Husain Latuconsina
Staf Pengajar FPIK UNIDAR Ambon, e-mail: husainlatuconsina@ymail.com
ABSTRAK
Kata Kunci: Pemanasan global, emisi gas rumah kaca, ekositem pesisir dan
lautan
30
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
Emisi gas rumah kaca lebih banyak meliputi haloflourocarbon (HFC) dan
dihasilkan dari aktivitas manusia yang perfluorocarbon (PFC).
menggunakan bahan bakar fosil berupa CO2 merupakan GRK yang paling
minyak bumi, batu bara dan gas alam dominan dalam menahan radiasi bumi
dalam bentuk asap dari knalpot kendaraan sehingga temperatur udara meningkat.
bermotor dan buangan gas dari cerobong Menurut Manik (2007), emisi CO2 terutama
asap pabrik. Kebakaran hutan juga berasal dari pembakaran bahan bakar fosil
berkontribusi besar bagi pelepasan emisi (minyak bumi, gas alam dan batu bara).
CO2 ke atmosfer, sementara itu Sedangkan sumber emisi NOX dan CH4
penggundulan hutan menjadi penyebab terutama bersal dari bahan bakar fosil dan
berkurangnya penyerapan CO2 oleh pembakaran bahan organik. Sementara itu
vegetasi. CFC merupakan zat kimia ciptaan manusia
Disamping itu, lapisan Ozon (O3) yang banyak digunakan sebagai zat
yang terbentuk secara alamiah melalui pendingin dalam kulkas dan AC, industri
reaksi fotokimia molekul oksigen pada plastik busa, gas pendorong pada kemasan
lapisan Stratosfer dengan ketebalan kurang aerosol (pewangi, hairspray, pembersih
lebih 3 mm yang terletak pada ketinggian kaca dan lainnya) yang berperan terhadap
15 sampai 40 km di atas permukaan bumi, penipisan lapisan Ozon pada atmosfer
yang berfungsi sebagai filtrasi terhadap bumi.
sekitar 80 % radiasi sinar ultraviolet Konsentrasi GRK di atmosfer
bergelombang pendek dan berenergi tinggi mampu menyerap sinar inframerah yang
sebelum masuk ke permukaan bumi, dipantulkan bumi sehingga meningkatkan
kenyataannya dalam beberapa dekade efek rumah kaca yang menyebabkan
terakhir telah mengalami penipisan akibat pemanasan global. Permasalahan ini
penggunaan CFC secara berlebihan oleh berkaitan dengan waktu tinggal gas rumah
manusia. Hasil pengukuran para ilmuan kaca di atmosfer, dimana makin panjang
telah membuktikan terjadinya peningkatan waktu tinggal gas rumah kaca dalam
sinar ultraviolet-B ke permukaan bumi atmosfer maka akan semakin efektif pula
sebanyak 30 %, yang berdampak buruk pengaruhnya terhadap peningkatan
terhadap manusia dan makhluk hidup temperatur bumi. Waktu terpanjang emisi
lainnya. gas rumah kaca di atmosfer adalah CO2
sekitar 50-200 tahun, sementara waktu
II. GAS RUMAH KACA DAN terpendek adalah CH4 yaitu sekitar 10
MEKANISME PEMANASAN tahun.
GLOBAL Efek Rumah Kaca sebenarnya
Terdapat beberapa gas di atmosfir berperan penting dalam mendukung
yang berfungsi sebagai ’perangkap’ energi kelangsungan hidup manusia dan makhluk
panas matahari. Tanpa gas-gas ini, panas hidup lainnya di bumi, karena menurut
akan hilang ke angkasa dan temperatur Soemarwoto (2004) tanpa adanya efek
rata-rata bumi dapat menjadi lebih dingin, rumah kaca maka bumi akan terlalu dingin
karena fungsinya sebagai penjaga untuk ditempati, dengan rata-rata
hangatnya bumi. Gas-gas ini disebut temperatur sekitar -18°C, tetapi dengan
sebagai Gas Rumah Kaca (GRK), adanya efek ini temperatur rata-rata bumi
diantaranya; carbon dioksida (CO2), menjadi 33°C yang sesuai bagi kehidupan
metana (CH4), nitrogen oksida (NOx) yang makhluk hidup. Namun akan timbul
terdiri dari gas nitrogen monoksida (NO) permasalahan apabila efek tersebut terlalu
dan nitrogen dioksida (NO2), besar, karena bumi akan menjadi lebih
chloroflourocarbon (CFC) yang terbagi hangat dari semestinya dan dapat
31
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
berdampak negatif bagi kehidupan alam pesisir dan laut sebagai penyangga
makhluk hidup di muka bumi. kehidupan manusia.
Proses terjadinya pemanasan global
berawal dari matahari sebagai sumber III. DAMPAK BAGI KOMUNITAS
energi di muka bumi. Sebagian besar TERUMBU KARANG
energi tersebut dalam bentuk radiasi Pemanasan global telah
gelombang elektromagnetik yang pendek, menyebabkan penurunan keanekaragaman
termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini hayati laut. Salah satunya terjadi pada
mengenai permukaan bumi, akan berubah komunitas terumbu karang dari jenis
dari cahaya menjadi panas yang hermatifik (hermatypic coral), yaitu hewan
menghangatkan bumi dan permukaan bumi karang pembentuk bangunan/kerangka
akan menyerap sebagian panas serta karang dari tumpukan kapur (CaCO3)
memantulkan kembali sisanya. Sebagian sebagai hasil fotosintesis jutaan alga
dari panas ini sebagai radiasi infra merah zooxanthellae yang hidup bersimbiosis
gelombang panjang dan ultraviolet ke dalam jaringan tubuh hewan karang
angkasa luar. Namun sebagian panas tetap tersebut.
terperangkap di permukaan bumi karena Terumbu karang merupakan
dipantulkan oleh sejumlah gas rumah kaca komunitas biologis di perairan laut dangkal
yang terbentuk di atmosfer, menyebabkan yang umumnya berkembang secara optimal
panas tersebut tersimpan di permukaan pada temperatur perairan 25-29°C dan
bumi. Mekanisme ini terjadi secara terus sangat rentan terhadap perubahan
menerus, mengakibatkan temperatur rata- temperatur perairan yang merupakan salah
rata tahunan bumi mengalami peningkatan. satu faktor pengontrol pertumbuhan dan
Ahli klimatologi memprediksikan perkembangan karang. Sehingga kenaikan
laju kenaikan emisi GRK akan terus temperatur 1oC saja polip karang
mengalami peningkatan di atmosfer pada mengalami stress berat dan jika
masa mendatang yang memacu berlangsung dalam waktu lama (3-6 bulan),
peningkatan temperatur bumi. Dimana akan menyebabkan lepasnya alga
menurut laporan pemantauan zooxanthellae dalam tubuh hewan karang,
Intergovernmental Panel on Climate dimana peristiwa ini disebut
Change (IPCC) dalam Indrawan et al pencucian/pemutihan karang (coral
(2007), telah terjadi kenaikan temperatur bleaching). Belum banyak yang dimengerti
bumi sebesar 0,5oC selama abad 20 dan dari mekanisme coral bleaching, namun
diperkirakan akan meningkat sekitar 1,5o- menurut Westmacott et al, (2000)
5,8 oC pada tahun 2100, bahkan akan diperkirakan kenaikan suhu menganggu
mengalami peningkatan lebih besar lagi kemampuan zooxanthellae untuk
apabila kadar CO2 meningkat lebih cepat di berfotosintesis, dan dapat memacu
atmosfer. produksi kimiawi berbahaya yang merusak
Dampak pemanasan global karena sel-sel mereka.
peningkatan temperatur bumi adalah Hewan karang akan mengalami
berubahnya iklim global berupa perubahan kehilangan 60-90% dari jumlah alga
curah hujan dan naiknya intensitas zooxanthellae-nya dan alga zooxanthellae
frekwensi badai, naiknya paras laut akibat yang masih tersisa dapat kehilangan 50-
memuainya air laut pada temperatur yang 80% dari pigmen fotosintesisnya selama
lebih tinggi dan akibat mencairnya es abadi peristiwa coral bleaching (Glynn, 1996)
di kawasan kutub bumi, salinitas menurun dalam Westmacott et al. (2000). Menurut
dan sedimentasi meningkat di kawasan Supriharyono (2007), laju kalsifikasi
pesisir dan lautan, sehingga semakin (produksi kapur CaCO3) akan meningkat
mengancam keberlanjutan sumberdaya seiring meningkatnya laju fotosintesis alga
32
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
33
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
pengontrolan perluasan dan ketebalan awan telur biota laut, kerusakan jaringan tubuh,
yang melewati lautan sehingga dikenal penurunan laju pertumbuhan dan laju
sebagai pengatur dan pengendali iklim pembentukan cangkang hewan avertebrata
global. Dengan demikian, tanpa kehadiran laut, serta menghambat penyerapan unsur
fitoplankton di lautan maka temperatur hara seperti nitrogen bagi alga laut yang
bumi akan menjadi lebih panas dari menyebabkan menurunnya kuantitas dan
semestinya, yang menyebabkan bumi tidak kualitas kandungan agar dan karagenan.
layak untuk dihuni oleh makhluk hidup. Berdasarkan pemantauan biota laut
Fitoplankton di lautan tidak saja oleh Eliot dan Simmonds pada tahun 2007
mampu mengendalikan dan mengatur iklim dalam Indrawan et al (2007), telah
global, namun juga menerima dampak dianalisis dan diperkirakan sejumlah
negatif dari perubahan iklim akibat dampak langsung akibat perubahan
pemanasan global. Menurut Syamsuddin temperatur bumi yaitu terjadinya
(2000), menipisnya lapisan Ozon telah perubahan pola distribusi dari beberapa
berdampak buruk terhadap komunitas jenis mamalia laut yang berpindah menuju
fitoplankton di lautan akibat peningkatan habitat optimalnya yang tersisa dan dapat
emisi GRK berupa CFC. Diperkirakan 16 mempengaruhi kerentanan peyebaran virus
% pengurangan lapisan Ozon akan dan introduksi kuman penyakit. Sementara
mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dampak tidak langsung adalah perubahan
fitoplankton sebagai dasar rantai makanan ketersediaan dan kelimpahan sumber
sehingga menurunkan laju fotosintesis di pakan.
laut yang diperkirakan sudah mencapai Dengan demikian, dikhawatirkan
6-12 %. akan terjadi penurunan tingkat
Dengan semakin kecil ukuran keanekaragaman biota laut di dunia secara
individu dan populasi fitoplankton, akan besar-besaran karena mengalami
menurunkan produktivitas primer yang kerentanan dan ancaman kepunahan.
menyebabkan terganggunya sistem rantai Dimana pemanasan global telah
makanan di perairan laut, karena menyebabkan beberapa parameter fisika
fitoplankton merupakan penghasil bahan dan kimia lingkungan sebagai faktor
organik dan sumber produsen utama di pembatas akan mengalami perubahan
perairan laut. Sehingga akan berpengaruh drastis yang tidak ideal lagi bagi sebagian
langsung terhadap penurunan populasi besar biota laut untuk dapat berkembang
zooplankton sebagai konsumennya dan dan bertahan hidup.
selanjutnya berpotensi terhadap penurunan
kelimpahan ikan sebagai konsumen pada V. DAMPAK BAGI KAWASAN
tingkatan selanjutnya. PESISIR DAN PULAU-PULAU
Radiasi UV-B secara berlebihan KECIL
menurut Syamsuddin (2000), juga dapat Ketika atmosfer menghangat, lapisan
menyebabkan rekombinasi gen, permukaan lautan akan ikut menghangat,
memperlambat pembelahan sel sehingga sehingga memacu kenaikan paras laut.
menghambat laju pertumbuhan biota laut Pemanasan global juga telah mencairkan
dan merusak sistem kekebalan hewan laut, banyak Es di kawasan kutub bumi terutama
terhambatnya reproduksi generatif di sekitar Greenland. Tinggi paras laut di
beberapa hewan laut melalui inaktivasi sel- seluruh dunia telah meningkat 10 - 25 cm
sel organ reproduksi berupa kerusakan selama abad ke-20. IPCC memprediksi
kromosom kelamin dari sel telur dan peningkatan paras laut lebih lanjut sekitar 1
spermatozoa, sehingga berpotensi merubah m pada akhir abad ke-21.
rasio perbandingan individu jantan dan Hasil penelitian Fred Pearce tahun
betina. Dapat pula menurunkan daya tetas 2002 dalam Indrawan et al (2007),
34
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
35
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
36
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
DAFTAR PUSTAKA
Burke,L., E. Selig, and M. Spalding. 2002. Terumbu Karang yang Terancam di Asia
Tenggara. World Resources Institute.Washington DC. USA.
Callan, S.J. and J.M.,Thomas. 2000. Environmental Economics and Management: Theory,
Policy, and Applications, The Dryden Press.
Glynn, P.W. 1996. Coral reef bleaching: facts, hypothesis and implications. Global
Change Biology.
Harijono, S.W.B. 2007. Kondisi Indonesia Saat ini dan Prediksi Iklim Masa yang Akan
Datang. Diskusi Panel Kesiapan Indonesia Menghadapi Perubahan Iklim. Badan
Meteorologi dan Geofisika. Jakarta.
Indrawan, M., R.B. Primack, dan J. Supriatna. 2007. Biologi Konservasi (Edisi Revisi).
Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
37