Oleh:
L. M. DARNIAWAN
M1A1 15 072
JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
I. TEKNIK PENGUMPULAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA
(EKSPLORASI ALAM)
A. Pendahuluan
Bahan dan alat yang digunakan meliputi sekop atau cangkul, pisau belati,
kantong plastic, spidol, kertas label, GPS, kamera, pena dan buku catatan.
C. Prosedur Kerja
1. Hasil
Pada praktikum ini sksplorasi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)
dilakuakan pada rizhosfer Rawa (Nauclea orientalis )Pengambilan sampel tanah
dilakukan secara nonproporsional dengan mengambil 5 sampel tanah dengan jenis
tanaman yang sama . Hasil pada praktikum ini disajikan dalam bentuk tabel
sebagai berikut:
Tabel 1. Pengambilan sampel tanah
No Nama Jenis Titik Koordian
1 Lonkida ( Naucela orientalis ) -
2 Lonkida ( Naucela orientalis ) -
3 Lonkida ( Naucela orientalis ) -
4 Lonkida ( Naucela orientalis ) -
5 Lonkida ( Naucela orientalis ) -
2. Pembahasan
Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) sebagai agensi hayati pada jenis
tanaman dapat membantu dalam meningkatkan efisiensi penyerapan unsur hara.
FMA banyak menyebar terutama pada famili gramineae dan leguminosae serta
memiliki tempat hidup yang khusus atau memiliki inang yang spesifik. Ada
beberapa jenis FMA menunjukkan spesifikasi untuk memilih dan berasosiasi
dengan jenis inang tertentu (Setiadi, 1990 dalam Ansiga et all. 2017).
Pengambilan sampel tanah dan akar untuk eksplorsi FMA dilakukan di
secara diagonal yang berjumlah sebanyak 5 sampel. Masing-masing sampel
diambil sebanyak 100 gram di sekitar perakaran, jarak pengambilan 10-50 cm dari
pangkal batang dengan kedalaman 0-30 cm, pada setiap sampel diambil 100 gram,
di komposit dan dimasukan dalam kantong plastik, serta pengambilan sampel akar
dilakukan dengan cara memotong bagian ujung akar yang masih muda
(Suamba et all. 2014).
Sampel tanah diambil secara sistematis dari dari tempat yang berbeda
dengan kedalaman 0-20 cm dan kemudian dicampur secara merata. Dari
campuran tersebut, diambil sampel dengan berat total satu kilogram berat kering
udara, dan dari 100 g tanah dari masing-masing sampel digunakan untuk
identifikasi spora (Kumalawati et all. 2014).
Berdasarkan yang praktikum yang telah dilakukan, pengambilan sampel
tanah dan akar di lakukan pada lahan hutan rawa, di bawah tegkan lonkida
(Nauclea orientalis). Pengambilan sampel dilakukan secara proposional pada 5
tegakan lonkida (Nauclea orientalis) dengan pengambilan 4 titik pada sekitaran
pohon. Pengambilan sampel tanan dan akar dilakukan pada kedalaman 0 -20 cm.
3. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Ansiga, R. A., Rumambi, A., Kaligis, D., Mansur, I dan Kaunang, I. 2017.
Eksplorasi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) pada Rizosfir Hijauan
Pakan. Jurnal Zootek. Vol. 37, No. 1 : 167 – 178.
Kumalawati, Z., Musa, Y., Amin, N., Asrul, L. A dan Ridwan, I. 2014.
Exploration Of Arbuscular Mycorrhizal Fungi From Sugarcane
Rhizosphere In South Sulawesi. International Journal Of Scientific &
Technology Research. Vol 3. ISSN: 2277-8616.
LAPORAN PRAKTIKUM
APLIKASI BIOTEKNOLOGI PUPUK HAYATI
II. “Pewarnaan Akar”
Oleh:
L. M. DARNIAWAN
M1A1 15 072
JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
PENGAMATAN KOLONISASI FMA
II. PEWARNAAN AKAR
A. Pendahuluan
Pada setiap penelitian FMA, perhitungan kolonisasi akar sudah merupakan
hal yang harus dilakukan. Perhitungan kolonisasi akar adalah salah satu cara
memastiakan adanya asosiasi FMA atau tiadak dan juga akan memberikan
gambaran derajat atau intensitas akar yang terkolonisasi oleh FMA. Akar yang
terkolonisasi FMA juga berkorelasi dengan perlakuan-perlakuan yang diberiakan
dalam suatu penelitian FMA.
Tidak seperti pada ektomikoriza dimana kolonisasinya terjadi diluar akar,
pada FMA untuk dapat melihat kolonisasi akar harus melalui pengamatan
makroskopik. Sebelumnya akar-akar yang akan diamati kolonisasinya harus diberi
perlakuan pewarnaan terlebih dahulu.
Metoda yang digunakan untuk pembersihan dan pewarnaan akar telah
dikembangkan oleh Phyllip dan Hayman (1970). Namun, kelemahan dari metoda
ini adalah penggunaan zat-zat kimia yang berbahaya, seperti phenoldan choral
hydrat. Zat-zat ini sering bersifat racun pada suhu kamar sehingga pada waktu
melakukan pekerjaan ini harus dilakukan di Fome hood. Karmanik et al. (1980)
telah mengembangkan metoda Phyllip dan Hayman dengan mengurangi zat-zat
yang bersifat racun, seperti phenol dan choral hydrat.
Tujuan : untuk mengetahui struktur FMA pada akar tumbuhan.
D. Pembahasan
E. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Brundrett, M. C,, Bougher, N., Dells, B., Grove, T., dan Malajozuk, N. 1996.
Working with mycorrhizas in forestry and agriculture. Australian Centre
for International Agricultural Research : Canberr
Clapp JP, Fitter AH, Merryweather JW. 1996. Arbuskular mycorrhizas. In: Hall
GS, Lasserre P, Hawksworth DL, Editor. Methods for the Examination of
Organismal Diversity in Soils and Sediments. Wallingford, Oxon (UK).
CAB International.
PENUNTUN PRAKTIKUM
APLIKASI BIOTEKNOLOGI PUPUK HAYATI
Oleh:
L. M. DARNIAWAN
M1A1 15 072
JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
III. PERHITUNGAN KOLONISASI FMA
A. Pendahuluan
Ada beberapa metoda yang digunakan untuk menghitung persentase
kolonisasi FMA pada akar tanaman inang setelah dilakukan pewarnaan.
Giovannetti dan Mosse (1980) menggunakan beberapa metoda, yaitu metode
visual assay, metode slide length, metode slide ±, dan metode gridline intersect.
Dari keempat metoda untuk menghitung kolonisasi FMA pada perakaran
tanaman yang disebutkan diatas dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu metoda
non sistematika dan metode sistematika.
Tujuan : Untuk mengetahui tingkat kolonisasi FMA pada akar tumbuhan.
B. Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan yaitu akar yang telah diwarnai, sedangkan
peralatan yang diperlukan meliputi cawan petri, mikroskop stereo, guntung
khusus untuk akar dan pinset.
C. Prosedur Kerja
1. Penghitungan kolonisasi FMA menggunakan metode panjang akar terinfeksi
(Giovannetti dan Mosse 1980).
2. Akar yang sudah diwarnai selanjutnya diambil 10 sampel akar dengan
panjang + 1 cm dan disusun pada kaca preparat.
3. Potongan-potongan akar pada kaca preparat diamati uiituk setiap bidang
pandang.
4. Bidang pandang yang menunjukkan terkolonisasi (hifa eksternal, hifa
internal, hith coil, vesikula dan arbuskula) diberi landa (+) sedangkan yang
tidak terkolonisasi diberi tanda negatif (-).
5. Persentase akar yang terkolonisasi FMA dihitung berdasarkan rumus berikut:
% akar terkolonisasi=
∑ bidang pandang bermikoriza x 100 %
∑ bidang pandang yang diamati
1. Hasil
Adapun hasil pada praktikum ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Sampel 1
No Atas Tengah Bawah
1 + - -
2 - - -
3 - - -
4 + - -
5 + + +
6 - - -
7 - - -
8 - - -
9 - - -
10 - - -
% akar terkolonisasi=
∑ bidang pandang bermikoriza x 100 %
∑ bidang pandang yang diamati
5
= x 100%
30
=0,166x 100%
=16,6 %
Tabel 2. Sampel 2
No Atas Tengah Bawah
1 - - -
2 - - -
3 - - -
4 - - -
5 + - +
6 + + -
7 - - -
8 - - -
9 - - -
10 + - +
% akar terkolonisasi=
∑ bidang pandang bermikoriza x 100 %
∑ bidang pandang yang diamati
6
= x 100%
30
=0,2 x 100%
=20 %
Tabel 3. Sampel 3
No Atas Tengah Bawah
1 - + -
2 + - +
3 - - +
4 - + -
5 - - -
6 - - -
7 - - -
8 + - -
9 - + +
10 - + -
% akar terkolonisasi=
∑ bidang pandang bermikoriza x 100 %
∑ bidang pandang yang diamati
9
= x 100%
30
=0,3 x 100%
=30 %
Tabel 4. Sampel 4
No Atas Bawah Tengah
1 - - -
2 - - -
3 - - +
4 - - -
5 - - -
6 - - +
7 - - -
8 - - -
9 - - -
10 + - -
% akar terkolonisasi=
∑ bidang pandang bermikoriza x 100 %
∑ bidang pandang yang diamati
3
= x 100%
30
=0,1 x 100%
=10 %
Tabel 5. Sampel 5
No Atas Bawah Tengah
1 + + -
2 - - -
3 - - -
4 - - +
5 - - -
6 - - +
7 - + +
8 + + +
9 - + -
10 - - -
% akar terkolonisasi=
∑ bidang pandang bermikoriza x 100 %
∑ bidang pandang yang diamati
10
= x 100%
30
=0,33 x 100%
= 33 %
E. Pembahasan
% akar terkolonisasi=
∑ bidang pandang bermikoriza x 100 %
∑ bidang pandang yang diamati
Beradasan pengamantan yang dilakukan pada akar tanaman lonkida
(Nauclea orientalis), diketahui bahwa perhitungan kolonisasi pada sampel
pertama terdapat 5 hifa internal, sampel kedua terdapat 6 hifa yaitu yang terdiri
dari 1 hifa eksternal dan 5 hifa internal, sampel ketiga 9 hifa yang terdiri dari 1
hifa eksternal dan 8 hifa internal, sampel keempat terdapat terdapat 3 hifa internal,
dan pada sampel kelima terdapat 10 hifa yaitu hifa internal. Sedangkn untuk
persentase klonisasi FMA pada sampel pertama yaitu sebesar 16,6 %, sampel
kedua 20 %, sampel ketiga 30 %, sampel keempat 10 % dan sampel kelima
sebesar 33 %.
F. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Oleh:
L. M. DARNIAWAN
M1A1 15 072
JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
PENGAMATAN SPORA FMA
IV. ISOLASI SPORA FMA
A. Pendahuluan
Beberapa teknik telah digunakan untuk mengisolasi spora FMA, akan tetapi
sebagian dasar dari semua teknik isolasi yang digunakan adalah teknik
penyaringan basah (wet sieving) dari Gardemann dan Nicholson (1963). Teknik
penyaringan basah dimaksudkan untuk memisahkan pasir, liat dan bahan organic
lain yang menempel pada spora melalui berbagai macam ukuran saringan. Teknik
ini relative cepat, akan tetapi apabila spora dalam sampel tanah jumlahnya sedikit
maka diperlukan kegiatan pemurnian lebih lanjut melalui trapping.
Tujuan : untuk mengeksplorasi potensi fungi mikoriza arbuskula yang ada di
rhizozfer tanaman tertentu pada suatu lokasi dan waktu tertentu.
B. Bahan dan Alat
C. Prosedur Cara
1. Teknik yang digunakan dalam mengisolasi spora FMA adalah teknik tuang –
saring dari Pacioni (1992) dan dilanjutkan dengan teknik sentrifugasi dari
Brundrett et al. 1996.
2. Mencampurkan sampel tanah sebanyak 50 g dengan 200–300 ml air dan
diaduk.
3. Biarkan beberapa saat hingga tanah mengendap lallu saring dalam satu set
saringan dengan ukuran 670 µm, 125 µm dan 45 µm secara berurutan dari
atas ke bawah.
4. Bahan (suprenatan) yang tersimpan pada saring 125 µm dan 45 µm,
selanjutnya dipindahkan ke dalam tabung sentrifuse ditambah dengan glukosa
60% (w/v).
5. Tabung sentrifuse ditutup rapat dan disentrifuse dengan kecepatan 2500 rpm
selama 3menit.
6. Selanjutnya larutan supernatan tersebut dituang ke dalam saringan 45 µm dan
dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan glukosa.
7. Endapan yang tersisa dituangkan ke dalam cawan petri.
8. Kemudian diamati di bawah mikroskop compound untuk menghitung
populasi spora dan pembuatan preparat guna keperluan identifikasi.
D. PEMBAHASAN
Isolasi spora FMA dilakukan untuk menduga genus FMA. Isolasi spora
dilakukan dengan teknik penyaringan basah. Hasil saringan pada ukuran 125 µm
dan 63 µm diamati dan dihitung jumlah spora serta dikarakterisasi sampai tingkat
genus menggunakan larutan melzer’s. Dalam mengkarakterisasi spora yang
diamati adalah bentuk spora, warna spora, lekatan tangkai hifa dan tekstur
permukaan spora (Brundrett et al., 1994).
Isolasi spora dilakukan agar spora terpisah dari sampel tanah sehingga
karakteristik spora FMA dan jumlahnya dapat diketahui. Untuk mengetahui
karakteristik spora FMA, maka dilakukan teknik penyaringan basah
(Brundett et al., 1994).
Prosedur kerja teknik penyaringan basah adalah mencampurkan tanah
sampel sebanyak 200 gr dengan 1000-1200 ml air dan diaduk merata. Selanjutnya
disaring dalam satu set saringan dengan ukuran 710 μm, 425 μm, 125 μm dan 45
μm secara berurutan dari atas ke bawah. Dari saringan bagian atas disemprot
dengan air kran untuk memudahkan bahan saringan lolos. Kemudian saringan
paling atas dilepas dan saringan kedua kembali disemprot dengan air kran. Tanah
yang tersisa pada saringan 425 μm, 125 μm dan 45 μm dipindahkan ke dalam
tabung sentrifuse. Kemudian ditambahkan aquades sebanyak 25 mL dan
disentrifuse dengan kecepatan 2000 RPM selama 5 menit (Pacioni, 1992).
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan yaitu teknik yang digunakan
dalam isolasi spora FMA adalah teknik tuang saring, dengan mencampurkan
sampel tanah dengan air kemudian diaduk. Diamkan bebeapa saat hingga tanah
mengendap, lalu disaring pada beberapa saringan dengan ukuran saringan yang
berbeda-beda. Bahan yang tersimpan pada saringan selanjutnya dipindahkan
kedalam tabung sentrifuse dan ditambah dengan glukosa. Tabung sentrifuse
ditutup dan kemudian diamati kedalam micoskop untuk menghitung populasi
spora.
E. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan pada praktikum ini yaitu untuk melihat jenis FMA
yang terdapat pada tegakan lonkida (Nauclea orientalis) yang berada pada
lokasi hutan alam, serta teknik yang dapat digunakan untuk eksplorasi FMA yaitu
teknik tumpah saring.
DAFTAR PUSTAKA
Pacioni, G. 1992. “Wet sieving and decanting techniques for the extraction of
spores of VA mycorrhyzal fungi”. Methods in Microbiology. Academic
Press Inc. San Diego 24: 317-322.
PENUNTUN PRAKTIKUM
APLIKASI BIOTEKNOLOGI PUPUK HAYATI
Oleh:
L. M. DARNIAWAN
M1A1 15 072
JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
V. IDENTIFIKASI SPORA FMA
A. Pendahuluan
C. Prosedur Kerja
1. Populasi Spora
a. Populasi spora ditentukan berdasarkan jumlah spora hasil penyaringan
(sieving).
b. Siapkan cawan petri dan kertas millimeter blok.
c. Tuangkan hasil penyaringan spora (air bercampur spora) ke cawan petri
tersebut.
d. Hitung jumlah spora dengan bantuan mikoskop pada setiap bidang
pandang sampai seluruh cawan petri teramati. Jumlah spora dinyatakan
dalam jumlah spora per 100 g tanah.
2. Pengelompokan (Grouping)
a. Siapkan cawan petri dan kertas millimeter blok.
b. Tuangkan hasil penyaringan spora (air bercampur spora) ke cawan petri
tersebut.
c. Amati spora dan kemudian ambil spora dengan pinset spora atau tusuk gigi
berdasarkan ciri morfologi kelompoknya (ukuran, warna, lapisan dinding
sel, ornamen, dan bentuk hifa yang melekat pada dinding spora).
d. Letakkan setiap kelompok spora pada cawan petri yang berbeda.
e. Hasil pengelompokan dapat diberi nama sementara genus FMA dengan
ciri spesifik misalnya Acaulospora kemerahan, Gigaspora kuning, Glomus
kecil cokelat, atau Glomus besar kekuningan.
3. Pembuatan Preparat Kering (Mounting)
a. Siapkan object glass pada bagian sebelah kiri, teteskan larutan PVLG dan
bagian sebelah kanan teteskan larutan Melzer.
b. Letakkan 5–10 spora sejenis pada setiap tetes larutan tersebut, kemudian
masing-masing bagian ditutup dengan cover slip.
c. Pecahkan spora dengan cara menekan permukaan cover slip dengan tusuk
gigi.
d. Letakkan object glass di bawah mikroskop compound.
e. Bila sudah kering, olesi tepi cover slip dengan cutex jernih agar cover slip
tidak lepas, sekaligus mencegah masuknya kotoran.
f. Amati ciri morfologi spora yaitu berdasarkan ukuran, warna, lapisan
dinding sel, ornamen, dan bentuk hifa yang melekat pada dinding spora
(bulbous suspensor, dudukan hifa, atau subtending hyphae).
g. Ambil gambar spora dengan kamera digital.
4. Identifikasi FMA
a. Berdasarkan identitas morfologinya, mikoriza dapat diidentifikasi sampai
tingkat genus. Identifikasi sampai aras spesies memerlukan keahlian dan
ketelitian yang lebih tinggi.
b. Tercatat ada enam genus FMA yang sering dijumpai bersimbiosis dengan
tanaman, yaitu Glomus, Gigaspora, Scutellospora, Acaulospora,
Entrophospora dan Scleroscystis.
c. Spora dapat diidentifikasi berdasarkan ukuran dan warna spora, lapisan
dinding spora, reaksi dengan larutan Melzer (lipid droplet), ornamen spora
(dinding luar spora), dan bentuk hifa yang melekat pada dinding spora
(bulbous suspensor dan subtending hyphae, atau dudukan hifa).
d. Glomus
Spora Glomus terbentuk dari pembengkakan ujung hifa sampai
mencapai batas maksimumnya. Ujung hifa yang menggelembung itu
kemudian akan terlepas dan berubah menjadi spora. Spora berasal dari
perkembangan hifa, sehingga disebut klamidospora.
Hifa tidak jarang memiliki percabangan dan dari setiap cabang akan
terbentuk klamidospora disebut sebagai tandan spora (sporacarp).
Ukuran spora 50-100 µm
Spora berbentuk bulat dan jumlahnya banyak .
Jumlah spesies yang berhasil dikenali sebanyak 180 spesies.
Jumlah dinding spora berlapis-lapis.
Tidak bereaksi dengan Melzer.
Tidak memiliki ornament.
Ada dudukan hifa (subtending hyphae) lurus.
Warna bening, hialin (transparan), putih, kuning, dan cokelat.
e. Gigaspora
Ukuran spora 100-250 µm.
Lapisan dinding spora tipis (± 2 lapis).
Bereaksi dengan Melzer secara menyeluruh.
Tidak memiliki ornament.
Hifa membentuk bulbous suspensor atau dudukan hifa yang membulat.
Memiliki sel auksilari (auxilary cell) yang dapat dikatakan sebagai
perwujudan vesikula eksternal.
Warna kuning cerah.
f. Scutellospora
Ukuran spora 100–250 μm.
Lapisan dinding spora tipis (± 2 lapis).
Bereaksi dengan Melzer secara menyeluruh.
Memiliki ornamen berupa germination shield.
Hifa membentuk bulbous suspensor atau dudukan hifa yang membulat.
Memiliki sel auksilari (auxilary cell) yang dapat dikatakan sebagai
perwujudan vesikula eksternal.
Warna merah cokelat.
g. Acaulospora
Ukuran spora 100–200 μm.
Lapisan luar tidak bereaksi dengan Melzer.
Lapisan dalam bereaksi dengan Melzer (warna lebih gelap-merah
keunguan).
Memiliki beraneka ornamen bergantung kepada spesiesnya, misalnya
berbentuk duri pada Acaulospora spinosa dan berbentuk tabung pada A.
tuberculata.
Warna dominan merah.
Memiliki satu cycatrix sebagai tanda.
h. Entrophospora
Ukuran 100–200 μm.
Memiliki lapisan dinding spora, luar dan dalam.
Warna kuning cokelat.
Memiliki dua buah cycatrix sebagai tanda.
i. Sclerocycstis
Memiliki tandan spora (sporocarp).
Ukurannya sama dengan Acaulospora.
Lapisan dinding menggerombol.
Tidak bereaksi dengan larutan Melzer.
Ornamen berlapis dan tidak berlapis.
Lapisan dalam bereaksi dengan Melzer (warna lebih gelap-merah
keunguan).
Memiliki beraneka ornamen bergantung kepada spesiesnya, misalnya
berbentuk duri pada Acaulospora spinosa dan berbentuk tabung pada A.
tuberculata.
Warna dominan merah.
Memiliki satu cycatrix sebagai tanda.
j. Entrophospora
Ukuran 100–200 μm.
Memiliki lapisan dinding spora, luar dan dalam.
Warna kuning cokelat.
Memiliki dua buah cycatrix sebagai tanda.
k. Sclerocycstis
Memiliki tandan spora (sporocarp).
Ukurannya sama dengan Acaulospora.
Lapisan dinding menggerombol.
Tidak bereaksi dengan larutan Melzer.
Ornamen berlapis dan tidak berlapis.
D. Pembahasan
E. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Brundrett, M. C,, Bougher, N., Dells, B., Grove, T., dan Malajozuk, N. 1996.
Working with mycorrhizas in forestry and agriculture. Australian Centre
for International Agricultural Research : Canberra.
Oleh:
L. M. DARNIAWAN
M1A1 15 072
JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
VI. KULTUR SPORA TUNGGAL
A. Pendahuluan
Bahan dan alat yang digunakan meliputi Spora FMA hasil penyaringan
(sieving) dari tanah, inokulan, atau hasil kultur penangkaran, bibit tanaman inang,
media tanam steril, cawan petri plastik, kertas saring, aluminium foil, sendok,
selotip, pinset spora, pisau pemotong (cutter), spidol, kertas tissue, kertas label,
gunting, dan mikroskop stereo.
C. Prosedur Kerja
1. Ekstrak spora yang terdapat dalam tanah segar dari lapangan, medium kultur
penangkaran atau inokulum FMA yang akan diuji menggunakan prosedur
baku.
2. Kelompokan spora yang memiliki kemiripan karakteristik morfologi,
misalnya warna, diameter, ada tidaknya bulbous suspensor dan dudukan
spora, tunggal atau bergerombol, dan lain sebagainya. Setiap kelompok spora
dimasukkan kedalam cawan petri yang berisi air.
3. Siapkan wadah (tabung reaksi, cawan petri, atau wadah yang bersifat tembus
pandang) dan isi dengan media tumbuh steril basah.
4. Siapkan bibit tanaman inang dan letakkan diatas kertas saring basah dalam
cawan petri. Agar dapat dipotong ujungnya untuk menstimulasi pertumbuhan
dan percabangan akar.
5. Dengan bantuan mikroskop dan pinset spora, ambil 1 buah spora, letakkan
pada 0,5 cm dibelakang ujung akar. Pilih spora yang masih memperlihatkan
tanda-tanda kehidupan, segar, dan tidak terserang penyakit atau parasit.
6. Letakkan bibit yang akarnya telah diinokulasi dengan spora FMA pada
medium tumbuh dalam wadah. Bibit diletakkan dalam keadaan terlentang.
Jika menggunakan wadah cawan petri, ujung tanaman harus terletak tepat
dibawah lubang yang sudah disiapkan. Harus dijaga agar spora tidak jatuh
atau pindah tempat.
7. Cawan petri kemudian ditutup dan bagian sisinya ditutup rapat dengan
selotip, kecuali bagian lubang tanaman. Beri tanda dengan spidol letak spora
tersebut untuk memudahkan pengamatan berikutnya. Bungkus cawan petri
atau tabung reaksi dengan aluminium foil. Setiap lima cawan petri dapat
dibungkus dengan aluminium foil, jaga agar kedua lubang pada cawan petri
tidak tertutup oleh aluminium foil.
8. Tempelkan kertas label yang sudah ditulis kode isolat, nama tanaman inang,
tanggal dimulainya kultur, kode nama pembuat kultur, sumber contoh, dan
informasi lain yang dipandang perlu.
9. Letakkan cawan petri atau tabung reaksi pada bak plastik yang berisi air
setinggi kurang lebih 1 cm dan kemudian letakkan bak plastik tersebut dalam
ruang kultur.
10. Pengamatan dapat dilakukan setiap hari dan dicatat kapan spora mulai
berkecambah dan hal-hal lain yang terjadi selama pembuatan kultur.
11. Pemupukan dilakukan dengan menyiram larutan hara berkadar P rendah dan
N tinggi, misalnya hiponeks merah (1 g per 2 L air) dengan periode 1 minggu
2 kali (misalnya setiap Senin dan Kamis atau 1 minggu sekali dengan dosis 1
g per L air.
12. Pemangkasan dilakukan 2 minggu atau sebulan sekali, bergantung kepada
kerimbunan tanaman. Jika menggunakan Pueraria, utamakan membuang
sulur-sulur karena dapat mengganggu pengambilan kultur. Tujuan
pemangkasan adalah untuk merangsang sporulasi.
D. Pembahasan
E. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Tamin, R. P., Nursanti dan Albayudi. 2012. Identifikasi Jenis dan Perbanyakan
Endomikoriza Lokal Di Hutan Kampus Universitas Jambi. Vol. 14, No. 2
(43-46).
Walker C., C.W. Mize dan H.S. Mcnabb Jr., 1982. Population of endogonaceus
at two location in Central Iowa. Canadian J. of Bot 60: 2518-2529.