Oleh:
Dosen Pengampu:
Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telahmemberikan kesehatan
jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap bisa menikmati indahnya alam ciptaan-Nya.
Sholawat dan salam tetaplah kitacurahkan kepada baginda Habibillah Muhammad Saw yang
telah menunjukkankepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama yang sempunya dengan
bahasayang sangat indah.Penulis disini akhirnya dapat merasa sangat bersyukur karena
telahmenyelesaikan makalah yang kami beri judul perkembangan bahasa Indonesiasebagai tugas
mata kuliah Bahasa Indonesia. Dalam makalah ini kami mencobauntuk menjelaskan tentang
perkembangan bahasa Indonesia yang kami mulai darisumber bahasa Indonesia, proses
pemberian namabahasa Indonesia, pertistiwa-peristiwa penting yang berkaian dengan bahasa
Indonesia serta mengapa bahasamelayu yang dipilih sebagai sumber bahasa Indonesia.Penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telahmembantu hingga
terselesaikannya makalah ini. Dan penulis memahami jikamakalah ini tentu jauh dari
kesempurnaan maka kritik dan saran sangat kamibutuhkan guna memperbaiki karya-karya kami
dilain waktu.
Penulis
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..............................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN
A.Latar Belakang...............................................................1
B.Rumusan Masalah...............................................................2
C.Tujuan...........................................................................2
BAB II : PEMBAHASAN
BAB III:PENUTUP
Kesimpulan..........................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.................................................................11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Sumberdaya alam berupa hutan merupakan salah satu kekayaan alam yang memiliki nilai
sangat strategis. Meskipun sumberdaya alam ini termasuk kategori potensi alam yang dapat
diperbaharui (renewable), sebagai amanat Tuhan Yang Maha Esa, pengelolaan kekayaan alam
ini harus benar-benar dilakukan secara arif, bijaksana dan profesional. Menurut Undang-Undang
No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, bahwa hutan merupakan suatu ekosistem, artinya konsep
pengelolaannya harus menyeluruh yang memadukan unsur biotik dan abiotik beserta unsur
lingkungan lainnya yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan secara lestari
(sustainable). Sebagaimana diketahui bahwa hutan memiliki fungsi antara lain sebagai :
•Pengatur iklim, baik mikro maupun makro
•Penata air
•Pemenuhan kebutuhan kayu dan non kayu sera jasa/manfaat ekonomi
•Menyediakan lapangan kerja
•Pertahanan negara
Dengan kata lain, sumberdaya hutan memiliki peranan yang sangat penting dalam menunjang
pembangunan bangsa dan negara. Hutan memiliki tiga fungsi; yaitu fungsi produksi adalah
kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan; fungsi lindung adalah
kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga
kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi
(penerobosan) air laut dan memelihara kesuburan tanah; fungsi konservasi adalah kawasan hutan
dengan ciri tertentu yang memiliki fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan
satwa beserta ekosistemnya. Secara makro bahwa pengelolaan hutan yang berkelanjutan harus
dilakukan dengan pendekatan tiga prinsip kelestarian yaitu kelestarian ekologi, kelestarian
ekonomi dan kelestarian sosial. Ketiga prinsip kelestarian merupakan satu kesatuan yang tidak
bisa dipisahkan satu dengan lainnya. Kabupaten Wonosobo sebagai salah satu Kabupaten di
Propinsi Jawa Tengah, secara administratif memiliki kawasan hutan dengan luas 39.726,3 Ha.
Luas hutan tersebut terdiri dari hutan negara seluas 20.254,3
2Ha, meliputi luas hutan produksi 13.675,2 Ha, hutan lindung 6.537, 1 Ha, hutan wisata 34,9 Ha
dan hutan suaka alam 7,1 Ha serta hutan rakyat seluas 19.472 Ha. Hutan di Kabupaten
Wonosobo memililiki topografi yang sangat beragam, dari mulai datar , bergelombang sampai
curam. Kawasan hutan yang memiliki topografi curam, seperti kawasan Dieng, Sindoro dan
Sumbing dengan fungsinya sebagai hutan lindung saat ini kondisinya cukup memprihatinkan.
Perhutani secara bertahap telah melakukan reboisasi untuk menangani kawasan tersebut, tetapi
tekanan masyarakat sekitar hutan relatif masih besar. Masyarakat banyak yang menanami
sayuran dan kentang yang memiliki nilai jual tinggi, sementara ancaman terhadap terjadinya
bahaya longsor
dan hilangnya air yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat di bagian bawah sewaktu-waktu
mudah terjadi. Sementara itu lahan-lahan kosong yang ada di kawasan yang memiliki topografi
relatif datar sampai bergelombang sebagian sudah ada yang ditanami masyarakat secara
swadaya. Melihat kondisi di atas, perlu adanya solusi untuk pengelolaan kawasan hutan di
Kabupaten Wonosobo melalui pengelolaan hutan secara sinergi sesuai dengan karakteristik
wilayah. Sinergi merupakan kesamaan pandang, kesamaan persepsi dan kesamaan langkah yang
memadukan berbagai keinginan dari berbagai pihak yang berkepentingan (stake holders)
terhadap pengelolaan hutan yang meliputi antara lain pemerintah kabupaten, Perum Perhutani,
DPRD, Lembaga Non Pemerintah, pengusaha dan pengrajin kayu serta masyarakat sekitar hutan,
yang dituangkan dalam suatu konsep yang terintegrasi dan dirancang serta dilaksanakan secara
konsisten
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah dikemukakan diatas, maka dalam makalah ini
akan diangkat dan dibahas beberapa permasalahan sebagai berikut :
C.Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk :
1.Mengetahui kondisi di wilayah Kab.Wonosobo.
2.Mengetahui semua potensi yang berada di Wilayah Kab.Wonosobo.
3.Mengetahui segala permasalahan-permasalahan di Kab.Wonosobo.
BAB II
PEMBAHASAN
Kondisi Wilayah Wonosobo merupakan daerah penting bagi Jawa Tengah Bagian Selatan,
mengingat Wonosobo adalah hulu 3 DAS besar (Serayu, Luk Ulo dan Bogowonto) yang
mengaliri 5 kabupaten (Purworejo, Banjarnegara, Kebumen, Banyumas, dan Cilacap) berhulu di
Wonoosobo. Lebih dari 30% wilayah ini memiliki kemiringan 40 derajat, dengan ketinggian
antara 270 – 2.250 m dpl dan curah hujan relatif tinggi (2.000 – 3.000 mm/th), sehingga wilayah
ini sangat rentan terhadap tanah longsor dan erosi. Daerah tinggi Dieng merupakan daerah
penting konservasi. Selain sebagai hulu DAS Serayu, kawasan Dieng juga merupakan habitat
beragam satwa dilindungi yang sebagian diantaranya terancam punah. Beberapa spesies yang
tercatat hidup di dataran tinggi Dieng antara lain Harimau tutul (Panthera pardus), mamalia
endemik Jawa seperti Babi hutan (Sus verrcosus), Owa (Hylobates moloch), Surili (Presbytis
comata), dan Lutung (Trachypithecus auratus), serta 19 spesies burung endemik jawa, termasuk
diantaranya Elang Jawa (Spizaetus bartelsii). Terdapat juga tumbuhan spesifik yang hanya hidup
di pegunungan Dieng yaitu Purwoceng (Pimplinea pruacen) yang dikenal sebagai tanaman obat.
Hamparan Dieng, selain masuk Kabupaten Wonosobo, juga Kabupaten Batang dan
Banjarnegara. Dataran Dieng merupakan heritage budaya, dengan ditemukannya kompleks candi
Pendawa Lima yang merupakan peninggalan Dinasti Sanjaya, yang dibangun akhir abad VIII.
Waduk Wadas lintang yang terletak di Wonosobo bagian selatan, memiliki luas muka air 1.320
Ha dengan volume air 443 juta m3 berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan air bagi ribuan
hektar lahan pertanian di bawahnya.
a).Potensi Kehutanan dan Hasil Hutan Kayu Hutan negara yang masuk dalam wilayah
administratif Kabupaten Wonosobo seluas 17.746,31 Ha terdiri dari Hutan Produksi(11.132,31
Ha), Hutan Lindung (6.572 Ha), Hutan Wisata (34,9 Ha), dan Hutan Suaka Alam (7,1 Ha).
Sebagian besar hutan negara tersebut dibawah pengelolaan Perum Perhutani KPH Kedu Utara
dan KPH Kedu Selatan. Sedangkan hutan rakyat di Kabupaten Wonosobo mencapai hampir
20.000 Ha. Potensi hutan rakyat seluas 20.000 an Ha, menghasilkan kayu sengon 3.200.000 an
m3 per tahun. Rata-rata volume total ekspor kayu olahan Rp 12,1 milyar (1998 – 1999). Potensi
kayu dan industri kayu hutan rakyat dapat terus didorong mengingat semakin terbatasnya
pasokan kayu dari hutan negara.
b).Potensi Hasil Hutan Rakyat Non Kayu Hasil hutan non kayu meliputi kopi, kelapa, kapulaga,
salak, pisang, petai, jengkol, nangka, duren, kemukus. Tahun 2000, tercatat produksi kopi
mentah sebanyak 288 ton dan kelapa 3.652 ton.
c).Hasil Pertanian Tahun 2000, telah dihasilkan tembakau 3.200 ton, sayur, padi 156,8 ton,
jagung 123.180 ton, ketela pohon 218.970 ton, ubi jalar 18.164 ton, kacang tanah 491 ton dan
kentang 180.000 ton.
d).Hasil Peternakan Ternak domba (dikirim ke Jawa Barat) 20.000 ekor/tahun, kambing 15.000
ekor dan sapi (dikirim ke Jakarta) 2.600 ekor/tahun. Potensi peternakan tidak lepas dari daya
dukung pakan yang cukup tinggi, terutama dari hutan rakyat. Perkembangan jumlah produksi
peternakan pada tahun 2003 berupa daging 3.957,317 ton atau mengalami peningkatan sebesar
6,72 %, telur 833,417 ton atau mengalami peningkatan sebesar 13,93 %. Susu 3.619,912 ton atau
mengalami penurunan sebesar 5,79 % bila dibandingkan tahun 2002.
e).Perikanan Aktifitas perikanan berupa karamba apung (waduk), kolam bertingkat rumah tangga
dengan memanfaatkan aliran air dan kemiringan lahan
f).Budaya Berhutan (Sosial) Potensi kehutanan Wonosobo juga ddidukung oleh budaya berhutan
yang telah dilakukan masyarakat selama berpuluh-puluh tahun. Budaya mencampur tanaman
keras (jangka panjang) dan tanaman jangka menengah serta jangka pendek pada akhirnya selain
menguntungkan dari sisi pendapatan juga terbukti sebagai praktek agroforestry yang ramah
linkungan. Budaya berhutan didukung dengan budaya bertani dan beternak, sehingga berhutan-
bertani-beternak merupakan sebuah kesatuan. Hingga saat ini lebih dari 20.000 Ha lahan milik di
Wonosobo merupakan hutan rakyat. Estimasi pendapatan dari hutan rakyat yang dikelola secara
intensif dapat mencapai Rp 3 juta/Ha/th.
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas maka ada beberapa hal yang dapat disimpulkan yaitu:
Penebangan kayu secara liar (illegal logging) merupakan gejala (symptom) yang muncul
akibat dari berbagai permasalahan yang sangat kompleks melibatkan banyak pihak dari
berbagai lapisan.
Penebangan kayu secara liar (illegal logging) sudah menjadi permasalahan nasional
sehingga komitmen dari pemerintah di tingkat nasional harus nyata. Namun demikian
karena permaslahan ini terjadi di tingkat lokal, maka komitmen daerah juga harus jelas
dimana Pemerintah Daerah harus mempunyai tanggung jawab yang nyata.
Secara umum permasalahan yang menyebabkan terjadinya penebangan liar dapat
dikelompokkan menjadi : ketidakseimbangan supply-demand; kebijakan pemerintah yang
kurang tepat; krisis multi dimensi; ekses desentralisasi (otonomi daerah); dan moral
aparat.
Sehubungan dengan permasalahan tersebut diatas diperlukan aksi/tindakan dan komitmen
yang harus dilaksanakan secara terintegrasi dan simultan yang melibatkan berbagai pihak
terkait (stakeholder).
DAFTAR PUSTAKA
https://www.arupa.or.id/download/konspsdhbm.pdf