Anda di halaman 1dari 51

MAKALAH INDIVIDU PERUBAHAN IKLIM

“ANALISIS PERUBAHAN IKLIM DAN FAKTOR YANG


MEMPENGARUHI”

OLEH :

OLIVIANA LEONI
M1B119040
ILMU LINGKUNGAN B

JURUSAN ILMU LINGKUNGAN

FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha ESA atas segala rahmatNya

sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami

mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan

memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya. Penulis sangat berharap semoga

makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami

berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan

sehari-hari. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam

penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk

itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi

kesempurnaan makalah ini.

Kendari, 25 OKTOBER 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL............................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................1
1.2 Rumusan..............................................................................................2
1.3 Tujuan..................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Definisi Perubahan Iklim dan Pemanasan Global.........................4
2.2. Penyebab Perubahan Iklim..............................................................9
2.3. Dampak Perubahan Iklim...............................................................11
2.4. Upaya Yang Dapat Dilakukan Untuk Menanggulanggi Perubahan
Iklim...................................................................................................15
2.5. Strategi Adaptasi dan Mitigasi Terhadap Perubahan Iklim.......17
2.6. Penyebab Pemanasan Global.........................................................22
2.7. Mengatasi Pemanasan Global........................................................29
2.8. Mengukur Pemanasan Global........................................................31
2.9. Model Iklim.......................................................................................33
2.10. Dampak Yang Dimbulkan Dari Pemanasan Global.................35
2.11. Perdebatan Tentang Pemanasan Global....................................39
2.12. Pengendalian Pemanasan Global...............................................40
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................................................................45
3.2 Saran.................................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Perubahan iklim merupakan suatu perubahan jangka panjang dalam pola


cuaca tertentu di suatu wilayah. Perubahan iklim ini sendiri sering dikaitkan
dengan pemanasan global. Pemanasan global adalah kenaikan pada suhu Bumi
yang kemudian berlangsung selama satu dekade atau lebih dimana salah satu
penyebabnya adalah perubahan iklim. Iklim sendiri berubah secara terus menerus
karena adanya interaksi antara suatu komponen dan faktor eksternal misalnya saja
pada erupsi vulkanik, variasi sinar matahari, serta faktor-faktor yang disebabkan
oleh kegiatan manusia seperti pada perubahan penggunaan lahan serta
penggunaan bahan bakar fosil. Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
sendiri mengungkapkan perubahan iklim disebabkan oleh aktivitas manusia baik
itu secara langsung maupun tidak langsung hingga kemudian mengubah
variabilitas iklim alami dan komposisi dari atmosfer global pada suatu periode
waktu yang dapat diperbandingkan. Komposisi atmosfer global ini diantaranya
komposisi material atmosfer bumi berupa Gas Rumah Kaca (GRK) yang terdiri
dari atas Nitrogen, Karbon Dioksida, Metana, dan lain sebagainya. Pada dasarnya,
Gas Rumah Kaca sendiri dibutuhkan untuk menjaga suhu bumi tetap dalam
keadaan stabil. Meski demikian konsentrasi Gas Rumah kaca sendiri kemudian
kian meningkat dan membuat lapisan atmosfer menjadi semakin tebal. Penebalan
pada lapisan atmosfer ini kemudian menyebabkan sejumlah panas bumi menjadi
terperangkap di atmosfer dan menumpuk hingga akhir.

Pemanasan global (global warming) adalah suatu bentuk


ketidakseimbangan ekosistem di bumi akibat terjadinya proses peningkatan suhu
rata-rata atmosfer, laut, dan daratan di bumi. Global warming merupakan suatu
proses yang ditandai dengan naiknya suhu atmosfer , laut, dan daratan. Sekedar
info , Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah melonjak 0.74 ± 0.18 °C
(1.33 ± 0.32 °F) dalam seratus tahun terakhir. Jadi,fix bumi kita sudah makin
memanas. Perubahan iklim akibat adanya pemanasan global (global warming)

1
sudah menjadi pengetahuan umum sedangkan pemanasan global diisukan sebagai
akibat dari bertambahnya gas rumah kaca. Pemanasan global secara umum
diartikan sebagai peningkatan suhu rata-rata permukaan bumi yang disebabkan
oleh peningkatan jumlah gas rumah kaca yang terdapat di atmosfer bumi. Gas
rumah kaca yang utama ada di bumi adalah karbon dioksida, metana, dan nitrat
oksida. Gas karbondioksida adalah penyumbang terbesar gas rumah kaca
dibandingkan gas lainya. Sumber gas CO2 adalah dari pembakaran bahan bakar,
pernafasan makhluk hidup, tumpukan sampah, letusan gunung berapi, kebakaran
hutan, kebakaran lahan gambut, pabrik dan lain-lain. Sektor industri merupakan
salah satu penyumbang emisi gas CO2 Langkah- langkah yang dapat diambil
untuk menanggulangi dan mencegah dampak pemanasan global yaitu penggunaan
biofuel menggantikan bahan bakar konvensional seperti batu bara dimana gas
buang pabrik yang menggunakan batu bara mengandung CO2 jauh lebih tinggi
dibandingkan yang menggunakan biofuel. Penyerapan gas CO2 mengunakan
bahan kimia dan tanaman , serta penghematan bahan bakar minyak sehingga
konsumsi energi menurun yang akhirnya mengurangi laju produksi bahan bakar.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa definisi perubahan iklim dan pemanasan global?
2. Apa yang menjadi penyebab perubahan iklim?
3. Seperti apa dampak perubahan iklim?
4. Apakah upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi perubahan
iklim?
5. Apakah strategi adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim?
6. Apa yang menjadi penyebab pemanasan global?
7. Cara mengatasi pemanasan global?
8. Mengukur pemanasan global?
9. Apa saja model iklim?
10. Seperti apa dampak yang ditimbulkan dari pemanasan global?
11. Bagaimanakah perdebatan tentang pemanasan global?
12. Bagaimanakah pengendalian pemanasan global?

2
1.3. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui definisi perubahan iklim dan pemanasan global!
2. Untuk mengetahui apan yang menjadi penyebab pemanasan global!
3. Untuk mengetahui seperti apa dampak yang dimbulkan dari pemasalah
global!
4. Untuk mengetahui bagaimana upaya yang dapat di lakukan untuk
menanggulangi perubahan iklim!
5. Untuk mengetahui strategi dan mitigasi terhadap perubahan iklim!
6. Untuk mengetahui penyebab pemanasan global!
7. Untuk mengetahui cara mengatai pemanasan global!
8. Mengukur pemanasan global!
9. Untuk mengetahui apa saja model iklim!
10. Untuk mengetahui apa dampak yang ditimbulkan dari pemanasan global!
11. Untuk mengetahui bagaimana perdebatan tentang pemanasan global!
12. Untuk mengetahui bagaimana pengendalian pemanasan global!

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Perubahan Iklim dan Pemanasan Global


Mengenai Perubahan Iklim iklim adalah rata-rata cuaca dimana cuaca
merupakan keadaan atmosfer pada suatu saat di waktu tertentu. Iklim
didefinisikan sebagai ukuran rata-rata dan variabilitas kuantitas yang relevan dari
variabel tertentu (seperti temperatur, curah hujan atau angin), pada periode waktu
tertentu, yang merentang dari bulanan hingga tahunan atau jutaan tahun. Iklim
berubah secara terus menerus karena interaksi antara komponen-komponennya
dan faktor eksternal seperti erupsi vulkanik, variasi sinar matahari, dan faktor-
faktor disebabkan oleh kegiatan manusia seperti misalnya perubahan pengunaan
lahan dan penggunaan bahan bakar fosil. Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) tentang Kerangka Kerja Perubahan Iklim (United Nations Framework
Convention on Climate Change/UNFCCC) mendefinisikan Perubahan iklim
sebagai perubahan iklim yang disebabkan baik secara langsung atau tidak
langsung oleh aktivitas manusia sehingga mengubah kompoisi dari atmosfer
global dan variabilitas iklim alami pada perioda waktu yang dapat
diperbandingkan.

Komposisi atmosfer global yang dimaksud adalah komposisi material


atmosfer bumi berupa Gas Rumah Kaca (GRK) yang di antaranya, terdiri dari
Karbon Dioksida, Metana, Nitrogen, dan sebagainya.Pada dasarnya, Gas Rumah
Kaca dibutuhkan untuk menjaga suhu bumi tetap stabil. Akan tetapi, konsentrasi
Gas Rumah kaca yang semakin meningkat membuat lapisan atmosfer semakin
tebal. Penebalan lapisan atmosfer tersebut menyebabkan jumlah panas bumi yang
terperangkap di atmosfer bumi semakin banyak, sehingga mengakibatkan
peningkatan suhu bumi, yang disebut dengan pemanasan global.

4
Contoh grafik data suhu rata-rata tahunan selama 30-tahun
(periode 1981-2010). Variasi naik turun suhu setiap tahun menunjukkan
adanya
variabilitas tahunan suhu. Variabilitas data tersebut mengalami penyimpangan
yang ekstrim dari nilai rata-rata berupa

Berbeda dengan perubahan iklim, variabilitas iklim adalah variasi iklim


dalam keadaan rata-rata atau statistik lain di semua skala temporan dan spasial
pada satu periode waktu tertentu (seperti: satu bulan, musim atau tahun),
dibandingkan dengan statistik jangka panjang untuk periode kalender yang sama.
Variabilitas Iklim diukur oleh deviasi ini, yang biasanya disebut anomali.
Perbedaan antara variabilitas iklim dan perubahan iklim terlihat pada jangka
waktu perubahan yang terjadi. Variabilitas iklim terlihat pada perubahan yang
terjadi didalam kerangka waktu yang pendek, seperti satu bulan, satu musim atau
satu tahun. Sedangkan,perubahan iklim terjadi pada periode waktu yang lebih
lama, yaitu pada periode dekade atau lebih lama lagi. Perubahan Iklim merujuk
kepada satu perubahan keadaan rata-rata iklim atau variabilitasnya secara
signifikan dalam satu periode yang panjang (dekade atau lebih lama lagi).
a. Sistem Iklim
Sistem Iklim terdiri dari lima komponen utama, yaitu: atmosfer; hidrosfer;
kriosfer; permukaan tanah; dan biosfer. Sistem Iklim berubah secara terus

5
menerus disebabkan karena interaksi antara komponen-komponennya dan juga
faktor eksternal seperti erupsi vulkanik, variasi sinar matahari, dan faktor-fator
yang dipengaruhi manusia seperti perubahan atmosfer dan perubahan lahan.
b. Variabilitas Iklim
Variabilitas iklim adalah variasi iklim, dalam keadaan rata-rata atau
statistik lain, pada semua skala temporan dan spasial pada satu periode waktu
tertentu (seperti: satu bulan, musim atau tahun), dibandingkan dengan statistik
jangka panjang untuk periode kalender yang sama. Variabilitas Iklim diukur oleh
deviasi ini, yang biasanya disebut anomali. Variabilitas mungkin disebabkan oleh
proses internal alami didalam sistem iklim (variabilitas internal), atau oleh variasi
dalam faktor-faktor alami atau faktor luar atropogenik (variabilitas eksternal).

Figure 1: Contoh grafik data suhu rata-rata tahunan selama 30-tahun (periode
1981-2010). Variasi naik turun suhu setiap tahun menunjukkan adanya
variabilitas tahunan suhu. Variabilitas data tersebut mengalami penyimpangan
yang ekstrim dari nilai rata-rata berupa Perubahan Iklim.

Perubahan Iklim merujuk kepada satu perubahan keadaan rata-rata iklim


atau variabilitasnya secara signifikan dalam satu periode yang panjang (dekade
atau lebih lama lagi). Perubahan Iklim mungkin disebabkan oleh proses internal
alami atau faktor eksternal seperti perubahan terus menerus pada atmosfer atau
perubahan penggunaan lahan. UNFCCC (United Nations Framework Convention

6
on Climate Change –Konvensi Perubahan Iklim) mendefinisikan "Perubahan
Iklim" sebagai perubahan dari iklim yang disebabkan baik secara langsung atau
tidak langsung oleh aktivitas manusia sehingga mengubah kompoisi dari atmosfer
global dan variabilitas iklim alami pada perioda waktu yang dapat
diperbandingkan. Perbedaan antara variabilitas iklim dan perubahan iklim terlihat
pada jangka waktu perubahan yang terjadi. Variabilitas iklim terlihat pada
perubahan yang terjadi didalam kerangka waktu yang pendek, seperti satu bulan,
satu musim atau satu tahun. Sedangkan,perubahan iklim terjadi pada periode
waktu yang lebih lama, yaitu pada periode dekade atau lebih lama lagi. Perbedaan
utama antara keduanya adalah dalam keberadaan kondisi "anomali", ketika
kejadian yang dulu biasanya jarang terjadi menjadi lebih sering terjadi, atau
sebaliknya. Perubahan Iklim merujuk kepada satu perubahan keadaan rata-rata
iklim atau variabilitasnya secara signifikan dalam satu periode yang panjang
(dekade atau lebih lama lagi). Perubahan Iklim mungkin disebabkan oleh proses
internal alami atau faktor eksternal seperti perubahan terus menerus pada atmosfer
atau perubahan penggunaan lahan.. Secara statistik, kurva distribusi frekuensi
yang merepresentasikan probabilitas dari perubahan kejadian meteorologi secara
spesifik. Kurva ini mungkin berubah baik pada amplitudonya, bergeser rata-

ratanya, atau keduanya.

Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ±


0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel
on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan
suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar
disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas
manusia melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh
setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains
nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan
yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.
Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu
permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara

7
tahun 1990 dan 2100.Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan
skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca pada masa
mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun
sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan
kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu
tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil.Ini mencerminkan
besarnya kapasitas kalor lautan.

Anomali suhu permukaan rata-rata selama periode 1995 sampai 2004 dengan
dibandingkan pada suhu rata-rata dari 1940 sampai 1980.

Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-


perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas
fenomena cuaca yang ekstrem,serta perubahan jumlah dan pola presipitasi.
Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian,
hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan. Beberapa hal yang masih
diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan
akan terjadi pada masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-
perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang
lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia
mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau

8
membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap
konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara
di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah
pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.

2.2. Penyebab Perubahan Iklim


1. Efek Rumah Kaca
Gas Rumah Kaca sebagai penyebab perubahan iklim pertama dan berasal
dari gas-gas rumah kaca. Beberapa gas di atmosfer Bumi sendiri turut berperan
dalam hal ini, misalnya pada kaca di rumah yang memerangkap panas matahari
kemudian menghentikannya agar tidak bocor kembali ke angkasa. Banyak dari
gas-gas ini terjadi secara alami, meski berbagai aktivitas manusia disekitarnya
meningkatkan konsentrasinya di atmosfer, khususnya pada metana, karbon
dioksida (CO2), gas berfluorinasi CO2 dan dinitrogen oksida sebagai gas rumah
kaca yang paling umum diproduksi oleh aktivitas manusia serta bertanggung
jawab atas 64% pemanasan global buatan manusia. Konsentrasinya di atmosfer
saat ini adalah 40% lebih tinggi jika dibandingkan saat industrialisasi dimulai
dahulu, Gas rumah kaca lainnya sendiri dipancarkan dalam jumlah yang lebih
kecil, tetapi mereka memerangkap panas jauh lebih efektif dibanding CO2, serta
dalam beberapa kasus ribuan kali lebih kuat. Metana ini bertanggung jawab atas
nitro oksida sebesar 6% dan 17% pemanasan global buatan manusia.

2. Peningkatan Emisi
Penyebab perubahan iklim yang kedua berasal dari peningkatan emisi
yang diakibatkan oleh ulah manusia, misalnya saja pada Pembakaran minyak,
batu bara, dan gas yang akan menghasilkan dinitrogen oksida dan karbon dioksida.
Ha ini juga disebabkan oleh deforestasi atau penebangan hutan. Pohon sendiri
membantu mengatur iklim dengan menyerap CO2 dari atmosfer. Karenanya saat
terjadi penebangan, efek menguntungkan kemudian hilang dan karbon yang
tersimpan di pohon akan dilepaskan ke atmosfer, dan menambah efek rumah kaca
di bumi. Selain itu peningkatan emisi juga disebabkan oleh meningkatnya jumlah
peternakan, khususnya pada Sapi dan domba, dimana keduanya menghasilkan

9
metana dalam jumlah besar saat mencerna makanan. Tak hanya itu pupuk yang
mengandung nitrogen juga menghasilkan emisi nitro oksida, Gas-gas ini
berfluorinasi hingga kemudian menghasilkan efek pemanasan yang sangat kuat,
yaitu hingga 23.000 kali lebih besar dibanding CO2.

3. Pemanasan Global
Penyebab perubahan iklim lainnya berasal dari aktivitas pemanasan global.
Pembangkit listrik dan instalasi industri lainnya ialah penghasil CO2 utama. Suhu
rata-rata global saat ini sendiri adalah 0,85ºC lebih tinggi jika dibandingkan
dengan akhir abad ke-19. Masing-masing dari tiga dekade terakhir ini sendiri telah
lebih hangat dibandingkan dekade sebelumnya sejak pencatatan mulai dilakukan
yaitu pada tahun 1850an. Para ilmuwan iklim terkemuka mengemukakan
pendapatnya mengenai penyebab pemanasan global adalah aktivitas manusia. Hal
ini sendiri telah diamati sejak pertengahan abad ke-20. Peningkatan 2°C
dibanding suhu pada masa pra-industri ini dinilai para ilmuwan sebagai ambang
batas. Di mana kemudian terdapat risiko yang jauh lebih tinggi bahwa perubahan
yang berbahaya serta berbagai bencana di lingkungan global kemungkinan akan
terjadi. Karenanya hingga saat ini banyak diantara negara lain telah menanamkan
kepada warganya tentang pentingnya menjaga pemanasan dibawah 2°C.

4. Perubahan Orbit Bumi


Penyebab terjadinya perubahan iklim selanjutnya berasal dari orbit bumi
yang mengalami perubahan. Dalam 800.000 tahun terakhir, terdapat siklus alami
dalam iklim Bumi di antara zaman es serta periode interglasial yang lebih hangat.
Usai zaman es terakhir di 20.000 tahun yang lalu, suhu global kemudian naik rata-
rata sekitar 3°C – 8°C dalam kurun waktu 10.000 tahun terakhir. Peneliti juga
menghubungkan kenaikan suhu dalam 200 tahun terakhir ini dengan kenaikan
level CO2 di atmosfer. Tingkat gas rumah kaca ini sendiri kini telah berada jauh
di atas siklus alami dalam kurun waktu 800.000 tahun terakhir. Orbit bumi yang
berada di sekitar matahari adalah lingkaran bukannya elips. Kadang ia hampir
melingkar dimana jarak Bumi berada kira-kira sama dari Matahari saat ia bergerak
mengelilingi orbitnya. Pada waktu lainnya elips lebih menonjol hingga Bumi

10
bergerak lebih dekat dan jauh dari matahari saat mengorbit. Saat Bumi lebih dekat
ke matahari sendiri, iklim kemudian akan menjadi lebih hangat.

2.3. Dampak Perubahan Iklim

 Dampak Perubahan Iklim Terhadap Kehidupan


1. Dampak dari peningkatan suhu bumi
Pemanasan global berakibat langsung pada peningkatan suhu bumi. Suhu
bumi yang meningkat dapat berdampak langsung terhadap kehidupan manusia
melalui:
 Peningkatan konsumsi energi dan meningkatnya ancaman kelaparan akibat
penurunan produksi tanaman atau gagal panen, sebagai akibat dari
evaporasi yang berlebihan sehingga ketersediaan air sangat terbatas,
serangan hama dan penyakit yang meningkat.
 Meningkatnya serangan wabah penyakit malaria, demam berdarah, diare,
gangguan pernafasan akibat meningkatnya kabut asap karena kebakaran
hutan dan sebagainya.
2. Dampak dari perubahan curah hujan
Perubahan yang terjadi ditunjukkan dengan adanya ketidak-menentuan
musim, meningkatnya curah hujan pada saat musim penghujan sehingga
meningkatkan potensi kejadian banjir dan longsor yang dapat mengurangi luasan
lahan pertanian, kekeringan dan penurunan ketersediaan air berkepanjangan yang
akan mempengaruhi pasokan air untuk wilayah perkotaan dan pertanian, serta
meluasnya kebakaran hutan.
3. Dampak dari kenaikan suhu dan tinggi muka laut (TML) Kenaikan suhu
permukaan laut berdampak terhadap 2 hal:
a. Merusak terumbu karang (coral bleaching) dan mengubah arus laut yang
berakibat pada pola migrasi ikan di laut yang berdampak besar terhadap
penghasilan nelayan,
b. meluasnya genangan air laut dan abrasi di wilayah pesisir serta
peningkatan intrusi air laut ke daratan sehingga mengancam kehidupan di
wilayah pesisir.

11
4. Dampak dari peningkatan kejadian iklim dan cuaca ekstrim
Dampak terjadinya cuaca ekstrim bisa beragam, bisa terjadi secara spontan
dan memakan banyak korban dalam jumlah besar (bencana), tetapi juga bisa
berdampak tidak langsung yaitu melalui hilangnya beberapa jasa lingkungan di
lingkup sektor pertanian, perikanan dan kelautan serta kesehatan. Dalam sektor
pertanian antara lain berkurangnya populasi hewan penyerbuk tanaman (polinator)
dan penebar biji seperti burung, serta berkurangnya populasi musuh alami dari
hama dan penyakit tanaman.

Pola cuaca merupakan suatu bagian penting dalam kehidupan yang akan
mempengaruhi tanaman, dan pangan, air yang kita konsumsi, tempat tinggal, serta
berbagai aktivitas dan kesehatan manusia. Karenanya perubahan iklim benar-
benar akan berdampak serius terhadap kehidupan seseorang. Tak seorang pun
yang mengetahui dengan pasti apa yang akan terjadi di masa depan Namun para
ahli kemudian memanfaatkan ilmu pengetahuan untuk memberikan gambaran
tentang bagaimana iklim kemudian akan berubah ke arah yang lebih buruk jika
manusia terus menerus menggunduli hutan, membuang-buang energi serta
menggunakan sistem pertanian yang buruk. Lalu perubahan iklim seperti apa yang
akan terjadi di Indonesia? Musim kemarau berkepanjangan yang lebih panas
termasuk diantaranya gelombang panas, intensitas hujan yang terus berkurang di
musim kemarau, serta kekeringan yang parah. Curah hujan yang berlebih di
musim penghujan sendiri kemudian akan mengakibatkan naiknya air di
permukaan laut. Tentu saja perubahan iklim ini kemudian akan menimbulkan
berbagai dampak negatif. Berikut beberapa diantaranya yang perlu kamu ketahui:

5. Kepunahan Ekosistem
Kemungkinan terjadinya kepunahan ekosistem yaitu pada spesies hewan
dan tumbuhan adalah 20-30 persen hal ini terjadi jika bertambah CO2 di atmosfer
serta kenaikan suhu rata-rata global sebanyak 1,5-2,5 derajat Celcius, yang
kemudian akan turut meningkatkan tingkat keasaman laut. Hal ini kemudian akan
berdampak negatif terhadap para organisme-organisme laut seperti misalnya pada

12
terumbu karang, hingga berbagai spesies yang hidupnya bergantung terhadap
organisme tersebut.
6. Pangan dan Hasil Hutan
Diperkirakan produktivitas pertanian yang berada di daerah tropis akan
mengalami penurunan jika terjadi kenaikan suhu rata-rata global di antara 1-2
derajat Celcius, hingga kemudian meningkatkan resiko bencana kelaparan.
Meningkatnya frekuensi banjir serta kekeringan kemudian akan memberi dampak
buruk terhadap produksi lokal utamanya pada penyediaan pangan pada area tropis
dan subtropis. Jika perubahan iklim kemudian terjadi, maka hasil panen akan turut
menurun pula, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Sebagian tanaman sendiri
sangat mungkin hancur, hingga kian sulit menghasilkan tanaman pangan yang
baik. tingkat kesuburan sebagian tanah yang berkurang juga membuatnya tak
dapat lagi dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Efeknya terhadap petani adalah
kian sulitnya mendapatkan makanan. Sehingga sebagian dari warganya kemudian
terpaksa harus berpindah ke area lain. Petani-petani nantinya menjadi harus
berebut untuk mendapatkan lahan yang subur. Sementara untuk area hutan dimana
sebagian besar wilayah Kalimantan kemudian terdiri dari hutan penghasil kayu,
makanan, serta produk-produk lainnya, sebut saja rotan.

Hutan juga turut membantu dalam mencegah terjadinya polusi air hingga
menghambat terjadinya erosi. Hutan membantu menyimpan pasokan air hal ini
dikarenakan hutan akan menyerap air hujan pada musim penghujan dan
membantu melepaskannya di musim kemarau. Hutan berfungsi sebagai rumah
bagi banyak hewan liar, mulai dari serangga, burung, hingga berbagai tanaman.
Keanekaragaman hayati ini sendiri sangatlah penting bagi sistem alami yang
kemudian akan membuat lingkungan berfungsi dengan baik. Terjadinya
perubahan iklim akan memberi dampak yang buruk pada kondisi hutan, tak hanya
itu jumlah makanan serta produk hutan pun akan terus mengalami penurunan.
Manusia yang menjual hasil hutan menjadi kian merugi. Selain itu Fungsi hutan
dalam hal pengatur sistem hidrologi dan penyaring air akan kian melemah.
Kuantitas air tanah juga akan berkurang dengan kualitas air yang terus menurun.

13
Dengan terus berkurangnya keanekaragaman hayati, sistem alami tak lagi berjalan
secara efektif. Tanaman akan kian menderita hal ini dikarenakan perubahan iklim
yang juga meningkatkan jumlah penyakit dan hama.

7. Pesisir dan dataran rendah


Daerah pantai akan kian rentan terhadap naiknya permukaan air laut dan
erosi pantai. Kerusakan pesisir ini sendiri kemudian akan diperparah oleh berbagai
tekanan manusia di daerah pesisir. Diperkirakan pada tahun 2080 nanti sekitar
jutaan orang akan terkena banjir setiap tahun diakibatkan oleh naiknya permukaan
air laut. Resiko terbesar yang akan dihadapi adalah padat penduduknya area di
dataran rendah dengan tingkat adaptasi yang rendah. Selain itu sesungguhnya
penduduk yang paling terancam ialah yang berada di Afrika dan delta-delta Afrika,
Asia serta para penduduk yang bermukim di pulau-pulau kecil.

8. Sumber dan Manajemen air tawar


Hingga saat ini rata-rata ketersediaan air di daerah subpolar, aliran air
sungai dan daerah tropis basah diperkirakan akan mengalami peningkatkan sekitar
10-40 persen. Sementara pada daerah subtropis dan daerah tropis yang kering, air
kemudian akan mengalami pengurangan sekitar 10-30% hingga akhirnya berbagai
daerah yang kini mengalami kekeringan kemudian akan semakin menjadi parah
kondisinya.

9. Industri, permukiman dan masyarakat


Industri, permukiman serta masyarakat yang kian rentan umumnya berada
di daerah bantaran sungai dan pesisir serta mereka yang tingkat perekonomiannya
terkait erat dengan keberadaan sumber daya yang sensitif terhadap iklim, juga ia
yang tinggal di daerah-daerah yang sering dilanda berbagai bencana ekstrim,
dimana urbanisasi biasanya kemudian berlangsung dengan sangat cepat.
Komunitas dengan ekonomi kebawah sendiri sangat rentan karena kapasitas
adaptasi yang mereka miliki terbatas, dan kehidupannya yang sangat tergantung
pada sumberdaya, dimana Sumber Daya ini keberadaannya sangat mudah
terpengaruh oleh iklim dan persediaan makanan juga air.

14
10. Kesehatan
Penduduk yang kapasitas beradaptasinya rendah akan kian rentan terhadap
berbagai penyakit yang melanda, umumnya adalah gizi buruk, diare, dan
berubahnya pola distribusi pada penyakit-penyakit yang ditularkan dari berbagai
hewan khususnya serangga.

2.4. Upaya Yang Dapat Dilakukan untuk Menanggulangi Perubahan Iklim


Meski tingkat emisi GRK terus meningkat, namun terdapat juga banyak
peluang untuk menguranginya. Salah satunya adalah dengan melalui perubahan
pola konsumsi dan gaya hidup. Berikut ini beberapa rekomendasi kebijakan dan
instrumen yang dapat dilakukan untuk menurunkan emisi GRK di bumi, seperti
diantaranya:

1. Sektor Energi
Pada sektor energi yang bisa dilakukan adalah mengurangi subsidi bahan
bakar fosil, Pajak karbon yang digunakan untuk bahan bakar fosil, serta
menggalakan kebiasaan menggunakan energi terbarukan, tak lupa penetapan
harga listrik bagi energi terbarukan, juga subsidi bagi para produsen.

2. Sektor Transportasi
Pada suatu sektor transportasi adalah dengan menggalakan penggunaan
biofuel, mewajibkan penggunaan bahan bakar dengan standar CO2 untuk alat-alat
transportasi di jalan raya, STNK, Pajak unstuck plebeian endbrain, tarif
penggunaan jalan serta parker. Tak lupa juga merancang suatu kebutuhan
transportasi dengan sebelumnya melalui regulasi penggunaan lahan dan
perencanaan infrastruktur yang baik, terakhir adalah berupaya lebih memilih
menggunakan transportasi tak bermotor serta menggunakan fasilitas angkutan
umum.

3. Sektor Gedung
Menerapkan standar dan label terhadap berbagai peralatan, regulasi
gedung dan sertifikasi termasuk diantaranya dalam percontohan pemerintah pada
pengadaan, insentif yang diberikan kepada perusahan di bidang energi. Apalagi

15
sekitar 70% penggunaan energi, berasal dari konstruksi dan bangunan yang
menyumbang 39% dari emisi karbon dioksida, selain itu dalam kurun waktu 15
tahun mendatang infrastruktur perkotaan ini akan dibangun, seiring dengan
semakin cepatnya proses migrasi dari desa ke kota (atau sebaliknya). Selain itu
yang sama pentingnya adalah memperbaiki bagaimana kualitas bangunan yang
didirikan, meningkatkan standar bangunan, serta memikirkan kembali
perencanaan kota seperti misalnya saja memberikan insentif untuk mini-grid
solutions. Tak hanya itu sama pentingnya mengatasi CF11, emisi metana, dan
nitrooksida yang diinduksi oleh manusia hingga kemudian menemukan solusi
yang lebih cerdas untuk pemanasan, pendinginan, dan pengelolaan limbah.

4. Sektor Industri
Memberlakukan standar pada subsidi, pajak untuk kredit juga perjanjian
sukarela. Pada sektor pertanian sendiri sebaiknya diberikan Insentif finansial serta
regulasi-regulasi yang akan memudahkan dalam memperbaiki manajemen lahan,
irigasi yang efisien, penggunaan pupuk serta mempertahankan kandungan karbon
dalam tanah.

5. Sektor Kehutanan
Insentif finansial dalam hal internasional juga nasional memiliki berbagai
tujuan diantaranya mempertahankan lahan hutan, manajemen hutan, memperluas
area kehutanan, hingga mengurangi deforestasi atau penebangan liar yang kerap
terjadi. Regulasi pemanfaatan lahan serta penegakan regulasi tersebut. Melindungi
dan memulihkan hutan tropis. Tanam triliunan pohon untuk meningkatkan
ketahanan pangan, menyelamatkan keanekaragaman hayati, membantu
mengurangi CO2, membuka mata pencaharian serta menolong ekonomi pedesaan.
Dalam melakukan hal ini, sangat perlu peningkatan investasi yang gunanya
mengurangi separuh pembabatan hutan tropis pada tahun 2020, menghentikan
deforestasi secara global pada tahun 2030 serta mengumpulkan sekitar US$ 50
miliar per tahun dalam kebutuhannya mencapai target 350 juta hektar hutan serta
restorasi bentang alam di tahun 2030 sejalan dengan berlangsungnya Bonn
Challenge. Hingga saat ini, 168 juta hektar restorasi kemudian telah dijanjikan

16
oleh 47 negara. Sangat perlu menanam lebih banyak pohon di padang rumput juga
lahan tanah pertanian tak lupa pentingnya pemulihan lahan gambut.

6. Sektor Pertanian dan Makanan


Menurut Emissions Gap Report 2018 dari UN Environment, sistem
pangan dari produksi hingga konsumsi berpotensi mengurangi hingga 6,7 gigaton
CO2. Pangan menduduki urutan kedua setelah sektor energi. Manusia
membutuhkan transformasi pangan global dalam 12 tahun ke depan, di mana
limbah makanan dikurangi, serta menjalankan diet dan pola hidup sehat melalui
penurunan asupan protein hewani, menurut badan PBB ini. UNEP menambahkan,
penduduk dunia juga perlu memberi insentif pada pertanian agar lebih tanggap
terhadap iklim dan berkelanjutan, serta mengakhiri situasi pangan yang tidak adil
saat ini di mana lebih dari 820 juta orang kekurangan gizi.

2.5. Strategi Adaptasi dan Mitigasi Terhadap Perubahan Iklim


Mengingat masalah perubahan iklim ini sangat kompleks yang mencakup
banyak sektor, maka penyelesaian masalah yang dihadapi juga harus dilakukan
secara terpadu dari banyak sektor sehingga adaptasi dan pengurangan resiko
bencana merupakan suatu tantangan baru untuk disinergikan dalam sistem
pembangunan nasional.Perubahan iklim telah terjadi dan dampaknya sudah
dirasakan oleh semua makhluk hidup di semua belahan bumi ini, maka banyak
upaya yang bisa dilakukan untuk mengendalikan dampak dari perubahan iklim,
baik dengan cara ADAPTASI atau MITIGASI atau kombinasi keduanya.

 ADAPTASI dan MITIGASI Perubahan Iklim


Upaya ADAPTASI dan MITIGASI dapat diilustrasikan sebagai orang
mengendarai mobil. Dalam perjalanannya pengemudi harus menginjak rem agar
mobil tidak menabrak. Upaya menginjak rem tersebut adalah upaya MITIGASI
karena pengemudi hanya mengurangi kecepatan atau bahkan menghentikan mobil.
Selanjutnya, mobil akan menabrak atau tidak menabrak, pengemudi harus
memasang sabuk pengaman sebagai antisipasi terjadinya kecelakaan. Upaya

17
tersebut adalah upaya ADAPTASI karena tidak ada upaya mengurangi kecepatan
mobil.

Skema upaya Adaptasi yang digambarkan dengan memasang sabuk


pengaman dan upaya mitigasi kecelakaan dengan menginjak pedal rem.

ADAPTASI merupakan cara/upaya dalam menghadapi efek dari


perubahan iklim, dengan melakukan penyesuaian yang tepat dengan melakukan
upaya untuk mengurangi pengaruh merugikan dari perubahan iklim, atau
memanfaatkan pengaruh positifnya (Nair, 2011). Sebagai contoh, adanya strategi
dan kebijakan umum Kementrian Pertanian (2011) dalam menanggulangi dampak
perubahan iklim terhadap pertanian adalah memposisikan program aksi adaptasi
pada subsektor tanaman pangan dan hortikultura sebagai prioritas utama.
Sementara, MITIGASI adalah segala upaya yang dilakukan untuk mengendalikan
penyebab terjadinya perubahan iklim (emisi GRK), yaitu dengan menyerap CO2
di udara dan menyimpannya dalam tanaman dan tanah baik dalam ekosistem
hutan maupun pertanian dalam jangka waktu yang lama, misalnya system kebun
campuran (agroforestri). Namun demikian, kebun campuran banyak macamnya
tergantung dari lokasi (iklim, tanah dan posisinya dalam lanskap), managemen
dan kebutuhan pasar; sehingga pengembangannya memerlukan pendekatan yang
lebih seksama.

18
 Contoh kasus
a. Adaptasi Masyarakat Adat Terhadap Perubahan Iklim
Dampak perubahan iklim terhadap kehidupan telah banyak dilaporkan.
Sebagai contoh di Kalimantan Barat, pada tahun 2006 telah terjadi krisis pangan
di dua desa di Kecamatan Tanjung Lokang. Hal tersebut diduga terjadi karena
produksi pertanian menurun bahkan megalami gagal panen akibat kemarau
panjang. Di laporkan pula bahwa di Kalimantan Barat telah terjadi gagal panen di
pertengahan tahun 2010 akibat cuaca yang selalu berubah-ubah tak menentu,
sehingga produksi beras menurun hingga 70% dari produksi sebelumnya.
Akibatnya, petani lebih berfokus untuk memperbaiki produksi getah pohon
karetnya guna menutup biaya beli beras.Contoh lain adalah dari bumi Papua.
Boissiere et al., (2013) melaporkan hasil kegiatan penelitian yang dilakukan di
Mamberamo, bahwa adanya ketidak-menentuan cuaca yang terjadi akhir-akhir ini
berdampak langsung dan tidak langsung terhadap kehidupan, antara lain yaitu:
1. Bencana banjir dan longsor lebih sering terjadi, selain mengurangi luasan
lahan pertanian juga berdampak mengurangi luasan daerah tangkapan ikan
dan arena berburu hewan liar
2. Kegiatan berburu binatang. Di musim kemarau, jumlah perburuan buaya
semakin meningkat karena binatang tersebut semakin mudah terlihat.
Biasanya, buaya dimanfaatkan daging dan kulitnya. Demikian pula dengan
burung kasuari dan kanguru dahan yang menjadi lebih sering terlihat dekat
dengan sumber air, sehingga hewan tersebut lebih mudah menjadi obyek
perburuan, maka potensi kepunahan dari hewan-hewan liar tersebut akan
meningkat
3. Wabah malaria, diare dan influenza semakin meluas
4. Ketersediaan air sumur semakin terbatas dan bila ada-- air sumur
berkualitas rendah dikarenakan tingkat salinitas yang tinggi. Hal tersebut
terjadi mungkin berhubungan dengan berkurangnya vegetasi di hutan.

19
Buaya sungai lebih mudah terlihat di musim kemarau karena jumlah air
sungai berkurang dan vegetasi di sekitar sungai juga semakin terbuka.

Masyarakat desa umumnya mempunyai pengetahuan lokal yang selaras


dengan alam sekitarnya sehingga mereka bisa bertahan dengan perubahan kondisi
yang terjadi di sekitarnya. Sebagai contoh berikut adalah usaha masyarakat
Mamberamo untuk beradaptasi masalah yang timbul terkait dengan perubahan
iklim tersebut di atas, antara lain adalah:

1. Adaptasi terhadap banjir di musim penghujan: Masyarakat menanam


tanaman (semusim) di tempat-tempat yang terlindung dari banjir,
membangun ladang baru di tempat yang lebih tinggi, membangun rumah
bergaya panggung, dan menyiapkan tempat tinggal yang letaknya lebih
tinggi (lereng atas) sebagai tempat untuk mengungsi bila terjadi banjir.
2. Adaptasi terhadap kekeringan di musim kemarau: Sebenarnya di musim
kemarau, masyarakat lebih diuntungkan dengan jumlah tangkapan ikan
yang semakin banyak, tetapi untuk petani ikan mereka melapisi kolam
ikannya dengan terpal agar kehilagan air dapat lebih terkontrol. Makanan
pokok biasanya mereka makan ketela (batatas) beralih ke ubi kayu (kaspi),
karena tanaman ubi kayu lebih tahan terhadap kekeringan; sedangkan
kebutuhan sayuran seperti daun belinjo (Gnemo) digantikan oleh daun-
daun dari tumbuhan liar yang ada di hutan seperti daun pakis dan

20
sebagainya. Penyediaan air tawar dilakukan dengan jalan mengambil air
dari tempat lain yang letaknya jauh dari tempat tinggal mereka.
3. Adaptasi terhadap suhu tinggi. Masyarakat banyak mengganti atap rumah
dengan atap daun pandan untuk mendapatkan suhu dan ventilasi udara
yang lebih sejuk, atau mereka berpindah ke gubuk-gubuk sementara yang
dibangun di hutan yang lebih tertutup dengan kanopi pohon yang rapat.
Upaya lain biasanya adalah masyarakat melakukan upacara adat meminta
hujan.
b. Aksi Mitigasi Emisi Karbon di Papua
Sebagai bagian dari proses pembangunan rendah emisi di Papua (POKJA
Teknis Pembangunan Rendah Emisi, 2015) diawali dengan kegiatan penghitungan
besarnya emisi di tiga Kabupaten pewakil yaitu Jayapura, Jayawijaya dan
Merauke (Tabel 1). Emisi terbesar terjadi di Kabupaten Merauke yang sebagian
besar berasal dari lahan pertanian basah, dengan demikian rencana aksi penurunan
emisi terbesar diajukan oleh Merauke sebesar 20% dari total emisi BAU.

Emisi CO2 dan Rencana Aksi Penurunan Emisi di Kabupaten Jayapura,


Jayawijaya dan Merauke(POKJA Teknis Pembangunan Rendah Emisi, 2015)

Pada dasarnya ada 2 strategi mitigasi yang direncanakan daerah yaitu


meningkatkan cadangan karbon dan menghindari deforestasi serta kerusakan
hutan, tentu saja pelaksanaannya akan dipengaruhi oleh rencana pembangunan
daerah masing-masing, topografi, iklim dan latar belakang budaya. Pada
umumnya Pemerintah Daerah yang ada lebih memilih strategi meningkatkan

21
cadangan karbon dengan melakukan penanaman berbagai jenis pohon, kecuali
seperti yang ditunjukkan oleh Kabupaten Jayawijaya dan Merauke. Upaya
meningkatkan cadangan karbon melalui penanaman pepohonan akan dilakukan di
area hutan produksi, hutan bakau dan lahan bekas pertambangan atau di area
penggunaan lahan lainnya.

Aksi mitigasi daerah dan area pelaksanaannya (POKJA Teknis Pembangunan


Rendah Emisi,2015)

Peningkatan jumlah pohon di suatu wilayah tidak hanya menguntungkan


dari segi penurunan emisi karbon, namun yang paling utama dengan peningkatan
jumlah pohon di kawasan bermanfaat dalam meningkatkan pendapatan di masa
mendatang, menjaga kondisi hidrologi kawasan sehingga menghasilkan air dalam
jumlah cukup dan berkualitas baik, serta menjaga keanekargaman hayati.

2.6. Penyebab Pemanasan Global


Penyebab terjadinya pemanasan global dipengaruhi oleh peningkatan
umum suhu udara dan laut di permukaan bumi. Pemanasan global dapat
menyebabkan berbagai perubahan seperti kesehatan global, cuaca ekstrem,
kualitas pangan, dan masih banyak lagi. Pemanasan global atau juga dikenal
dengan global warming saat ini menjadi masalah yang dihadapi bumi. Pemanasan

22
global menyebabkan serangkaian perubahan bagi lingkungan.Penyebab terjadinya
pemanasan global salah satunya adalah berbagai aktivitas manusia. Para ilmuwan
sepakat bahwa sejumlah aktivitas manusia berkontribusi terhadap pemanasan
global dengan menambahkan gas rumah kaca dalam jumlah yang berlebihan ke
atmosfer. Pengertian pemanasan global secara umum adalah kondisi di mana bumi
mengalami kenaikan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan. Pemanasan global
mulai meningkat pada pertengahan abad ke-20 karena meningkatnya produksi gas
rumah kaca. Proses pemanasan global ini diawali dengan pancaran atau radiasi
matahari. Ada beberapa gas di atmosfer bumi yang bertugas menahan panas
tersebut. Pada saat pemanasan global terjadi, hal ini justru kembali ke bumi.

Atmosfer bumi terdiri dari sekitar 78 persen nitrogen, 21 persen oksigen,


dan 1 persen gas lainnya. Sebagian dari gas-gas tersebut disebut sebagai gas
rumah kaca yang meliputi uap air, karbon dioksida, ozon, metana, dan dinitrogen
oksida. Gas-Gas inilah yang bekerja sebagai 'selimut' yang menjaga bumi.
Meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi yang terjadi adalah akibat
meningkatnya emisi gas rumah kaca. Hal itulah yang membuat adanya pemanasan
global yang menyebabkan perubahan-perubahan sistem terhadap ekosistem di
bumi, antara lain, perubahan iklim yang ekstrem. Pemanasan global atau global
warming tentu memberi dampak yang cukup berbahaya bagi para penghuni bumi.
Contoh mudahnya, pemanasan global membuat gletser mencair dan
mengakibatkan tanah yang tadinya daratan kini menjadi laut karena volume air
meningkat.

1. Efek rumah kaca


Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari matahari.
Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk
cahaya tampak. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya
menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap
sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini
berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun
sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer Bumi akibat menumpuknya jumlah

23
gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, sulfur dioksida dan metana
yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan
memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya
panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus
menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.

Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca. Dengan


semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas
yang terperangkap di bawahnya. Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh
segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi
sangat dingin. Dengan suhu rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah
lebih panas 33 °C (59 °F) dari suhunya semula, jika tidak ada efek rumah kaca
suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi.
Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan
mengakibatkan pemanasan global.

2. Efek umpan balik


Anasir penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses
umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada
kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2,
pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap
ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan
terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu
kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih
besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini
meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembapan relatif udara hampir
konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat). Umpan
balik ini hanya berdampak secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang
panjang di atmosfer. Efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi
objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan kembali
radiasi infra merah ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan.
Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar matahari

24
dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan.
Apakah efek netto-nya menghasilkan pemanasan atau pendinginan tergantung
pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut.
Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena
awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara batas-batas
komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk model yang
digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat).

Walaupun demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua bila
dibandingkan dengan umpan balik uap air dan dianggap positif (menambah
pemanasan) dalam semua model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC
ke empat. Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan
memantulkan cahaya (albedo) oleh es. Ketika suhu global meningkat, es yang
berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat.
Bersamaan dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air di bawahnya akan
terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya
lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih
banyak radiasi matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan
lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.
Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku
(permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan.
Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan
umpan balik positif. Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan
berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien
pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada
fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah.

3. Variasi Matahari
Terakhir terdapat hipotesis yang menyatakan bahwa variasi dari matahari,
dengan kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat memberi
kontribusi dalam pemanasan saat ini. Perbedaan antara mekanisme ini dengan
pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas matahari akan

25
memanaskan stratosfer sebaliknya efek rumah kaca akan mendinginkan stratosfer.
Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak telah diamati sejak tahun 1960,
yang tidak akan terjadi bila aktivitas matahari menjadi kontributor utama
pemanasan saat ini. Penipisan lapisan ozon juga dapat memberikan efek
pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi mulai akhir tahun 1970-an.
Fenomena variasi Matahari dikombinasikan dengan aktivitas gunung berapi
mungkin telah memberikan efek pemanasan dari masa pra-industri hingga tahun
1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950.

Variasi Matahari selama 30 tahun

Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi matahari


mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuwan dari Duke
University memperkirakan bahwa matahari mungkin telah berkontribusi terhadap
45-50% peningkatan suhu rata-rata global selama periode 1900-2000, dan sekitar
25-35% antara tahun 1980 dan 2000. Stott dan rekannya mengemukakan bahwa
model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat perkiraan berlebihan
terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan pengaruh matahari;
mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu vulkanik dan
aerosol sulfat juga telah dipandang remeh. Walaupun demikian, mereka
menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap
pengaruh matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang terjadi pada
dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca. Pada tahun 2006,

26
sebuah tim ilmuwan dari Amerika Serikat, Jerman dan Swiss menyatakan bahwa
mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat "keterangan" dari matahari
pada seribu tahun terakhir ini. Siklus Matahari hanya memberi peningkatan kecil
sekitar 0,07% dalam tingkat "keterangannya" selama 30 tahun terakhir. Efek ini
terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap pemansan global. Sebuah penelitian
oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan antara
pemanasan global dengan variasi matahari sejak tahun 1985, baik melalui variasi
dari output matahari maupun variasi dalam sinar kosmis.

4. Penggunaan Bahan Bakar Bensin


Penggunaan bahan bakar bensin secara cuma-cuma juga bisa menjadi
penyebab terjadinya pemanasan global. Bahan bakar bensin yang digunakan pada
mobil dan motor misalnya. Saat bensin digunakan sebagai bahan bakar, maka
akan menimbulkan gas karbondioksida. Gas karbondioksida ini pada akhirnya
akan menangkap cahaya panas. Namun sayangnya, cahaya panas ini tidak bisa
disalurkan ke luar angkasa. Pada akhirnya, cahaya panas hanya akan kembali ke
bumi. Hingga berdampak buruk bagi polusi udara di bumi.

5. Penggunaan Listrik yang Boros


Boros listrik pun bisa menjadi penyebab terjadinya pemanasan global. Ada
penguapan pada listrik yang terlalu sering digunakan. Upaya yang bisa dilakukan
adalah lebih efisien menggunakan. Disesuaikan dengan kebutuhan dan tidak asal-
asalan. Pengaruh buruknya bisa menambah gas karbondioksida ke bumi hingga
sebabkan pemanasan global. Tak hanya boros pengeluaran, hal ini juga merusak
lingkungan.

6. Polusi Metana
Gas metana adalah salah satu gas yang menjadi penyebab terjadinya
pemanasan global. Gas ini menempati urutan kedua dalam perusakan lingkungan.
Gas metana berasal dari bahan-bahan organik. Terutama terkait hasil pemecahan
bakteri pada pertanian, perkebunan, dan peternakan. Metana termasuk gas rumah
kaca. Di mana ia dapat memerangkap panas dalam atmosfer. Metana dipancarkan

27
selama kegiatan produksi batu bara, gas alam, dan minyak. Sisa makanan manusia
yang terbuang dan menjadi sampah pun akan menghasilkan metana. Indonesia
termasuk negara nomor dua terbesar di dunia penghasil sampah makanan.

7. Gas Karbon Monoksida


Gas karbon monoksida bisa menjadi penyebab terjadinya pemanasan
global. Gas ini amat berkaitan erat dengan aktivitas manusia. Terutama berkaitan
dengan penggunaan kendarakan bermotor. Gas karbon monoksida inilah yang
akan dikeluarkan oleh kendarakan bermotor dan sebabkan polusi.

Penyebab terjadinya pemanasan global terhadap perilaku konsumtif sifat


yang berlebihan dalam mengonsumsi suatu barang ternyata juga berdampak buruk
terhadap lingkungan. Dilansir dari reusethisbag, produk-produk yang digunakan
manusia berkontribusi 60% penghasil gas rumah kaca. Hal itu dikarenakan
penggunaan energi untuk memproduksi produk tersebut dan menjaganya untuk
tetap bisa digunakan membutuhkan jumlah energi yang sangat banyak. Di mana
energi tersebut meliputi penggunaan listrik dan batu bara.

1. Sampah Plastik
Penyebab terjadinya pemanasan global selanjutnya berasal dari hasil
kegiatan manusia, yaitu tumpukan sampah plastik yang tak terkendali. Hal ini
dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Menurut penelitian, plastik
mengeluarkan gas metana dan etilena ketika terkena sinar matahari dan berakibat
merusak. Gas metana alami atau buatan dikatakan sebagai penyebab utama
perubahan iklim. Tentu saja hal ini akan berhubungan dengan peningkatan
pemanasan global.

2. Gas Industri
Gas dari industri pun termasuk penyebab terjadinya pemanasan global.
Gas dari industri akan menyebabkan pencemaran udara. Terutama karena asap
pabriknya yang berlebihan dan tak ditampung dengan benar. Ada gas
karbondioksida, karbon monoksida, gas metana, dan lain sebagainya.

28
3. CFC Tidak Terkontrol
CFC merupakan Cloro Four Carbon. CFC ini termasuk penyebab
terjadinya pemanasan global yang sulit dihindarkan. CFC merupakan bahan kimia
yang digabungkan menjadi alat rumah tangga. Peralatan ini memang bermanfaat
untuk menunjang kehidupan, tetapi jika berlebihan juga tak direkomendasikan.
CFC biasanya terdapat pada kulkas dan AC. Penggunaan yang berlebihan dan tak
sesuai aturan akan berdampak buruk bagi lingkungan, seperti pemanasan global.

4. Hutan Menyempit
Hutan yang semakin sempit pun termasuk penyebab terjadinya pemanasan global.
Maka ketika telah terjadi kebakaran hutan secara besar-besaran, patut diselidiki
pelaku utamanya. Lahan hutan sangat berperan penting untuk makhluk hidup,
hutan merupakan paru-paru dunia yang seharusnya dijaga. Hutan yang menyempit
akan membuat cuaca semakin memburuk. Tanpa hutan, tak ada yang membantu
mengubah karbondioksida menjadi oksigen. Hal ini kemudian akan berdampak
pada pernapasan yang semakin terganggu. Dampaknya, pencemaran udara akan
terjadi.

2.7. Cara Mengatasi Pemanasan Global


1. Menerapkan Reduce, Reuse, Recycle
Reduce, Reuse, Recycle adalah langkah sederhana mengurangi pemanasan
global. Reduce adalah kegiatan menggunakan produk kemasan, terutama plastik
seminimal mungkin. Langkah ini juga akan membantu mengurangi pemborosan.
Reduce juga bisa dilakukan dengan membeli produk yang dapat digunakan
kembali alih-alih yang sekali pakai. Reuse adalah langkah menggunakan kembali
benda-benda bekas seperti kantong plastik atau botol plastik. Sementara recycle
adalah kegiatan mendaur ulang barang yang sudah tidak terpakai menjadi berguna
lagi. Kamu bisa mendaur ulang kertas, plastik, koran, kaleng kaca dan limbah
lainnya menjadi sesuatu yang bermanfaat.

2. Kurangi penggunaan AC

29
Selagi planet kita memanas, menggunakan dan memproduksi peralatan
pendingin udara memperburuk perubahan iklim. Senyawa organik
Hydrofluorocarbon (HFC) adalah pendingin utama yang digunakan dalam unit
pendingin udara. HFC adalah gas rumah kaca yang jauh lebih kuat daripada
karbon dioksida. Selain itu, unit pendingin udara menggunakan listrik yang
bergantung terutama pada bahan bakar fosil untuk menghasilkan tenaga.

3. Mengganti bola lampu


Ganti bola lampu biasa dengan lampu LED. Lampu jenis LED bahkan
lebih baik daripada lampu fluorescent kompak (CFL). Mengganti hanya satu bola
lampu pijar 60 watt dengan LED yang digunakan 4 jam sehari dapat
menghasilkan penghematan lebih besar per tahun. LED juga akan bertahan lebih
lama dari lampu pijar.

4. Kurangi penggunaan kendaraan bermotor pribadi


Mengurangi berkendara dengan kendaraan pribadi berarti lebih sedikit
emisi. Selain menghemat bensin, berjalan kaki dan bersepeda adalah bentuk
olahraga yang menyehatkan. Kamu juga bisa memanfaatkan angkutan umum atau
menggunakan kendaraan bersama-sama.

5. Beli Barang Hemat Energi


Peralatan rumah sekarang hadir dalam berbagai model hemat energi. Sebut
saja lampu LED yang dirancang untuk memberikan cahaya yang tampak lebih
alami dengan menggunakan energi yang jauh lebih sedikit daripada bola lampu
standar. Beberapa produk elektronik seperti AC, dan mesin cuci juga banyak
tersedia dalam bentuk hemat energi. Hindari produk yang dikemas dengan
kemasan berlebih, terutama plastik dan kemasan yang tidak dapat didaur ulang.

6. Jadi pembeli bijak


Berbelanja lebih cerdas dengan pembelian yang bijaksana untuk
meminimalkan pemborosan. Gunakan produk-produk ramah lingkungan dari
produsen yang juga mendukung keberlanjutan pelestarian lingkungan. Hindari

30
penggunaan plastik terlalu sering. Pertimbangkan juga memberi barang-barang
bekas layak pakai yang juga bisa mendukung siklus ekonomi melingkar.

7. Kurangi penggunaan pemanas air


Cara mencegah pemanasan global yang paling sederhana adalah
menghemat listrik. Atur pemanas air pada 120 derajat untuk menghemat energi.
Beli pancuran rendah untuk menghemat air panas dan sekitar 350 pon karbon
dioksida per tahun. Cuci pakaian atau perabotan dengan air hangat atau dingin
untuk mengurangi penggunaan air panas dan energi yang dibutuhkan untuk
memproduksinya.

8. Matikan lampu saat tidak dibutuhkan


Mematikan lampu saat meninggalkan ruangan bisa menghemat listrik dan
mengurangi penggunaan bahan bakar fosil. Gunakan lampu hanya saat diperlukan
dan matikan pada siang hari. Matikan juga barang elektronik lainnya seperti
televisi, kipas, stereo, dan komputer saat kamu tidak menggunakannya. Matikan
juga air saat tidak digunakan. Saat menyikat gigi, keramas atau mencuci mobil,
matikan air sampai kamu benar-benar membutuhkannya untuk berkumur.

9. Menanam pohon
Tanamlah pohon sebisa mungkin. Kamu bisa menanam pohon di halaman
rumah atau menaruk tanaman-tanaman kecil di teras. Selama fotosintesis, pohon
dan tanaman lain menyerap karbon dioksida dan mengeluarkan oksigen. Tanaman
adalah bagian integral dari siklus pertukaran atmosfer alami. Beberapa tanaman
juga bisa melawan peningkatan karbon dioksida yang disebabkan oleh lalu lintas
mobil, manufaktur, dan aktivitas manusia lainnya. Bagikan informasi tentang daur
ulang dan konservasi energi dengan teman, tetangga, dan rekan kerja. Beri contoh
yang baik untuk pelestarian lingkungan dengan kebiasaan-kebiasaan yang kamu
lakukan. Kamu juga bisa turut serta dalam komunitas pecinta lingkungan.

2.8. Mengukur Pemanasan Global


Pada awal 1896, para ilmuwan beranggapan bahwa membakar bahan
bakar fosil akan mengubah komposisi atmosfer dan dapat meningkatkan suhu

31
rata-rata global. Hipotesis ini dikonfirmasi tahun 1957 ketika para peneliti yang
bekerja pada program penelitian global yaitu International Geophysical Year,
mengambil sampel atmosfer dari puncak gunung Mauna Loa di Hawai. Hasil
pengukurannya menunjukkan terjadi peningkatan konsentrasi karbon dioksida di
atmosfer. Setelah itu, komposisi dari atmosfer terus diukur dengan cermat. Data-
data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa memang terjadi peningkatan
konsentrasi dari gas-gas rumah kaca di atmosfer. Para ilmuwan juga telah lama
menduga bahwa iklim global semakin menghangat, tetapi mereka tidak mampu
memberikan bukti-bukti yang tepat. Suhu terus bervariasi dari waktu ke waktu
dan dari lokasi yang satu ke lokasi lainnya. Perlu bertahun-tahun pengamatan
iklim untuk memperoleh data-data yang menunjukkan suatu kecenderungan (trend)
yang jelas. Catatan pada akhir 1980-an agak memperlihatkan kecenderungan
penghangatan ini, akan tetapi data statistik ini hanya sedikit dan tidak dapat
dipercaya. Stasiun cuaca pada awalnya, terletak dekat dengan daerah perkotaan
sehingga pengukuran suhu akan dipengaruhi oleh panas yang dipancarkan oleh
bangunan dan kendaraan dan juga panas yang disimpan oleh material bangunan
dan jalan. Sejak 1957, data-data diperoleh dari stasiun cuaca yang tepercaya
(terletak jauh dari perkotaan), serta dari satelit.

32
Hasil pengukuran konsentrasi CO2 di Mauna Loa

Data-data ini memberikan pengukuran yang lebih akurat, terutama pada 70


persen permukaan planet yang tertutup lautan. Data-data yang lebih akurat ini
menunjukkan bahwa kecenderungan menghangatnya permukaan Bumi benar-
benar terjadi. Jika dilihat pada akhir abad ke-20, tercatat bahwa sepuluh tahun
terhangat selama seratus tahun terakhir terjadi setelah tahun 1980, dan tiga tahun
terpanas terjadi setelah tahun 1990, dengan 1998 menjadi yang paling panas.
Dalam laporan yang dikeluarkannya tahun 2001, Intergovernmental Panel on
Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa suhu udara global telah meningkat
0,6 derajat Celsius (1 derajat Fahrenheit) sejak 1861. Panel setuju bahwa
pemanasan tersebut terutama disebabkan oleh aktivitas manusia yang menambah
gas-gas rumah kaca ke atmosfer. IPCC memprediksi peningkatan suhu rata-rata
global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990
dan 2100. IPCC panel juga memperingatkan, bahwa meskipun konsentrasi gas di
atmosfer tidak bertambah lagi sejak tahun 2100, iklim tetap terus menghangat
selama periode tertentu akibat emisi yang telah dilepaskan sebelumnya. Karbon
dioksida akan tetap berada di atmosfer selama seratus tahun atau lebih sebelum
alam mampu menyerapnya kembali. Jika emisi gas rumah kaca terus meningkat,
para ahli memprediksi, konsentrasi karbon dioksida di atmosfer dapat meningkat
hingga tiga kali lipat pada awal abad ke-22 bila dibandingkan masa sebelum era
industri. Akibatnya, akan terjadi perubahan iklim secara dramatis. Walaupun
sebenarnya peristiwa perubahan iklim ini telah terjadi beberapa kali sepanjang
sejarah Bumi, manusia akan menghadapi masalah ini dengan risiko populasi yang
sangat besar.

2.9. Model Iklim


Para ilmuwan telah mempelajari pemanasan global berdasarkan model-
model computer berdasarkan prinsip-prinsip dasar dinamika fluida, transfer
radiasi, dan proses-proses lainya, dengan beberapa penyederhanaan disebabkan
keterbatasan kemampuan komputer. Model-model ini memprediksikan bahwa
penambahan gas-gas rumah kaca berefek pada iklim yang lebih hangat. Walaupun

33
digunakan asumsi-asumsi yang sama terhadap konsentrasi gas rumah kaca pada
masa depan, sensitivitas iklimnya masih akan berada pada suatu rentang tertentu.
Dengan memasukkan unsur-unsur ketidakpastian terhadap konsentrasi gas rumah
kaca dan pemodelan iklim, IPCC memperkirakan pemanasan sekitar 1.1 °C
hingga 6.4 °C (2.0 °F hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100. Model-model
iklim juga digunakan untuk menyelidiki penyebab-penyebab perubahan iklim
yang terjadi saat ini dengan membandingkan perubahan yang teramati dengan
hasil prediksi model terhadap berbagai penyebab, baik alami maupun aktivitas
manusia. Model iklim saat ini menghasilkan kemiripan yang cukup baik dengan
perubahan suhu global hasil pengamatan selama seratus tahun terakhir, tetapi
tidak mensimulasi semua aspek dari iklim. Model-model ini tidak secara pasti
menyatakan bahwa pemanasan yang terjadi antara tahun 1910 hingga 1945
disebabkan oleh proses alami atau aktivitas manusia; akan tetapi; mereka
menunjukkan bahwa pemanasan sejak tahun 1975 didominasi oleh emisi gas-gas
yang dihasilkan manusia.

Sebagian besar model-model iklim, ketika menghitung iklim pada masa


depan, dilakukan berdasarkan skenario-skenario gas rumah kaca, biasanya dari
laporan Khusus terhadap skenario emisi (Special Report on Emissions
Scenarios/SRES) IPCC. Yang jarang dilakukan, model menghitung dengan
menambahkan simulasi terhadap siklus karbon; yang biasanya menghasilkan
umpan balik yang positif, walaupun responnya masih belum pasti (untuk skenario
A2 SRES, respon bervariasi antara penambahan 20 dan 200 ppm CO2). Beberapa
studi-studi juga menunjukkan beberapa umpan balik positif. Pengaruh awan juga
merupakan salah satu sumber yang menimbulkan ketidakpastian terhadap model-
model yang dihasilkan saat ini, walaupun sekarang telah ada kemajuan dalam
menyelesaikan masalah ini. Saat ini juga terjadi diskusi-diskusi yang masih
berlanjut mengenai apakah model-model iklim mengesampingkan efek-efek
umpan balik dan tak langsung dari variasi Matahari.

34
Perhitungan pemanasan global pada tahun 2001 dari beberapa model iklim
berdasarkan scenario SRES A2, yang mengasumsikan tidak ada tindakan yang
dilakukan untuk mengurangi emisi.

2.10. Dampak Yang Di Timbulkan Dari Pemanasan Global


Para ilmuwan menggunakan model komputer dari suhu, pola presipitasi,
dan sirkulasi atmosfer untuk mempelajari pemanasan global. Berdasarkan model
tersebut, para ilmuwan telah membuat beberapa prakiraan mengenai dampak
pemanasan global terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian,
kehidupan hewan liar dan kesehatan manusia.

1. Iklim mulai tidak stabil


Para ilmuwan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah
bagian Utara dari belahan Bumi utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih
dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan
daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara
tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak
akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang
ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam
akan lebih panjang di beberapa area. Suhu pada musim dingin dan malam hari
akan cenderung untuk meningkat. Daerah yang hangat akan menjadi lebih lembap
karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuwan belum begitu

35
yakin apakah kelembapan tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan
pemanasan yang lebih jauh lagi.

Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga
keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap
air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga
akan memantulkan cahaya Matahari kembali ke angkasa luar, di mana hal ini akan
menurunkan proses pemanasan (lihat siklus air). Kelembapan yang tinggi akan
meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat
Fahrenheit pemanasan. Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1
persen dalam seratus tahun terakhir ini.[23] Badai akan menjadi lebih sering.
Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah
akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan
mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh
kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan
pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan
terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrem.

2. Peningkatan permukaan laut


Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan
menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi
permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama
sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut
di seluruh dunia telah meningkat 10 – 25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20, dan
para ilmuwan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 – 88 cm (4 - 35 inci)
pada abad ke-21. Perubahan tinggi muka laut akan sangat memengaruhi
kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6
persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau.
Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan
mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan.
Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi
daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat

36
melakukan evakuasi dari daerah pantai. Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut
akan sangat memengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi) akan
menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika Serikat. Rawa-rawa
baru juga akan terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan daerah yang sudah
dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi sebagian besar dari Everglades,

Florida.

Perubahan tinggi rata-rata muka laut diukur dari daerah dengan lingkungan
yang stabil secara geologi.

3. Suhu global cenderung meningkat


Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan menghasilkan
lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di
beberapa tempat. Bagian selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat
keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di
lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin
tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari
gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack (kumpulan salju)
musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum
puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami
serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.

4. Gangguan ekologis
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari
efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam

37
pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas
pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah
baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan
manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke
utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian
mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat
berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.

5. Dampak sosial dan politik


Perubahan cuaca dan lautan dapat mengakibatkan munculnya penyakit-
penyakit yang berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian. Temperatur
yang panas juga dapat menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan
dan malagizi. Perubahan cuaca yang ekstrem dan peningkatan permukaan air laut
akibat mencairnya es di kutub utara dapat menyebabkan penyakit-penyakit yang
berhubungan dengan bencana alam (banjir, badai dan kebakaran) dan kematian
akibat trauma. Timbulnya bencana alam biasanya disertai dengan perpindahan
penduduk ke tempat-tempat pengungsian dimana sering muncul penyakit, seperti:
diare, malagizi, defisiensi mikronutrien, trauma psikologis, penyakit kulit, dan
lain-lain. Pergeseran ekosistem dapat memberi dampak pada penyebaran penyakit
melalui air (waterborne diseases) maupun penyebaran penyakit melalui vektor
(vector-borne diseases). Seperti meningkatnya kejadian demam berdarah karena
munculnya ruang (ekosistem) baru untuk nyamuk ini berkembang biak.

Dengan adanya perubahan iklim ini maka ada beberapa spesies vektor
penyakit (eq aedes aegypti), virus, bakteri, plasmodium menjadi lebih resisten
terhadap obat tertentu yang target nya adalah organisme tersebut. Selain itu bisa
diprediksi kan bahwa ada beberapa spesies yang secara alamiah akan terseleksi
ataupun punah dikarenakan perbuhan ekosistem yang ekstreem ini. hal ini juga
akan berdampak perubahan iklim (climate change) yang bisa berdampak kepada
peningkatan kasus penyakit tertentu seperti ISPA (kemarau panjang/kebakaran
hutan, DBD Kaitan dengan musim hujan tidak menentu) Gradasi Lingkungan
yang disebabkan oleh pencemaran limbah pada sungai juga berkontribusi pada

38
waterborne diseases dan vector-borne disease. Ditambah pula dengan polusi udara
hasil emisi gas-gas pabrik yang tidak terkontrol selanjutnya akan berkontribusi
terhadap penyakit-penyakit saluran pernapasan seperti asma, alergi,
coccidioidomycosis, penyakit jantung dan paru kronis, dan lain-lain.

2.11. Perdebatan Tentang Pemanasan Global


Tidak semua ilmuwan setuju tentang keadaan dan akibat dari pemanasan
global. Beberapa pengamat masih mempertanyakan apakah suhu benar-benar
meningkat. Yang lainnya mengakui perubahan yang telah terjadi tetapi tetap
membantah bahwa masih terlalu dini untuk membuat prediksi tentang keadaan
pada masa depan. Kritikan seperti ini juga dapat membantah bukti-bukti yang
menunjukkan kontribusi manusia terhadap pemanasan global dengan berargumen
bahwa siklus alami dapat juga meningkatkan suhu. Mereka juga menunjukkan
fakta-fakta bahwa pemanasan berkelanjutan dapat menguntungkan di beberapa
daerah. Para ilmuwan yang mempertanyakan pemanasan global cenderung
menunjukkan tiga perbedaan yang masih dipertanyakan antara prediksi model
pemanasan global dengan perilaku sebenarnya yang terjadi pada iklim. Pertama,
pemanasan cenderung berhenti selama tiga dekade pada pertengahan abad ke-20;
bahkan ada masa pendinginan sebelum naik kembali pada tahun 1970-an. Kedua,
jumlah total pemanasan selama abad ke-20 hanya separuh dari yang diprediksi
oleh model. Ketiga, troposfer, lapisan atmosfer terendah, tidak memanas secepat
prediksi model. Akan tetapi, pendukung adanya pemanasan global yakin dapat
menjawab dua dari tiga pertanyaan tersebut. Kurangnya pemanasan pada
pertengahan abad disebabkan oleh besarnya polusi udara yang menyebarkan
partikulat-partikulat, terutama sulfat, ke atmosfer. Partikulat ini, juga dikenal
sebagai aerosol, memantulkan sebagian sinar matahari kembali ke angkasa luar.

Pemanasan berkelanjutan akhirnya mengatasi efek ini, sebagian lagi


karena adanya kontrol terhadap polusi yang menyebabkan udara menjadi lebih
bersih. Keadaan pemanasan global sejak 1900 yang ternyata tidak seperti yang
diprediksi disebabkan penyerapan panas secara besar oleh lautan. Para ilmuwan
telah lama memprediksi hal ini tetapi tidak memiliki cukup data untuk

39
membuktikannya. Pada tahun 2000, U.S. National Oceanic and Atmospheric
Administration (NOAA) memberikan hasil analisis baru tentang suhu air yang
diukur oleh para pengamat di seluruh dunia selama 50 tahun terakhir. Hasil
pengukuran tersebut memperlihatkan adanya kecenderungan pemanasan: suhu
laut dunia pada tahun 1998 lebih tinggi 0,2 derajat Celsius (0,3 derajat Fahrenheit)
daripada suhu rata-rata 50 tahun terakhir, ada sedikit perubahan tetapi cukup
berarti. Pertanyaan ketiga masih membingungkan. Satelit mendeteksi lebih sedikit
pemanasan di troposfer dibandingkan prediksi model. Menurut beberapa kritikus,
pembacaan atmosfer tersebut benar, sedangkan pengukuran atmosfer dari
permukaan Bumi tidak dapat dipercaya. Pada bulan Januari 2000, sebuah panel
yang ditunjuk oleh National Academy of Sciences untuk membahas masalah ini
mengakui bahwa pemanasan permukaan Bumi tidak dapat diragukan lagi. Akan
tetapi, pengukuran troposfer yang lebih rendah dari prediksi model tidak dapat
dijelaskan secara jelas.

2.12. Pengendalian Pemanasan Global


Konsumsi total bahan bakar fosil di dunia meningkat sebesar 1 persen per-
tahun. Langkah-langkah yang dilakukan atau yang sedang diskusikan saat ini
tidak ada yang dapat mencegah pemanasan global pada masa depan. Tantangan
yang ada saat ini adalah mengatasi efek yang timbul sambil melakukan langkah-
langkah untuk mencegah semakin berubahnya iklim pada masa depan. Kerusakan
yang parah dapat di atasi dengan berbagai cara. Daerah pantai dapat dilindungi
dengan dinding dan penghalang untuk mencegah masuknya air laut. Cara lainnya,
pemerintah dapat membantu populasi di pantai untuk pindah ke daerah yang lebih
tinggi. Beberapa negara, seperti Amerika Serikat, dapat menyelamatkan tumbuhan
dan hewan dengan tetap menjaga koridor (jalur) habitatnya, mengosongkan tanah
yang belum dibangun dari selatan ke utara. Spesies-spesies dapat secara perlahan-
lahan berpindah sepanjang koridor ini untuk menuju ke habitat yang lebih dingin.
Ada dua pendekatan utama untuk memperlambat semakin bertambahnya gas
rumah kaca. Pertama, mencegah karbon dioksida dilepas ke atmosfer dengan
menyimpan gas tersebut atau komponen karbon-nya di tempat lain. Cara ini

40
disebut carbon sequestration (menghilangkan karbon). Kedua, mengurangi
produksi gas rumah kaca.

1. Menghilangkan karbon
Cara yang paling mudah untuk menghilangkan karbon dioksida di udara
adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi.
Pohon, terutama yang muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap karbon
dioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis, dan menyimpan
karbon dalam kayunya. Di seluruh dunia, tingkat perambahan hutan telah
mencapai level yang mengkhawatirkan. Di banyak area, tanaman yang tumbuh
kembali sedikit sekali karena tanah kehilangan kesuburannya ketika diubah untuk
kegunaan yang lain, seperti untuk lahan pertanian atau pembangunan rumah
tinggal. Langkah untuk mengatasi hal ini adalah dengan penghutanan kembali
yang berperan dalam mengurangi semakin bertambahnya gas rumah kaca. Gas
karbon dioksida juga dapat dihilangkan secara langsung.Caranya dengan
menyuntikkan (menginjeksikan) gas tersebut ke sumur-sumur minyak untuk
mendorong agar minyak bumi keluar ke permukaan (lihat Enhanced Oil
Recovery). Injeksi juga bisa dilakukan untuk mengisolasi gas ini di bawah tanah
seperti dalam sumur minyak, lapisan batubara atau aquifer.

Hal ini telah dilakukan di salah satu anjungan pengeboran lepas pantai
Norwegia, di mana karbon dioksida yang terbawa ke permukaan bersama gas
alam ditangkap dan diinjeksikan kembali ke aquifer sehingga tidak dapat kembali
ke permukaan. Salah satu sumber penyumbang karbon dioksida adalah
pembakaran bahan bakar fosil. Penggunaan bahan bakar fosil mulai meningkat
pesat sejak revolusi industri pada abad ke-18. Pada saat itu, batubara menjadi
sumber energi dominan untuk kemudian digantikan oleh minyak bumi pada
pertengahan abad ke-19. Pada abad ke-20, energi gas mulai biasa digunakan di
dunia sebagai sumber energi. Perubahan tren penggunaan bahan bakar fosil ini
sebenarnya secara tidak langsung telah mengurangi jumlah karbon dioksida yang
dilepas ke udara, karena gas melepaskan karbon dioksida lebih sedikit bila
dibandingkan dengan minyak apalagi bila dibandingkan dengan batubara.

41
Walaupun demikian, penggunaan energi terbaharui dan energi nuklir lebih
mengurangi pelepasan karbon dioksida ke udara. Energi nuklir, walaupun
kontroversial karena alasan keselamatan dan limbahnya yang berbahaya, tetapi
tidak melepas karbon dioksida sama sekali.

2. Persetujuan internasional
Kerja sama internasional diperlukan untuk mensukseskan pengurangan
gas-gas rumah kaca. Pada tahun 1992, pada Earth Summit di Rio de Janeiro,
Brasil, 150 negara berikrar untuk menghadapi masalah gas rumah kaca dan setuju
untuk menterjemahkan maksud ini dalam suatu perjanjian yang mengikat. Pada
tahun 1997 di Jepang, 160 negara merumuskan persetujuan yang lebih kuat yang
dikenal dengan Protokol Kyoto. Perjanjian ini, yang belum diimplementasikan,
menyerukan kepada 38 negara-negara industri yang memegang persentase paling
besar dalam melepaskan gas-gas rumah kaca untuk memotong emisi mereka ke
tingkat 5 persen di bawah emisi tahun 1990. Pengurangan ini harus dapat dicapai
paling lambat tahun 2012. Pada mulanya, Amerika Serikat mengajukan diri untuk
melakukan pemotongan yang lebih ambisius, menjanjikan pengurangan emisi
hingga 7 persen di bawah tingkat 1990; Uni Eropa, yang menginginkan perjanjian
yang lebih keras, berkomitmen 8 persen; dan Jepang 6 persen.

Sisa 122 negara lainnya, sebagian besar negara berkembang, tidak diminta
untuk berkomitmen dalam pengurangan emisi gas. Akan tetapi, pada tahun 2001,
Presiden Amerika Serikat yang baru terpilih, George W. Bush mengumumkan
bahwa perjanjian untuk pengurangan karbon dioksida tersebut menelan biaya
yang sangat besar. Ia juga menyangkal dengan menyatakan bahwa negara-negara
berkembang tidak dibebani dengan persyaratan pengurangan karbon dioksida ini.
Protokol Kyoto tidak berpengaruh apabila negara-negara industri yang
bertanggung jawab menyumbang 55 persen dari emisi gas rumah kaca pada tahun
1990 tidak meratifikasinya. Persyaratan itu berhasil dipenuhi ketika tahun 2004,
Presiden Rusia Vladimir Putin meratifikasi perjanjian ini, memberikan jalan untuk
berlakunya perjanjian ini mulai 16 Februari 2005. Banyak orang mengkritik
Protokol Kyoto terlalu lemah. Bahkan jika perjanjian ini dilaksanakan segera, ia

42
hanya akan sedikit mengurangi bertambahnya konsentrasi gas-gas rumah kaca di
atmosfer. Suatu tindakan yang keras akan diperlukan nanti, terutama karena
negara-negara berkembang yang dikecualikan dari perjanjian ini akan
menghasilkan separuh dari emisi gas rumah kaca pada 2035. Penentang protokol
ini memiliki posisi yang sangat kuat.

Penolakan terhadap perjanjian ini di Amerika Serikat terutama


dikemukakan oleh industri minyak, industri batubara dan perusahaan-perusahaan
lainnya yang produksinya tergantung pada bahan bakar fosil. Para penentang ini
mengklaim bahwa biaya ekonomi yang diperlukan untuk melaksanakan Protokol
Kyoto dapat menjapai 300 miliar dollar AS, terutama disebabkan oleh biaya
energi. Sebaliknya pendukung Protokol Kyoto percaya bahwa biaya yang
diperlukan hanya sebesar 88 miliar dollar AS dan dapat lebih kurang lagi serta
dikembalikan dalam bentuk penghematan uang setelah mengubah ke peralatan,
kendaraan, dan proses industri yang lebih efisien. Pada suatu negara dengan
kebijakan lingkungan yang ketat, ekonominya dapat terus tumbuh walaupun
berbagai macam polusi telah dikurangi. Akan tetapi membatasi emisi karbon
dioksida terbukti sulit dilakukan. Sebagai contoh, Belanda, negara industrialis
besar yang juga pelopor lingkungan, telah berhasil mengatasi berbagai macam
polusi tetapi gagal untuk memenuhi targetnya dalam mengurangi produksi karbon
dioksida. Setelah tahun 1997, para perwakilan dari penandatangan Protokol Kyoto
bertemu secara reguler untuk menegoisasikan isu-isu yang belum terselesaikan
seperti peraturan, metode dan penalti yang wajib diterapkan pada setiap negara
untuk memperlambat emisi gas rumah kaca.

Para negoisator merancang sistem dimana suatu negara yang memiliki


program pembersihan yang sukses dapat mengambil keuntungan dengan menjual
hak polusi yang tidak digunakan ke negara lain. Sistem ini disebut perdagangan
karbon. Sebagai contoh, negara yang sulit meningkatkan lagi hasilnya, seperti
Belanda, dapat membeli kredit polusi di pasar, yang dapat diperoleh dengan biaya
yang lebih rendah. Rusia, merupakan negara yang memperoleh keuntungan bila
sistem ini diterapkan. Pada tahun 1990, ekonomi Rusia sangat payah dan emisi

43
gas rumah kacanya sangat tinggi. Karena kemudian Rusia berhasil memotong
emisinya lebih dari 5 persen di bawah tingkat 1990, ia berada dalam posisi untuk
menjual kredit emisi ke negara-negara industri lainnya, terutama mereka yang ada
di Uni Eropa.

44
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

 Mengenai Perubahan Iklim iklim adalah rata-rata cuaca dimana cuaca


merupakan keadaan atmosfer pada suatu saat di waktu tertentu. Iklim
didefinisikan sebagai ukuran rata-rata dan variabilitas kuantitas yang
relevan dari variabel tertentu (seperti temperatur, curah hujan atau angin),
pada periode waktu tertentu, yang merentang dari bulanan hingga tahunan
atau jutaan tahun. Iklim berubah secara terus menerus karena interaksi
antara komponen-komponennya dan faktor eksternal seperti erupsi
vulkanik, variasi sinar matahari, dan faktor-faktor disebabkan oleh
kegiatan manusia seperti misalnya perubahan pengunaan lahan dan
penggunaan bahan bakar fosil
 Perubahan Iklim merujuk kepada satu perubahan keadaan rata-rata iklim
atau variabilitasnya secara signifikan dalam satu periode yang panjang
(dekade atau lebih lama lagi). Perubahan Iklim mungkin disebabkan oleh
proses internal alami atau faktor eksternal seperti perubahan terus menerus
pada atmosfer atau perubahan penggunaan lahan. UNFCCC (United
Nations Framework Convention on Climate Change –Konvensi Perubahan
Iklim) mendefinisikan "Perubahan Iklim" sebagai perubahan dari iklim
yang disebabkan baik secara langsung atau tidak langsung oleh aktivitas
manusia sehingga mengubah kompoisi dari atmosfer global dan
variabilitas iklim alami pada perioda waktu yang dapat diperbandingkan.
Perbedaan antara variabilitas iklim dan perubahan iklim terlihat pada
jangka waktu perubahan yang terjadi.
 Pola cuaca merupakan suatu bagian penting dalam kehidupan yang akan
mempengaruhi tanaman, dan pangan, air yang kita konsumsi, tempat
tinggal, serta berbagai aktivitas dan kesehatan manusia. Karenanya

45
perubahan iklim benar-benar akan berdampak serius terhadap kehidupan
seseorang.
 Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-
perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya
intensitas fenomena cuaca yang ekstrem,serta perubahan jumlah dan pola
presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah
terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai
jenis hewan.
 Pemanasan global telah menjadi permasalahan yang menjadi sorotan umat
manusia. Fenomena ini bukan lain di akibatkan oleh perbuatan manusia
sendiri dan dampaknya di derita oleh manusia itu juga. Untuk mengatasi
pemanasan global diperlukan usaha yang sangat keras karena hamper
mustahil untuk diselesaikan saat ini. Pemansan global memang sangat sulit
diatasi, namun kita bias mngurangi efeknya. Hal ini adalah kesadaran kita
terhadap kehidupan bumi di masa depan apabila kita telah menanamkan
kecintaan terhadap bumi ini maka pemanasan global hanyalah sejarah
kelam yang pernah menimpa bumi ini.

3.2. Saran

 Dalam menghadapi perubahan iklim dan setiap cara alam yang terjadi,
diperlukan adanya kesadaran di diri masyarakat untuk menjaga lingkungan
dan melakukan hal-hal yang dapat meminimalisir dampak buruk dari
perubahan iklim atau bahkan pemanasan global.
 Kehidupan ini berawal dari kehidupan di bumi jauh sebelum makhluk
hidup ada. Maka dari itu untuk menjaga dan melestarikan bumi ini harus
beberapa dekadekah kita memikirkannya. Sampai pada satu sisi dimana
bumi ini telah tua dan memohon agar kita menjaa serta melestarikannya.
Marilah kita bergotong royong untuk menyelamatkan bumi yang telah
memberikan kita kehidupan yang sempurnaini. Stop global warming.

46
DAFTAR PUSTAKA

https://www.gramedia.com/literasi/perubahan-iklim-global/

http://ditjenppi.menlhk.go.id/kcpi/index.php/info-iklim/perubahan-iklim

https://www.google.com/search?
q=pengertian+perubahan+iklim&oq=PENGERTIAN+PERUBAHAN+IKLIM&a
qs=chrome.0.0i512l9.12699j0j7&sourceid=chrom e&ie=UTF-8

https://id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_global#Penyebab_pemanasan_global

https://today.line.me/id/v2/article/Gas+Rumah+Kaca+Capai+Rekor+Tertinggi-
MvprMw

https://id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_global

https://hot.liputan6.com/read/4644077/10-penyebab-terjadinya-pemanasan-
globaldancaramengatasinya#:~:text=Penyebab%20pemanasan%20global
%20secara%20umum, konsentrasi%20O3%20di%20stratosfer%20berkurang

47
48

Anda mungkin juga menyukai