Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

BIOLOGI TANAH

“MONOLIT TANAH”

OLEH :

KELOMPOK III

1. DILA RISNA ( 1610232030 )


2. ANNISA PRATAMA SYAISARAH ( 1810231002 )
3. EMA PUTRI SALMA ( 1810231027 )
4. ARDIATI NAZIFU ( 1810232003 )
5. TIKA PUTRI ( 1810232017 )
6. AKARIM ALHAMID ( 1810232046 )
7. FIDELIS BENFERI ( 1810232048 )

DOSEN PENJAB : Ir. OKTANIS EMALINDA, M.P

PROGRAM STUDI ILMU TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2020
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Perlakuan Jenis
Monolit Organisme
Pada Jumlah FK Cacing FK
Pada Yang
Lapisan Lundi
Lahan Ditemukan

0 - 10 cm Cacing 14 0,8823 0,1176

Pada Lundi 2
Lahan
10 - 20 cm Cacing 1
Hutan

20 - 30 cm - -

Total organisme yang ditemukan 17

B. Pembahasan

Pada praktikum pengambilan monolit pada lahan hutan ditemukan


berbagai macam mikroorganisme yang terdapat di dalam tanah, dimana pada saat
dilakukan pengamatan kita dapat melihat mikroorganisme seperti cacing, lundi,
dan lain sebagainya. Pada kedalaman 0-10 terdapat cacing 14 ekor dan lundi 2
ekor, pada kedalaman 10-20 terdapat cacing 1 ekor, dan pada kedalaman 20-30
tidak didapatkan mikroorganisme atau tidak ada mikroorganisme tanah.
Berdasarkan data tersebut, diperoleh data bahwa keberadaan makrofauna
terbanyak ada pada lapisan tanah atas serta makrofauna cacing paling banyak
ditemukan pada berbagai lapisan, hal ini dikarenakan cacing tanah termasuk
dalam kelompok epigeik dan anesik. Sehingga keberadaannya di dalam tanah bisa
menyebar sampai kedalaman 20 cm di bawah permukaan tanah. Populasi
makrofauna didalam tanah pada dasarnya dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu
jenis tanah, kelembaban, vegetasi yang dominan, serta kerapatan vegetasi di
dalamnya. Berdasarkan hasil pengamatan terlihat bahwa semakin dalam, jumlah
dan keragaman makrofauna semakin kecil. Hal tersebut terjadi karena, seperti
halnya dengan makluk hidup yang lainya, makrofauna tanah membutuhkan
oksigen dan bahan makanan.
Selain itu, lokasi pengambilan monolit ini dilakukan dilahan hutan dimana
jenis tanah di lahan tersebut adalah tanah ultisol yang memiliki tingkat
perkembangan yang cukup lanjut, seperti penampang tanah yang dalam, kenaikan
fraksi liat seiring dengan kedalaman tanah, reaksi tanah masam, dan kejenuhan
basa rendah. Pada lahan hutan ini terdapat serasah yaitu tumpukan dedaunan
kering, rerantingan, dan berbagai sisa vegetasi lainnya diatas lantai hutan yang
akan terdekomposisi sehingga berperan penting bagi makrofauna
Hewan tanah adalah semua organisme yang hidup di tanah, baik di
permukaan tanah maupun di dalam tanah. Sebagian atau seluruh siklus hidup
hewan tanah berlangsung di dalam tanah serta dapat berasosiasi dan beradaptasi
dengan lingkungan tanah. Kelompok hewan tanah ini sangat banyak dan
beranekaragam, mulai dari Protozoa, Rotifera, Nematoda, Annelida, Mollusca,
Arthropoda, hingga Vertebrata kecil. Hewan tanah bertanggung jawab terhadap
penghancuran dan sintesis organik.
Ukuran hewan tanah akan mempengaruhi fungsinya dalam ekosistem.
Berdasarkan hal tersebut, hewan tanah dikelompokkan menjadi dua, yaitu
kelompok “pengendali biologi” dan kelompok “perekayasa lingkungan”.
Mikrofauna dan mesofauna (misalnya Protozoa, Nematode, Collembola, dan
mites) termasuk dalam kelompok pengendali biologi yang menentukan besar
kecilnya populasi bakteri dan jamur dalam suatu ekosistem. Kelompok ini akan
memakan bakteri dan jamur sehingga populasi patogen dapat terkendali.
Makrofauna (misalnya cacing tanah, rayap, dan semut) termasuk dalam kelompok
perekayasa lingkungan. Saat terjadinya proses penguraian dan partikel-partikel
bahan organik akan didistribusikan oleh semut, rayap, maupun cacing tanah.
Cacing tanah merupakan anggota Oligochaeta yang memiliki posisi
strategis pada proses penguraian bahan organik. Cacing tanah akan
mengkonsumsi daun dan organ tumbuhan lain yang jatuh atau mati lalu
menjadikannya sebagai komponen kecil yang kemudian didekomposisi oleh
mikroba. Cacing tanah juga memiliki andil dalam mendorong peningkatan
populasi mikroorganisme tanah. Menurut Parmelee et al. (1990) usus cacing tanah
menjadi tempat yang baik bagi perkembangbiakan mikroorganisme tanah. Pada
kondisi tertentu jumlah mikroorganisme jauh lebih banyak dibandingkan yang ada
dalam tubuh tanah. Oleh karena itu, cacing tanah layak disebut sebagai media
pembenihan mikroorganisme tanah. Cacing akan mendistribusikan bahan organik
ke lapisan atas ataupun bawah (lapisan dalam) sehingga mendorong peningkatan
kesuburan tanah. Cacing tanah juga akan menyebarkan mikroorganisme dan pori-
pori yang tercipta akibat aktivitas cacing ini menambah laju aerasi tanah.
Cacing tanah yang akhirnya mati menjadi sumber pakan bagi mikroba dan
menjadi penyumbang ketersediaan unsur hara bagi kesuburan tanah. Tiap luasan 1
ha tanah dapat hidup 500.000 ekor cacing tanah dan membuat sekitar 50 ton
kasting dan menggali lubang di dalam tanah untuk sistem saluran irigasi setara
panjang 2.000 kaki dengan diameter 6 inci. Aktivitas cacing tanah dipengaruhi
oleh kadar air, tipe tanah, jenis tumbuhan (yang mempengaruhi sifat serasah), dan
kadar keasaman tanah. Lubang atau pori yang dibentuk oleh cacing cenderung
berbeda, ada yang mendorong massa tanah, sementara yang lain akan memakan
tanah.
Konversi lahan hutan ke lahan pertanian mengakibatkan penurunan
kepadatan populasi cacing tanah yang diakibatkan berkurangnya jumlah pohon
sehingga produksi seresah sebagai faktor makanan cacing tanah pun juga ikut
berkurang. Dikatakan oleh Baker (1998) bahwa kepadatan, biomasa dan diversitas
cacing tanah dipengaruhi oleh sistem penggunaan lahan. Hal ini bisa kita lihat
bahwa cacing tanah yang berada dihutan memiliki kepadatan yang tinggi karena
adanya tutupan tajuk yang berfungsi mengurangi evaporasi dan menjaga
kelembaban serta suhu tanah. Konversi hutan ke lahan pertanian menyebabkan
terganggunya ekosistem seperti berkurang dan berubahnya vegetasi menyebabkan
perubahan dari ekosistem tertutup menjadi ekosistem terbuka yang diikuti juga
oleh perubahan iklim mikro dan faktor-faktor diatas maupun dibawah tanah baik
secara fisik maupun kimia. Maka dari perubahan kondisi tersebut akan didapatkan
variasi kepadatan cacing tanah pada berbagai tutupan lahan pada tanaman
budidaya.
Cacing tanah merupakan makrofauna yang keberadaannya di dalam tanah
sangat dipengaruhi oleh tutupan lahan. Populasinya dipengaruhi oleh makanan
yang tersedia pada ekosistem tersebut, yang berasal dari seresah tanaman dan
berbagai sisa organik dari organisme lain, serta kondisi iklim mikro. Kotoran
cacing tanah (Cast) banyak mengandung kabon (C), hal inik sesuai dengan yang
dkatakan oleh Dewi (2007) bahwa cast merupakan agregat tanah yang stabil
sehingga mampu menyimpan C dalam waktu yang lama. Oleh karena itu jumlah
cast yang semakin banyak akan berdampak pada mitigasi CO2. Lebih lanjut
Yulipriyanto (2010) menjelaskan bahwa cast cacing tanah memiliki kandungan C,
hara tersedia yang tinggi dan populasi mikroorganisme dibanding mineral tanah
sekitarnya. Oleh karena itu cacing tanah berperan sebagai penyimpan Carbon
dalam cast sebagai upaya mitigasi CO2. Makrofauna permukaan tanah dapat
merespon perubahan lingkungan dengan cara bermigrasi ke tempat lain.
Organisme ini suka lingkungan lembab dengan bahan organik yang
berlimpah, dan berlimpahnya kalsium tersedia. Cacing tanah terdapat dalam tanah
bertekstur halus dengan kandungan bahan organik tinggi dan merupakan asam
keras. Cacing tanah pada umumnya membuat rongga yang dangkal dan makan
bahan tanaman setiap malam. Beberapa bahan tanaman diseret ke dalam lubang.
Jenis cacing tanah yang lainnya ada yang menyerap bahan orgaik yang ada di
dalam tanah. Kotoran dan buangan ditimbun dalam tanah bercampur menyatu
dengan bahan tanah, membentuk alur, dan memakan daun-daunan yang rontok
sehingga tanah menjadi lebih terbuka dan porous. Saluran yang terbuka di
permukaan tanah akan meningkatan infiltrasi. Cacing tanah secara normal
meghindari tanah jenuh. Jika mereka muncul sepanjang hari saat terjadi hujan,
mereka akan mati oleh radiasi ultraviolet. Cacing tanah juga memakan ilalang dan
membantu mencegah ilalang menjadi gulma.
Hewan tanah merupakan salah satu komponen ekosistem tanah yang
berperan dalam memperbaiki struktur tanah melalui penurunan berat jenis,
peningkatan ruang pori, aerasi, drainase, kapasitas penyimpanan air, dekomposisi
bahan organik, pencampuran partikel tanah, penyebaran mikroba, dan perbaikan
struktur agregat tanah. Walaupun pengaruh hewan tanah terhadap pembentukan
tanah dan dekomposisi bahan organik bersifat tidak langsung, secara umum dapat
dipandang sebagai pengatur terjadinya proses fisik, kimia maupun biokimia tanah.
Peran hewan tanah pada ekosistem tanah cukup besar dalam menentukan
kualitas dan struktur tanah. Peran hewan tanah dalam proses perombakan bisa
terlaksana secara langsung ataupun tidak langsung. Secara langsung karena
memakan dan menghancurkan bahan organik, dan secara tidak langsung berupa
keikutsertaannya dalam meningkatkan jumlah mikroflora tanah yang juga
berperan dalam proses perombakan bahan organik.
Komponen biotik di dalam tanah memberi sumbangan terhadap proses
aliran energi dari ekosistem tanah. Kelompok biotik ini melakukan penguraian
sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang telah mati (dekomposisi). Hewan tanah
merupakan salah satu komponen dalam ekosistem tanah, berperan dalam
memperbaiki struktur tanah melalui penurunan berat jenis (bulk density),
peningkatan ruang pori, aerasi, drainase, kapasitas penyimpanan air, dekomposisi
sisa organik, pencampuran partikel tanah, dan penyebaran mikroba.
Hewan tanah khususnya cacing tanah berpengaruh nyata terhadap struktur
tanah melalui aktivitasnya dalam menggali tanah, mengangkut dan
mencampurkan bahan mineral dengan bahan organik yang ada serta
pergerakannya dalam memasukkan bahan organik ke horizon yang lebih dalam
dan menghasilkan casting. Penelitian menunjukkan bahwa aktivitas 10 ekor
cacing tanah selama 3,5 bulan mampu mempengaruhi bobot isi, pori total,
penetrabilitas, indeks stabilitas agregat dan permeabilitas tanah. Terpeliharanya
biopori oleh hewan tanah akan membentuk agregat tanah yang mantap dan
menunjukkan terpeliharanya struktur tanah yang baik. Pada akhirnya kondisi ini
mendukung terpeliharanya fungsi hidrologis kawasan pemukiman sebagai bagian
dari tangkapan air (catchment) dan memudahkan peresapan air.
Peranan hewan tanah terhadap sifat kimia tanah terutama disebabkan oleh
aktivitasnya dalam mempercepat proses dekomposisi bahan organik yang
berkaitan dengan penyediaan unsur hara yang penting untuk pertumbuhan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa aktivitas cacing tanah dapat meningkatkan pH
tanah dari kondisi awal 5,9 meningkat menjadi 6,8. Secara umum hewan tanah
dipandang sebagai pengatur terjadinya proses biogeokimia dalam tanah. Hewan
tanah berperan dalam menentukan kesuburan tanah bahkan beberapa jenis hewan
tanah dapat digunakan sebagai indikator tingkat kesehatan tanah di suatu daerah
pertanian. Cacing tanah dapat memindahkan insektisida dari permukaan tanah ke
dalam tanah dan mencampur adukannya sampai kedalaman 7,5 cm sehingga
memperkecil toksisitas zat kimia tersebut terhadap hewan permukaan tanah.
Aktivitas hewan tanah khususnya cacing dalam proses dekomposisi bahan
organik dapat merangsang aktivitas mikroorganisme. Penghancuran bahan
organik menjadi ukuran yang lebih halus serta proses enzimatik dalam pencernaan
cacing membuat bahan organik menjadi lebih mudah untuk dicerna
mikroorganisme. Hewan tanah mampu mengubah lapisan top soil, karena di
lapisan tersebut mudah terdapat akar tanaman dan makanan. Akar mati akan
dilapukkan dengan cepatoleh fungi, bakteri, serta kelompok organisme lain.
Hewan tanah yang mengkonsonsumsi bahan organik lapuk, membantu
mentransformasi bahan tersebut menjadi komponen yang lebih spesifik. Banyak
hewan tanah yang menghabiskan siklus hidupnya di tanah. Tanah menjadi sarang,
wilayah bertahan, dan makanan bagi hewan tanah. Pergerakan hewan di dalam
tanah akan membentuk rongga-rongga yang baik untuk sirkulasi udara dan
memperkaya hara tanah karena adanya ekskresi yang dihasilkan. Hewan tanah
menata sifat fisik tanah dan juga membantu perombakan organ organisme yang
telah mati. Makrofauna tanah sangat besar peranannya dalam proses dekomposisi,
aliran karbon, redistribusi unsur hara, siklus unsur hara, bioturbasi dan
pembentukan struktur tanah. Biomassa cacing tanah menjadi bioindikator untuk
mengetahui perubahan derajat keasaman tanah, status lapisan organik tanah
(horizon), kelembaban, dan kondisi humus dalam tanah. Jenis rayap juga
diketahui berperan membentuk struktur tanah dan terlibat dalam perombakan
bahan organik.
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan didapat kesimpulan yaitu :
1. Jumlah makrofauna yang berhasil ditemukan lebih banyak pada lapisan
atas dikarenakan pada lapisan tersebut lebih banyak kandungan bahan
organiknya.
2. Faktor lingkungan berperan sangat penting dalam menentukan berbagai
pola penyebaran fauna tanah. Faktor biotik dan abiotik bekerja secara
bersama-sama dalam suatu ekosistem.
3. Keberadaan mikroorganisme di dalam tanah sangat mempengaruhi tingkat
kesuburan tanah. Apabila tanah nya subur, maka tanaman dapat tumbuh
dengan baik

B. Saran
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, maka :
1. Sebaiknya gunakan Invertebrate Soil Key dan Classification Key untuk
memudahkan identifikasi jenis makrofauna tanah yang ditemukan.
2. Sebaiknya untuk mahasiswa yang akan melaksanakan praktikum ini lebih
memperhatikan lagi instruksi dari dosen/asisten agar tidak terjadi kesalahan
dan terasa manfaatnya mempelajari materi ini.
PERHITUNGAN

1. Kedalaman 0 – 10 cm = Cacing : 14 ekor


= Lundi : 2 ekor

2. Kedalaman 10 – 20 cm = Cacing : 1 ekor

3. Kedalaman 20 – 30 cm = 0

∑ Individu jenis cacing


Frekuensi keberadaan jenis cacing = ∑ Total individu

15 ekor
= 17 ekor

= 0.8823

∑ Individu jenis lundi


Frekuensi keberadaan jenis lundi = ∑ Total individu

2 ekor
= 17 ekor

= 0.1176

Kekayaan Jenis = (S-1) ln N

= (2-1) ln 1

= 1 X 2.83321334406

= 2.83321334406
DOKUMENTASI

No Foto Keterangan

Pengambilan sampel tanah pada kedalaman 0-


10 cm

Proses pengamatan mikroorganisme tanah

Penampakkan contoh mikroorganisme tanah

Proses pengambilan monolite tanah


LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

BIOLOGI TANAH

“RESPIRASI ORGANISME TANAH”

OLEH :

KELOMPOK III

1. DILA RISNA ( 1610232030 )


2. ANNISA PRATAMA SYAISARAH ( 1810231002 )
3. EMA PUTRI SALMA ( 1810231027 )
4. ARDIATI NAZIFU ( 1810232003 )
5. TIKA PUTRI ( 1810232017 )
6. AKARIM ALHAMID ( 1810232046 )
7. FIDELIS BENFERI ( 1810232048 )

DOSEN PENJAB : Ir. OKTANIS EMALINDA, M.P

PROGRAM STUDI ILMU TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2020
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabung Titrasi Respirasi

Tabung 1 1.5 ml 825 mgCO2/m2/m

Tabung 2 1.1 ml 605 mgCO2/m2/m

B. Pembahasan

Pada praktikum mengenai respirasi organisme tanah ini setiap kelompok


mendapatkan jenis lahan yang berbeda-beda. Sampel tanah yang digunakan dalam
kelompok ini adalah dari jenis tanah lahan hutan yang diambil pada lapisan tanah
0-30 cm. Hal ini karena pada lapisan tersebut masih terdapat bahan organik yang
digunakan organisme tanah sebagai makanannya.
Pada tabung 1 nilai titrasinya adalah 1.5 ml dengan nilai respirasinya 825
mgCO2/m2/m, sedangkan tabung 2 nilai titrasinya adalah 1.1 ml dengan nilai
respirasinya 605 mgCO2/m2/m. perbedaan nilai titrasi ini bisa dikarenakan suhu,
umumnya laju respirasi akan menjadi rendah pada suhu yang rendah pula dan
meningkat pada suhu yang tinggi. Faktor penting lainnya yang mempengaruhi
adalah kelembaban tanah. Keluaran CO2 tanah biasanya rendah dalam kondisi
kering karena rendahnya akar dan aktivitas mikroorganisme dan meningkatkan
kelembaban dengan tanah sampai batas tertentu (Linn dan Doran, 1984).
Bahan organik dalam tanah dapat memberikan pengaruh meningkatnya
aktivitas mikroorganisme. Bahan organik dimanfaatkan oleh mikroorganisme
sebagai sumber energi dalam proses dekomposisi, menurut Campbell dkk. (1991),
bahwa aktivitas mikroorganisme ditentukan oleh jumlah sumber energi (bahan
organik), keadaan lingkungan seperti curah hujan dan suhu, jumlah dan jenis
mikroorganisme. Peranan bahan organik ada yang bersifat langsung terhadap
tanaman, tetapi sebagian besar mempengaruhi tanaman melalui perubahan sifat
dan ciri tanah. Adapun pengaruh bahan organik pada biologi tanah menurut
Hakim dkk. (1986), yaitu: (1) jumlah dan aktivitas metabolik organisme tanah
meningkat (2) kegiatan jasad mikro dalam membantu dekomposisi bahan organik
juga meningkat. Seperti yang kita ketahui apabila dekomposisi bahan organik
meningkat, maka akan meningkatkan aktivitas mikroorganisme serta dapat
meningkatkan respirasi tanah. Semakin banyak CO2 yang dikeluarkan tanah,
semakin tinggi aktivitas dan mikroorganisme, hal ini mengakibatkan semakin
tinggi respirasi tanah.
Vegetasi juga mempengaruhi respirasi organisme tanah. Vegetasi yang
terdapat pada permukaan tanah akan mempengaruhi atau berperan menentukan
dalam proses berlangsungnya erosi. Pada hutan lebat biasanya tidak berlangsung
erosi atau kemungkinannya sangat kecil. Sehingga peranan tersebut adalah: (1)
Dapat mendorong perkembangan mikroorganisme tanah yang dapat memperbaiki
sifat fisik dan kimia tanah tersebut (2) Dapat menambah bahan organik tanah
(BOT).
Laju respirasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: a)
Ketersediaan substrat Tersedianya substrat pada tanaman merupakan hal yang
penting dalam melakukan respirasi. Tumbuhan dengan kandungan substrat yang
rendah akan melakukan respirasi dengan laju yang rendah pula. Demikian
sebliknya bila substrat yang tersedia cukup banyak maka laju respirasi akan
meningkat.Ketersediaan Oksigen.
Ketersediaan oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, tetapi besarnya
pengaruh tersebut berbeda bagi masing-masing spesies dan bahkan berbeda antara
organ pada tumbuhan yang sama. Fluktuasi normal kandungan oksigen di udara
tidak banyak mempengaruhi laju respirasi, karena jumlah oksigen yang
dibutuhkan tumbuhan untuk berrespirasi jauh lebih rendah dari oksigen yang
tersedia di udara.
Kedua adalah Suhu. Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan
sangat terkait dengan faktor Q10, dimana umumnya laju reaksi respirasi akan
meningkat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10oC, tetapi hal ini tergantung
pada masing-masing spesies.Tipe dan umur tumbuhan. Masing-masing spesies
tumbuhan memiliki perbedaan metabolsme, dengan demikian kebutuhan
tumbuhan untuk berespirasi akan berbeda pada masing-masing spesies.
Tumbuhan muda menunjukkan laju respirasi yang lebih tinggi dibanding
tumbuhan yang tua. Demikian pula pada organ tumbuhan yang sedang dalam
masa pertumbuhan.
Pada respirasi terdapat beberapa tahapan yaitu Glikosis. Ini merupakan
sebuah tahapan di mana glukosa yang dihasilkan didalam tumbuhan itu diubah
menjadi 2 molekul asam piruvat.
Adapun Faktor yang mempengaruhi respirasi tumbuhan ini akan diuraikan
sebagai berikut Faktor Internal yaitu Faktor Protoplasmik, Konsentrasi substrat
respirasi yang tersedia. Faktor Eksternal yaitu Temperatur, Cahaya, Konsentrasi
oksigen di udara, Konsentrasi karbon dioksida, Tersedianya air, Luka pada organ
tumbuhan, Senyawa kimia dan Perlakuan mekanik.
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan didapat kesimpulan yaitu :
1. Salah satu cara untuk mengetahui banyaknya mikroorganisme dalam tanah
adalah dengan mengukur banyaknya CO2 yang dikeluarkan oleh
mikroorganisme tanah.
2. Tingkat respirasi pada sampel tanah dari hutan termasuk kategori tinggi
karena terdapat banyak serasah sebagai sumber energi mikroorganisme
tanah.
3. Pada tabung 1 dan tabung 2 memiliki volume yang sama pada saat
respirasi, namun nilai titrasi antara kedua tabung berbeda. Hal ini
dikarenakan pengaruh tempat meletakkan tabungnya saat dilapangan
sehingga ketika salah satu tabung terkena sinar matahari maka suhu antara
kedua tabung tersebut berbeda.
4. Bahan organik dan vegetasi juga mempengaruhi aktivitas organisme dalam
tanah sehingga ketika aktivitas mikroorganisme meningkat maka respirasi
dari mikroorganisme tersebut juga meningkat.

B. Saran
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, maka :
1. Sebaiknya untuk mengukur respirasi tanah perlu diperhatikan juga suhu
dan kelembaban tanah di lapangan agar mendapatkan data yang sesuai.
2. Sebaiknya untuk mahasiswa yang akan melaksanakan praktikum ini
diperhatikan dengan sungguh-sungguh dan teliti sehingga data yang
diamati pun akurat.
PERHITUNGAN

A. Tabung 1
Respirasi : (S-C) x 22 x 25
: (1.5 -0) x 22 x 25
: 825 mgCO2/m2/m

B. Tabung 2
Respirasi : (S-C) x 22 x 25
: (1.1 -0) x 22 x 25
: 605 mgCO2/m2/m
DOKUMENTASI

GAMBAR KETERANGAN

Larutan yang akan di titrasi

Campuran larutan KOH dengan


HCl

Anda mungkin juga menyukai