Anda di halaman 1dari 10

KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN GUNUNG CIREMAI JALUR

PENDAKIAN PALUTUNGAN

Iwan Muhamad Purnama, Zaenal Abidin, Edi Junaedi


Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Kuningan

ABSTRAK
Penelitian tentang “Keanekaragaman Makrozoobentos Di Perairan Gunung Ciremai Jalur Pendakian Palutungan
(Sungai Cigowong, Sungai Cibunian dan Curug Putri)” telah dilakukan pada bulan April 2015. Pengambilan
sampel yang bertujuan dalam penelitian ini adalah Purposive Sampling. Sampel diambil dengan menggunakan
jaring surber kemudian diidentifikasi di Laboratorium Biologi Umum. Parameter Fisik - Kimia yang diukur yaitu
kecepatan arus, lebar sungai, kedalaman sungai, suhu, kecerahan, pH, jenis substrat dasar, DO, BOD serta skor
fisik habitat di semua stasiun. Pada tahap pengolahan data kemudian diolah dengan menggunakan indeks biologi
diantaranya: indeks keanekaragaman, indeks dominansi, indeks keseragaman, indeks penyebaran dan indeks
kemelimpahan. Dari hasil penelitian spesies paling banyak yang didapat antara stasiun yaitu : satasiun I Baetis
tricaudatus dengan jumlah 32, stasiun II Polypedium dengan jumlah 6, stasiun III Baetis tricaudatus dengan
jumlah 22. Selain itu, data yang didapatkan dianalisis secara statistik SPSS 16 menggunakan Uji analisis regresi
linier ganda. Dari ketiga stasiun didapatkan nilai keanekaragaman makrozoobentos yaitu pada kriteria
keanekaragaman sedang (1,0 < H’ < 3,322). Hasil koefisien kesamaan diperoleh perbandingan antara tiap
stasiun, stasiun I dengan stasiun II yaitu 77,78, stasiun I dengan stasiun III yaitu 66,67, sedangkan stasiun II
dengan stasiun III yaitu 62,5. Hasil analisis uji regresi linier ganda sehingga diperoleh F hitung (0.523) < F table
(19,85) serta signifikan < 0,13 yang hasilnya menunjukan bahwa DO dan BOD berpengaruh secara signifikan
terhadap indeks keanekaragaman makrozoobentos.

Kata Kunci : Makrozoobentos, Perairan Gunung Ciremai Jalur Palutunga , Indeks Biologi, Koefisien Kesamaan,
Uji Regresi Linier Ganda.

PENDAHULUAN (Ramdan,dkk. 2003 dalam Suyarno dan Achmad B,


Kuningan merupakan kota yang dilintasi 2010).
sungai dan merupakan daerah pegunungan, dimana Menurut Suwondo et al., (2004) dalam
gunung ciremai merupakan pusat berbagai kegiatan. Oktarina, (2011) “Sungai merupakan suatu bentuk
Gunung ciremai memiliki ketinggian 3078 mdpl ekosistem akuatik yang mempunyai peran penting
jalur sungai yaitu curug putri, sungai cibunian dan dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah
sungai cigowong yang terdapat pada bagian timur tangkapan air (catchment area) bagi daerah
gunung ciremai. sekitarnya. Oleh karena itu, kondisi suatu sungai
Perairan Gunung Ciremai mempunyai salah sangat berhubungan dengan karakteristik yang
satu aliran sungai yaitu sungai cigowong terletak di dimiliki oleh lingkungan yang ada di sekitarnya.
ketinggian 1450 mdpl, alirannya melalui sungai Sungai sebagai suatu ekosistem, tersusun dari
cibunian dan ke curug putri palutungan. Secara komponen biotik dan abiotik dan setiap komponen
ekologi ekosistem yang terdapat di ketiga daerah tersebut membentuk suatu jalinan fungsional yang
penelitian tersebut memiliki ekosistem yang saling mempengaruhi sehingga membentuk suatu
berbeda dilihat dari faktor fisik, kimia maupun aliran energi yang dapat mendukung stabilitas
biologi, pengambilan sampel dilakukan untuk ekosistem tersebut”.
mengetahui kualitas air yang digunakan kebutuhan Dengan adanya sungai makhluk hidup dapat
rumah tangga dan sebagai irigasi bagi pertanian dan menjalankan aktivitas atau kegiatan sehari – hari,
perikanan masyarakat di Kabupaten Kuningan. dan memanfaatkan perairannya yang sumber air
Perairan Gunung Ciremai adalah salah satu bersih. Sungai di manfaatkan oleh makhluk hidup
potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh dari yang sangat kecil sampai makhluk hidup yang
Kabupaten Kuningan mempunyai potensi mata air besar. Salah satu contoh makhluk hidup yang sangat
sebanyak 156 buah. Mata air tersebut merupakan kecil memanfaatkan sungai sebagai habitatnya dan
hulu dari wilayah daerah aliran sungai (DAS) yang sebagai sumber makanannya yaitu bentos. Bentos
dalam pengelolaannya terjadi hubungan saling adalah salah satu organisme menempel, merayap,
ketergantungan antara daerah hulu dan hilir. dan meliang yang hidupnya di dasar perairan tawar.
Kabupaten Kuningan sebagai daerah hulu Hewan bentos merupakan hewan yang sebagian
mempunyai potensi debit air yang besar 50-2000 atau seluruh siklus hidupnya berada di dasar
liter/detik yang pemanfaatannya tidak hanya oleh perairan baik sesil, merayap maupun menggali
masyarakat di Kab. Kuningan sendiri tetapi lintas lubang. Hewan bentos mempunyai peranan dalam
wilayah kabupaten yaitu Kabupaten atau Kota proses dekomposisi dan mineralisasi material
Cirebon, sehingga keberlangsungan kontinuitas organik di dalam perairan, serta menduduki
potensi air menjadi tangggung jawab bersama atau beberapa tingkatan tropik dalam rantai makanan
antara daerah hulu sebagai penghasil dan daerah (Odum, 1993; Lind, 1985 dalam Oktarina, 2011).
hilir sebagai pengguna atau pemanfaat air.
METODOLOGI PENELITIAN c. Sample air yang diambil dari dalam air
A. Metode Penelitian dimasukkan ke dalam botol
Metode Penelitian ini dilakukan dengan Winkler/botol biasa dan di inkubasi
metode survey. Pengambilan sampel yang dalam inkubator pada suhu 20°C
digunakan dalam penelitian ini adalah selama 5 hari, lalu diukur oksigen
pengambilan sampel yang bertujuan (Purposive terlarutnya dengan menggunakan DO
Sampling). meter.
B. Waktu, Tempat dan Lokasi Penelitian 3. Pengukuran BOD
1. Waktu Penelitian Pengukuran kebutuhan oksigen biologis
Penelitian dilakukan pada tanggal 02 – 16 (Biological Oxygen Demond-BOD) :
April 2015 a. Nilai BODyaitu DO yang diukur saat
2. Tempat Penelitian hari pertama dikurangi dengan nilai
a. Stasiun I : Sungai Cigowong DO setelah lima hari di inkubasi.
b. Stasiun II : Sungai Cibunian b. Nilai BOD = nilai DO hari pertama –
c. Stasiun III : Curug Putri nilai DO setelah lima hari di inkubasi
3. Lokasi Penelitian 4. pH
Perairan Gunung Ciremai Jalur Pendakian a. Pengukuran dilakukan dengan
Palutungan (Sungai Cigowong, Sungai memasukkan pH meter ke dalam
Cibunian, dan Curug Putri) perairan
C. Alat dan Bahan Penelitian b. Sebelum memasukkan pH meter ke
1. Alat Penelitian dalam air, pastikan bahwa pH meter
Yang diperlukan dalam penelitian ini dalam keadaan seimbang yaitu
meliputi: jala Surber, ember, mikroskop menunjukkan Ph 7
stereo, mikroskop cahaya, kaca pembesar, c. Setelah beberapa di masukkan ke dalam
meteran, thermometer, DO meter, altimeter, air, angkat pH meter dan baca angka
pH meter, Lux meter, GPS, stopwatch, yang tertera pada pH meter
tongkat kedalaman, bola tenis meja, botol 5. Intensitas Cahaya
Winkler ukuran 250 ml, saringan/ayakan, Dengan meliahat adanya cahaya yang
kamera, pipet tetes, cawan petri, cover masuk dalam perairan yang menggunakan
glass, nampan, karet gelang, plastik, kertas alat altimeter.
label dan alat tulis. 6. Ketinggian Tempat
2. Bahan Penelitian Dengan menggunakan GPS pada tiap lokasi
a. Sampel bentos, diambil 18 titik dari yang akan di lakukan penelitian
ketiga stasiun, di tiap stasiun 7. Substrat
pengambilan sampel dilakukan di Sampel substrat dari perairan dilakukan
pinggir kiri,tengah dan pinggir kanan. pada setiap petak sebanyak satu kali,
b. untuk mengukur parameter fisik - kimia dibawa ke Laboratorium untuk di analisis.
air adalah sampel air dari 18 titik dari 8. Pengukuran Parameter Fisika
ke- tiga stasiun yang telah ditentukan. a. Pengukuran kecepatan arus air
D. Cara Kerja Penelitian 1) Kecepatan arus air dihitung dengan
1. Pengambilan sample menghitung waktu tempuh bola
a. Menentukan 18 titik dari ketiga tenis meja ketika mengikuti arus air
Stasiun, di tiap stasiun pengambilan dalam jarak satu meter
sampel dilakukan di pinggir kiri,tengah 2) Pengukuran kecepatan arus air
dan pinggir kanan. menggunakan rumus :
b. Untuk bagian sungai dengan
kedalaman < 0.5 m : dilakukan dengan
menggunakan Jala Surber (ukuran
mesh 500 m) pada bagian tepi kiri– Keterangan :
tengah dan tepi kanan. Selain itu v : kecepatan
dilakukan pengambilan contoh dengan s : jarak
menggunakan Kick Sampler (ukuran t : waktu
mesh 500 m) sebanyak 3 kali ulangan b. Pengukuran Temperatur
dengan berjalan kea rah hulu sungai 1) Pengukuran dilakukan dengan
dengan jarak 1 m. memasukkan termometer ke dalam
2. Pengukuran DO perairan
Pengukuran Oksigen Terlarut (Dessolved 2) Setelah beberapa lama diangkat dan
Oxygen-DO) dibaca angka yang tertera pada
a. Pengukuran dilakukan pada hari termometer
pertama dengan cara memasukkan DO 9. Prosedur Laboratorium
meter ke dalam perairan.  Setelah mengambil sampel dari lokasi
b. Perhatikan angka yang tertera pada saat penelitian, sampel lalu disortir dan
DO meter dimasukkan ke dalam air. dipisahkan berdasarkan morfologi luar
yang memiliki kesamaan bentuk tubuh
 Setelah penyortiran selesai, sampel lalu II Sungai Cibunian 10
diteliti dengan menggunakan mikroskop III Curug Putri 20
cahaya, mikroskop stereo, dan kaca
pembesar kemudian diidentifikasi satu Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa skor
persatu dengan menggunakan literatur fisik habitat di semua stasiun bervariasi dengan skor
dari buku Aquatic Invertebrata of fisik habitat tertinggi terdapat di stasiun I yaitu 35,
Alberta dan situs stasiun III yaitu 20 dan skor fisik habitat terendah
http://animaldiversity.ummz.umich.edu/ terdapat di stasiun II yaitu 10.
sampai tingkat taksonomi paling kecil 2. Komunitas Makrozobentos
yang teridentifikasi. Berdasarkan hasil identifikasi Makrozoobentos
 Lalu hasil identifikasi kemudian yang ditemukan di tiga lokasi penelitian, dimana
dimasukkan ke dalam tabel berdasarkan stasiun I sumber mata air, stasiun II air yang keluar
letak stasiun pengambilan sampel dari celah bebatuan, stasiun III aliran air dari stasiun
tersebut II yang berjarak lebih dari 1500 meter. Dimana
 Setelah hasil identifikasi dari semua untuk semua stasiun diambil 18 titik atau plot yang
statiun selesai dimasukkan ke dalam masing – masing 6 titik atau plot untuk pengambilan
tabel, selanjutnya data hasil identifikasi sampel, adapun Makrozoobentos yang diperoleh
dihitung menggunakan indeks yang antara stasiun I, II, dan III dapat dilihat pada Tabel
telah ditentukan 4.2
E. Tahap Pengolahan Data Tabel 4.2 Komposisi Jenis Makrozoobentos di
1. Indeks Keanekaragaman Shannon- Semua Stasiun
Wiener (H’) STASIUN Jumlah
NO JENIS
I II III Individu

H′ log 1 Scirtes sp larva 1 1 2


2
2 Parathelphusidae 1 1
2. Indeks Dominansi (D) 3 Polypedilum 7 6 15 28
2 2
C 4 Tanytarsus 2 1 3 6

5 S. Inaequalium sp 2 2
3. Indeks Keseragaman (J) 6 Tipulid larva 2 2

E 7 E. Balteatus 2 2
8 B. Tricaudatus 32 5 22 59
4. Indeks Kemelimpahan (Di)
′ 9 B. Bicaudatus 1 1 2

D 10 Cinygmula sp 1 2 3
A
F. Koefisien Kesamaan / Kesepadanan 11 H. Amabile 19 4 1 24
Membandingkan kesamaan 12 D. Trigina 6 4 3 13
makrozoobentos di tiga stasiun yaitu stasiun 13 Hydrachnia 2 2
I dengan stasiun II, stasiun I dengan stasiun
Jumlah 73 24 49 146
III, dan stasiun II dengan stasiun III.
G. Analisis Data Uji Regresi Ganda DO, Jumlah Spesies 10 8 8
BOD dan Keanekaragaman Berdasarkan hasil penelitian
Analaisis data dilakukan dengan makrozoobentos yang ditemukan pada ketiga
menggunakan dan mengkaji perbandingan stasiun, dimana stasiun I diperoleh 10 Spesies,
DO, BOD, dan keanekaragaman dari sedangkan stasiun II dan III diperoleh 8 Spesies.
seluruh stasiun untuk mengetahui pengaruh Adapun Filum yang ditemukan yaitu: Arthropoda
DO terhadap keanekaragaman. dan Platyhelminthes, Dari Filum Arthropoda
HASIL DAN PEMBAHASAN didapat kelas Insecta dan Arachnida. Dari Kelas
A. Hasil Insecta ditemukan Ordo Coleoptera, Decapoda,
Setelah melakukan penelitian pada tiga stasiun, Diptera, Ephemeroptera, Trichoptera, dan
daerah stasiun I sering dilewati dan mengambil air Tricladida. Dari Kelas Arachnida ditemukan Ordo
oleh para pendaki, daerah stasiun II jarang dilewati Acari.
oleh masyarakat setempat karena jalan menuju Dari semua stasiun, Species yang
stasiun II sempit dan banyak semak – semak yang ditemukan paling banyak jumlahnya yaitu Famili
menutupi jalan, sedangkan stasiun III banyak orang Baetidae Species Baetis Tricaudatus dengan jumlah
– orang yang berkunjung untuk berwisata. 59. Sedangkan jenis yang paling sedikit ditemukan
1. Skor Fisik Habitat dari semua stasiun yaitu Parathelphuside dengan
Setelah melakukan pengukuran skor fisik jumlah 1 Spesies, Scirtes sp larva, , Hydrachnia,
habitat tersaji pada Tabel 4.1 sebagai berikut : Baetis Bicaudatus, Episyrphus Balteatus, Tipulid
Tabel 4.1 Skor fisik habitat di tiga stasiun larva, Simulium Inaequalium sp dengan jumlah
Stasiun Lokasi Penelitian Skor Fisik masing – masing 2 Spesies, dan Cinygmula sp
Habitat dengan jumlah 3 Spesies lebih jelasnya dapat dilihat
I Sungai Cigowong 35 pada (Tabel 4.2).
Nilai indeks dominansi tertinggi terdapat
pada stasiun III yaitu 0,009 dan untuk indeks
Komposisi Makrozoobentos antar Ordo jumlah
dominansi terendah terdapat pada stasiun II
yaitu 0,005. Sementara stasiun I memiliki
70
60 indeks dominansi 0,008 untuk lebih jelasnya
50 dapat dilihat pada Tabel 4.3.
40
30 c. Indeks Keseragaman (E)
20 Komposisi Nilai indeks keseragaman tertinggi
10
0 Makrozoobentos terdapat pada stasiun II yaitu 0,294 dan untuk
antar Ordo
Diptera

Acari
Coleoptera
Decapoda

Ephemeroptera

Tricladida
Trichoptera
nilai indeks keseragaman terendah terdapat
jumlah pada stasiun I yaitu 0,247. Sementara stasiun
III indeks keseragamannya 0,263 untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.3.
d. Indeks Kemelimpahan (Di)
Nilai indeks kemelimpahan (Di)
Gambar 4.2 Komposisi Makrozoobentos antar antar stasiun memiliki nilai kemelimpahan total
Ordo di semua stasiun yang cukup besar diantaranya stasiun I sebesar
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ordo 0,014 / 900 cm2, stasiun II sebesar 0,004 / 900
Ephemeroptera mendominasi semua Ordo dengan cm2 dan stasiun III sebesar 0,009 / 900 cm2.
jumlah 64 individu. Jumlah Ordo Diptera terletak Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa stasiun
pada tingkatan kedua dengan jumlah 40 individu, yang memiliki nilai indeks kemelimpahan
Ordo Trichoptera berada pada tingkatan ketiga tertinggi adalah stasiun I sementara untuk nilai
dengan jumlah 24 individu, tingkatan keempat indeks kemelimpahan terendah terdapat pada
ditempati oleh Ordo Acari dengan jumlah 13 stasiun II untuk lebih jelasnya dapat dilihat
individu, tingkatan kelima Coleoptera dan pada Tabel 4.3.
Tricladida dengan jumlah 2 individu, dan Decapoda 4. Koefisien Kesamaan / Kesepadanan
berada pada tingkatan terakhir yaitu keenam dengan Setelah melakukan perbandingan
jumlah 1 individu. Jumlah jenis larva insekta yang kesamaan jenis / marga komunitas anatara
mendominasi semua stasiun di perairan Gunung setiap stasiun yang tersaji pada Tabel 4.4
Ciremai karena menandakan bahwa perairan masih sebagai berikut :
dikatakan baik pada komunitas jenis larva insekta
yang masih dalam keadaan baik umumnya terdapat Tabel 4.4 Koefisien Kesamaan /
sungai – sungai kecil yang masih alami dan belum Kesepadanan Terhadap Komposisi Jenis
tercemar sehingga jenis larva insekta banyak Makrozoobentos pada tiga Stasiun
jml
ditemukan di setiap stasiun penelitian. jenis statsiun1 statsiun2 statsiun3
3. Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks
statsiun1 10 7 6
Dominansi (D), Indeks Kemerataan (E), dan
Indeks Kemelimpahan (Di) statsiun2 8 77,78 5
Setelah melakukan penelitian didapatkan statsiun3 8 66,67 62,50
data dan diolah dengan menghitung indeks
keanekaragaman (H’), indeks dominansi (D), indeks Data komposisi jenis makrozoobentos antar
kemerataan (E), dan indeks kemelimpahan (Di) stasiun yang di dapatkan kemudian dilakukan
yang tersaji pada Tabel 4.3 yaitu : perbandingan antara stasiun yaitu : stasiun I dengan
Tabel 4.3 Indeks Antar Stasiun stasiun II diperoleh kesamaan sebesar 77,78,
sedangkan stasiun I dengan stasiun III diperoleh
Indeks
Indeks Indeks Indeks
Kemelimpah kesamaan sebesar 66,67, dan stasiun II dengan
Stasiun Keanekaragaman Dominan Keseragama
(H’) si (D) n (E)
an (Di) / 900 stasiun III diperoleh kesamaan sebesar 62,50.
cm² Berdasarkan klasifikasi Sorensen nilai
I 0,57 0,008 0,247 0,014 koefisien kesamaan terhadap komposisi jenis
makrozoobentos pada tiga stasiun (SOUTHWOOD,
II 0,61 0,005 0,294 0,004 1978 dalam Setiadi, 1989) Qs berkisar antara 60 % -
III 0,55 0,009 0,263 0,009 80 % yaitu jumlah jenis / marga yang sama terdapat
banyak dalam kedua komunitas dan jenis / maarga
a. Indeks Keanekaragaman (H’) yang berbeda sedikit ditemukan (3:1) -(6:1).
Berdasarkan hasil pengolahan data, 5. Komposisi Kimia dan Fisika
diperoleh indeks keanekaragaman yang berbeda Sifat kimia dan fisik perairan sangat penting
antar stasiun. Indeks keanekaragaman Stasiun I dalam ekologi, dan perlu pengamatan faktor - faktor
yaitu 0,57, stasiun II yaitu 0,61, dan stasiun III kimia dan fisik perairan
yaitu 0,55. Nilai indeks keanekaragaman a. Komposisi Parameter Kimia Antar Stasiun
tertinggi terdapat pada stasiun II sedangkan Setelah melakukan penelitian didapatkan
untuk indeks keanekaragaman terendah terdapat data parameter kimia yang tersaji pada Tabel
pada stasiun III untuk lebih jelasnya dapat 4.5 sebagai berikut :
dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.5 Faktor Kimia Lingkungan
Parameter Nilai
b. Indeks Dominansi (D) Kimia Stasiun I Stasiun II Stasiun III
Lingkungan (S.Cigowong (S.Cibunian) (Curug Putri) Lebar Sungai (m) 1,20 m 0,45 m 4m
) Suhu (0C) 16o C 15o C 18oC
pH 7,1 7,5 7,2 Intensitas Cahaya (lux) 17 20 45
DO 9,4 ppm 9,6 ppm 9,8 ppm Ketinggian (mdpl) 1611 mdpl 1229 mdpl 1082 mdpl
BOD 0,20 ppm 0,30 ppm 0,40 ppm S 06o56.016’
S 06o56.665’ S 06o56.677’
Titik Koordinat E 108o
E 108o25.665’ E 108o26.086’
24.581’
1) pH Lumpur, batu, Lumpur, batu,
Kerikil dan
pH menunjukkan tingkat keasaman dan Substrat Dasar pasir dan
lumpur
pasir dan
kebasaan suatu perairan. Dari data yang tersaji kerikil kerikil
pada Tabel 4.5, hampir semua stasiun memiliki
pH rata-rata sebesar 7,1 – 7,5 yang berarti Berdasarkan Tabel 4.7 terlihat bahwa
perairan tersebut memiliki nilai pH yang netral parameter fisik air setiap stasiun berbeda dengan
diantara stasiun I, II dan III. Stasiun II stasiun lainnya dikarenakan faktor fisik dan
memiliki nilai pH tertinggi yaitu 7,5 dan nilai tofografi lokasi penelitian yang berbeda-beda :
pH terendah yaitu pada stasiun I sebesar 7,1 1) Kecepatan Arus
dan pada stasiun III yang memiliki pH sedang Kecepatan Arus stasiun I memiliki kecepatan
yaitu sebesar 7,2. arus 9,6 m/s stasiun II 1,23 m/s dan stasiun III
2) DO 3,25 m/s. Kecepatan arus dari stasiun I
DO (Dissolved Oxygen) yang diperoleh di mengalami percepatan stasiun II mengalami
stasiun I adalah 9,4 ppm,stasiun II 9,6 ppm dan perlambatan dan kemudian cepat kembali pada
stasiun III 9,8 ppm. DO tertinggi terdapat di stasiun III.
stasiun III dan DO terendah terdapat di stasiun 2) Kedalaman Air
I dapat dilihat pada Tabel 4.5. Sementara untuk kedalaman air, stasiun I
3) BOD memiliki kedalaman 0,20 meter, stasiun II
Sementara untuk nilai BOD (Biochemical memiliki kedalaman 0,30 meter dan stasiun III
Oxygen Demand) adalah hasil dari DO0 - DO5 memiliki kedalaman 1,10 meter.
diperoleh nilai yaitu stasiun I 0,2 mg/l, stasiun 3) Lebar Sungai
II 0,3 mg/l dan stasiun III 0,4 mg/l. BOD Lebar sungai antar stasiun bervariatif
tertinggi terdapat pada stasiun III, hal tersebut diantaranya stasiun I memiliki lebar 1,20 meter,
menunjukkan bahwa stasiun III memiliki stasiun II memiliki lebar 0,45 meter dan stasiun
konsentrasi bahan organik di dalam perairan III memiliki lebar 4 meter.
yang lebih tinggi dari stasiun lainnya dapat 4) Intensitas Cahaya
dilihat pada Tabel 4.5. Intensitas cahaya antar stasiun diantaranya
4) Hubungan Faktor Kimia Lingkungan dengan stasiun I yaitu 17 lux, stasiun II yaitu 20 lux,
Keanekaragaman Makrozoobentos di Semua dan stasiun III yaitu 45 lux. Intensitas cahaya
Stasiun tertinggi yaitu terdapat pada stasiun III. Bagi
Setelah dilakukan pengukuran terhadap faktor organisme air, intensitas cahaya berfungsi
kimia dan keanekaragaman terdapat hubungan sebagai alat orientasi yang akan mendukung
yang tersaji pada Tabel 4.6 sebagai berikut : kehidupan organisme tersebut dalam habitatnya
Tabel 4.6 Hasil Analisis Uji Regresi (Barus, 2004).
Ganda DO, BOD terhadap Indeks 5) Ketinggian
Keanekaragaman Ketinggian tiap stasiun juga berbeda-beda
Sum of Mean diantaranya stasiun I yaitu 1611 mdpl, stasiun II
Model Df Fhit Ftab Sig.
Squares Square yaitu 1229 mdpl, dan stasiun III yaitu 1082
Regression 0.042 1 0.042 0.523 19,85 0.13
Residual 0.000 1
mdpl.
Total 0.042 2 6) Substrat Dasar
a. Predictors: (Constant), BOD, DO Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
b. Dependent Variable: KEANEKARAGAMAN terhadap ketiga stasiun yang menunjukkan tipe
Hubungan antara DO, BOD dengan substrat dasar perairan. Stasiun I dan III
keanekaragaman dihitung secara analisis memiliki substrat pasir halus sampai pasir kasar
menggunakan statistik SPSS 16 uji regresi linier dan kerikil, stasiun II memiliki substrat kerikil
ganda dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.6. dan sampai batu kecil saja tanpa adanya pasir.
Hasil uji regresi linier ganda antara DO, BOD
50
dengan Indeks Keanekaragaman menunjukan
40
dengan hasil perhitungan F hitung sebesar 0,523 30
lebih kecil dari F tabel sebear 19,85 dengan nilai 20 Suhu (0C)
signifikan 0,13 atau 5%. 10
b. Komposisi Parameter Fisik Antar Stasiun 0
Setelah dilakukan pengukuran terhadap Intensitas
parameter fisik lingkungan yang tersaji pada Cahaya
Tabel 4.7 sebagai berikut :
Tabel 4.7 Faktor Fisik Lingkungan
Nilai
Parameter Stasiun I Stasiun III
Stasiun II
Fisika Lingkungan (S.Cigowong (Curug Gambar 4.7 Hubungan Antara Suhu dan
(S.Cibunian)
) Putri)
Kecepatan Arus(m/s) 9,6 m/s 1,23 m/s 3,25 m/s Intensitas Cahaya
Kedalaman (m) 0,20 m 0,30 m 1,10 m
Berdasarkan Gambar 4.7 memperlihatkan perairan mempengaruhi jenis biota akuatik yang
hubungan antara intensitas cahaya dan suhu. menempati perairan tersebut. Untuk lebih jelasnya
Semakin tinggi intensitas cahaya maka akan dapat dilihat pada Gambar 4.3.
semakin tinggi suhu perairan tersebut. Stasiun I dan
II memiliki intensitas cahaya yang lebih rendah 0.7
dibandingkan dengan stasiu III. Selain itu intensitas 0.6
0.5
cahaya dipengaruhi oleh bebrapa faktor, salah 0.4
satunya yaitu vegetasi tumbuhan yang hidup di 0.3
0.2
daerah tersebut. Stasiun I dan II merupakan 0.1 I
lingkungan yang memiliki banyak vegetasi 0
II
tumbuhan yang hidup di lingkungannya. Oleh
karena itu stasiun I memiliki intensitas cahaya dan III
suhu yang lebih rendah dibandingkan dengan
stasiun lainnya.
B. Pembahasan
1. Keanekaragaman Jenis Makrozoobentos di
tiga stasiun.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai Gambar 4.3 Hubungan Indeks Antar Stasiun
keanekaragaman jenis Makrozoobentos ketiga Dari Gambar 4.3 menunjukkan bahwa
stasiun dengan 18 plot atau titik pengambilan indeks keanekaragaman pada stasiun I Sungai
sample, menunjukkan bahwa pengamatan yang Cigowong adalah sebanyak 0,57 sedangakan indeks
didapat dari sampel yang diamati adalah 2 filum keanekaragaman stasiun II Sungai Cibunian adalah
yaitu Arthropoda, dan Platyhelminthes. 3 kelas sebanyak 0,61 dan indeks keanekaragaman stasiun
yaitu Insecta, Arachnida, dan Turbellaria. 13 III Curug putri sebanyak 0,55. Dari Gambar 4.3
Spesies yang ditemukan yaitu Scirtes, menunjukkan bahwa pada stasiun III lebih sedikit
Parathelphusidae, Polypedilum, Tanytarsus, keanekaragaman jenis makrozoobentos
Simulium inaequaliumsp, Tipulid, Episyrphus dibandingkan pada stasiun I dan stasiun II yang
balteatus, Baetis tricaudatus, Baetis bicaudatus, mengalami peningkatan indeks keanekaragaman.
Cinygmula, Hudsonema amabile, Dugesia tigrina Hal ini menunjukkan pada stasiun III adanya faktor
dan Hydrachnia. Dari antar stasiun memiliki fisik – kimia yang mempengaruhi keanekaragaman
keanekaragaman yang sedang, hal ini dikarenakan jenis makrozoobentos yang sebagian besar tidak
komposisi makrozoobentos antar stasiun bila dirata- bisa bertahan hidup di suhu yang dingin yaitu 18°C,
ratakan tidak adanya perbedaan yang berarti. kecepatan arus yang begitu cepat yaitu 3,25 m/s dan
Menurut Odum (1994), menyatakan bahwa substrat lumprnya banyak dibandingkan stasiun I
kenekaragaman jenis dipengaruhi oleh pembagian yang mempengaruhi keanekaragaman
atau penyebaran individu dalam tiap jenisnya, makrozoobentos.
karena suatu komunitas walaupun banyak jenisnya Hasil analisis Indeks Keanekaragaman (H’)
tetapi bila penyebaran individunya tidak merata makrozoobentos dari (Gambar 4.3)
maka keanekaragaman jenis dinilai rendah. memperlihatkan bahwa seluruh stasiun termasuk
Penelitian tentang Keanekaragaman keanekaragaman sedang karena memiliki nilai 1,0 <
Makrozoobentos sebelumnya sudah pernah oleh H’< 3,322. Menurut (Restu, (2002) dalam Fitriana,
Prima Firstyananda di Magetan tanggal 20-25 (2006)) apabila H’ < 1,0 maka keanekaragaman
Agustus 2011. Sampel diambil dari 7 stasiun biota dinyatakan rendah, apabila 1,0 < H’< 3,322
penelitian dan dilakukan 5 pengambilan pada maka keanekaragaman biota tersebut adalah sedang,
setiap stasiun. Dari ketujuh stasiun penelitian nilai dan apabila H’ > 3,322 berarti keanekaragaman
keanekaragaman makrozoobentos yang didapatkan biota berada dalam kondsi tinggi. Semakin besar
ada perbedaan, nilai keanekaragaman nilai H’ menunjukkan semakin beragamnya
dikategorikan rendah yakni 1,13−1,29 terdapat di kehidupan di perairan tersebut, kondisi ini
stasiun penelitian II, III dan I sedangkan nilai merupakan tempat hidup yang lebih baik. Kondisi di
keanekaragaman jenis makrozoobentos lokasi studi, mudah berubah dengan hanya
dikategorikan sangat rendah yakni 0,28−0,96 mengalami pengaruh lingkungan yang relatif kecil.
terdapat di stasiun penelitian V, IV, VI dan VII. Indeks Keanekaragaman dapat dilihat dari
Makrozoobentos yang mendominasi pada setiap tingkat dominansi yang muncul. Artinya bila
stasiun penelitian adalah dari genus Elimia, tingkatan dominansinya tinggi maka tingkat
Chironomus, Leptoxis dan Tubifex. Genus yang keanekaragaman dikatakan rendah, sebaliknya jika
mendominasi pada Stasiun I adalah Tubifex. Genus tingkat dominansi rendah, maka tingkat
yang mendominasi pada Stasiun II, IV, V, VI keanekaragaman dikatakan tinggi. Indeks
adalah Elimia. Genus yang mendominasi pada keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun II
Stasiun VII adalah Leptoxis dan Genus yang yaitu 1,87 karena banyak ditemukan berbagai jenis
mendominasi pada Stasiun III adalah Chironomus. makrozoobentos yang terdapat pada stasiun II
Perbedaan keanekaragaman spesies yang sedangkan Indeks Keanekaragaman terendah dari
mendominasi di setiap stasiun disebabkan oleh semua stasiun yaitu terdapat pada stasiun III yaitu
banyak faktor diantaranya disebabkan oleh faktor 1,48 karena yang ditemukan makrozoobentos
fisik - kimia yaitu kecepatan arus, suhu, substrat sedikit sehingga keanekaragamanpun rendah lebih
dasar dan sebagainya. Kondisi lingkungan di setiap
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.3. Hal ini mendukung bagi pertumbuhan makrozoobentos
sesuai dengan pernyataan Odum (1993), seperti DO rata - rata 9,4 ppm – 9,8 ppm, suhu rata
menyatakan kenekaragaman jenis dipengaruhi oleh – rata 15 18 , dan kecepatan arus rata –rata
pembagian atau penyebaran individu dalam tiap 1,23 m/s – 9,6 m/s serta faktor fisik - kimia air yang
jenisnya, karena suatu komunitas walaupun banyak mendukung bagi pertumbuhan makrozoobentos.
jenisnya tetapi bila penyebaran individunya tidak Keanekaragaman terendah dari semua stasiun yaitu
merata maka keanekaragaman jenis dinilai rendah. terdapat pada stasiun III Curug Putri yaitu 0,55. Hal
Indeks Dominansi memperlihatkan ini disebabkan karena stasiun III memiliki substrat
kekayaan jenis komunitas serta keseimbangan dasar kerikil dan pasir yang sering digunakan para
jumlah individu setiap jenis. Indeks Dominansi di wisatawan untuk berliburan dengan menggunakan
semua stasiun termasuk ke dalam kategori rendah air tersebut dan keperluan lainnya sehingga
(0,00 < C < 0,60), karena di setiap stasiun memiliki terganggu habitatnya, oleh karena itu menyebabkan
indeks dominansi di bawah 0,60. Nilai indeks keanekaragaman makrozoobentos di wilayah
dominansi digunakan untuk menetukan kualitas tersebut lebih rendah dibandingkan stasiun lainnya.
perairan jumlah jenisnya banyak atau dengan Faktor fisik - kimia tersebut yaitu
keanekaragaman jenisnya tinggi pada diantaranya kecepatan arus dan suhu, kecepatan
makrozoobentos yang ditemukan. Nilai Indeks arus di stasiun III dan stasiun I lebih tinggi
Dominansi dari semua stasiun yaitu pada stasiun I dibandingkan dengan stasiun II, sehingga membuat
sebesar 0,008, stasiun II sebesar 0,005 dan pada makrozoobentos yang hidupnya di air terbawa oleh
stasiun III sebesar 0,009. Nilai Indeks Dominansi arus dan tidak semua jenis makrozoobentos mampu
tertinggi yaitu pada stasiun III dan nilai Indek hidup pada habitat dengan kecepatan arus yang
Dominansi terendah yaitu pada stasiun II dengan tinggi. Suhu merupakan salah satu faktor yang
Spesies yang mendominansi pada stasiun II yaitu mempengaruhi pertumbuhan makrozoobentos, suhu
Polypedilum. pada stasiun III cukup dingin dengan suhu berkisar
Hubungan antara Indeks Keanekaragaman 18 sehingga kebanyakan jenis makrozoobentos
dengan Indeks Dominansi dapat dilihat pada yang bertahan hidup hanya jenis tertentu seperti
Gambar 4.3. Pada grafik tersebut memperlihatkan Baetis tricaudatus. makrozoobentos terdistribusi
bahwa nilai Indeks Keanekaragaman (H’) berdasarkan intensitas cahaya dan suhu. Semakin
berbanding terbalik dengan Indeks Dominansi (D). tinggi intensitas cahaya semakin tinggi suhu, maka
Semakin tinggi nilai Indeks Keanekaragaman maka semakin tinggi jenis makrozoobentos
semakin rendah nilai Indeks Dominansinya beranekaragam.
begitupun sebaliknya.
Indeks Keseragaman berdasarkan Gambar 2. Hubungan faktor fisik - kimia perairan
4.3 pada stasiun I adalah 0,247, sedangkan pada dengan keanekaragaman jenis
stasiun II adalah 0,294, dan pada stasiun III adalah Makrozoobentos di tiga stasiun.
0,263. Berdasarkan Gambar 4.3 nilai indeks Setelah melakukan penelitian tentang
keseragaman tertinggi yaitu pada stasiun II keanekaragaman makrozoobentos, di bahas juga
sedangkan nilai indeks keseragaman terendah yaitu tentang hubungan faktor fisik - kimia perairan
pada stasiun I. dengan keanekaragaman jenis makrozoobentos
Indeks Kemelimpahan berdasarkan pada tiga stasiun, meliputi : faktor fisik seperti
Gambar 4.3 pada stasiun I adalah 0,014, sedangkan kecepatan arus, suhu, substrat dasar perairan dan
pada stasiun II adalah 0,004, dan pada stasiun III faktor kimia seperti nilai pH, DO dan BOD.
adalah 0,009. Berdasarkan Gambar 4.3 nilai indeks Indeks keanekaragaman pada tiga stasiun yaitu
kemelimpahan tertinggi yaitu pada stasiun I stasiun I indeks keanekaragamannya 0,57, stasiun II
sedangkan nilai indeks keseragaman terendah yaitu indeks keanekaragamannya 0,61 , dan stasiun III
pada stasiun II. indeks keanekaragamannya 0,55 untuk lebih
Setelah dilakukan penelitian terhadap jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.3, semua stasiun
keanekaragaman jenis makrozoobentos nilai indeks keanekaragamannya rata – rata di atas
memperlihatkan bahwa seluruh stasiun nilai 1 karena memiliki nilai kecepatan arus yaitu
keanekaragaman sedang dapat dilihat pada Gambar stasiun I kecepatan arusnya 9,6 m/s, stasiun II
4.3 karena semakin besar nilai keanekaragaman kecepatan arusnya 1,23 m/s, dan stasiun III
(H’) menunjukkan semakin beragamnya kehidupan kecepatan arusnya 3,25 m/s.
di perairan tersebut, kondisi ini merupakan tempat Menurut Macan (1974) dalam Andriana (2008)
hidup yang lebih baik. Kondisi di lokasi studi, dalam Pratiwi, dkk (2015) mengelompokkan sungai
mudah berubah dengan hanya mengalami pengaruh berdasarkan kecepatan arusnya menjadi 5 kelompok
lingkungan yang relatif kecil. yaitu :
Dari ketiga stasiun, nilai keanekaragaman 1) Sungai berarus sangat cepat, dengan kecepatan
rata – rata 0,55 – 0,61 berbanding terbalik dengan lebih dari 1 m/s
nilai dominansi rata – rata 0,005 – 0,009, dan 2) Sungai berarus cepat, dengan kecepatan antara
memiliki nilai keseragaman rata –rata 0,247 – 0,294 0,5 – 1 m/s
dengan nilai kemelimpahan rata – rata 0,004 – 3) Sungai berarus sedang, dengan kecepatan atara
0,014, Memiliki nilai kesamaan pada jenis / marga 0,25 – 0,5 m/s
makrozoobentos yang berkisaran 60 % - 80 %. 4) Sungai berarus lambat, dengan kecepatan antara
Hasil keanekaragaman pada ketiga stasiun ini 0,1 – 0,25 m/s
disebabkan oleh kondisi faktor fisik - kimia air yang
5) Sungai berarus lambat dengan kecepatan mencapai 70% (Barus, (1996) dalam Wardhana
kurang dari 0,1 m/s. (2006).
Berdasarkan pengelompokkan kecepatan arus 3. Kualitas air sungai berpengaruh terhadap
pada tiga stasiun termasuk sungai berarus sangat keanekaragaman makrozoobentos di tiga
cepat karena memiliki nilai di atas 1, pada stasiun I stasiun.
di temukan paling banyak hewan bentos yaitu 10 Nybakken (1992) menyatakan sifat fisik dan
spesies sedangkan stasiun II dan stasiun III di kimia perairan sangat penting di dalam ekologi.
temukan hewan bentos masing – masing 8 spesies. Oleh karena itu kualitas air yang mempengaruhi
Menurut Mason (1993) dalam Pratiwi, dkk (2015) keanekaragaman makrozobentos antara lain :
pada perairan yang berarus cepat lebih banyak a. pH
ditemukan hewan bentos dan mempunyai kecepatan Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme
metabolisme yang lebih tinggi dari pada di perairan akuatik pada umumnya berkisar 7 - 8,5 (KepMen
berarus lambat. Dan menurut Nybakken (1988) LH, 2004). Nilai pH pada Tabel 4.5 semua stasiun
dalam Pratiwi, dkk (2015) menyatakan bahwa perairan tersebut netral atau ideal bagi kehidupan
organisme yang menetap pada suatu substrat keanekaragaman organisme yaitu stasiun I
membutuhkan arus yang sangat cepat karena dapat memiliki nilai pH 7,1, stasiun II memiliki nilai pH
membawa makanan dan oksigen. Kecepatan arus 7,5, stasiun III memiliki nilai pH 7,2. Wardhana
akan mempengaruhi komposisi substrat dasar (1995) menyatakan bahwa kondisi perairan yang
(sedimen) dan juga akan mempengaruhi aktifitas bersifat sangat asam ataupun basa akan
makrozoobentos yang ada (Odum (1993) dalam membahayakan kelangsungan hidup organisme
Suradi (1993) dalam Mattewakkang (2013)). Pada karena dapat menyebabkan terjadinya gangguan
tiga stasiun memiliki substrat dasar perairan yaitu metabolisme dan respirasi. Adanya ion-ion seperti
stasiun I substrat dasar perairannya pasir, bebatuan, besi sulfur (FeS) dalam jumlah yang tinggi dalam
kerikil atau bebatuan kecil dan lumpur, stasiun II air meningkatkan keasaman karena FeS dengan
substrat dasar perairannya kerikil atau bebatuan udara dan air akan membentuk H2SO4 dan besi
kecil dan lumpur, dan stasiun III substrat dasar yang larut (Fardiaz, 1992).
perairannya pasir, batu, kerikil atau bebatuan kecil b. DO
dan lumpur. Menurut Lalli dan Parsons, (1993) Setelah melakukan penelitian pada tiga
dalam wardhana (2006) menyatakan bahwa substrat stasiun memperoleh data DO dan indeks
dasar berupa bebatuan merupakan tempat bagi keanekaragaman sebagai berikut : stasiun I nilai
spesies yang melekat sepanjang hidupnya, DO yaitu 9,4 ppm dan nilai indeks
sedangkan substrat dasar yang halus seperti pasir keanekaragaman yaitu 1,61, stasiun II nilai DO
dan lumpur menjadi tempat makanan dan yaitu 9,6 ppm dan nilai indeks keanekaragaman
perlindungan bagi organisme yang hidup di dasar yaitu 1,87, dan stasiun III nilai DO yaitu 9,8 ppm
perairan. dan nilai indeks keanekaragaman yaitu 1,48. Pada
Pada tiga stasiun memiliki nilai suhu rata – rata tiga stasiun nilai DO rata – rata di atas 5 mg/l
dibawah 30o C yaitu stasiun I suhu perairannya16o (ppm), dan menurut lee,dkk (1975) dalam
C, stasiun II suhu perairannya15o C, stasiun III suhu Wardhana (2006) mengklasifikasikan tingkat
perairannya18o C yang mempengaruhi pertumbuhan pencemaran atau kualiat perairan berdasarkan nilai
keanekaragaman makrozoobentos dan juga indeks keanekaragaman dan DO yaitu :
kelarutan oksigen (DO). Menurut Sastrswijaya, Tabel 4.8 Klasifikasi tingkat pencemaran atau
(2000) dalam Wardhana (2006) menyatakan Suhu kualitas perairan berdasarkan nilai indeks
merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan keanekaragaman dan DO
keanekaragaman makrozoobentos, batas toleransi Tingkat H’* DO (ppm)
hewan terhadap suhu tergantung kepada spesiesnya. pencemaran
Umumnya suhu di atas 30°C dapat menekan Belum tercemar > 2,0 > 6,5
pertumbuhan populasi hewan bentos, kelarutan
oksigen di dalam air, apabila suhu air naik maka Tercemar ringan 2,0 - 1,6 4,5 - 6,5
kelarutan oksigen di dalam air menurun dan juga
akan mengakibatkan peningkatan ativitas Tercemar sedang 1,5 - 1,0 2,0 - 4,4
metabolisme akuatik, sehingga kebutuhan oksigen
meningkat. Pada tiga stasiun memiliki kelarutan Tercemar berat < 1,0 < 2,0
oksigen (DO) rata – rata di atas 5 mg/l (ppm) dan
aktivitas keanekaragaman makrozoobentos menurun Berdasarkan Tabel 4.8 nilai DO pada
karena semua stasiun kelarutan oksigen (DO) semua stasiun yaitu > 6,5 maka tingkat pencemaran
meningkat yaitu stasiun I 9,4 ppm, stasiun II 9,6 atau kualitas perairan pada semua stasiun baik atau
ppm, stasiun I 9,8 ppm.Menurut Mahida (1993) tidak tercemar, sedangkan nilai indeks
kelarutan oksigen di dalam air bergantung pada keanekaragaman pada semua stasiun yaitu di antara
keadaan suhu. Kehidupan di air dapat bertahan jika 2,0 – 1,6 maka tingkat pencemaran atau kualias
ada oksigen terlarut minimum sebanyak 5 mg/l perairan pada semua stasiun tercemar ringan.
(ppm) oksigen setiap liter air (Sastrawijaya, 2000). c. BOD
Pada tiga stasiun digunaka pengukuran BOD selama Pada tiga stasiun memperoleh data BOD dan
5 hari (BOD5), karena dari hasil penelitian bahwa indeks keanekaragaman sebagai berikut : stasiun I
setelah pengukuran dilakukan selama lima hari nilai BOD yaitu 0,20 ppm dan nilai indeks
jumlah senyawa organik yang diuraikan sudah keanekaragaman yaitu 1,61, stasiun II nilai BOD
yaitu 0,30 ppm dan nilai indeks keanekaragaman e. Tercemar agak berat yaitu terdapat
yaitu 1,87, dan stasiun III nilai BOD yaitu 0,40 Oligochaeta (ubificidae); Diptera
ppm dan nilai indeks keanekaragaman yaitu 1,48. (Chironomus thummi-plumosus); Syrphidae
Menurut lee,dkk (1975) dalam Wardhana (2006) f. Sangat tercemar tidak terdapat
mengklasifikasikan tingkat pencemaran atau kualiat makrozoobentos. Besar kemungkinan
perairan berdasarkan nilai indeks keanekaragaman dijumpai lapisan bakteri yang sangat toleran
dan BOD yaitu : terhadap limbah organik (Sphaerotilus)
Tabel 4.9 Klasifikasi tingkat pencemaran atau dipermukaan.
kualitas perairan berdasarkan nilai indeks Suatu perairan terdapat organisme
keanekaragaman dan BOD makrozoobentos seperti Trichoptera, Planaria,
Tingkat H’* BOD (ppm) Ephemeroptera, Mollusca, Crustacea, Odonata dan
pencemaran
Coleoptera. maka perairan sungai kualitas airnya
Belum tercemar > 2,0 < 3,0 masih sangat baik, sebaliknya suatu perairan tidak
terdapat organisme makrozoobentos maka perairan
Tercemar ringan 2,0 - 1,6 3,0 - 4,9 sungai kualitas airnya tidak baik atau tercemar.
Makrozoobentos akan saling berinteraksi
Tercemar sedang 1,5 - 1,0 5,0 - 15 dengan kualitas air yang baik atau masih alami
faktor fisik dan kimia perairan, dengan keberadaan
Tercemar berat < 1,0 > 15
organisme makrozoobentos sebagai indikator suatau
perairan atau kualitas air baik atau tidak baik
Berdasarkan Tabel 4.9 nilai BOD pada (tercemar).
semua stasiun yaitu < 3,0 maka tingkat pencemaran
atau kualitas perairan pada semua stasiun baik atau KESIMPULAN DAN SARAN
tidak tercemar, sedangkan nilai indeks A. Kesimpulan
keanekaragaman pada semua stasiun yaitu di antara Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
2,0 – 1,6 maka tingkat pencemaran atau kualias ditarik kesimpulan sebagai berikut :
perairan pada semua stasiun tercemar ringan. 1. Keanekaragaman jenis makrozoobentos pada
Dilihat dari pH, DO, dan BOD secara tiga stasiun didapatkan data dari sampel yang
keseluruhan semua stasiun masih termasuk perairan diamati adalah 2 filum yaitu Arthropoda, dan
yang memiliki kualitas air baik karena pada staiun I Platyhelminthes. 3 kelas yaitu Insecta,
terdapat ordo Trichoptera dengan jumlah 19 spesies, Arachnida, dan Turbellaria. 13 Spesies yang
ordo Tricladida dengan jumlah 2 spesies, ordo ditemukan yaitu Scirtessp, Parathelphusidae,
Ephemeroptera dengan jumlah 34 spesies, ordo Polypedilum, Tanytarsus, Simulium
Acari dengan jumlah 6 spesies, ordo Diptera dengan inaequalium, Tipulid, Episyrphus balteatus,
jumlah 11 spesies, dan ordo Coleoptera dengan Baetis tricaudatus, Baetis bicaudatus,
jumlah 1 spesies, staiun II terdapat ordo Trichoptera Cinygmula, Hudsonema amabile, Dugesia
dengan jumlah 2 spesies, ordo Tricladida dengan tigrina dan Hydrachnia. Keanekaragaman pada
jumlah 4 spesies, ordo Ephemeroptera dengan stasiun I yaitu 0,57, stasiun II yaitu 0,61 yang
jumlah 7 spesies, ordo Decapoda dengan jumlah 1 paling tertinggi, sedangkan stasiun III yaitu 0,55
spesies, ordo Diptera dengan jumlah 7 spesies, dan yang paling rendah.
ordo Coleoptera dengan jumlah 1 spesies, dan staiun 2. Hubungan antara DO, BOD dengan
III terdapat ordo Trichoptera dengan jumlah 1 keanekaragaman dihitung secara analisis
spesies, ordo Tricladida dengan jumlah 2 spesies, menggunakan statistik SPSS 16 uji regresi ganda
ordo Ephemeroptera dengan jumlah 23 spesies, dan dan hasil perhitungan F hitung sebesar 0,523
ordo Diptera dengan jumlah 22 spesies. lebih kecil dari F tabel sebesar 19,85 dengan
Menurut Trihadiningrum dan Tjondronegoro, nilai signifikan 0,13 atau 5 %.
(1998) dalam Wardhana, (2006) kualitas air dapat 3. Nilai indeks keanekaragaman pada tiga stasiun
dinilai berdasarkan ketentuan sebagai berikut : rata –rata diatas 1 karena memiliki nilai
a. Tidak tercemar yaitu terdapat Trichoptera kecepatan arus rata – rata 1,23 m/s – 9,6 m/s,
(Sericosmatidae, Lepidosmatidae, Menurut Macan (1974) dalam Andriana (2008)
Glossosomatidae); dan Planaria dalam Pratiwi, dkk (2015) mengelompokkan 5
b. Tercemar ringan yaitu terdapat Plecoptera sungai berdasarkan kecepatan arusnya sehingga
(Perlidae, Peleodidae); Ephemeroptera banyak ditemukan makrozoobentos dan
(Leptophlebiidae, Pseudocloeon, mempunyai kecepatan metabolisme yang lebih
Ecdyonuridae, Caebidae); Trichoptera tinggi dari pada di perairan lambat sedikit
(Hydropschydae, Psychomyidae); Odonanta ditemukan makrozoobentos, selain kecepatan
(Gomphidae, Plarycnematidae, Agriidae, arus pada ketiga stasiun substrat perairan yang
Aeshnidae); Coleoptera (Elminthidae) baik yaitu pasir, bebatuan, krikil atau bebatuan
c. Tercemar sedang yaitu terdapat Mollusca kecil, dan lumpur untuk makan dan juga
(Pulmonata, Bivalvia); Crustacea perlindungan. Dan memiliki nilai koefisien
(Gammaridae); dan Odonanta (Libellulidae, kesaman jenis makrozoobentos pada tiga stasiun
Cordulidae) yang berkisaran 60 % - 80 % yaitu jumlah jenis /
d. Tercemar yaitu terdapat Hirudinea marga yang sama terdapat banyak dalam kedua
(Glossiphonidae, Hirudidae); dan Hemiptera komunitas dan jenis / maarga yang berbeda
sedikit ditemukan (3:1) - (6:1).
B. Saran Yogyakarta (Penerjemah Tjahjono
Dari hasil penelitian ini beberapa saran Samingar). Hlm. 370, 374-375, 386.
yang ditunjukkan kepada beberapa komponen Oktarina, A. 2011. Komunitas Makrozoobentos Di
diantaranya : Sungai Batang Anai Sumatera Barat.
1. Bagi peneliti perlu dilakukan penelitian lebih Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu
lanjut mengenai keanekaragaman Pengetahuan Alam, Universitas Andalas,
makrozoobentos di perairan gunung ciremai Padang. ( Tidak dipublikasikan)
jalur pendakian palutungan (sungai cigowong, Oscoz, J. et al., J. Galicia, dan R. Miranda. 2011.
sungai cibunian, dan curug putri) terhadap Identification Guide of Freshwater
kondisi lingkungan di tiga stasiun tersebut. Macroinvertebrates of spain. Spingers.
2. Bagi siswa dapat digunakan sebagai objek London New York
keanekaragaman makrozoobentos dalam Pratiwi , I. R., W. Prihanta, dan E. Susetyarin. 2015.
invertebrata pada proses pembelajaran. Inventarisai Keanekaragaman
3. Bagi masyarakat yang berwisata maupun yang Makrozoobentos Di Daerah Aliran Sungai
berdagang supaya peduli terhadap lingkungan Barntas Kec. Ngoro Mojokerto Sebagai
dan tidak membuang limbah organik maupun Sumber Belajar Biologi Sma Kelas X.
anorganik sembarangan, karena dapat Laporan Penelitian. Fakultas Keguruan
mengganggu kualitas biota air.. dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Muhammadiyah, Malang. ( Tidak
DAFTAR PUSTAKA dipublikasikan )
Ahmadi, A. dan Prasetya. 2007.Strategi Belajar Rini, D.A. 2007. Mengenal Makroinvertebrata
Mengajar. Bandung. CV Pustaka Setia. Bentos. Warta Konservasi Lahan Basah.
Fitriana, Y.R. 2006. Keanekaragaman Dan Hlm. 3.
Kemelimpahan Makrozoobentos Di Hutan http://onrizal.files.wordpress.com/2008/09
Mangrove Hasil Rehabilitasi Taman /onrizal.wk/6-15-3-okt 2007 Diakses
Hutan Raya Ngurah Rai Bali, Bioedukasi. tanggal 29 Januari 20015.
(On-line), Volume 7,Nomor 1, Romimohtarto, K. dan S. Juwana. 2009. BIOLOGI
http://biodiversitas.mipa.uns.ac.id/D/D070 LAUT. Djambatan. Jakarta
1/D070117.pdf diakses 29 Januari 2015 Sakinah, N. 2013. Indeks Perbandingan Sukensial
Indrowati, M.et al., T. Purwoko, E. Retnaningtyas, Keanekarahaman Bentos Di Ekosistem
R.I. Yulianti, S. Nurjanah, D. Purnomo Perairan. Laporan Penelitian. Fakultas
dan P.H. Wibowo. 2012. Identifikasi Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Jenis, Kerapatan Dan Diversitas Plankton Universitas Hasanuddin, Makassar. (
Bentos Sebagai Bioindikator Perairan Tidak dipublikasikan )
Sungai Pepe Surakarta, Bioedukasi. (On- Sinaga, T. 2009. Keanekaragaman Makrozoobentos
line), Volume 5, Nomor 2, Sebagai Indikator Kualitas Perairan
http://eprints.uns.ac.id/11578/1/875-2099- Danau Toba Balige Kabupaten Toba
1-SM.pdf diakses 29 Januari 2015 Samosir. Tesis. Fakultas Pascasarjana
Jati, W.N. 2003. Studi Komparasi Keanekaragaman Biologi, Universitas Sumatera Utara,
Bentos di Waduk Sempor, Waduk Medan. (Tidak dipublikasikan)
Kedungombo dan Waduk Gajah Mungkur Sudarjanti dan Wirjani. 2006. Keanekaragaman dan
Jawa Tengah. Fakultas Biologi Kelimpahan Makrozoobentos. Erlangga.
Universitas Atmaja. Yogyakarta. Hlm. Jakarta
123-127. (Tidak dipublikasikan) Suryono dan Achmad, B. 2010. Kompensasi Hulu-
Krebs, C.J. 1989. Experimental Analysis of Hilir Pengelolaan Air Di Kawasan
Distribution and Abundanc. Third Edition. Ekosistem Hutan Rakyat Kabupaten
Harper & Prow Publisher. New York. Kuningan. Laporan Penelitian. Balai
Hlm. 186-187, 310-315. Penelitian, Kehutanan Ciamis, Kuningan.
Muhaimin, H. 2013. Distribusi Makrozoobentos (Tidak dipublikasikan)
Pada Sedimen Bar (Pasir Penghalang) Di Sutapa, I. Purwati, S.U. 1999. Menilai Kesehatan
Intertidal Pantai Desa Mappakalompo Sungai Berdasarkan Indikator Biologis.
Kabupaten Takalar. Skripsi. Fakultas Jurnal Studi Pembangunan,
Kelautan dan Perikanan, Universitas Kemasyarakatan & Lingkungan 1:1-11.
Hasanuddin, Makassar. (Tidak Tesky, D. 2007. Biological Indicators. http:// www.
dipublikasikan) Suite. 101. Com/ article/ Cfm/ ecology/
Nurfarida, I.A. 2014. Keanekaragaman 57858/ 2009 Diakes 29 Januari 2015
Makrozoobentos Di Sungai Cilengkrang Wargadinata, E.L. 1995. Makrozoobentos Sebagai
Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Skripsi. Indikator Ekologi di Sungai Percut. Tesis.
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program Pasca Sarjana Ilmu Pengetahuan
Universitas Kuningan, Kuningan. ( Tidak Sumber Daya Alam dan Lingkungan
dipublikasikan ) USU. Medan. Hlm. 10-15, 34-39. (Tidak
Odum, E.P. 1994. Dasar-dasar Ekologi. Edisi dipublikasikan).
Ketiga. Universitas Gadjah Mada Press,

Anda mungkin juga menyukai