Anda di halaman 1dari 11

Makalah kerusakan hutan di indonesia

KATA PENGANTAR
Saya selaku penulis mengucapkan rasa syukur kepada tuhan yang maha esa,
karena telah diberikan kesehatan sampai sekarang ini sehingga dapat membuat
makalah yang sederhana ini.
Kerusakan hutan merupakan sesuatu yang sangat berdampak buruk bagi kehidupan
manusia maupun makhluk hidup lainnya sehingga kita semua perlu menjaganya
dengan sebaik-baiknya agar hutan kita tetap terjaga kondisinya, adapun tujuan dari
penulisan makalah ini untuk lebih memahami lagi bagaimana cara menjaga hutan
agar tetap baik dari ancaman apapun.
Saya juga mengucapkan terima kasih juga kepada pihak-pihak yang telah
bersangkutan dan juga dukungan yang telah diberikan kepada kami semua dan
kami siap menerima kritik dan saran apabila terjadi kesalahan dalam penulisan ini
dan dalam penulisan ini kami berharap anda semua mencintai hutan yang telah
diberikan kepada sang pencipta dan menjaganya dengan baik
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 latar belakang masalah
Hutan merupakan sumber daya alam yang tidak ternilai karena didalamnya
terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil
hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta
kesuburan tanah, perlindungan alam hayati untuk kepentingan ilmu pengetahuan,
kebudayaan, rekreasi, pariwisata dan sebagainya. Karena itu pemanfaatan hutan
dan perlindungannya telah diatur dalam UUD 45, UU No. 5 tahun 1990, UU No 23
tahun 1997, UU No. 41 tahun 1999, PP No 28 tahun 1985 dan beberapa keputusan
Menteri Kehutanan serta beberapa keputusan Dirjen PHPA dan Dirjen Pengusahaan
Hutan. Namun gangguan terhadap sumber daya hutan terus berlangsung bahkan
intensitasnya makin meningkat.
Kerusakan hutan yang meliputi : kebakaran hutan, penebangan liar dan lainnya
merupakan salah satu bentuk gangguan yang makin sering terjadi. Dampak negatif
yang ditimbulkan oleh kerusakan hutan cukup besar mencakup kerusakan ekologis,
menurunnya keanekaragaman hayati, merosotnya nilai ekonomi hutan dan
produktivitas tanah, perubahan iklim mikro maupun global, dan asap dari kebakaran
hutan mengganggu kesehatan masyarakat serta mengganggu transportasi baik
darat, sungai, danau, laut dan udara. Dan juga gangguan asap karena kebakaran
hutan Indonesia akhir-akhir ini telah melintasi batas negara.

Berbagai upaya pencegahan dan perlindungan kebakaran hutan dan penebangan


liar telah dilakukan termasuk mengefektifkan perangkat hukum (undang-undang,
PP, dan SK Menteri sampai Dirjen), namun belum memberikan hasil yang optimal.
Sejak kebakaran hutan yang cukup besar tahun 1982/83 di Kalimantan Timur,
intensitas kebakaran hutan makin sering terjadi dan sebarannya makin meluas.
Tercatat beberapa kebakaran cukup besar berikutnya yaitu tahun 1987, 1991, 1994
dan 1997 hingga 2003. Oleh karena itu perlu pengkajian yang mendalam untuk
mencegah dan menanggulangi kebakaran hutan.
Penebangan liar juga dapat berdampak negatif antara lain dapan menyababkan
tanah longsor dan banjir. Oleh karena itu hutan kita perlu adanya penjagaan supaya
tidak terjadi kebakaran dan penebangan liar dan yang tidak kita inginkan.
Tulisan ini merupakan sintesa dari berbagai pengetahuan tentang hutan, kebakaran
hutan dan penebangan liar penanggulangannya yang dikumpulkan dari berbagai
sumber dengan harapan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi para peneliti,
pengambil kebijakan dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi para pencinta
lingkungan dan kehutanan.
1. 2 Identifikasi masalah
Api sebagai alat atau teknologi awal yang dikuasai manusia untuk mengubah
lingkungan hidup dan sumberdaya alam dimulai pada pertengahan hingga akhir
zaman Paleolitik, 1.400.000-700.000 tahun lalu. Sejak manusia mengenal dan
menguasai teknologi api, maka api dianggap sebagai modal dasar bagi
perkembangan manusia karena dapat digunakan untuk membuka hutan,
meningkatkan kualitas lahan pengembalaan, memburu satwa liar, mengusir satwa
liar, berkomunikasi sosial disekitar api unggun dan sebagainya (Soeriaatmadja,
1997).
Analisis terhadap arang dari tanah Kalimantan menunjukkan bahwa hutan telah
terbakar secara berkala dimulai, setidaknya sejak 17.500 tahun yang lalu.
Kebakaran besar kemungkinan terjadi secara alamiah selama periode iklim yang
lebih kering dari iklim saat itu. Namun, manusia juga telah membakar hutan lebih
dari 10 ribu tahun yang lalu untuk mempermudah perburuan dan membuka lahan
pertanian. Catatan tertulis satu abad yang lalu dan sejarah lisan dari masyarakat
yang tinggal di hutan membenarkan bahwa kebakaran hutan bukanlah hal yang
baru bagi hutan Indonesia.
penyebab utama terjadinya kebakaran hutan di Kalimantan Timur adalah karena
aktivitas manusia dan hanya sebagian kecil yang disebabkan oleh kejadian alam.
Proses kebakaran alami menurut Soeriaatmadja (1997), bisa terjadi karena
sambaran petir, benturan longsuran batu, singkapan batu bara, dan tumpukan
srasahan. Namun menurut Saharjo dan Husaeni (1998), kebakaran karena proses
alam tersebut sangat kecil dan untuk kasus Kalimatan kurang dari 1 %.

Kebakaran hutan besar terpicu pula oleh munculnya fenomena iklim El-Nino seperti
kebakaran yang terjadi pada tahun 1987, 1991, 1994 dan 1997 (Kantor Menteri
Negara Lingkungan Hidup dan UNDP, 1998). Perkembangan kebakaran tersebut
juga memperlihatkan terjadinya perluasan penyebaran lokasi kebakaran yang tidak
hanya di Kalimantan Timur, tetapi hampir di seluruh propinsi, serta tidak hanya
terjadi di kawasan hutan tetapi juga di lahan non hutan.
Penyebab kebakaran hutan sampai saat ini masih menjadi topik perdebatan, apakah
karena alami atau karena kegiatan manusia. Namun berdasarkan beberapa hasil
penelitian menunjukkan bahwa penyebab utama kebakaran hutan adalah faktor
manusia yang berawal dari kegiatan atau permasalahan sebagai berikut:

Sistem perladangan tradisional dari penduduk setempat yang berpindah-pindah.


Pembukaan hutan oleh para pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) untuk
insdustri kayu maupun perkebunan kelapa sawit.
Penyebab struktural, yaitu kombinasi antara kemiskinan, kebijakan pembangunan
dan tata pemerintahan, sehingga menimbulkan konflik antar hukum adat dan
hukum positif negara.

Perladangan berpindah merupakan upaya pertanian tradisional di kawasan hutan


dimana pembukaan lahannya selalu dilakukan dengan cara pembakaran karena
cepat, murah dan praktis. Namun pembukaan lahan untuk perladangan tersebut
umumnya sangat terbatas dan terkendali karena telah mengikuti aturan turun
temurun (Dove, 1988). Kebakaran liar mungkin terjadi karena kegiatan perladangan
hanya sebagai kamuflasa dari penebang liar yang memanfaatkan jalan HPH dan
berada di kawasan HPH.
Pembukaan hutan oleh pemegang HPH dan perusahaan perkebunan untuk
pengembangan tanaman industri dan perkebunan umumnya mencakup areal yang
cukup luas. Metoda pembukaan lahan dengan cara tebang habis dan pembakaran
merupakan alternatif pembukaan lahan yang paling murah, mudah dan cepat.
Namun metoda ini sering berakibat kebakaran tidak hanya terbatas pada areal yang
disiapkan untuk pengembangan tanaman industri atau perkebunan, tetapi meluas
ke hutan lindung, hutan produksi dan lahan lainnya.
Sedangkan penyebab struktural, umumnya berawal dari suatu konflik antara para
pemilik modal industri perkayuan maupun pertambangan, dengan penduduk asli
yang merasa kepemilikan tradisional (adat) mereka atas lahan, hutan dan tanah
dikuasai oleh para investor yang diberi pengesahan melalui hukum positif negara.
Akibatnya kekesalan masyarakat dilampiaskan dengan melakukan pembakaran
demi mempertahankan lahan yang telah mereka miliki secara turun temurun. Disini

kemiskinan dan ketidak adilan menjadi pemicu kebakaran hutan dan masyarakat
tidak akan mau berpartisipasi untuk memadamkannya.
Sedangkan penebangan liar merupakan suatu kondisi yang sudah tidak asing lagi
banyak masyarakat yang tinggal di daerah dekat pegunungan memanfaatkan hutan
untuk diambil kayunya,tetapi tanpa meminta izin terlebih dahulu. Dan Akibat
Penebangan Hutan, 2.100 Mata Air Mengering
Kelangkaan minyak tanah yang kerap mendera penduduk di berbagai daerah di
Banyumas, Jawa Tengah, akhir-akhir ini dikhawatirkan memacu penduduk kembali
menggunakan kayu bakar dan menebang pohon tanaman keras.
Jika itu terjadi, kerusakan sumber air (mata air) akan semakin cepat. Di Banyumas
saat ini tinggal 900 mata air, padahal tahun 2001 masih tercatat 3.000 mata air.
Setiap tahun rata-rata sekitar 300 mata air mati akibat penebangan terprogram
(hutan produksi) maupun penebangan tanaman keras milik penduduk, Akan tetapi
akibat berbagai tekanan baik kebutuhan hidup maupun perkembangan penduduk,
perlindungan terhadap sumber air maupun tanaman keras atau hutan rakyat
semakin berat.
Di lain pihak, penduduk yang di lahannya terdapat sumber air tidak pernah
memperoleh kompensasi sebagai ganti atas kesediaannya untuk tidak menebangi
pohonnya.
Kesulitan penduduk memperoleh minyak tanah berdampak pada peningkatan
penggunaan kayu bakar. Penduduk di daerah pedesaan yang jauh dari pangkalan
minyak tanah memilih menebang pohon untuk kayu bakar.
1. 3 Pembahasan masalah
Beberapa tahun terakhir kebakaran hutan terjadi hampir setiap tahun, khususnya
pada musim kering. Kebakaran yang cukup besar terjadi di Kalimantan Timur yaitu
pada tahun 1982/83 dan tahun 1997/98. Pada tahun 1982/83 kebakaran telah
menghanguskan hutan sekitar 3,5 juta hektar di Kalimantan Timur dan ini
merupakan rekor terbesar kebakaran hutan dunia setelah kebakaran hutan di Brazil
yang mencapai 2 juta hektar pada tahun 1963 (Soeriaatmadja, 1997).
Kemudian rekor tersebut dipecahkan lagi oleh kebakaran hutan Indonesia pada
tahun 1997/98 yang telah menghanguskan seluas 11,7 juta hektar. Kebakaran
terluas terjadi di Kalimantan dengan total lahan terbakar 8,13 juta hektar, disusul
Sumatera, Papua Barat, Sulawesi dan Jawa masing-masing 2,07 juta hektar, 1 juta
hektar, 400 ribu hektar dan 100 ribu hektar (Tacconi, 2003).
Selanjutnya kebakaran hutan Indonesia terus berlangsung setiap tahun meskipun
luas areal yang terbakar dan kerugian yang ditimbulkannya relatif kecil dan
umumnya tidak terdokumentasi dengan baik. Data dari Direktotar Jenderal

Perlindungan hutan dan Konservasi Alam menunjukkan bahwa kebakaran hutan


yang terjadi tiap tahun sejak tahun 1998 hingga tahun 2002 tercatat berkisar
antara 3 ribu hektar sampai 515 ribu hektar (Direktotar Jenderal Perlindungan hutan
dan Konservasi Alam, 2003).
1. 3. 1 Kerugian yang ditimbulkannya
Kebakaran hutan akhir-akhir ini menjadi perhatian internasional sebagai isu
lingkungan dan ekonomi khususnya setelah terjadi kebakaran besar di berbagai
belahan dunia tahun 1997/98 yang menghanguskan lahan seluas 25 juta hektar.
Kebakaran tahun 1997/98 mengakibatkan degradasi hutan dan deforestasi menelan
biaya ekonomi sekitar US $ 1,6-2,7 milyar dan biaya akibat pencemaran kabut
sekitar US $ 674-799 juta. Kerugian yang diderita akibat kebakaran hutan tersebut
kemungkinan jauh lebih besar lagi karena perkiraan dampak ekonomi bagi kegiatan
bisnis di Indonesia tidak tersedia. Valuasi biaya yang terkait dengan emisi karbon
kemungkinan mencapai US $ 2,8 milyar (Tacconi, 2003).
Hasil perhitungan ulang kerugian ekonomi yang dihimpun Tacconi (2003),
menunjukkan bahwa kebakaran hutan Indonesia telah menelan kerugian antara US
$ 2,84 milayar sampai US $ 4,86 milyar yang meliputi kerugian yang dinilai dengan
uang dan kerugian yang tidak dinilai dengan uang. Kerugian tersebut mencakup
kerusakan yang terkait dengan kebakaran seperti kayu, kematian pohon, HTI,
kebun, bangunan, biaya pengendalian dan sebagainya serta biaya yang terkait
dengan kabut asap seperti kesehatan, pariwisata dan transportasi.
1. 3. 2 Dampak Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan yang cukup besar seperti yang terjadi pada tahun 1997/98
menimbulkan dampak yang sangat luas disamping kerugian material kayu, non
kayu dan hewan. Dampak negatif yang sampai menjadi isu global adalah asap dari
hasil pembakaran yang telah melintasi batas negara. Sisa pembakaran selain
menimbulkan kabut juga mencemari udara dan meningkatkan gas rumah kaca.
Asap tebal dari kebakaran hutan berdampak negatif karena dapat mengganggu
kesehatan masyarakat terutama gangguan saluran pernapasan. Selain itu asap
tebal juga mengganggu transportasi khususnya tranportasi udara disamping
transportasi darat, sungai, danau, dan laut. Pada saat kebakaran hutan yang cukup
besar banyak kasus penerbangan terpaksa ditunda atau dibatalkan. Sementara
pada transportasi darat, sungai, danau dan laut terjadi beberapa kasus tabrakan
atau kecelakaan yang menyebabkan hilangnya nyawa dan harta benda.
Kerugian karena terganggunya kesehatan masyarakat, penundaan atau pembatalan
penerbangan, dan kecelakaan transportasi di darat, dan di air memang tidak bisa
diperhitungkan secara tepat, tetapi dapat dipastikan cukup besar membebani
masyarakat dan pelaku bisnis. Dampak kebakaran hutan Indonesia berupa asap

tersebut telah melintasi batas negara terutama Singapura, Brunai Darussalam,


Malaysia dan Thailand.
Dampak lainnya adalah kerusakan hutan setelah terjadi kebakaran dan hilangnya
margasatwa. Hutan yang terbakar berat akan sulit dipulihkan, karena struktur
tanahnya mengalami kerusakan. Hilangnya tumbuh-tumbuhan menyebabkan lahan
terbuka, sehingga mudah tererosi, dan tidak dapat lagi menahan banjir. Karena itu
setelah hutan terbakar, sering muncul bencana banjir pada musim hujan di
berbagai daerah yang hutannya terbakar. Kerugian akibat banjir tersebut juga sulit
diperhitungkan.
Analisis dampak kebakaran hutan masih dalam tahap pengembangan awal,
pengetahuan tentang ekosistem yang rumit belum berkembang dengan baik dan
informasi berupa ambang kritis perubahan ekologis berkaitan dengan kebakaran
sangat terbatas, sehingga dampak kebakaran hutan sulit diperhitungkan secara
tepat. Meskipun demikian, berdasarkan perhitungan kasar yang telah diuraikan
diatas dapat disimpulkan bahwa kebakaran hutan menimbulkan dampak yang
cukup besar bagi masyarakat sekitarnya, bahkan dampak tersebut sampai ke
negara tetangga.
Sejak kebakaran hutan yang cukup besar yang terjadi pada tahun 1982/83 yang
kemudian diikuti rentetan kebakaran hutan beberapa tahun berikutnya dan juga
penebangan liar yang terjadi di indonesia ini sebenarnya telah dilaksanakan
beberapa langkah, baik bersifat antisipatif (pencegahan) maupun
penanggulangannya.
Upaya yang telah dilakukan untuk mencegah kebakaran hutan dilakukan antara lain
:
(a) Memantapkan kelembagaan dengan membentuk dengan membentuk Sub
Direktorat Kebakaran Hutan dan Lembaga non struktural berupa Pusdalkarhutnas,
Pusdalkarhutda dan Satlak serta Brigade-brigade pemadam kebakaran hutan di
masing-masing HPH dan HTI;
(b) Melengkapi perangkat lunak berupa pedoman dan petunjuk teknis pencegahan
dan penanggulangan kebakaran hutan;
(c) Melengkapi perangkat keras berupa peralatan pencegah dan pemadam
kebakaran hutan.
(d) Melakukan pelatihan pengendalian kebakaran hutan bagi aparat pemerintah,
tenaga BUMN dan perusahaan kehutanan serta masyarakat sekitar hutan.
(e) Kampanye dan penyuluhan melalui berbagai Apel Siaga pengendalian kebakaran
hutan.

(f) Pemberian pembekalan kepada pengusaha (HPH, HTI, perkebunan dan


Transmigrasi), Kanwil Dephut, dan jajaran Pemda oleh Menteri Kehutanan dan
Menteri Negara Lingkungan Hidup.
(g) Dalam setiap persetujuan pelepasan kawasan hutan bagi pembangunan non
kehutanan, selalu disyaratkan pembukaan hutan tanpa bakar.
Upaya pencegahan agar tidak terjadi penebangan liar diantaranya :

Hutan kita yang belum ada penjaga hutan harus diadakannya penjagaan agar
tidak terjadi pencurian.
Diberikan larangan supaya para penebang liar tidak melakukan pencurian
Diberikan sanksi barang siapa yang mengambil hasil hutan dengan sengaja.

Disamping melakukan pencegahan, pemerintah juga nelakukan penanggulangan


melalui berbagai kegiatan antara lain :
(a) Memberdayakan posko-posko kebakaran hutan an juga penjagaan di semua
tingkat, serta melakukan pembinaan mengenai hal-hal yang harus dilakukan selama
siaga I dan II.
(b) Mobilitas semua sumberdaya (manusia, peralatan & dana) di semua tingkatan,
baik di jajaran Departemen Kehutanan maupun instansi lainnya, maupun
perusahaan-perusahaan.
(c) Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait di tingkat pusat melalui
PUSDALKARHUTNAS dan di tingkat daerah melalui PUSDALKARHUTDA Tk I dan
SATLAK kebakaran hutan dan lahan.
(d) Meminta bantuan luar negeri untuk memadamkan kebakaran antara lain:
pasukan BOMBA dari Malaysia untuk kebakaran di Riau, Jambi, Sumsel dan Kalbar.
1. 3. 3 Peningkatan Upaya Pencegahan dan Penanggulangan
Upaya pencegahan dan penanggulangan yang telah dilakukan selama ini ternyata
belum memberikan hasil yang optimal dan kebakaran hutan masih terus terjadi
pada setiap musim kemarau. Kondisi ini disebabkan oleh berbagai faktor antara
lain:

Kemiskinan dan ketidak adilan bagi masyarakat pinggiran atau dalam kawasan
hutan.

Kesadaran semua lapisan masyarakat terhadap bahaya kebakaran masih rendah


Kemampuan aparatur pemerintah khususnya untuk koordinasi, memberikan
penyuluhan untuk kesadaran masyarakat, dan melakukan upaya pemadaman
kebakaran semak belukar dan hutan masih rendah.
Upaya pendidikan baik formal maupun informal untuk penanggulangan
kebakaran hutan belum memadai.

Hasil identifikasi dari serentetan kebakaran hutan menunjukkan bahwa penyebab


utama kebakaran hutan adalah faktor manusia dan faktor yang memicu meluasnya
areal kebakaran adalah kegiatan perladangan, pembukaan HTI dan perkebunan
serta konflik hukum adat dengan hukum negara, maka untuk meningkatkan
efektivitas dan optimasi kegiatan pencegahan dan penanggulangan kebakaran
hutan perlu upaya penyelesaian masalah yang terkait dengan faktor-faktor
tersebut.
Di sisi lain belum efektifnya penanggulangan kebakaran disebabkan oleh faktor
kemiskinan dan ketidak adilan, rendahnya kesadaran masyarakat, terbatasnya
kemampuan aparat, dan minimnya fasilitas untuk penanggulangan kebakaran,
maka untuk mengoptimalkan upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran
hutan di masa depan antara lain:
a. Melakukan pembinaan dan penyuluhan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat pinggiran atau dalam kawasan hutan, sekaligus berupaya untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya kebakaran hutan dan semak
belukar.
b. Memberikan penghargaan terhadap hukum adat sama seperti hukum negara,
atau merevisi hukum negara dengan mengadopsi hukum adat.
c. Peningkatan kemampuan sumberdaya aparat pemerintah melalui pelatihan
maupun pendidikan formal. Pembukaan program studi penanggulangan kebakaran
hutan merupakan alternatif yang bisa ditawarkan.
d. Melengkapi fasilitas untuk menanggulagi kebakaran hutan, baik perangkat lunak
maupun perangkat kerasnya.
e. Penerapan sangsi hukum pada pelaku pelanggaran dibidang lingkungan
khususnya yang memicu atau penyebab langsung terjadinya kebakaran.
1. 4 Tujuan pembahasan
Dari semua apa yang tertulis atau apa yang dibahas diatas bahwa dalam
menciptakan hutan yang indah dan lestari, kita sebagai bangsa indonesia wajib

menjaga dan melestarikan alam hutan kita agar tetap terjaga dengan baik, agar
tidak terjadi kebakaran hutan dan juga penebangan-penebangan liar.
Apabila semua yang telah ditetapkan dalam pemerintahan tidak diperhatikan
dengan baik dan dilaksanakan maka dampaknya pun akan terjadi pada peneruspenerus kita nanti.telah dijelaskan bahwa banyak dampak negatif yang terjadi
apabila terjadi kebakaran dan penebangan hutan, maka dari itu kita semua harus
mencegahnya agar tidak terjadi apa yang tidak kita inginkan di tahun yang akan
mendatang.dan apabila semua sudah terjadi maka kita bangun kembali apa yang
telah dirusaknya agar menjadi asri kembali.
Dan tujuan dari semua ini yaitu untuk mengingatkan pada semua orang bahwa
dampak dari kebakaran dan penebangan liar ini akan membuat alam kita menjadi
hancur dan banyak akan terjadi kerusakan kerusakan akibat dari perbuatan kita
sendiri, maka dari itu kita semua harus menjaganya dengan baik agar hutan kita
tetap terjaga dengan baik.
1. 5 Metode pengumpulan data
Isi dari semua ini dikumpulkan dari beberapa sumber dan penelitian.dan juga apa
yang kita dapatkan dari beberapa sumber di bahas ulang kembali yaitu dicari
malalui internet maupun dicari dengan cara menanyakan kepada orang yang
bekerja dalam kehutanan setempat agar tidak terjadi kesalahpahaman.
1. 6 Sistematika penyajian
Dalam penulisan ini penyajiannya dengan mengumpulkan sumber-sumber yang
telah di dapatkan dan menuliskannya kembali dengan bahasa yang baik dan benar.
Dan juga menambahkan apa yang kurang jelas dan kurang dalam penulisannya
maupun kurang dimengerti oleh orang banyak.Penulisan makalah ini saya tulis
dengan sebaik-baiknya dan banyak penambahan tulisan maupun bahasanya.
BAB II
KERUSAKAN HUTAN INDONESIA
Kerusakan yang terjadi di hutan indonesia merupakan suatu kejadian yang sangat
tiddak menyenangkan bagi warga negara indonesia karena Hutan merupakan
sumber daya alam yang tidak ternilai karena didalamnya terkandung
keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu
dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah,
perlindungan alam hayati untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan,
rekreasi, pariwisata dan sebagainya. Karena itu pemanfaatan hutan dan
perlindungannya telah diatur dalam UUD 45, UU No. 5 tahun 1990, UU No 23 tahun
1997, UU No. 41 tahun 1999, PP No 28 tahun 1985 dan beberapa keputusan Menteri
Kehutanan serta beberapa keputusan Dirjen PHPA dan Dirjen Pengusahaan Hutan.

Namun gangguan terhadap sumber daya hutan terus berlangsung bahkan


intensitasnya makin meningkat.
Kerusakan hutan yang meliputi: kebakaran dan penebangan liar merupakan contoh
yang tidak baik dan semua peristiwa ini pastinya ada dampak dan juga
pencegahannya tetapi kita juga jangan menganggap semuanya adalah hanya
peristiw yang biasa-biasa saja karena perlu ada pembelajaran dan pelatihan khusus
supaya dapat secara langsung mempraktekkannya dan membuat hutan kita
menjasi lebih nyaman untuk dilihat dan dikunjungi banyak orang.
BAB III
PENUTUP
3. 1 Kesimpulan
Sebagai penutup tulisan ini dapat dikemukakan beberapa hal sebagai berikut:
1. Hutan merupakan sumberdaya alam yang tidak ternilai harganya karena
didalamnya terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah,
sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi
serta kesuburan tanah, dan sebagainya. Karena itu pemanfaatan dan
perlindungannya diatur oleh Undang-undang dan peraturan pemerintah.
2. Kebakaran dan penebangan liar merupakan salah satu bentuk gangguan
terhadap sumberdaya hutan dan akhir-akhir ini makin sering terjadi. Kebakaran dan
penebangan hutan menimbulkan kerugian yang sangat besar dan dampaknya
sangat luas, bahkan melintasi batas negara. Di sisi lain upaya pencegahan dan
pengendalian yang dilakukan selama ini masih belum memberikan hasil yang
optimal. Oleh karena itu perlu perbaikan secara menyeluruh, terutama yang terkait
dengan kesejahteraan masyarakat pinggiran atau dalam kawasan hutan.
3. Berbagai upaya perbaikan yang perlu dilakukan antara lain dibidang penyuluhan
kepada masyarakat khususnya yang berkaitan dengan faktor-faktor penyebab
kebakaran hutan, peningkatan kemampuan aparatur pemerintah terutama dari
Departemen Kehutanan, peningkatan fasilitas untuk mencegah dan menanggulagi
kebakaran hutan, dan penebangan liar ,pembenahan bidang hukum dan penerapan
sangsi secara tegas
4. Akibat penebangan hutan,2100 mata air mengering dan akibat dari penebangan
juga mengakibatkan kerusakan sumber air (mata air) akan semakin cepat.
3. 2 Saran
Bagi para pembaca makalah ini dan juga semua orang bahwa hutan merupakan
sumber kehidupan bagi manusia apabila hutan sudah tidak ada lagi maka

kehidupan manusia akan berubah dan kemiskinan akan terjadi. Maka dari itu
menjaga kelestarian hutan jangan lah dianggap mudah.
Dan bagi para pecinta alam ,teruskanlah usaha penjagaan itu dengan sebaikbaiknya dan juga tingkatkan kewaspadaan terhadap orang-orang yang mau
merusaknya, cegah agar tidak terjadi kerusakan dihutan kita ini.
Daftar Pustaka
Danny, W., 2001. Interaksi Ekologi dan Sosial Ekonomi Dengan Kebakaran di Hutan
Propinsi Kalimantan Timur, Indonesia. Paper Presentasi pada Pusdiklat Kehutanan.
Bogor. 33 hal.
Direktotar Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2003. Kebakaran
Hutan Menurut Fungsi Hutan, Lima Tahun Terakhir. Direktotar Jenderal Perlindungan
Hutan dan Konservasi Alam, Jakarta.
Dove, M.R., 1988. Sistem Perladangan di Indonesia. Suatu studi-kasus dari
Kalimantan Barat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 510 hal.
Soemarsono, 1997. Kebakaran Lahan, Semak Belukar dan Hutan di Indonesia
(Penyebab, Upaya dan Perspektif Upaya di Masa Depan). Prosiding Simposium:
Dampak Kebakaran Hutan Terhadap Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Tanggal
16 Desember 1997 di Yogyakarta. hal:1-14.
Soeriaatmadja, R.E. 1997. Dampak Kebakaran Hutan Serta Daya Tanggap
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Sumberdaya Alam Terhadapnya. Prosiding
Simposium: Dampak Kebakaran Hutan Terhadap Sumberdaya Alam dan
Lingkungan. Tanggal 16 Desember 1997 di Yogyakarta. hal: 36-39.
Schweithelm, J. dan D. Glover, 1999. Penyebab dan Dampak Kebakaran. dalam
Mahalnya Harga Sebuah Bencana: Kerugian Lingkungan Akibat Kebakaran dan Asap
di Indonesia. Editor: D. Glover & T. Jessup
MAKALAH KERUSAKAN HUTAN INDONESIA

Read more at http://laporanlengkappraktikumkimia.blogspot.com/2012/11/contohmakalah-kerusakan-hutan.html#aYDqgocEOAOSWB12.99

Anda mungkin juga menyukai