PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan agar praktikan dapat membuat kutur starter dan kultur antara dari
nata de coco serta produk olahannya, juga untuk mengetahui fakrot kritis dari nata de coco.
METODE KERJA
2.1.2 Bahan
2.1.2.1 Bahan-Bahan yang digunakan untuk Pembuatan Kultur I (starter):
Air Kelapa
Gula 7,5 %
Urea 0,5 %
Kultur Acetobacter Xylinum10 %
GULA UREA
Ditambahkan asam asetat (tetes demi tetes) sampai nilai pH-nya menjadi 4,5
Ditambahkan
475 gram
Kultur
stater
@
@
Dituangkan campuran ke dalam baki plastik (sebelumnya dilakukan simulasi, yaitu tentukan
volume air yang diperlukan untuk membentuk ketebalan nata sekitar 1,3-1,5 cm pada baki)
GULA UREA
1620 gram 81 gram
@
@
Ditambahkan asam asetat (tetes demi tetes) sampai nilai pH-nya menjadi 4,5
Ditambahkan
475 gram
Kultur dari proses
Pembuatan I
Dituangkan campuran ke dalam baki plastik (sebelumnya dilakukan simulasi, yaitu tentukan
volume air yang diperlukan untuk membentuk ketebalan nata sekitar 1,3-1,5 cm pada baki)
@
@
Diangakat ketika ketebalan nata sudah mencapai 1,3-1,5 cm,(dibuang lapisan yang menempel
pada lapisan atas dan bawah nata)
Dipotong menjadi bentuk kubur atau untaian panjang lalu dicuci bersih
Direbus potongan nata sampai mendidih ± 5 menit,ukur nilai pH,dibuang air perebusannya
Direndam potongan nata dalam air, dilakukan ± 3 kali perendaman per harinya,
Direbus potongan nata sampai potongan nata tersebut bisa digigit dan tidak keras
Penambahan
@
@
Pembentukan nata de coco yang sempurna ini dipengaruhi oleh bakteri Acetobacter
xylinum. Acetobacter xylinum merupakan bakteri asam asetat yang bersifat gram negatif, aerob,
berbentuk batang, nonmotil, suhu optimum pertumbuhannya 25‐300C, dan mampu mengoksidasi
etanol menjadi asam aetat pada pH 4,5 (Madigan et al., 2007). Ciri-ciri Acetobacter adalah
selnya berbentuk bulat panjang sampai batang lurus atau agak bengkok, terdapat dalam bentuk
tunggal, berpasangan atau dalam bentuk rantai. Acetobakter merupakan aerobik sejati,
membentuk kapsul, bersifat nonmotil dan tidak membentuk spora, suhu optimumnya adalah
300C. Di alam banyak dijumpai pada buah-buahan dan sayur-sayuran dan dalam sari buah, cuka
dan minuman beralkohol (Pelczar, 1998). Spesies Acetobacter yang telah dikenal antara lain A.
aceti, orleannensis, Acetobacter liquefasiensis dan A. xylinum. Meskipun ciri-ciri yang dimiliki
hampir sama dengan spesies lainnya A. xylinum dapat dibedakan dengan spesies lainnya karena
sifatnya yang unik. Bila A. xylinum ditumbuhkan pada medium yang mengandung gula, bakteri
ini dapat memecah komponen gula dan mampu membentuk suatu polisakarida yang dikenal
denga selulosa ekstraseluler. Spesies bakteri yang tergolong Acetobacter teruatama A. xylinum
mempunyai sifat oksidier lanjut, yaitu mampu mengoksidasi asam asetat lebih lanjut menjadi gas
CO2, Sifat inilah yang membedakan dengan glukonobakter yang umumnya mempunyai sifat
oksidier sebagian, yaitu yang hanya mengubah alkohol menjadi asam asetat.
Proses pembuatan nata oleh bakteri A. xylinum merupakan kegiatan sintesa selulosa yang
dikatalis oleh enzim pensintesis selulosa yang terikat pada membran sel bakteri.
Penguraian/fermentasi gula dilakukan melalui jalur heksosa monofosfat dan siklus asam sitrat
(Susilawati dan Mubarik, 2002). Adanya gula sukrosa dalam air kelapa akan dimanfaatkan oleh
Acetobacter xylinum sebagai sumber energi, maupun sumber karbon untuk membentuk senyawa
metabolit diantaranya adalah selulosa yang membentuk nata de coco. Senyawa peningkat
pertumbuhan mikroba (growth promoting factor) akan meningkatkan pertumbuhan mikroba,
sedangkan adanya mineral dalam substrat akan membantu meningkatkan aktifitas enzim kinase
dalam metabolisme di dalam sel Acetobacter xylinum untuk menghasilkan selulosa. Acetobacter
merupakan bakteri yang menghasilkan serat‐serat selulosa yang sangat halus. Serat‐serat ini
dapat membentuk suatu jaringan pada lapisan permukaan antara udara dan cairan yang disebut
pelikel. Pelikel ini memiliki ketebalan kira‐kira 10 mm bergantung pada masa pertumbuhan
mikroba. Pelikel yang berada pada permukaan udara cairan ini terdiri atas pita‐pita yang
mengandung kristalin yang tinggi. Pita–pita tersebut memiliki lebar 40‐100 nm, namun
panjangnya sulit diukur karena membentuk jaringan yang berkaitan satu dengan yang lainnya.
Pita tersebut tersusun atas bagian mikrofibril yang berhubungan melalui ikatan hidrogen (Figini,
2002).
Bibit nata adalah bakteri Acetobacter xylinum yang akan membentuk serat nata jika
ditumbuhkan dalam air kelapa yang telah diperkaya dengan karbon dan nitrogen melalui proses
yang terkontrol. Dalam kondisi demikian, bakteri tersebut akan menghasilkan enzim yang dapat
menyusun zat gula menjadi ribuan rantai serat atau selulosa. Dari jutaan renik yang tumbuh, akan
dihasilkan jutaan lembar benang-benang selulosa yang akhirnya nampak padat berwarna putih
hingga transparan, padat, kokoh, kuat dan kenyal yang disebut sebagai nata.
Pada uji organoleptik, dilakukan uji hedonic terhadap nata de coco grade A dan nata de
coco grade B. Grade A merupakan nata yang memiliki bentuk sebagaimana umumnya,
sedangkan grade B memiliki bentuk slice. Dari parameter rasa, warna, kekenyalan, kenampakan
dan juiceness, nata de coco dengan grade A lebih banyak disukai panelis dibandingkan dengan
nata de coco grade B. Hal ini dapat disebabkan oleh panelis yang turut serta dalam
pembuatannya sehingga mempengaruhi hasil uji organoleptik. Padahal, mutu dari keduanya
sama saja, yang membedakan hanyalah bentuknya.
Kemasan merupakan aspek penting dalam rangka menghasilkan produk nata de coco untuk
keperluan komersial. Dengan demikian proses pengemasan perlu dilakukan secara teliti dan detai
prosesnya sehingga menghasilkan nilai tambah yang optimal dari manfaat dan tujuan
pengemamasan tersebut. Kemasan terhadap produk nata de coco memiliki tujuan seabagai
berikut:
1. Mengawetkan produk agar bertahan lama tidah rusak.
2. Memberikan sentuhan nilai estetika terhadap produk sehingga memiliki daya tarik yang
lebih tinggi.
3. Meningkatkan nilai tambah secara ekonomi terhadap produk.
4. Memudahkan proses penyimpanan dan distribusi produk.
Untuk menghasilkan kemasan yang baik dengan mempertimbangkan keawetan produk
yang dihasilakan perla diperhatikan hal-hal seabagai berikut:
1. Kemasan harus bersih atau steril.
2. Isi kemasan diusahakan penuh agar tidak ada udara tersisa dalam kemasan sehingga
mikroba kontaminan tidak tumbuh.
3. Hot filling juga dapat meminimalisisasi pertumbuhan mikroba pembusuk.
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Setelah melakukan praktikum pembuatan nata de coco, dapat disimpulkan bahwa ada
beberapa tahapan dalam pembuatan nata de coco yaitu persiapan bahan, penyaringan,
pemanasan, pencampuran, inokulasi, penuangan ke dalam wadah, inkubasi, dan dihasilkan nata
de coco. Bakteri yang berperan dalam pembuatan nata de coco adalah Acetobacter xylinum.
Faktor keberhasilan dalam pembuatan nata de coco yaitu jenis dan konsentrasi (medium, starter,
juga suplemen), waktu, suhu, pH, dan tempat inokulasi.
4.2 Saran
Sebaiknya, kerja aseptic dan aspek higenis harus dijaga agar pembuatan nata de coco
tidak mengalami kegagalan. Praktikan harus sudah membuat formulasi sebelum dimulainya
praktikum arag praktikum berjalan dengan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Astawan M. 20 Feb 2004. Nata De Coco yang Kaya Serat. Kompas: 10 (klm 7‐8)
Figini M. 2002. Cellulose and Other Nature Polymer System. Plenum, New York.
Madigan MT, Martinko JM, Parker J, 2007. Brock Biology of Microorganism. Edisi ke‐8, New
Jersey: Prentince Hall.
Susilawati L, Mubarik NR. 2002. Pembuatan Nata de Coco dan Nata de Radia. Laboratorium
mikrobiologi, Jurusan Biologi FMIPA IPB, Bogor