Anda di halaman 1dari 9

Nama : Toni Prasetya

NIM : I1031201053

Makul : UAS PKN

Prodi : Keperawatan

Hari/Tanggal : 5 Januari 2021

SOAL

1. Indonesia adalah Negara Hukum, bukan atas dasar kekuasaan karenanya diperlukan
penegakan hukum yang berkeadilan. Jelaskan maksudnya dan berikan contohnya.

2. Bagaimana menggali wawasan Nusantara jika dilihat dari Sosiologis dan Politis dalam
menjaga Keutuhan Wilayah dan Persatuan Negara Indonesia ?.

3. Bagaimana secara strategis atau konsepsi Ketahanan Nasional dengan menerapkan Asta
Gatra yang mengikutsertakan Aspek Alamiah dan Sosial dalam menanggulangi setiap bentuk
ancaman di indonesia.?

4. Jelaskan bagaimana pelaksanaan upaya Bela Negara dari Sikap dan perilaku warga
negara yang dijiwai kegiatannya kepada NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

5. Bagaimana Esensi dari wawasan Nusantara dalam menjaga kesatuan, Keutuhan wilayah
dan persatuan bangsa jika dihubungkan dengan Idologi, Politik, Sosial Budaya dan
Pertahanan keamanan (Ipoleksosbud hankam)

6. Bela Negara merupakan upaya mewujudkan Ketahanan nasional yang tertuang dalam psl
27 ayat 3 UUD 1945. Bagaimana penjelasannya serta berikan contohnya.

JAWABAN

1. hukum yang berkeadilan adalah hukum yang teratur dan tanpa menindas martabat
kemanusiaan setiap warga masyarakat, atau hukum yang senantiasa mengabdi kepada
kepentingan keadilan, ketertiban, keteraturan, dan kedamaian guna menunjang terwujudnya
masyarakat sejahtera lahir dan batin.

Konsep negara hukum dimaksudkan sebagai usaha untuk membatasi kekuasaan


penguasa negara agar tidak menyalagunakan kekuasaan untuk menindas rakyatnya. Dengan
diberlakukannya hukum yang adil diharapkan semua orang dalam negara tersebut tunduk
pada hukum, sehingga setiap orang mempunyai kedudukan sama di mata hukum yang tidak
memihak hanya pada sebagian kelompok dan membatasi kewenangan pemerintah
berdasarkan prinsip distribusi kekuasaan, agar pemerintah tidak bertindak sewenang-wenang
dan melindungi hak-hak rakyat sesuai kemampuan dan peranannya secara demokratis .

Namun masalahnya sekarang ialah dalam praktek di lapangan masih banyak terjadi
pelanggaran-pelanggaran terhadap hukum tersebut. Salah satu contohnya kasus Nenek Minah
mencuri 3 buah kakao yang divonis hukuman penjara 1 bulan 15 hari. Fenomena hukum
tersebut mengesankan hukum begitu tajam pada yang lemah sementara pada kelompok yang
kuat hukum menjadi tumpul. Hukum yang semula diharapkan menjadi tiang penyangga dan
alat untuk membangun kehidupan yang berkeadilan dan berkepastian dalam masyarakat yang
tertib.

Saat ini hukum di Indonesia sedang dilanda krisis yang tak kalah hebatnya. Korupsi
oleh penguasa, Konflik daerah, dan Tindakan kekerasan kini marak terjadi di Indonesia.
Pertama, Indonesia diketahui secara internasional sebagai salah satu negara paling korup di
dunia, namun sangat jarang koruptor yang dapat dijerat dengan hukum. Kedua, secara
konstitusional Indonesia telah menetapkan dirinya sebagai negara hukum, tetapi dalam
kenyataannya hukum tidak dapat ditegakkan dengan baik. Itu semua memberi kesimpulan
bahwa peran hukum masih sangat lemah dan tidak menunjukkan kinerja yang efektif. Tidak
sedikit pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia.

Diantara pelanggaran hukum yang banyak terjadi yaitu adakalanya orang yang
menurut rasa keadilan harus ditahan namun kenyataannya tidak ditahan, sebaliknya orang
yang menurut kewajaran tidak perlu ditahan namun kenyataannya malah ditahan. Tidak
jarang juga masyarakat tertahan lamanya nasib suatu perkara, apakah akan dilimpahkan ke
pengadilan atau tidak, bahkan sering ditengarai adanya permainan untuk meneruskan atau
menghentikan proses suatu perkara pidana dengan pembayaran tertentu. Bagi mereka yang
memiliki uang, suatu kasus bisa dibeli agar tidak diteruskan ke pengadilan dengan
kesimpulan ‘tidak cukup bukti’ dan karenanya dikeluarkan Surat Perintah Penghentian
Penyidikan. Akibatnya, hukum kemudian menjadi alat permainan untuk mencari kemenangan
di dalam sengketa atau berperkara di pengadilan dan bukan untuk menegakkan keadilan,
kebenaran, dan ketertiban di dalam masyarakat. Bahkan orang yang mengadukan atau
menyampaikan laporan terjadinya tindak pidana, tidak jarang malah dijadikan tersangka dan
diperas dengan sejumlah uang agar tidak diproses lebih lanjut.

Semua ini jelas merupakan pelanggaran atas UU yang mengatur tentang proses
hukum dalam memperlakukan kasus-kasus pidana seperti yang diatur dalam UU Nomor 14
Tahun 1970 maupun di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Oleh karena itu
untuk memperbaiki kinerja hukum harus didahului dengan perombakan struktur politik agar
ia menjadi demokratis, pelaksanaan hukum di Indonesia sangat tergantung pada kesadaran
dan tanggung jawab masyarakat akan pentingnya hukum juga terhadap para penegak hukum
yang melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai peran yang dimiliki.

2. A. Latar Belakang Sosiologis Wawasan Nusantara,

Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri
dan lingkungannya, dg serta wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa &bernegara. Dari kondisi sosiologis masyarakat Indonesia mudah bertikai dan
diadu domba oleh Belanda melalui politik devide et impera.

Pada kondisi sosial budaya, Warga negara yang pada awalnya berpandangan akan
“kesatuan atau keutuhan wilayah” diperluas sbg pandangan “persatuan bangsa”. Bangsa
Indonesia tidak ingin lagi terpecah dlm banyak bangsa. Semangat kebangsaan sesungguhnya
telah dirintis melalui Kebangkinan nasional 20 Mei 1908, ditegaskan dlm Sumpah Pemuda
28 Oktober 1928 dan diwujudkan dgn Proklamasi Kemerdekaan tgl 17 Agustus 1945.
Semangat bersatu awalnya adalah berjuang membebaskan diri dari penjajahan, selanjutnya
bersatu dlm wadah kebangsaan Indonesia. Esensi Warga negara tidak hanya keutuhan
wilayah tetapi juga persatuan bangsa.

B. Latar Belakang Politis wawasan Nusantara

Secara politis, bagaimana agar wilayah yg utuh dan bangsa yg bersatu ini dpt
dikembangkan, dilestarikan dan dipertahankan secara terus menerus, kepentingan nasional
merupakan lanjutan dari cita2 nasional dan tujuan nasional sesuai dlm pembukaan UUD
1945.
Tap MPR No.VII/MPR/2001 ttg Visi Indonesia Masa Depan adalah terwujudnya
masyarakat Indonesia yg religius, bersatu, demokratis, adil, sejahtera,maju, mandiri & bersih
dlm penyelenggaraan negara. Warga negara pada dasarnya adalah Geopolitik, dari bhs
Yunani “Geo” berarti Bumi dan “Politik” berarti kesatuan masyarakat yg berdiri sendiri.
Politics (Inggris) adalah cara, keadaan dan alat yg digunakan untuk mencapai cita2 atau
tujuan tertentu. Geopolitik adalah ilmu yg mempelajari hub antara faktor2 geografi, strategi
dan politik suatu negara. Adapun dlm implementasinya diperlukan suatu strategi yg bersifat
nasional,pandangan ttg wilayah, letak dan geografi suatu negara akan mempengaruhi
kebijakan atau politik negara yg bersangkutan.

3. Ketahanan nasional sebagai konsepsi


adalah konsepsi khas bangsa Indonesia utk dpt menanggulangi segala bentuk ancaman
yg ada. Konsepsi ini menggunakan “Asta Gatra” bahwa kehidupan nasional dipengaruhi oleh
aspek alamiah yg berjumlah tiga unsur (Tri Gatra) dan aspek sosial lima unsur (Panca Gatra)
digabung Asta Gatra.

Kedudukan Ketahanan Nasional Konsepsi merupakan suatu ajaran yang diyakini


kebenarannya oleh seluruh bangsa Indonesia serta merupakan cara terbaik yang perlu
diimplementasikan dalam kehidupan nasional yang ingin diwujudkan. Wawasan Nusantara
dan Ketahanan Nasional merupakan landasan konseptual yang didasari oleh Pancasila dan
UUD l945 sebagai landasan ideal dan konstitusional.

Ketahanan nasional sebagai strategis


Bahwa ketahanan nasional dipandang sbg cara atau pendekatan ajaran Asta Gatra, yg
berarti mengikutsertakan segala aspek alamiah dan sosial dalam menanggulangi ancaman yg
ada.
Komponen Strategi Astagatra dalam Ketahanan Nasional berdasarkan Asta Gatra (8
gatra), yg terdiri Tri Gatra (alamiah) dan Panca Gatra Sosial, sebagai berikut :
Tiga aspek alamiah (tri gatra) yaitu :
a. Gatra letak dan kedudukan geografi
b. Gatra kedaan dan kekayaan alam
c. Gatra keadan dan kemampuan penduduk.

Lima aspek sosial (panca gatra) yaitu :


a. Gatra ideologi,
b. Gatra politik,
c. Gatra ekonomi,
d. Gatra sosbud dan
e. Gatra Pertahanan dan Keamanan (hankam)

4. Bela negara ialah tekad, sikap dan perilaku warga negara yang dilakukan secara
teratur, menyeluruh dan terpadu serta dijiwai oleh kecintaan kepada NKRI berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup Bangsa dan Negara.

A. Beberapa undang-undang yang mengatur tentang upaya bela Negara yaitu :


a) Pasal 27 ayat (3) UUD 1945
b) Pasal 30 ayat (1) UUD 1945

B. Dasar hukum pelaksanaan bela negara di Indonesia termuat dalam berbagai aturan yaitu
Batang tubuh UUD 1945, Undang-undang Republik Indonesia, dan Ketetapan MPR.
Dalam UUD 1945 termuat dalam pasal :
a) Pasal 27 ayat (3)
b) Pasal 30 ayat (1)
c) Pasal 30 ayat (2)
d) Pasal 30 ayat (3)
e) Pasal 30 ayat (4)
f) Pasal 30 ayat (5)

C. TAP MPR No. IV/MPR/1999 tentang Garis Besar Haluan Negara

D. UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia pada pasal (2)

E. UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM pada pasal (68) Warga Negara Indonesia dapat turut
berupaya dalam usaha pembelaan Negara melalui:
a) Pendidikan kewarganegaraan.
b) Pelatihan dasar kemiliteran secara wajib.
c) Pengabdian sebagai prajurit tentara nasional Indonesia secara suka rela atau secara
wajib .
d) Pengabdian sesuai dengan profesi.
e) Bentuk bela Negara di lingkungan.

Ada beberapa contoh bela Negara yang dapat kita lakukan di lingkungan keluarga yaitu
sebagai berikut :
a) Menghormati orang tua
b) Menaati peraturan yang berlaku dirumah

Ada beberapa contoh bela Negara yang dapat kita lakukan di lingkungan sekolah yaitu
sebagai berikut :
a) Mengikuti upacara Bendera
b) Menghormati guru yang sedang mengajar, dll
Ada beberapa contoh bela Negara yang dapat kita lakukan di lingkungan masyarakat yaitu
sebagai berikut :
a) Menjaga keamanan lingkungan masyarakat dengan mengikuti siskamling
b) Menciptakan suasana rukun, damai dan aman dalam masyarakat, dll

Ada beberapa contoh bela Negara yang dapat kita lakukan di lingkungan bernegara yaitu
sebagai berikut :
a) Mematuhi peraturan hukum yang berlaku
b) Membayar pajak tepat pada waktunya

5. Esensi dari wawasan Nusantara dalam menjaga kesatuan, Keutuhan wilayah dan
persatuan bangsa jika dihubungkan dengan Idologi, Politik, Sosial Budaya dan Pertahanan
keamanan (Ipoleksosbud hankam)
Kalau berdasarkan Wilayah dan Bangsa Indonesia sbg kesatuan kesatuan, memiliki
keunikan antara lain :
1. Bercirikan negara kepulauan (Archipelago State), 17.508 pulau
2. Terletak diantara dua benua dan dua samudra (posisi silang)
3. Terletak pd garis khatulistiwa, berada pd iklim tropis dgn 2 musim
4. Pertemuan 2 pegunungan, yaitu Mediterania dan Sirkum Pasifikt
5. Wilayah yg subur dan habitattable (dapat dihuni)
6. Kaya akan flora, fauna dan sumber daya alam
7. Memiliki keragaman suku, sekitar 1.128 (Data BPS, 2010)
8. Memiliki jumlah penduduk sekitar 242 juta (Bank Dunia, 2011)
9. Memiliki keragaman ras, agama.
10. Memiliki keragaman kebudayaan, sbg konsekuensi dari keragaman suku bangsa.
Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai kesatuan politik Memiliki makna, bahwa :
a. Kebulatan wilayah nasional dgn segala isi & kekayaannya merupakan satu kesatuan
wilayah, wadah menjadi modal dan milik bersama bangsa.
b. BI terdiri dari berbagai suku dan berbicara berbagai bhs daerah serta memeluk agama dan
kepercayaan thd Tuhan YME.
c. Secara psikologis, BI harus merasa satu, senasib, setanah air serta bertekad dlm mencapai
cita-cita bangsa.
d. Pancasila adalah satu2nya falsafah serta ideologi bangsa dan negara yg melandasi, dan
mengarahkan bangsa menuju tujuannya
e. Kehidupan politik diseluruh wilayah nusantara merupakan satu kesatuan politik yg
diselenggarakan berdasarkan UUD 1945
f. Seluruh kepulauan nusantara merupakan satu kesatuan sistem hukum dlm arti, hanya ada
satu hukum nasional
g. BI yg hidup berdampingan dgn bangsa lain ikut menciptakan ketertiban dunia,
berdasarkan kemerdekan utk kepentingan Nas

Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai kesatuan ideologi memiliki makna, bahwa:


a. Nilai-nilai yang tercantum di dalam Pancasila itu menjadi cita-cita normatif
penyelenggaraan bernegara.
b. Nilai-nilai yang tercantum di dalam Pancasila ini merupakan nilai yang disepakati secara
bersama, oleh karena itu menjadi satu di antara sarana di dalam pemersatu (integrasi)
masyarakat Indonesia.
c. Menjadi pedoman hidup bangsa Indonesia untuk menjaga keutuhan, memperkukuh, dan
memelihara kesatuan dan persatuan negara.
e. Membimbing dan mengarahkan bangsa Indonesia untuk mencapai tujuan dan
Memberikan motivasi untuk menjaga dan memajukan jati diri bangsa Indonesia.

Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Sosial Budaya, Memiliki


makna bahwa :
a. Masyarakat Indonesia adalah satu, perikehidupan bangsa harus serasi dgn terdapatnya
kemajuan masyarakat yg sama, merata dan seimbang serta keselarasan kehidupan yg sesuai
dgn tingkat kemajuan bangsa
b. Budaya Indonesia hakekatnya adalah satu,corak ragam budaya menggambarkan kekayaan
budaya bangsa, dgn tidak menolak nilai2 budaya lain yg tidak bertentangan dgn budaya
kita.
Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Pertahanan dan
Keamanan, Memiliki makna bahwa :
a. Ancaman thd bangsa dan pulau dan satu daerah pd hakekatnya adalah ancaman thd
seluruh bangsa dan negara
b. Tiap2 warga negara mempunyai hak dan kewajiban yg sama dlm rangka pembelaan
negara dan bangsa.

6. Bela Negara sebagai upaya mewujudkan Ketahanan nasional

Arus globalisasi yang terjadi sekarang, seolah-olah membalut suatu negara saling
terhubung (interconeted), tanpa batas (borderless), dan saling tergantung (interdependency),
baik satu negara maupun lainnya di dunia ini. Dinamika globalisasi yang terjadi tersebut
sudah masuk ke Indonesia. Perubahan yang terjadi di Indonesia selama setengah abad ini
telah membawa masyarakat ke arah yang penuh dengan fragmentasi dan kohesi sekaligus
(Abdullah, 2006:77). Dalam konteks ini, Indonesia mendapat ancaman, gangguan, hambatan,
dan tantangan dari globalisasi itu sendiri. Globalisasi pada dasarnya membawa nilai-nilai
baru yang berasal dari luar, kemudian masuk ke Indonesia, sehingga nilai-nilai baru tersebut
belum tentu akan sesuai dengan kepribadian dan karakter dari masyarakat (society)
Indonesia. Berhubung dengan itu, tentunya dalam nilai-nilai, kepribadian, dan karakter
bangsa Indonesia akan bergeser dan bahkan mungkin dianggap telah usang. Pada tataran
mikro dari pola keseharian masyarakat (society) Indonesia ini, yang telah diwarnai pola pikir,
pola sikap, dan pola tindakan yang bersifat individualistik.

Tataran makro dapat dilihat dengan adanya arus globalisasi itu sendiri, yaitu dari
kurang tangguhnya ketahanan nasional Indonesia, sebagaimana dijelaskan di atas. Kondisi
tersebut harus diperbaiki dan diselesaikan, karena dikhawatirkan pada jangka panjang dapat
mengganggu stabilitas nasional. Untuk kepulauan yang besar dimiliki dan posisi penduduk
urutan keempat di dunia. Oleh karena itu, kondisi tersebut harus segera ada perbaikan dan
penyelesaian, karena dikhawatirkan dalam jangka panjang dapat mengganggu stabilitas
nasional. Sebagai negara kepulauan terbesar dan dengan jumlah penduduk urutan keempat di
dunia. Ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan dari globalisasi itu sendiri, akan
berdampak luas pada masyarakat Indonesia. Berhubungan dengan itu, geostrategic Indonesia
diperlukan untuk mewujudkan dan mempertahankan integrasi bangsa dalam masyarakat
majemuk dan heterogen berdasarkan Pembukaan UUD 1945, geostrategic Indonesia
dirumuskan dalam bentuk ketahanan nasional (Armawi, 2011:62).

Ketahanan nasional diperlukan bukan hanya sebagai konsepsi politik saja melainkan
sebagai kebutuhan yang diperlukan dalam menunjang keberhasilan tugas pokok
pemerintahan, seperti: tegaknya hukum dan ketertiban (law and order), terwujudnya
kesejahteraan dan kemakmuran (welfare and prosperity), terselenggaranya pertahanan dan
keamanan (defence and security), terwujudnya keadilan hukum dan keadilan sosial (juridical
justice and social justice), serta terdapatnya kesempatan rakyat untuk mengaktualisasikan diri
(freedom of the people) (Wahyono, 1996). Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat (3) dan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara Pasal 9 ayat (1) mengatur
bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
Ketentuan ini dipertegas dalam Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2015 tentang Kebijakan
Umum Pertahanan Negara Tahun 2015-2019 yang menguraikan bahwa salah satu tujuan
strategis pertahanan negara adalah mewujudkan kesadaran bela negara bagi warga negara
Indonesia.

Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa tugas-tugas bela Negara tidak hanya


merupakan tanggung jawab TNI semata, melainkan juga segenap komponen masyarakat, baik
individu maupun kelompok/organisasi, sesuai dengan profesi dan kemampuan yang dimiliki.

Dengan demikian, upaya bela negara di samping sebagai kewajiban dasar manusia
juga merupakan kehormatan bagi setiap warga negara yang dilaksanakan dengan penuh
kesadaran, tanggung jawab, dan rela berkorban dalam pengabdian kepada negara dan bangsa.
Dalam usaha pembelaan negara menurut pasal 27 ayat 3 UUD 1945 memiliki makna:
1. Bahwa setiap warga negara memiliki hak sekaligus kewajiban dalam menentukan
kebijakan-kebijakan tentang pembelaan negara melalui Lembaga-lembaga perwakilan
sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945
2. Setiap warga negara harus turut serta dalam setiap usaha pembelaan negara, sesuai dengan
kemampuan dan profesinya masing-masing.

Dalam pembelaan negara dan bangsa, pemebelaan bukan semata semata tugas TNI
saja, melainkan masyarkat juga harus ikut serta dalam melakukan pembelaan tersebut, seperti
yang telah diteterakan dalam pasal 27 ayat 3 UUD 1945, bahwa usaha Bela Negara
merupakan hak dan kewajiban setiap negara. Hal ini menunjukkan adanya asas demokrasi
dalam pembelaan negara yang mencakup dua arti. Pertama, bahwa setiap warga negara turut
serta dalam menentukan kebijakan tentang pemebelaan negara melalui Lembaga-lembaga
perwakilan sesuai dengan UUD 1945 dan perundang-undangan yang berlaku Kedua, bahwa
setiap warga negara harus turut serta dalam setiap usaha pembelaan mnegara, sesuai dengan
kemampuan dan profesianya masing-masing.

Contoh bela negara menurut pasal 27 ayat 3 UUD 1945:


a.Guru yang mengajari generasi muda agar tidak terjerumus ke obat-obatan
b.Polisi yang menangkap penculik
c.Warga yang taat akan aturan lalu lintas
Referensi :
 Endang Z. Sukaya, dkk. 2000, Pendidikan Kewarganegaraan, Penerbit Paradigma
Yogyakarta.
 Hans J. Morgenthau, 1990, Politik Antar Bangsa, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
 Lemhanas, 1995. Kewiraan Untuk Mahasiswa, Dirjen Dikti Depdikbud dan PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
 Meriam Budihrdjo, l988, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta.
 Mubyarto, 2005. “Nasionalisme di Asia-Afrika”, Kedaultan Rakyat, 20 April 2005.
 Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si. dan Darto Wahidin, S.pd. (2018). KETAHANAN
NASIONAL DAN BELA NEGARA. Jakarta : Puskom Publik Kemhan

Anda mungkin juga menyukai