : sedikit berbau Bau : gas etilen kekuningan
mangga matang Tekstur : agak lunak Bau : gas etilen
Tekstur : agak tidak Tekstur : lembut sudah
terlalu keras matang
4 Warna : agak kuning Warna : hijau Warna : hijau
Bau : sedikit berbau Bau : agak manis kekuningan
mangga matang Tekstur : agak lunak Bau : gas etilen
Tekstur : agak tidak Tekstur : lembut sudah
terlalu keras matang
3.2 Dokumentasi
1. Buah pisang
Konsentrasi Sebelum Sesudah
50 ppm
75 ppm
100 ppm
2. Buah mangga
Konsentrasi Sebelum sesudah
50 ppm
75 ppm
100 ppm
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada praktikum yang telah dilakukan yakni tentang “Pemasakan Buah” terdapat
beberapa tujuan. Dimana tujuan tersebut yakni setelah melakukan praktikum ini diharapkan
mahasiswa dapat mengetahui tentang pemasakan buah menggunakan zat pengatur tumbuh.
Dan mahasiswa juga dapat menentukan besarnya konsentrasi zat pengatur tumbuhan unuk
memacu pematangan buah tertentu. Sehingga, berdasarkan tujuan tersebut pada praktikum
kali ini menggunakan buah mangga dan pisang yang telah matang secara fisiologis, serta juga
menggunakan karbit sebagai zat pengatur tumbuh dan befungsi untuk mematangkan buah.
Berikut penjelasan tentang hasil pengamatan yang telah dilakukan:
Pada proses pemasakan buah yang dilakukan pada praktikum kali ini yakni
menggunkan teknik pemeraman. Teknik pemeraman adalah suatu teknik pemasakan buah
menggunakan stimulasi pematangan dengan memerlukan peranan dari gas etilen, karbit,
dan ethrel/ethepon. Zat-zat perangsang pematangan ini akan memicu kerja etilen pada
buah untuk kemudian memicu proses pematangan pada buah tersebut . Proses
pematangan buah dengan cara diperam yakni memerlukan kalsium
karbida (kalsium karbit) untuk menghasilkan gas etilen yang
merambat dari molekul ke molekul. Sehingga, buah yang telah diberi
kalsium karbida dan diberi suatu perlakuan khusus maka buah akan
matang. Karbit yang terkena uap air akan menghasilkan gas etilen
yang memiliki struktur kimia mirip dengan etilen alami, zat yang
membuat proses pematangan di kulit buah. Proses fermentasi
berlangsung serentak sehingga terjadi pematangan merata (Sahutu.
2005). Pada praktikum yang dilakukan yakni melakukan proses
pemasakan buah dengan menggunakan beberapa konsentrasi yang
berbeda yakni 50 ppm, 75 ppm, dan 100 ppm. Dan masing-masing
konsentrasi tersebut terdapat perbedaan baik dari warna, bentuk, dan
bau. Pada buah pisang dan mangga yang diberi konsentrasi dengan
jumlah yang sama yakni mengalami proses pematangan lebih cepat
dengan menggunakan konsentrasi 100 ppm. Dimana, pada buah yang
diberi konsentrasi 100 ppm yakni mengalami perubahan warna, bau,
dan tekstur yang lebih cepat. Sedangkan, pada buah yang diberi
konsentrasi 50 ppm dan 75 ppm tidak terlalu mengalami perubahan
warna, bau, dan tekstur yang lebih signifikan. Kemudian berdasarkan
laju pematangannya yakni buah pisang lebih sulit matang
dibandingkan buah mangga yang laju pematangannya lebih cepat. Hal
tersebut telah dibuktikan dengan pengamatan. Dimana, pada buah
pisang dengan menggunakan konsentrasi 50 ppm, 75 ppm dan 100
ppm belum terjadi perubahan hingga hari kedua baik dari warna, bau,
dan tekstur. Namun, pada hari ketiga dan keempat sudah mengalami
perubahan pada tekstur buahnya saja. Dimana, tekstur buah
mengalami perubahan yakni menjadi lebih lembut. Sedangkan, pada
buah mangga laju pematangannya lebih cepat dibandingkan buah
pisang dengan menggunakan konsentrasi yang sama yakni 50 ppm, 75
ppm, dan 100 ppm. Hal tersebut telah dibuktikan bahwasanya buah
mangga pada konsentrasi 50 ppm dan 75 ppm pada hari pertama dan
kedua tidak mengalami perubahan. Namun pada konsentrasi 100 ppm
buah mangga pada hari pertama tidak mengalami perubahan dan hari
kedua kulit buah mangga mulai menguning. Kemudian, pada buah
mangga untuk seluruh konsentrasi mengalami perubahan pada hari
ketiga dan keempat yakni kulit buah sudah berwana hijau kekuningan
dan sedikit berbau mangga, serta tekstur sudah mulai lembut atau
menandakan buah mengalami fase pematangan.
Konsep zat pengatur tumbuh (ZPT) diawali dengan konsep hormon tanaman. Hormon
tanaman adalah senyawa-senyawa organik tanaman yang dalam konsentrasi yang rendah
mempengaruhi proses-proses fisiologis. Proses-proses fisiologis ini terutama tentang
proses pertumbuhan, differensiasi dan perkembangan tanaman. Tumbuhan memproduksi
ZPT dalam jumlah yang sangat sedikit, akan tetapi jumlah yang sedikit ini mampu
mempengaruhi sel target. ZPT menstimulasi pertumbuhan dengan memberi isyarat
kepada sel target untuk membelah atau memanjang, beberapa ZPT menghambat
pertumbuhan dengan cara menghambat pembelahan atau pemanjangan sel. Sebagian
besar molekul ZPT dapat mempengaruhi metabolisme dan perkembangan sel-sel
tumbuhan. ZPT melakukan ini dengan cara mempengaruhi lintasan sinyal tranduksi pada
sel target. Pada tumbuhan seperti halnya pada hewan, lintasan ini menyebabkan respon
selular seperti mengekspresikan suatu gen, menghambat atau mengaktivasi enzim, atau
mengubah membran. Pengaruh dari suatu ZPT bergantung pada spesies tumbuhan, situs
aksi ZPT pada tumbuhan, tahap perkembangan tumbuhan dan konsentrasi ZPT. Satu ZPT
tidak bekerja sendiri dalam mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan,
pada umumnya keseimbangan konsentrasi dari beberapa ZPT-lah yang akan mengontrol
pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Fungsi dan peranan ZPT pada tumbuhan
yakni menghasilkan hormon etilen. Dimana, hormon etilen yakni mendorong pematangan
buah, memberikan pengaruh yang berlawanan dengan beberapa pengaruh auksin,
mendorong atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan akar, daun, batang dan
bunga. Dengan adanya zat pengatur tumbuh dengan menghasilkan hormon etilen yakni
mengakibatkan buah dapat matang, adaya buku pada batang, dan daun dapat menua atau
kering.
4.5 Deskripsi Respirasi Klimaterik dan Non Klimaterik
Perubahan fisiologi selama proses pematangan buah karena terjadinya proses respirasi.
Respirasi itu sendiri adalah suatu proses yang melibatkan terjadinya penyerapan oksigen
(O2) dan pengeluaran karbondioksida (CO2) serta energi yang digunakan untuk
mempertahankan reaksi metabolisme dan reaksi lainnya yang terjadi di dalam jaringan.
Pada proses pematangan buah yakni memerlukan hormon etilen. Dimana, dalam proses
respirasi, etilen berperan penting dalam mempengaruhi permeabilitas membran sehingga
permeabilitas sel menjadi besar. Hal tersebut mengakibatkan proses pelunakan sehingga
metabolisme respirasi dipercepat. Selama proses klimaterik, kandungan protein
meningkat dan etilen lebih merangsang sintesis protein pada saat itu. Protein yang
terbentuk akan terlihat dalam proses pematangan yang mengalami peningkatan enzim-
enzim respirasi (Isnaini, 2011). Buah berdasarkan laju respirasi disaat pertumbuhan
sampai fase senescene dibedakan menjadi dua tipe yakni buah klimaterik dan non-
klimaterik. Buah yang mengalami proses klimaterik ditunjukkan dengan adanya
peningkatan CO2 yang mendadak selama pematangan. Contoh buah klimaterik
diantaranya tomat, pisang, alpukat, mangga, pepaya, peach, dan pear. Sedangkan, buah
non-klimaterik tidak terjadi lonjakan respirasi maupun etilen setelah dipanen. Contoh
buah non-klimaterik diantaranya timun, anggur, jeruk nipis, strawberry, semangka, jeruk,
nanas, dan arbei (Kusumo, 1990). Kriteria untuk membedakan buah klimaterik dari buah
non-klimaterik adalah dengan melihat reaksinya terhadap penggunaan etilen. Buah
klimaterik hanya akan memperlihatkan kenaikan respirasi bila etilen digunakan selama
masa pra-klimaterik, dan menjadi tidak peka terhadap etilen setelah mencapai proses
pemasakan secara klimaterik. Sedangkan, buah non-klimaterik akan bereaksi terhadap
peralakuan etilen pada setiap saat kehidupannya, baik sebelum maupun sesudah panen
(Yulianingsih, 1989).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan dengan judul “Pemasakan Buah”
yakni dapat disimpulkan bahwasanya dalam melakukan proses pemasakan buah dapat
dilakukan dengan cara alami dan pemeraman. Kedua proses pemasakan buah tersebut
yakni menggunakan zat pengatur tumbuh (ZPT) yang berbeda. Dimana, pada proses
pemasakan buah secara alami yaitu menggunakan ZPT berupa hormon etilen yang
berasal dari buah. Sedangkan, pada proses pemasakan buah menggunakan cara
pemeraman yakni menggunakan ZPT yang berasal dari kalsium karbida (karbid). Dalam
praktikum yang dilakukan yakni melakukan proses pemasakan buah menggunakan
kalsium karbida (karbida) dengan berbagai konsentrasi. Konsentrasi yang digunakan
yaitu 50 ppm, 75 ppm, dan 100 ppm. Setiap konsentrasi tersebut mengalami perbedaan
dalam mematangkan buah. Jika semakin besar konsentrasi yang digunakan, maka akan
semakin cepat proses pemasakan buah.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Mata Kuliah Fisiologi Tumbuhan. 2019. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan.
Jember: Universitas Muhammadiyah Jember.
Nurjanah,sarifah. 2015. Kajian Laju Respirasi dan Produksi Etilen Sebagai Dasar
Penentuan Waktu Simpan Sayuran dan Buahbuahan. Internet Oline:
https://media.neliti.com/media/publications/218031-kajian-laju-respirasi-
dan-produksi-etile.pdf. Diakses pada tanggal 01 Desember 2019 pukul
10:34 WIB.