Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PRAKTIKUM

APLIKASI BIOTEKNOLOGI PUPUK HAYATI

I. “Teknik pengumpulan fungi mikoriza arbuskula (eksplorasi alam)”

Oleh:
L. M. DARNIAWAN
M1A1 15 072

JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
I. TEKNIK PENGUMPULAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA
(EKSPLORASI ALAM)

A. Pendahuluan

Fungi mikoriza arbuskula (FMA) dapat berasosiasi dengan sebagian besar


tumbuhan yang termasuk Angiospermae, Gymnospermae, Plevidovila, dan
Breyopita. Menurut Smith dan Read (1998), 83% tanaman kelompok
Dicotyledonous dan 79% kelompok monocotyledonous berasisiasi dengan FMA.
Sebelumnya Mayer (1973) menyebutkan bahwa sebagian besar tumbuh-tumbuhan
berasosiasi dengan FMA dan hanya 3 % tumbuhan saja yang berasosiasi dengan
ektomikoriza.
Jenis tumbuhan potensial seperti Leguminosa dan Gymnospermae pada
umumnya bermikoriza (berasosiasi dengan FMA) walaupun tingkat kerapatannya
berbeda. Tanaman yang bermikoriza adalah singkong, anggur, jeruk, kakao,
tembakau, kapas, tebu, kopi, teh, papaya, cabe, kacang-kacangan, sengon, Acacia
mangium, mahoni, dan sebagainya.
Secara global FMA dapat dijumpai di daerah tropis, temperate dan artik
dan pada berbagai jenis tanaman. Tampaknya untuk menemukan sebagaian besar
infeksi/kolonisasi FMA adalah pada akar-akar rambut yang halus (Hayman,
1970).
Spora FMA biasanya banyak ditemukan pada akhir atau pada pertengahan
musim tumbuh. Hal ini disebabkan bahwa produksi spora FMA akan
meningkatkan jika pertumbuhan akar akan menjadi lambat atau berhenti.
Selanjutnya kolonisasi akar oleh FMA akan mencapai maksimum pada akhir
musim tumbuh.
Jika kegiatan eksplorasi atau pengumpulan spora FMA dilakukan pada
lahan-lahan pertanian yang secara intensif ditanami, maka waktu eksplorasi yang
paling baik adalah pada akhir musim kemarau.
Tujuan: Untuk mendapatkan bahan analisis fungi mikoriza arbuskula.
B. Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan meliputi sekop atau cangkul, pisau belati,
kantong plastic, spidol, kertas label, GPS, kamera, pena dan buku catatan.

C. Prosedur Kerja

1. Menemukan luasan daerah yang akan ditelaah potensi FMAnya dan


memperhatikan sebaran nabatah, kelerengan, budi daya tanaman, dan
sebagainya.
2. Mengambil titik dengan menggunakan GPS pada setiap pohon yang akan
dijadikan contoh.
3. Mengambil contoh tanah dan akar dari rizosfer setiap jenis tumbuhan yang
ada di lapangan dengan menggunakan skop kecil tanah hingga kedalaman 20
cm.
4. Contoh tanah diambil sebanyak 250 gr dari 4 titik arah mata angin sehingga
diperoleh 1 kg contoh tanah dari setiap jenis tumbuhan pionir.
5. Contoh tanah dimasukan kedalam plastik sampel yang telah diberikan label.
6. Contoh akar dicuci dengan air bersih dan direndam dengan KOH 2% dan
dimasukan kedalam botol vial yang telah diberikan label.
7. Kemudian contoh tanah dan akar dibawa ke laboratorium.
8. Mengambil dokumentasi.
D. Hasil dan Pembahasan

1. Hasil
Pada praktikum  ini sksplorasi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)
dilakuakan pada rizhosfer Rawa (Nauclea orientalis )Pengambilan sampel tanah
dilakukan secara nonproporsional dengan mengambil 5 sampel tanah dengan jenis
tanaman yang sama . Hasil pada praktikum ini disajikan dalam bentuk tabel
sebagai berikut:
Tabel 1. Pengambilan sampel tanah
No Nama Jenis Titik Koordian
1 Lonkida ( Naucela orientalis ) -
2 Lonkida ( Naucela orientalis ) -
3 Lonkida ( Naucela orientalis ) -
4 Lonkida ( Naucela orientalis ) -
5 Lonkida ( Naucela orientalis ) -

2. Pembahasan
Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) sebagai agensi hayati pada jenis
tanaman dapat membantu dalam meningkatkan efisiensi penyerapan unsur hara.
FMA banyak menyebar terutama pada famili gramineae dan leguminosae serta
memiliki tempat hidup yang khusus atau memiliki inang yang spesifik. Ada
beberapa jenis FMA menunjukkan spesifikasi untuk memilih dan berasosiasi
dengan jenis inang tertentu (Setiadi, 1990 dalam Ansiga et all. 2017).
Pengambilan sampel tanah dan akar untuk eksplorsi FMA dilakukan di
secara diagonal yang berjumlah sebanyak 5 sampel. Masing-masing sampel
diambil sebanyak 100 gram di sekitar perakaran, jarak pengambilan 10-50 cm dari
pangkal batang dengan kedalaman 0-30 cm, pada setiap sampel diambil 100 gram,
di komposit dan dimasukan dalam kantong plastik, serta pengambilan sampel akar
dilakukan dengan cara memotong bagian ujung akar yang masih muda
(Suamba et all. 2014).
Sampel tanah diambil secara sistematis dari dari tempat yang berbeda
dengan kedalaman 0-20 cm dan kemudian dicampur secara merata. Dari
campuran tersebut, diambil sampel dengan berat total satu kilogram berat kering
udara, dan dari 100 g tanah dari masing-masing sampel digunakan untuk
identifikasi spora (Kumalawati et all. 2014).
Berdasarkan yang praktikum yang telah dilakukan, pengambilan sampel
tanah dan akar di lakukan pada lahan hutan rawa, di bawah tegkan lonkida
(Nauclea orientalis). Pengambilan sampel dilakukan secara proposional pada 5
tegakan lonkida (Nauclea orientalis) dengan pengambilan 4 titik pada sekitaran
pohon. Pengambilan sampel tanan dan akar dilakukan pada kedalaman 0 -20 cm.

3. Kesimpulan

Adapun kesimpulan pada praktikm in yaitu bahwa eksplorasi Fungi


Mikoriza Arbuscula (FMA) sangat penting dilakukan agar dapat mengetahui dan
mendapatkan fungi mikoriza arbuscula yang efektif

DAFTAR PUSTAKA
Ansiga, R. A., Rumambi, A., Kaligis, D., Mansur, I dan Kaunang, I. 2017.
Eksplorasi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) pada Rizosfir Hijauan
Pakan. Jurnal Zootek. Vol. 37, No. 1 : 167 – 178.

Kumalawati, Z., Musa, Y., Amin, N., Asrul, L. A dan Ridwan, I. 2014.
Exploration Of Arbuscular Mycorrhizal Fungi From Sugarcane
Rhizosphere In South Sulawesi. International Journal Of Scientific &
Technology Research. Vol 3. ISSN: 2277-8616.

Suamba, I. W., Wirawan, I. G. P dan Adiartayasa, W. 2014. Isolasi dan


Identifikasi Fungi Mikoriza Arbuskular (Fma) secara Mikroskopis pada
Rhizosfer Tanaman Jeruk(Citrus sp.) di Desa Kerta, Kecamatan Payangan,
Kabupaten Gianyar. Jurnal Agroekoteknologi Tropika. Vol. 3, No. 4.
ISSN: 2301-6515.

LAPORAN PRAKTIKUM
APLIKASI BIOTEKNOLOGI PUPUK HAYATI
II. “Pewarnaan Akar”

Oleh:
L. M. DARNIAWAN
M1A1 15 072

JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
PENGAMATAN KOLONISASI FMA
II. PEWARNAAN AKAR
A. Pendahuluan
Pada setiap penelitian FMA, perhitungan kolonisasi akar sudah merupakan
hal yang harus dilakukan. Perhitungan kolonisasi akar adalah salah satu cara
memastiakan adanya asosiasi FMA atau tiadak dan juga akan memberikan
gambaran derajat atau intensitas akar yang terkolonisasi oleh FMA. Akar yang
terkolonisasi FMA juga berkorelasi dengan perlakuan-perlakuan yang diberiakan
dalam suatu penelitian FMA.
Tidak seperti pada ektomikoriza dimana kolonisasinya terjadi diluar akar,
pada FMA untuk dapat melihat kolonisasi akar harus melalui pengamatan
makroskopik. Sebelumnya akar-akar yang akan diamati kolonisasinya harus diberi
perlakuan pewarnaan terlebih dahulu.
Metoda yang digunakan untuk pembersihan dan pewarnaan akar telah
dikembangkan oleh Phyllip dan Hayman (1970). Namun, kelemahan dari metoda
ini adalah penggunaan zat-zat kimia yang berbahaya, seperti phenoldan choral
hydrat. Zat-zat ini sering bersifat racun pada suhu kamar sehingga pada waktu
melakukan pekerjaan ini harus dilakukan di Fome hood. Karmanik et al. (1980)
telah mengembangkan metoda Phyllip dan Hayman dengan mengurangi zat-zat
yang bersifat racun, seperti phenol dan choral hydrat.
Tujuan : untuk mengetahui struktur FMA pada akar tumbuhan.

B. Bahan dan Alat

1. Air deionisasi atau air destilata.


2. KOH 10% (bobot/volume): masukkan 100 g KOH dalam labu takar 1.000 ml,
lalu tambahkan air deionisasi atau air destilata sampai tanda garis.
3. HCl 2% (volume/volume): tuang 10 ml HCl pekat dalam labu takar 1.000 ml,
lalu tambahkan air destilata sampai tanda garis.
4. Larutan H2O2 alkalin: campurkan 3 ml NH4OH + 30 ml H2O2 10% dan 567
ml air destilata.
5. Larutan laktofenol: campurkan 250 ml asam laktat + 300 g fenol + 250 ml
gliserin + 300 ml air destilata.
6. Larutan pewarna biru tripan: 1 l larutan laktogliserol + 0,5 g biru tripan
(0,05%).
7. Botol film, botol pereaksi, pinset, gunting, oven, stereo mikroskop.

C. Prosedur Kerja (Rajapakse dan Miller (1992)

1. Prosedur kolonisasi akar menggunakan metode dasar yang dikembangkan


dari Brundrett et al. (1996) dengan beberapa modifikasi.
2. Dipilih akar-akar halus segar dari contoh akar tumbuhan.
3. kemudian akar tersebut dicuci sampai bersih.
4. Lalu dimasukan kedalam KOH 10% selama 1 jam pada suhu 90oc.
5. Larutan KOH kemudian dibuang dan contoh akar dicuci dengan air mengalir
sampai bersih.
6. Kemudian akar direndam pada latutan HCL 2% selam 30 menit.
7. Larutan dibuang selanjutnya contoh akar direndam dalam larutan staining
(safranin 0,05% + Glyscrol 70% + aquades 30%) selama 24 jam.
8. Setelah itu larutan staining dibuang kemudian akar dimasukkan dalam larutan
gliserol 50%.

D. Pembahasan

Pengamatan kolonisasi akar FMA pada tanaman menggunakan tek-nik


pewarnaan akar sebagai berikut: 1) mencuci akar sampai bersih dengan air
destilata. Pencucian dilakukan sebanyak 3 kali sampai sudah cukup bersih. 2)
kemudian akar direndam dalam KOH 10% dan dimasukkan ke dalam waterbath,
dikukus dengan suhu 80º C selama 10 menit. 3) bila akar masih tetap berwarna
kelam, KOH diganti dengan yang baru dandikukus kembali dalam waterbath ± 5
menit. 4) selanjutnya akar dicuci dengan air mengalir 3-5 kali, dengan
menggunakan penyaring teh sebagai wadah. 5) kemudian akar direndam dalam
larutan HCL 1% selama ± 2 hari dan kemudian dikukus kembali selama 10 menit
dalam waterbath pada suhu 800 C. 6) larutan HCL dibuang dan diberi pewarna
thrypan blue 0,05%. Kemudian dikukus kembali dalam waterbath selama 5 menit
dan dibiarkan dingin selama 4 hari. 7) akar dipotong sepanjang 2 cm dan
kemudian diletakkan berjajar pada gelas objek. Setiap 5 potong akar ditutup
dengan sebuah cover glass. Setelah pewarnaan selesai, kemudian diamati setiap
potong akar di bawah mikroskop. Pada buku pengamatan, diberikan tanda minus
(-) untuk setiap bidang pandang yang tidak ada struktur mikorizanya (hifa,
arbuskula, vesikel ataupun spora intraradikal) (Natalia, 2016).
Akar tanaman diambil bagian ujung (masih aktif tumbuh) dan dipotong
sepanjang 2 cm. Bagian yang paling ujung sepanjang 1 cm dibuang, sisanya (1
cm) yang digunakan. Selanjutnya, potongan akar dibersihkan dengan air,
kemudian disimpan dalam formalin acero alkohol (FAA) untuk fiksasi sebelum
pengecatan selama 1 hari. Setelah itu direndam dengan KOH 10% dipanaskan
dengan autoklaf selama 15-20 menit pada suhu 1210 C, sesudah itu dicuci dengan
air, dan diputihkan dengan hidrogen peroksida alkali. Dicuci kembali dengan air,
setelah itu diasamkan dengan HCl 1%. Setelah itu direndam dalam larutan cat
trypan blue dengan konsentrasi 0,05% w/v dalam laktogliserol, dan dipanaskan
dalam autoklaf pada suhu 1210 C selama 15 menit. Kemudian cat dibuang dan
direndam dalam laktogliserol selanjutnya dipreparasi diatas kaca objek. Setiap
kaca objek terdiri dari sepuluh akar. Kemudian diamati dengan mikroskop
(Brundrett et al., 1996).
Pewarnaan akar mengacu metode dengan tahapan pewarnaan yaitu 1) akar
dicuci hingga bersih dengan air destilata; 2) akar direndam dalam KOH 20 %
selama 48 jam; 3) akar dicuci dengan air hingga bersih dengan menggunakan
saringan, kemudian direndam pada HCl 0.1 M; 4) tanpa dicuci akar direndam
pada larutan larutan trypan blue selama 48 jam; 5) akar direndam dengan larutan
destaining selama 24 jam; 6) akar dipotong dengan ukuran 1 cm, kemudian akar
disusun sejajar pada gelas objek dan ditutupi dengan kaca penutup
(Clapp et al. 1996).
Berdasarkn praktikum yang telah dilakukan pada akar tanaman lonkida
(Nauclea orientalis) bahan yang digunakan dalam perwarnaan akar yaitu KOH 10
%, HCL 2 % dan Trypen Blue. Pewarnaan akar dilakukan dengan cara mencuci
akar sampai bersih kemudian menggunting akar dengan ukuran 1 cm, lalu
direndam dengan KOH 10 % selama 24 jam, setalah 24 jam akar tanaman di cuci
dengan air bersih lalu direndam dengan larutan HCL 2 % selama 30 menit, setalah
direndam selama 30 menit di cuci kembali dengan air lalu di rendam kembali
dengan larutan Trypen Blue selama 24 jam.

E. Kesimpulan

Adapun kesimpulan pada praktikum ini yaitu identifikasi mikoriza


arbuskula (FMA) dilakukan berdasarkan karakteristik morfologi spora seperti
bentuk spora, susunan spora, bentuk hifa, ukuran spora dan warna spora.

DAFTAR PUSTAKA
Brundrett, M. C,, Bougher, N., Dells, B., Grove, T., dan Malajozuk, N. 1996.
Working with mycorrhizas in forestry and agriculture. Australian Centre
for International Agricultural Research : Canberr

Clapp JP, Fitter AH, Merryweather JW. 1996. Arbuskular mycorrhizas. In: Hall
GS, Lasserre P, Hawksworth DL, Editor. Methods for the Examination of
Organismal Diversity in Soils and Sediments. Wallingford, Oxon (UK).
CAB International.

Natalia, N. 2016. Eksplorasi Fungi Mikoriza Arbuskula (Fma) Di Hutan


Pendidikan Mangrove Unila Desa Margasari Kabupaten Lampung Timur
[Skripsi]. Universitas Lampung.Lampung.

PENUNTUN PRAKTIKUM
APLIKASI BIOTEKNOLOGI PUPUK HAYATI

III. “Perhitungan Kolonisasi FMA”

Oleh:
L. M. DARNIAWAN
M1A1 15 072

JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
III. PERHITUNGAN KOLONISASI FMA
A. Pendahuluan
Ada beberapa metoda yang digunakan untuk menghitung persentase
kolonisasi FMA pada akar tanaman inang setelah dilakukan pewarnaan.
Giovannetti dan Mosse (1980) menggunakan beberapa metoda, yaitu metode
visual assay, metode slide length, metode slide ±, dan metode gridline intersect.
Dari keempat metoda untuk menghitung kolonisasi FMA pada perakaran
tanaman yang disebutkan diatas dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu metoda
non sistematika dan metode sistematika.
Tujuan : Untuk mengetahui tingkat kolonisasi FMA pada akar tumbuhan.
B. Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan yaitu akar yang telah diwarnai, sedangkan
peralatan yang diperlukan meliputi cawan petri, mikroskop stereo, guntung
khusus untuk akar dan pinset.
C. Prosedur Kerja
1. Penghitungan kolonisasi FMA menggunakan metode panjang akar terinfeksi
(Giovannetti dan Mosse 1980).
2. Akar yang sudah diwarnai selanjutnya diambil 10 sampel akar dengan
panjang + 1 cm dan disusun pada kaca preparat.
3. Potongan-potongan akar pada kaca preparat diamati uiituk setiap bidang
pandang.
4. Bidang pandang yang menunjukkan terkolonisasi (hifa eksternal, hifa
internal, hith coil, vesikula dan arbuskula) diberi landa (+) sedangkan yang
tidak terkolonisasi diberi tanda negatif (-).
5. Persentase akar yang terkolonisasi FMA dihitung berdasarkan rumus berikut:

% akar terkolonisasi=
∑ bidang pandang bermikoriza x 100 %
∑ bidang pandang yang diamati

Aras kolonisasi dikategorikan sebagai berikut.


Rajapakse dan Miller (1992) O'Connor et al. (2001)
Persen Kolonisasi Kategori Persen Kolonisasi Kategori
0-5 Kelas 1 0 Tidak terkolonisasi
6-25 Kelas 2 < 10 Rendah
26-50 Kelas 3 10-30 Sedang
51-75 Kelas 4 >30 Tinggi
75-100 Kelas 5

D. Hasil Dan Pembahasan

1. Hasil
Adapun hasil pada praktikum ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Sampel 1
No Atas Tengah Bawah
1 + - -
2 - - -
3 - - -
4 + - -
5 + + +
6 - - -
7 - - -
8 - - -
9 - - -
10 - - -

% akar terkolonisasi=
∑ bidang pandang bermikoriza x 100 %
∑ bidang pandang yang diamati

5
= x 100%
30
=0,166x 100%
=16,6 %

Tabel 2. Sampel 2
No Atas Tengah Bawah
1 - - -
2 - - -
3 - - -
4 - - -
5 + - +
6 + + -
7 - - -
8 - - -
9 - - -
10 + - +

% akar terkolonisasi=
∑ bidang pandang bermikoriza x 100 %
∑ bidang pandang yang diamati

6
= x 100%
30
=0,2 x 100%
=20 %

Tabel 3. Sampel 3
No Atas Tengah Bawah
1 - + -
2 + - +
3 - - +
4 - + -
5 - - -
6 - - -
7 - - -
8 + - -
9 - + +
10 - + -

% akar terkolonisasi=
∑ bidang pandang bermikoriza x 100 %
∑ bidang pandang yang diamati

9
= x 100%
30
=0,3 x 100%
=30 %

Tabel 4. Sampel 4
No Atas Bawah Tengah
1 - - -
2 - - -
3 - - +
4 - - -
5 - - -
6 - - +
7 - - -
8 - - -
9 - - -
10 + - -

% akar terkolonisasi=
∑ bidang pandang bermikoriza x 100 %
∑ bidang pandang yang diamati
3
= x 100%
30
=0,1 x 100%
=10 %

Tabel 5. Sampel 5
No Atas Bawah Tengah
1 + + -
2 - - -
3 - - -
4 - - +
5 - - -
6 - - +
7 - + +
8 + + +
9 - + -
10 - - -

% akar terkolonisasi=
∑ bidang pandang bermikoriza x 100 %
∑ bidang pandang yang diamati

10
= x 100%
30
=0,33 x 100%
= 33 %

E. Pembahasan

Pengamatan kolonisasi FMA pada akar tanaman contoh dilakukan melalui


teknik pewarnaan akar. Metode yang digunakan untuk pembersihan dan
pewarnaan akar. Langkah pertama adalah memilih akar-akar halus dengan
diameter 0,5-2,0 mm segar dan dicuci dengan air mengalir hingga bersih
(Zulfred et all. 2015).
Pewarnaan sampel dilakukan dengan metode pengecatan. Sampel akar
dipotong lalu dicuci dengan menggunakan aquadest, kemudian direndam pada
larutan FAA (formalin, asam asetat dan aquades dengan perbandingan 5:90:5
(v:v:v) selama 1 jam, lalu dibilas lagi dengan aquades. Selanjutnya dilakukan
penjernihan dengan merendam akar dalam larutan KOH 10% pada suhu 90°C
selama 1 jam atau 24 jam pada suhu kamar, kemudian akar tersebut dicuci
kembali dengan aquadest. Selanjutnya, akar direndam dalam larutan HCl 1%
selama 24 jam, lalu dibilas lagi. Tahap selanjutnya adalah staining atau pewarnaan
sampel dengan tryphane blue 0,05% selama 24 jam. Setelah dilakukan destaining
dengan merendam sampel akar pada larutan laktogliserol untuk menghilangkan
warna biru pada permukaan akar, akhirnya sampel akar tersebut diamati
(Kormanik dan Graw, 1984).
Pencucian, pewarnaan akar yang bermikoriza serta perhitungan kolonisasi
berdasarkan. Pertama-tama, sampel akar dipisahkan dari akar utama setelah
pembersihan dan penimbangan dilakukan. Selanjutnya akar dicuci (untuk
memisahkan kandungan sitoplasma sel) dengan menggunakan 10% KOH panas
selama 5-10 menit. Setelah itu akar dicuci dengan 2% HCl selama 15-20 menit
karena pewarna yang digunakan dalam prosedur ini bersifat masam
(Brundett et all. 1993).
Penghitungan infeksi mikoriza dilakukan dengan metode slide
(Brundrett et al., 1996). Sampel akar dipotong-potong sepanjang 1 cm dan disusun
secara berderet pada gelas obyek sebanyak 30 potong akar untuk setiap jenis
tanaman. Keberadaan endomikoriza pada akar tanaman diketahui dengan melihat
adanya struktur hifa eksternal, hifa internal, vesikula, arbuskula dan spora dari
sampel akar yang diamati di bawah mikroskop. Selanjutnya persentase akar yang
terinfeksi dihitung dengan menggunakan rumus :

% akar terkolonisasi=
∑ bidang pandang bermikoriza x 100 %
∑ bidang pandang yang diamati
Beradasan pengamantan yang dilakukan pada akar tanaman lonkida
(Nauclea orientalis), diketahui bahwa perhitungan kolonisasi pada sampel
pertama terdapat 5 hifa internal, sampel kedua terdapat 6 hifa yaitu yang terdiri
dari 1 hifa eksternal dan 5 hifa internal, sampel ketiga 9 hifa yang terdiri dari 1
hifa eksternal dan 8 hifa internal, sampel keempat terdapat terdapat 3 hifa internal,
dan pada sampel kelima terdapat 10 hifa yaitu hifa internal. Sedangkn untuk
persentase klonisasi FMA pada sampel pertama yaitu sebesar 16,6 %, sampel
kedua 20 %, sampel ketiga 30 %, sampel keempat 10 % dan sampel kelima
sebesar 33 %.

F. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat saya simpulkan pada praktikum in yaitu


hifa yang terdapat pada akar tanaman lonkida (Nauclea orientalis) yaitu hifa
internal dan hifa eksternal dengan jumlah yang berfariasi serta persentase
klonisasi yang berbeda pada setiap sampel yang telah di amati.

DAFTAR PUSTAKA

Brundett, M., L. Peterson, L. Melville, H. Addy, T. McGonigle, and G. Schafer.


1993. Anatomy Workshop Handbook. Ninth North American Conference
on Mycorrhizae. Guelp, Ontario Canada.

Brundrett, M., N. Bougher., B. Dell, T. Grove dan N. Malajczuk. 1996. Working


with mychorrizas in forestry and Agriculture. ACIAR Monograph.
Canberra.

Kormanik, P.P and A. –C. Mc.Graw. 1984. Quantification of Vesicular–


Arbuscular Mycorrhizae in Plant Roots. In: Methods and Principles of
Mycorrhizal Research (N. C. Schenck, Ed). 1984. The American
Phytopathological Society, Minnesota. pp: 37 – 45.)

Zulfredia., Elfiatib, D dan Delvianb. 2015. Status dan Keanekaragaman Fungi


Mikoriza Arbuskula (FMA) pada Lahan Produktif dan Lahan Non
Produktif. Universitas Sumatera Utara. Medan.
PENUNTUN PRAKTIKUM
APLIKASI BIOTEKNOLOGI PUPUK HAYATI

IV. “Isolasi Spora FMA”

Oleh:
L. M. DARNIAWAN
M1A1 15 072
JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
PENGAMATAN SPORA FMA
IV. ISOLASI SPORA FMA

A. Pendahuluan

Beberapa teknik telah digunakan untuk mengisolasi spora FMA, akan tetapi
sebagian dasar dari semua teknik isolasi yang digunakan adalah teknik
penyaringan basah (wet sieving) dari Gardemann dan Nicholson (1963). Teknik
penyaringan basah dimaksudkan untuk memisahkan pasir, liat dan bahan organic
lain yang menempel pada spora melalui berbagai macam ukuran saringan. Teknik
ini relative cepat, akan tetapi apabila spora dalam sampel tanah jumlahnya sedikit
maka diperlukan kegiatan pemurnian lebih lanjut melalui trapping.
Tujuan : untuk mengeksplorasi potensi fungi mikoriza arbuskula yang ada di
rhizozfer tanaman tertentu pada suatu lokasi dan waktu tertentu.
B. Bahan dan Alat

1. Contoh tanah komposit dari lapangan


2. Air
3. Sukrosa 60% bobot/volume (larutkan 60 g gula pasir dengan 100 ml air).
4. Satu set penyaring (sieve) berukuran garis tengah mata saring 700 μm, 450
μm, 250 μm, 125 μm, 63μm, dan 45 μm. Alat penyaring yang digunakan
dapat disesuaikan berdasarkan ketersediaan di laboratorium.
5. Piala gelas (beaker glass) 500/1.000 ml atau bekas botol air mineral
berukuran volume 1 l.
6. Wadah/ ember kecil
7. Botol film atau tabung sentrifugasi.
8. Cawan Petri.
9. Pinset spora.
10. Mikroskop stereo.

C. Prosedur Cara

1. Teknik yang digunakan dalam mengisolasi spora FMA adalah teknik tuang –
saring dari Pacioni (1992) dan dilanjutkan dengan teknik sentrifugasi dari
Brundrett et al. 1996.
2. Mencampurkan sampel tanah sebanyak 50 g dengan 200–300 ml air dan
diaduk.
3. Biarkan beberapa saat hingga tanah mengendap lallu saring dalam satu set
saringan dengan ukuran 670 µm, 125 µm dan 45 µm secara berurutan dari
atas ke bawah.
4. Bahan (suprenatan) yang tersimpan pada saring 125 µm dan 45 µm,
selanjutnya dipindahkan ke dalam tabung sentrifuse ditambah dengan glukosa
60% (w/v).
5. Tabung sentrifuse ditutup rapat dan disentrifuse dengan kecepatan 2500 rpm
selama 3menit.
6. Selanjutnya larutan supernatan tersebut dituang ke dalam saringan 45 µm dan
dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan glukosa.
7. Endapan yang tersisa dituangkan ke dalam cawan petri.
8. Kemudian diamati di bawah mikroskop compound untuk menghitung
populasi spora dan pembuatan preparat guna keperluan identifikasi.

D. PEMBAHASAN

Isolasi spora FMA dilakukan untuk menduga genus FMA. Isolasi spora
dilakukan dengan teknik penyaringan basah. Hasil saringan pada ukuran 125 µm
dan 63 µm diamati dan dihitung jumlah spora serta dikarakterisasi sampai tingkat
genus menggunakan larutan melzer’s. Dalam mengkarakterisasi spora yang
diamati adalah bentuk spora, warna spora, lekatan tangkai hifa dan tekstur
permukaan spora (Brundrett et al., 1994).
Isolasi spora dilakukan agar spora terpisah dari sampel tanah sehingga
karakteristik spora FMA dan jumlahnya dapat diketahui. Untuk mengetahui
karakteristik spora FMA, maka dilakukan teknik penyaringan basah
(Brundett et al., 1994).
Prosedur kerja teknik penyaringan basah adalah mencampurkan tanah
sampel sebanyak 200 gr dengan 1000-1200 ml air dan diaduk merata. Selanjutnya
disaring dalam satu set saringan dengan ukuran 710 μm, 425 μm, 125 μm dan 45
μm secara berurutan dari atas ke bawah. Dari saringan bagian atas disemprot
dengan air kran untuk memudahkan bahan saringan lolos. Kemudian saringan
paling atas dilepas dan saringan kedua kembali disemprot dengan air kran. Tanah
yang tersisa pada saringan 425 μm, 125 μm dan 45 μm dipindahkan ke dalam
tabung sentrifuse. Kemudian ditambahkan aquades sebanyak 25 mL dan
disentrifuse dengan kecepatan 2000 RPM selama 5 menit (Pacioni, 1992).
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan yaitu teknik yang digunakan
dalam isolasi spora FMA adalah teknik tuang saring, dengan mencampurkan
sampel tanah dengan air kemudian diaduk. Diamkan bebeapa saat hingga tanah
mengendap, lalu disaring pada beberapa saringan dengan ukuran saringan yang
berbeda-beda. Bahan yang tersimpan pada saringan selanjutnya dipindahkan
kedalam tabung sentrifuse dan ditambah dengan glukosa. Tabung sentrifuse
ditutup dan kemudian diamati kedalam micoskop untuk menghitung populasi
spora.

E. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan pada praktikum ini yaitu untuk melihat jenis FMA
yang terdapat pada tegakan lonkida (Nauclea orientalis) yang berada pada
lokasi hutan alam, serta teknik yang dapat digunakan untuk eksplorasi FMA yaitu
teknik tumpah saring.
DAFTAR PUSTAKA

Brundrett M, Boucher N, Dell NB, Gove T and Malajezuk N. 1994.Working with


Mycorrhizas in Forestry and Agliculture. Kaipang Cina. dalam
International Mycorrhizal Workshop.

Brundrett M, Bougher N, Grove T, Malajezuk N. 1996. Working With


Mycorrhizas in Forestry and Agriculture. Australia : ACIAR Monograph.

Pacioni, G. 1992. “Wet sieving and decanting techniques for the extraction of
spores of VA mycorrhyzal fungi”. Methods in Microbiology. Academic
Press Inc. San Diego 24: 317-322.
PENUNTUN PRAKTIKUM
APLIKASI BIOTEKNOLOGI PUPUK HAYATI

V. “Identifikasi Spora FMA”

Oleh:
L. M. DARNIAWAN
M1A1 15 072
JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
V. IDENTIFIKASI SPORA FMA

A. Pendahuluan

Fungi mikoriza arbuskula (FMA) merupakan cendawan yang


penyebarannya sangat luas di dunia mulai dari daerah padang pasir, temperate,
tropika dan dapat berasosiasi dengan lebih dari 90% tumbuhan yang ada di bumi
(Hayman, 1981). FMA telah ditemukan dalam akar tumbuhan lebih dari 100
tahun yang lalu, tetapi struktur reproduktinya baru diketahui 30 tahun terakhir.
Berbara Mosse (1962) dan Gardemann (1955) mengekstraksi FMA dan
menumbuhkanya pertama kali pada tanaman hidup di pot kultur.
Semua FMA tidak mempunyai sifat morfologi dan fisiologi yang sama,
oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui identitasnya. Walaupun
cendawan ini mempunyai sebaran inang yang sangat luas, cendawan ini
mempunyai pengaruh yang spesifik juga terhadap jenis tanaman yang terinfeksi.
Disamping itu cendawan ini juga sangat bervariasi pengaruhnya pada kultivar
dalam satu jenis tanaman dan dapat berbeda juga pengaruhnya terhadap tanaman
dalam ekosistem dan jenis tanah yang berbeda dan dalam jenis tanah yang sama
tetapi berbeda sifat biologi, kimia dan fisiknya. Oleh karena itu sangat penting
dilakukan identifikasi diantara para peneliti di daerah atau Negara lain.
Untuk mengidentifikasi sampai ketingkat jenis (spesies) diperlukan
pengalaman yang banyak dan pengenalan terhadap macam-macam dinding spora.
Namun pada petunjuk ini hanya diperkenalkan idendifikasi sampai tingkat genus
yang tidak terlalu sulit.
Salah satu langkah yang harus dikuasai untuk mengidentifikasi spora FMA
adalah pembuatan preparat slide. Preparat slide yang digunakan akan
memudahkan melihat sifat-sifat spora atau cirri-ciri spesifik dari spora tersebut.
Dalam pembuatan preparat tidak diperkenankan terdapat gelembung-
gelembung udara dibawah penutup slide (cover slip) dan setiap sisi dari penutup
slide harus dilem dengan hati-hati menggunakan cutex. Pada 1/3 bagian dari gelas
slide digunakan untuk menempelkan label yang mencatat informasi tentang kapan
dan oleh siapa slide tersebut dibuat, bahan preparat yang digunakan , sumber dan
identitas specimen, dan lain-lain.
Tujuan : Mengidentifikasi jenis FMA berdasarkan ukuran, warna, ornament, dan
reaksi spora terhadap larutan Melzer dan PVLG.

B. Bahan dan Alat

1. Spora hasil penyaringan.


2. Larutan PVLG (polyvinil lactoglycerol): Larutkan 8,33 g polivinil alkohol
dalam campuran 50 ml asam laktat, 5 ml gliserin, dan 50 ml air destilata.
3. Larutan Melzer: Larutkan 1,5 g Iodine dan 5 g KI (potassium iodine) dengan
100 ml air destilata. Campurkan larutan tersebut dengan larutan PVLG
dengan nisbah 1:1 (volume:volume).
4. Tissue dan kertas millimeter blok
5. Pinset spora, pipet mikro, object glass, cover slip, piala gelas, dan tusuk gigi.
6. Mikroskop stereo dan Mikroskop compound.

C. Prosedur Kerja

1. Populasi Spora
a. Populasi spora ditentukan berdasarkan jumlah spora hasil penyaringan
(sieving).
b. Siapkan cawan petri dan kertas millimeter blok.
c. Tuangkan hasil penyaringan spora (air bercampur spora) ke cawan petri
tersebut.
d. Hitung jumlah spora dengan bantuan mikoskop pada setiap bidang
pandang sampai seluruh cawan petri teramati. Jumlah spora dinyatakan
dalam jumlah spora per 100 g tanah.
2. Pengelompokan (Grouping)
a. Siapkan cawan petri dan kertas millimeter blok.
b. Tuangkan hasil penyaringan spora (air bercampur spora) ke cawan petri
tersebut.
c. Amati spora dan kemudian ambil spora dengan pinset spora atau tusuk gigi
berdasarkan ciri morfologi kelompoknya (ukuran, warna, lapisan dinding
sel, ornamen, dan bentuk hifa yang melekat pada dinding spora).
d. Letakkan setiap kelompok spora pada cawan petri yang berbeda.
e. Hasil pengelompokan dapat diberi nama sementara genus FMA dengan
ciri spesifik misalnya Acaulospora kemerahan, Gigaspora kuning, Glomus
kecil cokelat, atau Glomus besar kekuningan.
3. Pembuatan Preparat Kering (Mounting)
a. Siapkan object glass pada bagian sebelah kiri, teteskan larutan PVLG dan
bagian sebelah kanan teteskan larutan Melzer.
b. Letakkan 5–10 spora sejenis pada setiap tetes larutan tersebut, kemudian
masing-masing bagian ditutup dengan cover slip.
c. Pecahkan spora dengan cara menekan permukaan cover slip dengan tusuk
gigi.
d. Letakkan object glass di bawah mikroskop compound.
e. Bila sudah kering, olesi tepi cover slip dengan cutex jernih agar cover slip
tidak lepas, sekaligus mencegah masuknya kotoran.
f. Amati ciri morfologi spora yaitu berdasarkan ukuran, warna, lapisan
dinding sel, ornamen, dan bentuk hifa yang melekat pada dinding spora
(bulbous suspensor, dudukan hifa, atau subtending hyphae).
g. Ambil gambar spora dengan kamera digital.
4. Identifikasi FMA
a. Berdasarkan identitas morfologinya, mikoriza dapat diidentifikasi sampai
tingkat genus. Identifikasi sampai aras spesies memerlukan keahlian dan
ketelitian yang lebih tinggi.
b. Tercatat ada enam genus FMA yang sering dijumpai bersimbiosis dengan
tanaman, yaitu Glomus, Gigaspora, Scutellospora, Acaulospora,
Entrophospora dan Scleroscystis.
c. Spora dapat diidentifikasi berdasarkan ukuran dan warna spora, lapisan
dinding spora, reaksi dengan larutan Melzer (lipid droplet), ornamen spora
(dinding luar spora), dan bentuk hifa yang melekat pada dinding spora
(bulbous suspensor dan subtending hyphae, atau dudukan hifa).
d. Glomus
 Spora Glomus terbentuk dari pembengkakan ujung hifa sampai
mencapai batas maksimumnya. Ujung hifa yang menggelembung itu
kemudian akan terlepas dan berubah menjadi spora. Spora berasal dari
perkembangan hifa, sehingga disebut klamidospora.
 Hifa tidak jarang memiliki percabangan dan dari setiap cabang akan
terbentuk klamidospora disebut sebagai tandan spora (sporacarp).
 Ukuran spora 50-100 µm
 Spora berbentuk bulat dan jumlahnya banyak .
 Jumlah spesies yang berhasil dikenali sebanyak 180 spesies.
 Jumlah dinding spora berlapis-lapis.
 Tidak bereaksi dengan Melzer.
 Tidak memiliki ornament.
 Ada dudukan hifa (subtending hyphae) lurus.
 Warna bening, hialin (transparan), putih, kuning, dan cokelat.
e. Gigaspora
 Ukuran spora 100-250 µm.
 Lapisan dinding spora tipis (± 2 lapis).
 Bereaksi dengan Melzer secara menyeluruh.
 Tidak memiliki ornament.
 Hifa membentuk bulbous suspensor atau dudukan hifa yang membulat.
 Memiliki sel auksilari (auxilary cell) yang dapat dikatakan sebagai
perwujudan vesikula eksternal.
 Warna kuning cerah.
f. Scutellospora
 Ukuran spora 100–250 μm.
 Lapisan dinding spora tipis (± 2 lapis).
 Bereaksi dengan Melzer secara menyeluruh.
 Memiliki ornamen berupa germination shield.
 Hifa membentuk bulbous suspensor atau dudukan hifa yang membulat.
 Memiliki sel auksilari (auxilary cell) yang dapat dikatakan sebagai
perwujudan vesikula eksternal.
 Warna merah cokelat.
g. Acaulospora
 Ukuran spora 100–200 μm.
 Lapisan luar tidak bereaksi dengan Melzer.
 Lapisan dalam bereaksi dengan Melzer (warna lebih gelap-merah
keunguan).
 Memiliki beraneka ornamen bergantung kepada spesiesnya, misalnya
berbentuk duri pada Acaulospora spinosa dan berbentuk tabung pada A.
tuberculata.
 Warna dominan merah.
 Memiliki satu cycatrix sebagai tanda.
h. Entrophospora
 Ukuran 100–200 μm.
 Memiliki lapisan dinding spora, luar dan dalam.
 Warna kuning cokelat.
 Memiliki dua buah cycatrix sebagai tanda.
i. Sclerocycstis
 Memiliki tandan spora (sporocarp).
 Ukurannya sama dengan Acaulospora.
 Lapisan dinding menggerombol.
 Tidak bereaksi dengan larutan Melzer.
 Ornamen berlapis dan tidak berlapis.
 Lapisan dalam bereaksi dengan Melzer (warna lebih gelap-merah
keunguan).
 Memiliki beraneka ornamen bergantung kepada spesiesnya, misalnya
berbentuk duri pada Acaulospora spinosa dan berbentuk tabung pada A.
tuberculata.
 Warna dominan merah.
 Memiliki satu cycatrix sebagai tanda.
j. Entrophospora
 Ukuran 100–200 μm.
 Memiliki lapisan dinding spora, luar dan dalam.
 Warna kuning cokelat.
 Memiliki dua buah cycatrix sebagai tanda.
k. Sclerocycstis
 Memiliki tandan spora (sporocarp).
 Ukurannya sama dengan Acaulospora.
 Lapisan dinding menggerombol.
 Tidak bereaksi dengan larutan Melzer.
 Ornamen berlapis dan tidak berlapis.

D. Pembahasan

Karakteristik spora FMA dilakukan teknik penyaringan basah yaitu


sampel tanah sebanyak 100 g dicampur dengan 500 ml air, diaduk hingga merata
dan dibiarkan selama 5 – 10 menit supaya partikel – partikel besar mengendap.
Selanjutnya disaring dalam satu set saringan bertingkat dengan ukuran 21 mm,
125 µm, 63 µm dan 45 µm secara berurutan dari atas ke bawah. Saringan bagian
atas disemprot dengan air mengalir untuk memudahkan bahan saringan lolos.
Partikel tanah yang tertahan pada tiap ukuran saringan, ditampung pada botol
kultur. Selanjutnya partikel tanah yang ditampung pada botol kultur dipindahkan
dalam cawan petri dan dihitung jumlahnya. Untuk mengetahui karakteristik spora
menggunakan larutan Polyvinil Alcohol Lactic Acid Glycerol (PVLG) dan larutan
melzer’s. Karakteristik jenis spora yang diamati adalah bentuk spora, warna spora,
dinding spora, lekatan tangkai hifa dan tekstur permukaan spora
(Brundett et al., 1994).
Isolasi dan Identifikasi FMA dilakukan dengan cara menimbang sampel
tanah sebanyak 100 gr, kemudian dimasukkan dalam gelas beaker 1000 ml dan
ditambah air sampai volume 1 liter. Tanah tersebut diaduk selama ± 10 menit
sampai homogen dan agregat tanah dipecah dengan tangan supaya spora terbebas
dari tanah. Suspensi tersebut di diamkan selama ± 1 menit sampai partikel-partikel
yang besar mengendap. Cairan supernatan dituang ke dalam saringan bertingkat
dengan diameter lubang 1 mm, 500 μm, 212 μm, 106 μm, 53 μm (prosedur ini
diulang sebanyak 2-3 kali). Residu masing-masing saringan dibilas dengan air
kran untuk menjamin bahwa semua partikel yang kecil sudah terbawa. Residu
saringan yang berukuran 212 μm, 106 μm dan 53 μm dituang kedalam cawan petri
dengan bantuan botol semprot untuk dilakukan pengamatan spora di bawah
mikroskop Ciri-ciri mikroskopis spora yang ditemukan kemudian dicocokan
dengan pedoman identifikasi yang digunakan INVAM untuk menentukan genus
FMA yang ditemukan (Suamba et all. 2014).
Tahapan identifikasi fungi mikoriza arbuskula sebagai berikut :
Berdasarkan karakteristik morfologi spora : a. Susunan spora : spora dari
Glomales dapat dihasilkan dengan susunan tunggal atau mengumpul menjadi satu
yang disebut sporokap. b. Bentuk hifa : ada yang silindris, kerucut, bergelombang
dan bercabang banyak. c. Ukuran spora : ukuran terkecil dari 10-50 µm sampai
200-300 µm. Ukuran spora Glomus berkisar 20200 µm sementara Gigaspora dan
Scutellospora rata-rata 120-130 µm. d. Warna spora : menggunakan standar
colour chart yang umum digunakan. Warna- warna spora mikoriza berkisar hialin
kuning, kuning kehijauan, coklat, coklat kemerahan sampai coklat hitam. e.
Bentuk spora : secara umum bentuk spora adalah bulat globe, sub globose, oval
dan oblong (Brundrett et al., 1996).
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan diperoleh spoara FMA
pada rizosfer tanaman lonkida (Nauclea orientalid) pada lahan hutan rawa
dimana diperoleh 1 jenis spora yaitu Glomus sp. Identifikasi spora FMA di
lakukan berdasarkan ukuran, warna spora, lapisan dinding spora dengan
menggunakan larutan melzer.

E. Kesimpulan

Adapun kesimpulan pada praktikum ini yaitu Identifikasi spora FMA


dilakukan berdasarkan ukuran, warna spora, lapisan dinding spora dengan
menggunakan larutan melzer. Jenis spora yang ditemukan pada tegakan lonkida
(Nauclea orientalid) yaitu Glomus sp.

DAFTAR PUSTAKA

Brundrett M, Boucher N, Dell NB, Gove T and Malajezuk N. 1994.Working with


Mycorrhizas in Forestry and Agliculture. Kaipang Cina. dalam
International Mycorrhizal Workshop.

Brundrett, M. C,, Bougher, N., Dells, B., Grove, T., dan Malajozuk, N. 1996.
Working with mycorrhizas in forestry and agriculture. Australian Centre
for International Agricultural Research : Canberra.

Suamba, I. W., Wirawan, I. G. P dan Adiartayasa, W. 2014. Isolasi dan


Identifikasi Fungi Mikoriza Arbuskular (Fma) secara Mikroskopis pada
Rhizosfer Tanaman Jeruk(Citrus sp.) di Desa Kerta, Kecamatan Payangan,
Kabupaten Gianyar. Jurnal Agroekoteknologi Tropika. Vol. 3, No. 4.
ISSN: 2301-6515.
PENUNTUN PRAKTIKUM
APLIKASI BIOTEKNOLOGI PUPUK HAYATI

VI. “Kultur Spora Tunggal”

Oleh:
L. M. DARNIAWAN
M1A1 15 072
JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
VI. KULTUR SPORA TUNGGAL

A. Pendahuluan

Pembuatan kultur spora tunggal bertujuan untuk mendapat spora dalam


jumlah yang banya dari satu jenis yang sama. Hasil kultur spora tunggal dapat
digunakan untuk identifikasi satu jenis FMA ataupun sebagai langkah awal dalam
memperoleh kutur inokulum murni yang nantinya akan dikembangkan. Spora
hasil isolasi dari lapangan biasanya terdiri dari berbagai ukuran dan warna yang
mungkin berasal dari satu jenis sehingga akan menyulitkan kegiatan identifikasi
jenisnya. Sejumlah spora yang bersal dari kultur spora tunggal tentu saja adalah
satu jenis spora yang sama sehingga akan sangat membantu dalam kegiatan
identifikasi.
Spora yang diisolasi langsung dari lapangan biasanya masih mengandung
mikroorganisme lain yang tidak diinginkan. Karena itu dianjurkan untuk memulai
produksi inokulum dengan spora tunggal yang bebas dari semua organisme yang
tidak diinginkan. Kultur FMA yang berasal dari kultur spora tunggal lebih disukai
sebagai starter perbanyakan masal karena variabilitas inokulum lebih sedikit.
Selain itu, untuk membuat kultur murni dapat dilakukan dengan menggunakan
kultur spora tunggal yang steril dan ditumbuhkan secara aseptic. Bila sudah
mendapatkan satu kultur murni dapat terus dipelihara untuk kultur yang lain.
Kemurnian dari kultur ini harus dicek secara teratur dan pembersihan ruangan
atau peralatan harus selalu dilakukan setiap saat.
Tujuan : membuat kultur murni FMA yang berasal dari satu spora.

B.Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan meliputi Spora FMA hasil penyaringan
(sieving) dari tanah, inokulan, atau hasil kultur penangkaran, bibit tanaman inang,
media tanam steril, cawan petri plastik, kertas saring, aluminium foil, sendok,
selotip, pinset spora, pisau pemotong (cutter), spidol, kertas tissue, kertas label,
gunting, dan mikroskop stereo.

C. Prosedur Kerja

1. Ekstrak spora yang terdapat dalam tanah segar dari lapangan, medium kultur
penangkaran atau inokulum FMA yang akan diuji menggunakan prosedur
baku.
2. Kelompokan spora yang memiliki kemiripan karakteristik morfologi,
misalnya warna, diameter, ada tidaknya bulbous suspensor dan dudukan
spora, tunggal atau bergerombol, dan lain sebagainya. Setiap kelompok spora
dimasukkan kedalam cawan petri yang berisi air.
3. Siapkan wadah (tabung reaksi, cawan petri, atau wadah yang bersifat tembus
pandang) dan isi dengan media tumbuh steril basah.
4. Siapkan bibit tanaman inang dan letakkan diatas kertas saring basah dalam
cawan petri. Agar dapat dipotong ujungnya untuk menstimulasi pertumbuhan
dan percabangan akar.
5. Dengan bantuan mikroskop dan pinset spora, ambil 1 buah spora, letakkan
pada 0,5 cm dibelakang ujung akar. Pilih spora yang masih memperlihatkan
tanda-tanda kehidupan, segar, dan tidak terserang penyakit atau parasit.
6. Letakkan bibit yang akarnya telah diinokulasi dengan spora FMA pada
medium tumbuh dalam wadah. Bibit diletakkan dalam keadaan terlentang.
Jika menggunakan wadah cawan petri, ujung tanaman harus terletak tepat
dibawah lubang yang sudah disiapkan. Harus dijaga agar spora tidak jatuh
atau pindah tempat.
7. Cawan petri kemudian ditutup dan bagian sisinya ditutup rapat dengan
selotip, kecuali bagian lubang tanaman. Beri tanda dengan spidol letak spora
tersebut untuk memudahkan pengamatan berikutnya. Bungkus cawan petri
atau tabung reaksi dengan aluminium foil. Setiap lima cawan petri dapat
dibungkus dengan aluminium foil, jaga agar kedua lubang pada cawan petri
tidak tertutup oleh aluminium foil.
8. Tempelkan kertas label yang sudah ditulis kode isolat, nama tanaman inang,
tanggal dimulainya kultur, kode nama pembuat kultur, sumber contoh, dan
informasi lain yang dipandang perlu.
9. Letakkan cawan petri atau tabung reaksi pada bak plastik yang berisi air
setinggi kurang lebih 1 cm dan kemudian letakkan bak plastik tersebut dalam
ruang kultur.
10. Pengamatan dapat dilakukan setiap hari dan dicatat kapan spora mulai
berkecambah dan hal-hal lain yang terjadi selama pembuatan kultur.
11. Pemupukan dilakukan dengan menyiram larutan hara berkadar P rendah dan
N tinggi, misalnya hiponeks merah (1 g per 2 L air) dengan periode 1 minggu
2 kali (misalnya setiap Senin dan Kamis atau 1 minggu sekali dengan dosis 1
g per L air.
12. Pemangkasan dilakukan 2 minggu atau sebulan sekali, bergantung kepada
kerimbunan tanaman. Jika menggunakan Pueraria, utamakan membuang
sulur-sulur karena dapat mengganggu pengambilan kultur. Tujuan
pemangkasan adalah untuk merangsang sporulasi.

D. Pembahasan

Pembuatan kultur spora tunggal bertujuan untuk mendapatkan spora yang


berasal dari satu jenis yang sama. Pembuatan kultur spora tunggal dilakukan
terhadap genus spora yang sebelumnya telah dilakukan identifikasi pada
penelitian sebelumnya. Pembuatan kultur spora tunggal dilakukan dengan metode
Petridish Observation Chamber (Tamin et all. 2012).
Kultur trapping mikoriza dilakukan untuk memperbanyak populasi spora
mikoriza yang terdapat di dalam sampel tanah dengan menggunakan inang
tanaman jagung yang dipelihara selama tiga bulan. Spora yang telah berkembang
dan diperbanyak dalam kultur trapping tersebut selanjutnya digunakan sebagai
inokulan untuk pembuatan kultur spora mikoriza tunggal. Untuk memperoleh
spora mikoriza, masing-masing sampel tanah bermikoriza dari kultur trapping
diisolasi dengan metode wet sieving (Walker et al., 1982).
Hanya inokulan mikoriza dari pot kultur yang jumlah sporanya memenuhi
syarat untuk diperbanyak yang dapat dilanjutkan untuk diperbanyak kembali
dalam kultur perbanyakan spora mikoriza tunggal. Syarat jumlah spora yang layak
untuk dikembangkan kembali sebagai sumber inokulan kultur mikoriza tunggal
adalah yang jumlahnya 70100 spora dalam 30 g tanah/media kultur
(Delvian, 2006).
Berdasarkan peraktikum yang telah dilakukan proses kulturr spora tunggal
dilakukan dengan cara mengisi cawan petrik dengan media zeolid kemudian
membuat koakan dan meletakan tanaman, lalu kemudian tanaman diberikan spora
pada akarnya dan dibungkus dengan menggunakan aluminium foil.

E. Kesimpulan

Adapun kesimpulan pada praktikum ini yaitu pembuatan kultur spora


tunggal dilakukan terhadap genus spora yang sebelumnya telah dilakukan
identifikasi. Pembuatan kultur spora tunggal dilakukan dengan metode Petridish
Observation Chamber.

DAFTAR PUSTAKA

Delvian, 2006. Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula asal Pantai


(Karya Tulis). Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara. Medan.

Tamin, R. P., Nursanti dan Albayudi. 2012. Identifikasi Jenis dan Perbanyakan
Endomikoriza Lokal Di Hutan Kampus Universitas Jambi. Vol. 14, No. 2
(43-46).

Walker C., C.W. Mize dan H.S. Mcnabb Jr., 1982. Population of endogonaceus
at two location in Central Iowa. Canadian J. of Bot 60: 2518-2529.

Anda mungkin juga menyukai