Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI TUMBUHAN

ANALISIS VEGETASI POHON DI HUTAN PENDIDIKAN


UNIVERSITAS JAMBI

Di Susun Oleh:
Kelompok Praktikum Ekologi Tumbuhan

Dosen pembimbing:
Mahya Ihsan, M.Si
Fitri Wahyuni,M.Si

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
2016

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3
1.1 Latar Belakang...........................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................4
1.3 Tujuan........................................................................................................4
1.4 Manfaat......................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................5
2.1 Pengertian Hutan........................................................................................5
2.2 Analisis Vegetasi Tumbuhan......................................................................5
2.3 Macam-Macam Metode Analisis Vegetasi.................................................6
2.4 Analisis Transek.........................................................................................8
BAB III METODOLOGI PENELITIAN...............................................................11
3.1 Waktu dan Tempat....................................................................................11
3.2 Alat dan Bahan.........................................................................................11
3.3 Cara Kerja................................................................................................11
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................12
4.1 Hasil.........................................................................................................12
4.2 Pembahasan.............................................................................................14
BAB V PENUTUP.................................................................................................18
5.1 Kesimpulan..............................................................................................18
5.2 Saran........................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................19

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Ekosistem merupakan sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan

timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungan yang saling mempengaruhi.
Hubungan ini dikatakan suatu sistem karena memiliki komponen-komponen
dengan fungsi berbeda yang terkoordinasi dengan baik sehingga masing-masing
komponen terjadi hubungan timbal balik. Komponen-komponen penting dalam
ekosistem adalah komponen abiotik (komponen makhluk hidup) dan komponen
abiotik (komponen benda mati). Komponen biotik misalnya hewan, tumbuhan dan
mikroba, sedangkan komponen abiotik misalnya air, udara, tanah, dan energi
(Indriyanto, 2008).
Komunitas tumbuhan atau vegetasi merupakan salah satu komponen
penting dalam ekosistem. Komunitas tumbuhan atau vegetasi mempunyai peranan
penting dalam ekosistem. Kehadiran vegetasi pada suatu kawasan akan
memberikan dampak positif bagi keseimbangan ekosistem dalam skala lebih luas.
Vegetasi berperan penting dalam ekosistem terkait dengan pengaturan
keseimbangan karbon dioksida dan oksigen dalam udara, perbaikan sifat fisik,
kimia, biologis tanah dan pengaturan tata air dalam tanah. Secara umum vegetasi
memberikan dampak positif terhadap ekosistem, tetapi pengaruhnya bervariasi
tergantung pada struktur dan komposisi vegetasi yang tumbuh pada setiap
kawasan.
Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan komposisi
vegetasi secara struktur vegetasi tumbuh-tumbuhan. Untuk keperluan analisis
vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks
nilai penting dari penyusun komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi
dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu
komunitas tumbuhan (Greig-Smith, 1983). Komunitas akan ditentukan oleh
keadaan individu-individu atau populasinya dari seluruh jenis tumbuhan yang ada
secara keseluruhan. di samping itu analisis vegetasi merupakan studi untuk
mengetahui komposisi dan struktur tumbuhan.

Berdasarkan

tujuan

pendugaan

kuantitatif

komunitas

vegetasi

dikelompokkan kedalam 3 kategori yaitu (1) pendugaan komposisi vegetasi


dalam suatu areal dengan batas-batas jenis dan membandingkan dengan areal
lain atau areal yang sama namun waktu pengamatan berbeda; (2) menduga
tentang keragaman jenis dalam suatu areal; dan (3) melakukan korelasi antara
perbedaan vegetasi dengan faktor lingkungan tertentu atau beberapa faktor
lingkungan (Greig-Smith, 1983). Berdasarkan latar belakang tersebut maka
dilakukanlah penelitan tentang analisis vegetasi hutan.
1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan

uraian

latar

belakang

diatas

dapat

dirumuskan

permasalahannya sebagai berikut:


1. Bagaimana struktur penyusun vegetasi Tumbuhan di kawasan hutan
Universitas Jambi?
2. Bagaimana keanekaragaman tumbuhan yang ada di kawasan hutan
Universitas Jambi?
3. Bagaimana pengaruh parameter lingkungan terhadap keanekaragaman
tumbuhan di kawasan hutan Universitas jambi?
1.3

Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan

untuk:
1. Mempelajari struktur vegetasi tumbuhan di kawasan hutan Universitas Jambi.
2. Mempelajari keanekaragaman tumbuhan di kawasan hutan Universitas Jambi.
3. Mempelajari pengaruh parameter lingkungan terhadap keanekaragaman
tumbuhan di kawasan hutan Universitas Jambi.
1.4

Manfaat

Adapun manfaat dari praktikum ini yaitu:


1. Memberikan pengetahuan tentang struktur vegetasi dan keanekaragaman
tumbuhan di kawasan hutan Universitas Jambi.
2. Memberikan informasi bagi pembaca tentang

struktur

vegetasi

keanekaragaman tumbuhan di kawasan hutan Universitas Jambi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4

2.1 Pengertian Hutan


Hutan menurut Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 adalah suatu
kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang
didominasi pepohonan di lingkungan dan alam, yang satu dengan lainnya tidak
dapat dipisahkan, sedangkan Kehutanan adalah sistem pengurusan yang
bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang
diselenggarakan secara terpadu. Indonesia adalah negara yang sangat terkenal
karena memiliki hutan yang sangat luas. Hutan Indonesia sangat terkenal dengan
keanekaragaman hayati. Tanaman dan satwa yang hidup dalam hutan merupakan
potensi hutan yang tidak boleh diabaikan (Lewoema, 2008).
Menurut Walhidalam Lawoema (2008), Indonesia masih memiliki 10
persen dari luas hutan tropis di dunia. Angka ini cenderung berkurang jika
kerusakan hutan tidak segera dikendalikan. Produk hukum yang dibuat oleh
Pemerintah Indonesia memang sudah cukup banyak, namun penerapannya masih
sangat lemah. Penanganan kasus pengrusakan hutan masih kurang serius dan
terkesan memberi ruang yang leluasa bagi para pelaku pengrusakan hutan untuk
mencari pembenaran diri.
2.2 Analisis Vegetasi Tumbuhan
Ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis
suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendeskripsikan suatu vegetasi
sesuai dengan tujuannya. Pengamatan parameter vegetasi berdasarkan bentuk
hidup pohon, perdu serta herba. Suatu ekosistem alamiah maupun binaan selalu
terdiri dari dua komponen utama yaitu komponen biotik dan abiotik. Vegetasi atau
komunitas tumbuhan merupakan salah satu komponen biotik yang menempati
habitat tertentu seperti hutan, padang ilalang, semak belukar dan lain-lain.
Struktur dan komposisi vegetasi pada suatu wilayah dipengaruhi oleh komponen
ekosistem lainnya yang saling berinteraksi, sehingga vegetasi yang tumbuh secara
alamiah pada wilayah tersebut sesungguhnya merupakan pencerminan hasil
interaksi berbagai faktor lingkungan dan dapat mengalami perubahan drastis
karena pengaruh anthropogenic (Anwar, 1995).
Para pakar ekologi memandang vegetasi sebagai salah satu komponen
dariekosistem, yang dapat menggambarkan pengaruh dari kondisi-kondisi faktor

lingkungan dari sejarah dan faktor-faktor itu mudah di ukur dan nyata.
Dengandemikian analisis vegetasi secara hati-hati dipakai sebagai alat untuk
memperlihatkan informasi yang berguna tentang komponen komponen lainnya
darisuatu ekosistem. Ada dua fase

dalam kajian vegetasi ini,

yaitu

mendeskrisipkan dan menganalisa, yang masing-masing menghasilkan berbagai


konsep pendekatan yang berlainan.(Marno,2015)
Dalam mendiskripsikan suatu vegetasi haruslah dimulai dari suatu titik
pandangbahwa vegetasi merupakan suatu pengelompokan dari tumbuh-tumbuhan
yang hidup bersama didalam suatu tempat tertentu yang mungkin dikarakterisasi
baikoleh spesies sebagai komponennya, maupun oleh kombinasi dari struktur dan
fungsi sifat-sifatnya yang mengkarakterisasi gambaran vegetasi secara umum atau
fisiognomi.( Daubenmire, 1968)
Analisis vegetasi adalah salah cara untuk mempelajari tentang susunan
(komposisi) jenis dan bentuk struktur vegetasi (masyarakat tumbuhan). Analisis
vegetasi dibagi menjadi tiga metode yaitu : (1) minimal area, (2) metode kuadrat,
(3) metode jalur atau transek (Soerianegara, 1988). Salah satu metode dalam
menganalisis vegetasi tumbuhan yaitu dengan menggunakan metode transek.
Untuk mempelajari suatu kelompok hutan yang luas dan belum diketahui keadaan
sebelumnya paling baik dilakukan dengan transek. Cara ini paling efektif untuk
mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut keadaan tanah, topografi dan
elevasi.
2.3 Macam-Macam Metode Analisis Vegetasi
Dalam ilmu vegetasi telah dikembangakan berbagai metode untuk
menganalisisdan

juga

sintesis

sehingga

akan

sangat

membantu

dalam

mendeskripsikan suatuvegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal metodologi


ini sangat berkembang pesat sesuai dengan kemajuan dalam bidang-bidang
pengetahuan lainnya, tetapi tidak lupa pula diperhitungkan berbagai kendala yang
ada. Secara garis besar metode analisis dalam ilmu vegetasi dapat dikelompokkan
dalam dua macam:
1. Metode destruktif
Metode ini biasanya dilakukan untuk memahami jumlah materi organik
yang dapatdihasilkan oleh suatu komunitas tumbuhan. Variable yang

digunakan bisa berupa produktivitas primer, maupun biomassa (jumlah total


benda hidup dalam populasi

tertentu organism). Dengan demikian dalam

pendekatan selalu harus digunakan penuaian atau berarti melakukan perusakan


terhadap vegetasi tersebut. Metode iniumumnya dilakukan untuk bentuk
bentuk vegetasi yang sederhana, dengan ukuran luas pencuplikan antara satu
meter persegi sampai lima meter persegi. Penimbangan bisa didasarkan pada
berat segar materi hidup atau berat keringnya. Metode ini sangat membantu
dalam menentukan kualitas suatu padang rumput terbuka dikaitkan dengan
usaha pencarian lahan pengembalaan dan sekaligusmenentukan kapasitas
tampungnya. Pendekatan yang terbaik untuk metode iniadalah secara floristika,
yaitu didasarkan pada pengetahuan taksonomi tumbuhan.
2. Metode non destruktif
Metode ini dapat dilakukan dengan dua cara pendekatan, yaitu
berdasarkan penelaahan organisme hidup atau tumbuhan tidak didasarkan pada
taksonominya, sehingga dikenal dengan pendekatan non floristika. Pendekatan
lainnya adalah didasarkan pada penelaahan organism tumbuhan secara
taksonomi atau pendekatan floristika.
3. Metode non destruktif non floristika
Metode telah banyak dikembangkan oleh berbagai pakar ilmu vegetasi,
seperti DuRietz (1931), Raunkier (1934) dan Dansereau (1951). Yang
kemudian diekspresikanjuga dengan cara lain oleh Eiten (1968) dan UNESCO
(1973). Untuk memahami metode non floristika ini sebaiknya kita kaji dasardasar pemikiran dari beberapa pakar tadi. Pada prinsipnya mereka berusaha
mengungkapkan vegetasi berdasarkan bentuk hidupnya, jadi pembagian dunia
tumbuhan secara taksonomi sama sekali di abaikan, mereka membuat
klasifikasi tersendiri dengan dasar-dasar tertentu.
4.

Metode non destruktif floristika


Metode ini dapat menentukan kekayaan floristika atau keanekaragaman
dari berbagai bentuk vegetasi. Penelaahan dilakukan terhadap semua populasi
spesies pembentuk masyarakat tumbuhan tersebut, jadi dalam hal ini
pemahaman darisetiap jenis tumbuhan secara taksonomi adalah mutlak
diperlukan. Dalam pelaksaannya sangat ditunjang dengan variable-variabel
yang diperlukan untuk menggambarkan baik struktur maupun komposisi
vegetasi, diantaranya adalah:
7

1. Kerapatan, untuk menggambarkan jumlah individu dari populasi sejenis


2. Kerimbunan, variable yang menggambarkan luas penutupan suatu populasi
disuatu kawasan, dan bias juga menggambarkan luas daerah yang dikuasai
oleh populasi tertentu atau dominasinya.
3. Frekuensi, variable yang menggambarkan penyebaran dari populasi
disuatukawasan.
Variabel-variabel tadi merupakan sebagian, tapi terpenting, dari
sejumlah variable yang diperlukan untuk menjabarkan suatu bersifat
kuantitatif, seperti statifikasi, periodisitas, dan vitalitas. Berbagai metodelogi
telah dikembangkan oleh para pakar

untuk sampai pada hasil seakurat

mungkin, yang tentu disesuaikan dengan tujuannya, dalam kesempatan ini


tidak semua akan dibahas tetapi akan dipilihbeberapa metodelogi yang umum
dansangat efektif serta efisien untuk melakukannya, yaitu metode kuadran,
metode garis, metode tanpa plot ( metode titik dan metode kuarter) (Mueller,
1974).
2.4 Analisis Transek
Analisis transek merupakan teknik yang memfasilitasi dalam pengamatan
langsung lingkungan dan keadaan sumber daya dengan cara berjalan menelusuri
wilayah tempat mereka tinggal pada suatu lintasan tertentu yang sudah disepakati.
Dengan teknik analisis transek diperoleh gambaran keadaan potensi sumberdaya
alam masyarakat beserta masalah-masalah, perubahan-perubahan keadaan
potensi-potensi yang ada (Haddy, 1986).
Transek adalah jalur sempit melintang lahan yang akan dipelajari dan
diselidiki, tujuannya adalah untuk mengetahui hubungan perubahan vegetasi dan
perubahan lingkungan atau untuk mengetahui jenis vegetasi yang ada di suatu
lahan secara cepat. Dalam hal ini, apabila vegetasi sederhana maka garis yang
digunakan semakin pendek. Untuk hutan, biasanya panjang garis yang digunakan
sekitar 50 m - 100 m. Sedangkan untuk vegetasi semak belukar garis yang
digunakan cukup 5 m - 10 m. Apabila metode ini digunakan pada vegetasi yang
lebih sederhana, maka garis yang digunakan cukup 1 m (Ramazas, 2012).
Menurut Anwar (1995), metode transek dibagi menjadi 3 macam yaitu :

1. Metode Line Intercept (line transect)


Metode line intercept biasa digunakan oleh ahli ekologi untuk
mempelajari komunitas padang rumput. Dalam cara ini terlebih dahulu ditentukan
dua titik sebagai pusat garis transek. Panjang garis transek dapat 10 m, 25 m, 50
m, 100 m. Tebal garis transek biasanya 1 cm. Pada garis transek itu kemudian
dibuat segmen-segmen yang panjangnya bisa 1 m, 5 m, 10 m. Dalam metode ini
garis-garis. Metode transek kuadrat dilakukan dengan cara menarik garis tegak
lurus, kemudian di atas garis tersebut ditempatkan kuadrat ukuran 10 X 10 m,
jarak antar kuadrat ditetapkan secara sistematis terutama berdasarkan perbedaan
struktur vegetasi. Selanjutnya mencatat, menghitung dan mengukur panjang
penutupan semua spesies tumbuhan pada segmen-segmen tersebut. Cara
mengukur panjang penutupan adalah memproyeksikan tegak lurus bagian basal
atau arial coverage yang terpotong garis transek ke tanah.
2. Metode Belt Transect
Metode ini biasa digunakan untuk mempelajari suatu kelompok hutan
yang luas dan belum diketahui keadaan sebelumnya. Cara ini juga paling efektif
untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut keadaan tanah, topograpi
dan elevasi. Transek dibuat memotong garis-garis topograpi, dari tepi laut
kepedalaman, memotong sungai atau menaiki dan menuruni lereng pegunungan.
Lebar transek yang umum digunakan adalah 10-20 meter, dengan jarak antar
transek 200-1000 meter tergantung pada intensitas yang dikehendaki. Untuk
kelompok hutan yang luasnya 10.000 ha, intensitas yang dikendaki 2% dan hutan
yang luasnya 1.000 ha intensitasnya 10%. Lebar jalur untuk hutan antara 1-10 m.
Transek 1 m digunakan jika semak dan tunas di bawah diikutkan, tetapi bila hanya
pohon-pohonnya yang dewasa yang dipetakan, transek 10 m yang baik.
3. Metode Strip Sensus
Metode ini sebenarnya sama dengan metode line transect, hanya saja
penerapannya untuk mempelajari ekologi vertebrata teresterial (daratan). Metode
strip sensus meliputi, berjalan di sepanjang garis transek dan mencatat spesiesspesies yang diamati di sepanjang garis transek tersebut. Data yang dicatat berupa
indeks populasi (indeks kepadatan).

Keunggulan analisis vegetasi dengan menggunakan metode transek


antara lain : akurasi data diperoleh dengan baik kita terjun langsung, serta
pencatatan data jumlah lebih teliti. Selain itu metode ini mempunyai kekurangan,
yaitu antara lain : membutuhkan keahlian untuk mengidentifikasi vegetasi secara
langsung dan dibutuhkan analisis yang baik, waktu yang dibutuhkan cukup lama,
membutuhkan tenaga peniliti yang banyak ( Guritno, 1995).
Manfaat transek yaitu untuk melihat dengan jelas mengenai kondisi alam
dan rumitnya sistem pertanian dan pemeliharaan sumberdaya alam yang terbatas
yang dijalankan masyarakat (Haddy, 1986). Komunitas yang mempunyai
keanekaragaman tinggi lebih stabil dibandingkan dengan komunitas yang
memiliki keanekaragaman jenis rendah. Analisis vegetasi adalah salah satu cara
untuk mempelajari tentang susunan (komposisi) jenis dan bentuk struktur vegetasi
(masyarakat tumbuhan) (Sorianegara, 1998).

10

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini berlangsung pada hari selasa 17 mei 2016, yang berlokasi
di kawasan hutan pendidikan Universitas Jambi.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kamera digital, kompas,
meteran, alat tulis, tali raffia. Sedangkan bahan yang diguanakan yaitu tumbuhan
yang termasuk kedalam kriteria pohon.
3.3 Cara Kerja
Pengukuran pohon dilakukan di hutan Universitas Jambi melalui
observasi lapangan secara langsung dengan metode transek/jalur. Pertama kali
dibuat transek sepanjang 100m dengan menggunakan tali raffia sebanyak 3 plot.
Kemudian tiap 1 plot dibuat subplot sepanjang 20 m, yang selanjutnya dibuat
garis khayal. Untuk pohon yang diukur yaitu jenis spesies, DBH (diameter breast
high) dan dianalisa data yang diperoleh.

11

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1.Faktor fisik lingkungan
Transek

Faktor Fisik

Transek I

pH tanah

Suhu Udara

Suhu tanah

GK 1
GK 2
GK3
GK4
GK 5

6.1
5.5
6
6
5.9

270C
27.50C
27.50C
27.50C
27.50C

Transek II

pH tanah

Suhu Udara

270C
270C
270C
270C
27.50C
Faktor Fisik
Suhu tanah

GK 1
GK 2
GK 3
GK 4
GK 5

5.9
5.8
5.9
5.9
6

28 0C
28 0C
29.5 0C
28.5 0C
29 0C

Transek
III
GK 1
GK2
GK3
GK4
GK5

pH tanah
6.1
6
5.9
6
6.9

Suhu Udara
0

28 C
28.5 0C
29 0C
29 0C
28.5 0C

K
seluruh
jenis
3.71

270C
27 0C
27.50C
27.5 0C
Faktor Fisik
Suhu tanah
0

28 C
27.5 0C
27.5 0C
29 0C
27.5 0C

Kelembaba

Kelembaban

n udara
86 %
84 %
86 %
86 %
86 %

tanah
40 %
40 %
40 %
40 %
40 %

Kelembaba

Kelembaban

n udara
76 %
86 %
76 %
76 %
76 %

tanah
40 %
40 %
41 %
49 %
42 %

Kelembaba

Kelembaban

n udara
76 %
76 %
76 %
78 %
76 %

tanah
40 %
44 %
48 %
44 %
48 %

KR

KA

keliilin
g

keliling^
2

LBD

D/sp

7.14

0.27

91.00

8281.00

659.32

21977.18

Vitexsp.

1.79

0.07

73.00

5329.00

14142.78

Arthrocarpus sp.
Sengon

1
1

1.79
1.79

0.07
0.07

116.00
145.50

13456.00
21170.25

424.28
1071.3
4
1685.5

Spesies

Eugenia sp.

35711.25
56184.32

12

DR
0.0
9
0.0
6
0.1
4
0.2

0.2

0.0

0.0
0.0

3
Canariumsp.

1.79

0.07

63.00

3969.00

316.00

10533.44

Lypcea sp.

5.36

0.20

80.00

6400.00

509.55

16985.14

Urophilum sp.

0.07

77.00

5929.00

472.05

15735.14

Sp 1

11

0.73

78.23

6119.93

487.26

16241.86

Sp 2

10

0.66

82.21

6758.48

538.10

17936.53

Sp 3

13

0.86

92.21

8502.68

676.97

22565.51

sp 4

10
56

1.79
19.6
4
17.8
6
23.2
1
17.8
6

0.66

102.42

10489.86

835.18

27839.32
255852.46

Tabel 2.AnalisisVegetasi

13

2
0.0
4
0.0
7
0.0
6
0.0
6
0.0
7
0.0
9
0.11

0.0

0.2

0.0

0.7

0.6

0.8

0.6
3.7

4.2 Pembahasan
Analisis

vegetasi

dalam ekologi

tumbuhan

adalah

cara

untuk

mempelajari struktur vegetasi dan komposisi jenis tumbuhan (Soerianegara


dan Indrawan (1982) dalam Ilma et al. (2014)). Analisis vegetasi bertujuan
untuk mengetahui komposisi jenis (susunan) tumbuhan dan struktur (bentuk)
vegetasi yang ada di wilayah yang dianalisis (Ardhana, (2012) dalam Ilma et
al. (2014)). Analisis vegetasi juga dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh
dampak lingkungan (Ilma, 2014).
Pada analisis vegetasi , hasil pengamatan pada 3 transek dengan panjang
300 m, tercatat sebanyak 11 spesies .Pada praktikum ini dilakukan metode
kuadran sebagai metodenya. Spesies 3 merupakan spesies yang paling
mendominasi di lokasi tersebut. Beberapa parameter lain seperti kerapatan,
frekuensi dan Indeks Nilai Penting juga menunjukkan nilai yang lebih tinggi
dibandingkan jenis lainnya.
Hasil analisis (Tabel 2) menunjukkan bahwa nilai kerapatan dari 11
spesies yang terdapat di hutan belakang Universitas Jambi cukup bervariasi. Nilai
kerapatan suatu spesies menunjukkan jumlah individu spesies bersangkutan pada
satuan luas tertentu, sehingga nilai kerapatan yang dihasilkan dalam praktikum ini
merupakan gambaran mengenai jumlah jenis bersangkutan yang ada di Hutan
Pendidikan UNJA. Total kerapatan relative pohon 3 sebesar 23.21 pohon/hektar
Selanjutnya diikuti oleh spesies 1, 2 dan 4 dengan nilai kerapatan sebesar 19.64;
17.86; 17.86 pohon/hektar. Sedangkan 7 spesies lainnya menunjukkan nilai
kerapatan relatif 10%.
Kainde et al. (2011) menyebutkan bahwa frekuensi suatu jenis
menunjukkan penyebaran suatu jenis dalam suatu areal. Semakin merata
penyebaran jenis tertentu, nilai frekuensinya semakin besar sedangkan jenis yang
nilai frekuensinya kecil, penyebarannya semakin tidak merata pada suatu areal
atau kawasan yang diamati. Sedangkan kerapatan dari suatu jenis merupakan nilai
yang menunjukkan jumlah atau banyaknya suatu jenis persatuan luas.
Adanya perbedaan nilai kerapatan masing-masing spesies tersebut
disebabkan adanya perbedaan kemampuan reproduksi, penyebaran dan daya
adaptasi terhadap lingkungan (Yusuf et al., 2005).

14

Sementara itu, nilai frekuensi tertinggi (Tabel 2), ditemukan pada spesies
3 yaitu sebesar 0.87 yang berarti dari total 3 trasek yang diamati di lokasi
pengamatan,hampir semuanya terdapat jenis spesies 3. Tingginya frekuensi
spesies 3 menunjukkan bahwa spesies tersebut mampu beradaptasi dengan baik
yang tercermin dari tingkat kerapatannya serta tersebar pada hampir seluruh lokasi
pengamatan.
INP suatu jenis merupakan nilai yang menggambarkan peranan
keberadaan suatu jenis dalam komunitas. Makin besar INP suatu jenis makin
besar pula peranan jenis tersebut dalam komunitas. INP dengan nilai yang tersebar
merata pada banyak jenis lebih baik dari pada bertumpuk atau menonjol pada
sedikit jenis karena menunjukkan terciptanya relung (niche) yang lebih banyak
dan tersebar merata, spesifik dan bervariasi. INP yang merata pada banyak jenis
juga sebagai indikator semakin tingginya keanekaragaman hayati pada suatu
ekosistem dan perkembangan ekosistem yang baik untuk mencapai kestabilan
pada tahap klimaks (Kainde et al., 2011).
Dalam pengamatan ini diketahui bahwa spesies 3 merupakan spesies
yang mendominasi di areal hutan belakang Universitas Jambi karena memiliki
nilai INP tertinggi yaitu 46.52%. Keberhasilan spesies 3 untuk hidup serta mampu
mendominasi di wilayah tersebut menunjukkan kemampuan adaptasi yang cukup
tinggi dengan kondisi lingkungan pada seluruh wilayah pengamatan.
Indeks keragaman spesies menggabungkan antara kekayaan spesies dan
kemerataan spesies. Kekayaan spesies menunjukkan banyaknya jenis spesies yang
ditemukan, kemerataan spesies menunjukkan jumlah individu dari masing-masing
spesies yang relatif sama. Semakin banyak jenis spesies yang ditemukan dan
semakin merata jumlah individunya, nilai indeksnya semakin tinggi (Kurniawan
(2007) dalam Nento (2014)).
Kriteria yang digunakan untuk menginterpretasikan keanekaragaman
Shannon-Wiener, yaitu:
H = < 1, keanekaragaman rendah
H = 1-3, keanekaragaman tergolong sedang
H = > 3, keanekaragaman tergolong tinggi (Bengen (2000) dalam Rizkya et al.
(2012)).

15

Hasil analisis Indeks Keanekaragaman (H) menunjukkan bahwa


ekosistem pohon di areal pengamatan ini memiliki indeks keanekaragaman
dengan nilai 1.98. Berdasarkan kriteria yang telah disebutkan di atas, maka dapat
diketahui bahwa ekosistem rumput di areal hutan belakang Universitas Jambi
memiliki tingkat keanekaragaman yang sedang karena jenis spesies yang
ditemukan cukup banyak dan merata jumlahnya.
Sedangkan nilai indeks keseragaman (E) pada ekosistem ini memiliki
nilai 0.83. Menurut Odum (1993) dalam Fikri (2014), indeks keseragaman (E)
berkisar 0-1. Bila nilai mendekati 0 berarti keseragaman rendah karena adanya
jenis yang mendominasi, dan bila mendekati 1 keseragaman tinggi yang
menunjukkan tidak ada jenis yang mendominasi.
Rizkya et al. (2012) juga menyebutkan bahwa bila indeks keseragaman
kurang dari 0,4 maka ekosistem tersebut berada dalam kondisi tertekan dan
mempunyai keseragaman rendah. Jika indeks keseragaman antara 0,4 sampai 0,6
maka ekosistem tersebut pada kondisi kurang stabil dan mempunyai keseragaman
sedang. Jika indeks keseragaman lebih dari 0,6 maka ekosistem tersebut dalam
kondisi stabil dan mempunyai keseragaman tinggi (Rizkya et al. 2012). Dari hasil
analisis tersebut diketahui bahwa ekosistem rumput pada areal pengamatan berada
dalam kondisi kurang stabil dan mempunyai keseragaman sedang.
Hasil pengukuran parameter lingkungan di Hutan pendidikan UNJA
meliputi Suhu Tanah

C, Suhu Udara, kelembaban Udara, Suhu Udara,

kelembaban Tanah, dan pH Tanah. Salah satu faktor fisik kimia yang berpengaruh
adalah suhu, baik suhu udara maupun suhu tanah. Tidak semua organime mampu
bertahan hidup pada suhu yang tinggi ataupun terlalu rendah. Menurut Campbell
al et., (2004), suhu lingkungan merupakan Faktor penting dalam persebaran
organism karena pengaruhnya para proses biologis.
Selain suhu terdapat faktor lain yang masih berhubungan dengan suhu
yaitu kelembaban, baik kelembaban tanah dan udara merupakan faktor yang
cukup diperhitungkan dalam pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Menurut
Salisbury (1992), naiknya suhu udara akan menyebabkan menurunnya kelebaban
udara, begitu pula sebaliknya.

16

Kelembaban tanah merupakan faktor lingkungan yang cendrung


dipengaruhi oleh keberadaan jenis pohon, sehingga bukan hanya lingkungan yang
mempengaruhi organism tetapi suatu organism juga dapat mempengaruhi
lingkungan yang disebut hubungan timbal balik. Menurut Kurniawan dan
parikesit

(2008), kelembaban tanah dan intensitas cahaya merupakan faktor

lingkungan yang cendrung dipengaruhi oleh keberadaan jenis pohon. Variasi tajuk
pohon akan menyebabkan beragamnya intnsitas cahaya yang diterima oleh lantai
hutan, hal ini akan berpengaruh pada kelembaban tanah dibawahnya.
Faktor kimia yang mempengaruhi keberadaan tumbuhan adalah pH. pH
tanah adalah faktor kimia tanah penting yang menggambarkan sifat asam atau
basa tanah. Menurut Rosmarkam dan yuwono (2002), pada umumnya tanah yang
memiliki usia tua memiliki pH yang rendah begitu sebaliknya. Pada tanah yang
kering disebabkan karena penguapan yang tinggi. Tanah yang terlalu asam
ataupun basa dapat menyebabkan pertumbuhan tumbuhan terganggu. Saat
dilakukan pengukuran pH didapatkan nilai pH sebesar berkisar antara 5-6
sehingga cukup banyak tanaman yang ditemukan.

17

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan
bahwa nilai kerapatan dari 11 spesies yang terdapat di hutan belakang Universitas
Jambi cukup bervariasi. Analisis Indeks Keanekaragaman (H) memiliki tingkat
keanekaragaman yang sedang karena jenis spesies yang ditemukan cukup banyak
dan merata jumlahnya nilai 1.98.
Sedangkan nilai indeks keseragaman (E) pada ekosistem ini memiliki
nilai 0.83. Menurut Odum (1993) dalam Fikri (2014), indeks keseragaman (E)
berkisar 0-1. Bila nilai mendekati 0 berarti keseragaman rendah karena adanya
jenis yang mendominasi, dan bila mendekati 1 keseragaman tinggi yang
menunjukkan tidak ada jenis yang mendominasi.
5.2 Saran
Adapun saran yang bisa diberikan untuk pelaksanaan praktikum yaitu
sebaiknya pada saat membuat plot, garis hayal dan pengukuran jarak pohon harus
teliti agar tidak terjadi kesalahan data dan pengolahan data menggunakan rumus
yang tepat.

18

DAFTAR PUSTAKA
Anwar. 1995. Biologi lingkungan. Bandung: Ganexa Exact.
Campbell, N.A., Reece, J.B dan Mitchell, L.G..2004.Biologi.Jakarta: Erlangga
Daubenmire, R. 1968. Plant Communities: A Text Book of Plant Synecology. New
York: Harper & Row Publishers.
Fikri, N. 2014. Keanekaragaman dan Kelimpahan Makrozoobentos di Pantai
Kartika Jaya Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal. Skripsi. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Guritno. 1995.Analisis Pertumbuhan Tanaman.Jakarta: Rajawali Press.
Haddy. 1986.Fisiologi Tumbuhan. Malang: UMM Press.
Ilma, S., F. Rohman, dan Ibrohim. 2014. Analisis Vegetasi Nepenthes spp. di
Hutan Penelitian Universitas Borneo Tarakan. Seminar Nasional XI
Pendidikan Biologi FKIP UNS.
Indriyanto, 2008. Ekologi Hutan. Bumi Aksara. Jakarta.
Indriyanto. 2008. Pengantar Budidaya Hutan. Jakarta. Penerbit: PT Bumi Aksara
Kainde, R.P., S.P. Ratag, J.S. Tasirin, dan D. Faryanti. 2011. Analisis Vegetasi
Hutan Lindung Gunung Tumpa. Eugenia, 17(3): 1-10.
Kurniawan.A dan Perkesit.2008.Persebaran Jenis Pohon di Sepanjang Faktor
Lingkungan di Cagar Alam Pangandaran, Jawa Barat.Biodiversity.Vol
13(3): 151-158.
Lewoema, Z. K. 2008. Kelestarian Hutan di Indonesia, Tanggung Jawab Setiap
Warga Negara. http://www.kabarindonesia.com/ diakses pada tanggal 06
Juni 2016 pukul: 14.40 WIB.
Marno. Vegetasi Tumbuhan. http://marno.lecture.ub.ac.id/ diakses pada tanggal 5
Juni 2016
Mueller-Dombois, D.; H. Ellenberg. 1974. Aimand Methods of Vegetation
Ecology. John Willey and Sons. Canada
Nento, R.N. 2014. Kelimpahan, Keanekaragaman dan Kemerataan Gastropoda di
Ekosistem Mangrove di Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten
Gorontalo Utara. Skripsi. Universitas Negeri Gorontalo.
Odum,E.P.1993.Dasar-dasar ekologi.Edisi ke-3.Yogyakarta: UGM Press.
Ramazas. 2012.Ekologi Umum Edisi Kedua.Yogyakarta: UGM Press.
19

Rizkya, S., S. Rudiyanti, M.R. Muskananfola. 2012. Studi Kelimpahan


Gastropoda (Lambisspp.) pada Daerah Makroalga di Pulau Pramuka,
Kepulauan Seribu. Journal of Management of Aquatic Resources, 1(1): 17.
Rosmarkam.A & N.W.Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Yogyakarta:
Kanisius.
Salisbury,F.B dan C.W Ross.1992.Fisiologi Tumbuhan.Bandung: ITB
Soerianegara. 1988.Buku Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan.Malang: UMM
Press.
Struktur Komunitas Vertebrata dan Invertebrata Air pada Petak Sawah Organik di
Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang.Jurnal Biotropika (1) 4 : 160165
Yusuf, R., Purwaningsih, dan Gusman. 2005. Komposisi dan Struktur Vegetasi
Hutan Alam Rimbo Panti, Sumatra Barat. Biodiversitas, 6(4): 266-271.

20

Anda mungkin juga menyukai